Pion EmasKabut hitam seperti membelenggu sekitar Lewis. Rasa perih yang semula tak ada, kini seakan merobek jiwanya.Gelenyar anyir berlumur mengitari belakang kepala sampai sekeliling tengkuknya. Rasa perih pun kian lama kian membuat pandangan matanya meremang.“Hey, Lewis!”Casper berteriak sambari menopang tubuh Lewis yang sempoyongan.Pria berjambang tebal itu melotot tajam. Tangannya mencengkeram kuat kedua sisi lengan Lewis, coba membuat anak didiknya itu tetap sadar.Orang yang diajak bincangnya itu seolah akan ambruk. Namun tanpa Casper duga, seringai miring malah terukir di bibir Lewis.“Lewis?” gumam tangan kanan Logan tersebut ragu-ragu.Seketika Casper pun ikut merayapkan mulutnya ke atas. Dia mengangkat sebelah alisnya kala menyadari bahwa Lewis tidak selemah itu.‘Dasar gila, cecunguk ini benar-benar kebal, ya? Sepertinya aku tidak salah mengambil mainan dari kotaknya. Lewis akan menjadi pion emas geng Blackhole!’Pikiran Casper malah belingsatan senang.Dia pun lekas b
Suara gubrakan terdengar keras saat truk itu menghantam mobil hitam yang mengejar Annelies. Kendaraan itu terseret beberapa meter, hingga akhirnya terjungkal di tengah persimpangan lampu lalu lintas.Sejumlah mobil lainnya berhenti, termasuk Frans yang berhasil lolos dari lampu merah sebelumnya.Lelaki itu melirik kaca spion untuk melihat keadaan di belakang. Alisnya mendapuk saat mendapati mobil hitam yang mengejarnya terbalik disertai asap. Karena hantaman yang keras, kaca samping dan depan mobil itu remuk. Bisa dipastikan pengemudinya luka berat jika tidak meninggal.‘Baguslah! Si brengsek itu mendapat karmanya!’ batin Frans dengan leher mengeras. Tatapannya menggulir pada Annelies di sebelahnya. Dia menyelipkan rambut basah wanita itu ke balik telinga.‘Aku akan membawamu ke tempat yang aman sekarang,’ Frans bergeming dan lantas melajukan mobilnya lagi.Setelah cukup lama berkendara, Frans pun berhenti di depan mansion mewah. Beberapa penjaga keamanan yang bersiaga pun menunduk h
“Kau tidak perlu tahu sekarang,” kata Frans yang lantas bangkit dari duduknya.Dia berjalan ke arah Blair, lalu meraih lengannya agar wanita itu bangun juga.“Ehei, apa yang Kakak lakukan?” tukas Blair protes.“Kau sangat berisik. Ayo pergi dari sini dan jangan ganggu orang yang sedang istirahat,” sahut Frans membawa adik sepupunya pergi.Hingga esok harinya, Annelies baru sadarkan diri. Dia bangun dengan kening mengernyit, bingung karena berada di tempat asing.‘Di mana ini? Apa yang terjadi padaku?’ batinnya dalam hati.Dia coba memutar memori. Jarinya menekan pelipis saat mengingat insiden kemarin malam di penthousenya.‘Hah … benar. Saat itu aku meminta bantuan Frans. Apa sekarang aku ada di tempatnya?’ batin Annelies menerka.Detik berikutnya pintu kamar itu terbuka. Sosok lelaki tinggi tegap muncul di sana. Itu Frans yang sudah rapi dengan setelan jas hitamnya.“Annelies, kau sudah bangun?” kata pria tersebut mendekat.Sang wanita bangkit dan bersandar di badan ranjang. Saat sel
Saya Tidak Ingin Wanita Lain Melihat Tubuh Anda***“Saat ini waktunya Anda ganti perban,” tutur Cloe meletakkan beberapa alat medis di nakas.Kaelus yang duduk bersandar di brankar, tak langsung menjawab. Dirinya mengernyit heran, lantas menilik ke arah pintu. Dia mencari perawat yang mungkin datang, tapi nyatanya tidak ada siapapun yang masuk.“Kenapa kau yang membawanya?” Kaelus bertanya heran.“Karena saya yang akan membantu Anda mengganti perbannya,” sahut Cloe tanpa ragu.Dahi Kaelus semakin mengerut. Dia benar-benar tak mengerti dengan sikap wanita ini.Ya, dia tak tahu saja bahwa Cloe telah menghadang suster perempuan yang hendak masuk ke ruang rawat Kaelus. Perhatian Cloe tertuju pada perban dan beberapa alat kesehatan yang dibawa tenaga medis itu, di semacam nampan alumunium. Belum sampai suster tadi masuk, Cloe sudah menawarkan diri untuk jadi wali yang akan mengganti perban Kaelus.“Mengapa kau? Harusnya Perawat yang melakukannya!” Kaelus menyambar acuh tak acuh.Cloe mel
Kaelus menahan bahu Cloe, seraya berkata, “bertingkah seperti jalang, sangat tidak cocok untukmu!”Cloe terdiam. Sebelah bibirnya tersenyum selaras dengan tangan kanannya yang kini melangkup di pipi pria tersebut.“Tuan Kaelus, saya sudah mengambil keputusan. Saya ingin hidup bersama Anda. Tidak pedulii jika Anda berpikir saya gila, karena saya menyerahkan hidup ini pada Anda!” tukasnya amat serius.“Kau tidak tahu siapa aku, Cloe. Kau tidak akan bisa menerimaku!”“Kalau begitu beritahu saya!” sahut wanita itu tegas. “Katakan pada saya siapa diri Anda dan biarkan saya yang memutuskan!”Kaelus tak tahu apa yang merasuki wanita ini. Dirinya juga tak bisa menunda lebih lama lagi. Mungkin Cloe harus tahu sosoknya yang sebenarnya agar wanita itu menyerah terhadapnya.Sorot mata pria itu tampak lebih tajam. Dia mencekal tangan Cloe dan menjauhkan dari wajahnya.“Kau mau tahu?” ujarnya pelan, tapi nadanya penuh tekanan.Dirinya semakin merapatkan tubuh Cloe padanya, seiring wajahnya yang men
“A-apa yang kau katakan? Itu tidak mungkin!” Velos berujar dengan wajah tegang.“Ka-kami juga tidak tahu, Tuan. Tiba-tiba saja, Big Boss mengalami henti jantung. Lalu kami segera memanggil Dokter untuk memeriksanya,” tutur antek Caligo yang bertugas menjaga ruang rawat itu.Ini di luar dugaan Velos. Pasalnya tadi malam reaksi Dan Theo cukup baik terhadap penawar yang dia berikan. Namun, jika jantungnya tiba-tiba berhenti, ini bisa berbahaya!Pria itu menekan belakang kepalanya dengan sebelah tangan, lalu bertanya, “sudah berapa lama Dokter di dalam?”“Sekitar sepuluh menit, Tuan,” sahut antek Caligo tampak gelisah juga.Sensasi pening menyerang Velos. Untuk sesaat, dirinya menyesal telah memberikan penawar tersebut. Dengan tatapan kalutnya, lelaki itu pun menonjok dinding dengan keras. Tangan kirinya gemetar seiring gelenyar merah yang mengalir dari tangannya.Akan tetapi, Velos sama sekali tak merasa sakit pada tangan itu. Justru dadanya sangat sesak, resah karena dokter tak kunjung
‘Aku akan menelepon Annelies!’ batin Kaelus yang kini merogoh ponsel dari saku celananya.Belum sampai menekan nomor wanita tersebut, tiba-tiba perhatian pria itu langsung tersita pada bunyi pekak beling yang pecah. Kaelus seketika berpaling ke sumber suara. Agaknya itu berasal dari lantai atas.Namun, tanpa Kaelus tahu, rupanya di sana Annelies sedang berhadapan dengan pemuda yang menatapnya amat sinis.“Hah! Maaf, gelasnya licin. Saya tidak sengaja menjatuhkannya, Bibi!” tukas Lewis dengan raut wajah datarnya.Ya, dia memang Lewis Langford. Entang mengapa tiba-tiba pemuda itu mendatangi Annelies. Mereka tidak pernah akrab, kedatangan Lewis tentunya membuat Annelies curiga.Wanita itu menatap pecahan cangkir minuman yang baru saja dia sodorkan pada Lewis.Dirinya mengangkat pandangan, lalu bertanya dingin. “Kenapa kau mendatangiku?”“Sudah saya bilang, saya merindukan Bibi!” sahut Lewis menatapnya lekat.Sial, kalimat singkat itu malah membuat Annelies merinding. Pasalnya, yang dia t
***“Daddy, ini saya.” Lewis berkata setelah mengetuk pintu ruang kerja Logan malam itu.Dari dalam terdengar suara sang ayah yang mengijinkannya masuk. Dan itu membuat Lewis tak ragu membuka pintu.Ternyata di sana ada Casper yang berdiri di sebelah Logan. Mengingat pertarungan yang dia lakukan bersama asisten ayahnya melawan geng Ceko, membuat Lewis jadi lebih santai terhadapnya. Namun, melihat Logan lebih mempercayai Casper dibanding dirinya, sungguh mengganggu pikiran Lewis.“Daddy, saya ingin bicara empat mata,” tukas Lewis melirik Casper sekilas.Casper yang sadar akan keadaan itu pun berkata, “Tuan, kalau begitu saya pamit dulu.”Dirinya menunduk hormat pada Logan dan hendak pergi.Namun, belum sampai beranjak, Logan malah berujar tegas. “Tetap di sini!”“Dan kau, cepat bicara. Karena aku masih ada urusan dengan asistenku!” sambung Logan saat beralih menatap Lewis.Sang putra melirik Casper sinis. Meski tak nyaman, dia tak bisa menentang keinginan Logan atau berakhir diabaikan.
***“Oh? Tuan Dan Theo, kenapa turun sendiri? Di mana Kak Annelies?” Blair bertanya kala melihat pria itu mendatangi area kolam renang.Cloe yang berdiri di sebelahnya, juga penasaran. Namun, raut wajah Dan Theo terpampang lebih bingung.“Bukankah Annelies sudah turun lebih dulu?” tukas pria tersebut bertanya.“Benar, Nona Annelies tadi bersama kami. Tapi setelah menata minuman, beliau pergi dan bilang ingin memanggil Anda. Apa kalian tidak bertemu?” Cloe menimpali.Lawan bincangnya mengernyit seraya menjawab, “kami tidak bertemu. Kapan dia pergi?”“Baru saja.”Dan Theo pun menyatukan alisnya. Jika Annelies memang kembali ke kamar, harusnya mereka berpapasan. Dan sial, pria itu tak bisa langsung menghubunginya sebab ponsel Annelies tadi tertinggal di kamar. Bahkan kini Dan Theo membawakan benda pipih itu untuknya.“Kalau begitu saya akan menyusulnya,” tutur Dan Theo kemudian.Pria tersebut kembali masuk. Namun saat tiba di depan lift, perasaannya mulai tak tenang.‘Hanya ini lift pali
“Jika seseorang tidak mau aku bergabung, maka aku tidak akan ikut, Kak Annelies. Terima kasih sudah menawariku.” Blair berujar penuh sindiran untuk Velos. “Kalau begitu permisi, kalian harus menikmati liburan di sini.”Wanita itu hendak mangkir, tapi Annelies langsung menahan tangannya.“Kenapa buru-buru? Lagi pula tidak ada yang menolakmu bergabung,” katanya.“Ya, kecuali satu orang, Kak!” sahut Blair yang terang-terangan menatap Velos.Pria tersebut malah menaikkan sebelah alisnya. Meski raut wajahnya datar, tapi seperti meremehkan Blair. Dan itu membuat sang wanita amat kesal.Annelies yang mengikuti arah tatapan Blair, lantas bertanya, “maksudmu Velos?”“Apa kau keberatan kalau Nona Blair bergabung?” tanya istri Dan Theo itu terang-terangan.Sebelum Velos menimpali, dia bisa merasakan tekanan dari Annelies. Bahkan saat dirinya melirik Dan Theo, Kaelus dan juga Cloe, semuanya seakan memintanya berkata tidak.“Aish, kalian benar-benar!” desis Velos yang lantas membuang pandangan. “K
“Oh? Bukankah Anda … adik Tuan Frans dari Cosmo Group?” ujar Annelies sambil merapatkan alisnya.Lawan bincangnya bangkit dengan senyum binar. “Ya, aku Blair. Senangnya, ternyata Kak Annelies masih mengingatku!”Annelies balas tersenyum.“Tentu saja saya ingat. Anda dan Tuan Frans sangat membantu saya saat itu. Terima kasih, Nona Blair,” katanya.Ya, pertama kali Annelies bertemu Blair ketika Frans membawanya ke rumah. Itu saat seseorang menyerang Annelies di penthousenya dan sang suami sedang sekarat di markas Ratz.“Ehei, tolong jangan bicara terlalu formal padaku. Aku ingin lebih dekat dengan Kak Annelies,” balas adik Frans tersebut.Maniknya bergulir pada Dan Theo di sebelah Annelies, lalu melanjutkan. “Omong-omong, siapa pria di samping Kak Annelies?”“Dia suamiku, Dan Theo,” sahut Annelies yang lantas menggandeng lengan pria itu.Dia tahu raut wajah Dan Theo berubah masam saat dirinya menyebut nama Frans tadi. Jadi Annelies berusaha meredam rasa cemburu suaminya tersebut.“Ah …
“Dasar mesum! Cepat pergi atau aku akan memanggil petugas keamanan!” Wanita itu mengancam tegas.Velos yang masih berdiri di dekat pintu seketika mengernyit heran.Tanpa mau mengalah, dia justru berkata, “harusnya Anda yang keluar. Ini kamar saya. Kenapa Anda bisa masuk ke sini?”Sang wanita mengerjap dengan manik lebar.“Apa kau gila? Sejak kapan ini jadi kamarmu, hah?!” decaknya yang lantas menyugar rambut basahnya dengan frustasi. “Hei, dengarlah bajingan mesum!”“Apa? Bajingan mesum?!” Velos menyatukan alisnya. “Nona—”“Kau pikir aku tidak bisa menghadapimu? Brengsek sepertimu harus diberi pelajaran agar tahu batasan. Jangan kau kira aku wanita lemah yang akan ketakutan dan tunduk padamu!” sambar wanita tersebut seraya mengangkat dagunya angkuh. “Aku akan hitung sampai tiga. Jika kau tidak keluar, maka kau akan menyesal!”Sorot matanya terpampang tajam, tapi entah mengapa malah serasa menantang Velos.“Menarik. Saya jadi penasaran, apa yang akan Anda lakukan, Nona?” tukas Velos kem
“Bagaimana bisa semuanya ada di sini?” Annelies bertanya dengan manik binar.Ya, di luar gedung L&F Company, Butler bersaudara sudah ada di sana. Bahkan Cloe juga. “Selamat atas pengangkatan Anda, Direktur. Ah, tunggu. Harusnya sekarang saya memanggil Anda, Nyonya Komisaris,” tutur Cloe seiring kedua alisnya yang naik ke atas. Annelies seketika tersenyum, lalu menimpali, “panggil senyamannya Anda, Nona Cloe.”“Tapi, kenapa semuanya berkumpul di sini?” Annelies bergantian melirik Kaelus dan Velos. Dan Theo yang berada di sebelahnya pun merengkuh pinggangnya dan lantas menjawab, “ke depannya kau pasti sibuk mengurus perusahaan. Sebelum itu, mari kita nikmati waktu bersantai dengan liburan bersama, istriku.”“Ah … jadi ini rencanamu?” sahut Annelies yang memicu sebelah alis suaminya terangkat. Dan Theo pun mendekati wajah sang istri sambil berbisik, “bukankah aku hebat dalam menyiapkan kejutan?”“Kau yang terbaik!” balas Annelies yang tak ragu mengecup pipinya.“Kenapa hanya di pipi?
Ekspresi binar di wajah Annelies seketika lenyap setelah menerima telepon. Jelas sekali ada sesuatu yang mengusiknya.Dan Theo yang penasaran pun bertanya, “ada masalah apa, istriku?”“Aku harus pergi. Tolong temani aku, Dan Theo,” sahut Annelies saat berpaling pada suaminya. Usai bersiap-siap, mereka lantas menuju L&F Hotel. Sudah lama Annelies tak mengunjungi hotel keluarganya tersebut. Hotel itu hampir bangkrut, tapi beberapa minggu terakhir managementnya telah diperbarui Lewis sebelum pemuda tersebut masuk penjara.Ya, jika saja Lewis menekuninya, mungkin L&F Hotel akan kembali berjaya. Sayangnya dia harus menjadi korban keserakahan Logan dan berakhir meregang nyawa.Begitu tiba di hotel tersebut, Annelies pun masuk sambil menggandeng lengan Dan Theo.“Selamat datang, Nyonya, Tuan,” tutur seorang Resepsionis menyapa. “Tuan Dave sudah menunggu di ruang VIP.”Benar, orang yang membuat Annelies datang ke hotel ini memang Dave. Padahal sebelumnya Annelies memutuskan tak ingin berhubu
“Katakan, Dan Theo! Apa maksudmu sebenarnya?!” Annelies menuntut penjelasan seiring nadanya yang kian menekan.Telinganya jelas mendengar bahwa Dan Theo ingin mengakhiri hubungan, tapi wanita itu tak mau berasumsi tanpa tau alasan di balik semua ini.Dengan wajah tegang, dia kembali berkata, “kau akan tetap diam?!”Tangannya meraih lembaran dokumen di meja. Sepasang alisnya seketika mendapuk saat membaca isinya.“Hah … ini?”“Robeklah!” Dan Theo menyahut tegas.Annelies kembali menatapnya. Ekspresi muramnya berangsur binar saat mendapati titah itu. Hingga tanpa ragu, Annelies pun merobek lembaran dokumen tersebut tepat di hadapan Dan Theo.“Hubungan kontrak kita resmi berakhir, Dan Theo. Mari kita mulai hubungan baru tanpa batas waktu!” tutur wanita itu memandang lekat.Ya, itu memang dokumen perjanjian satu tahun pernikahan mereka. Jika sesuai kontrak, maka harusnya Dan Theo dan Annelies akan berpisah. Tapi keduanya tak menyangka, dalam waktu sesingkat itu hubungan mereka jadi tak te
Alih-alih menjawab dengan ucapan, Dan Theo malah menawarkan lengannya agar digandeng sang istri.“Kalau kau sangat ingin tahu, ayo kita berangkat sekarang,” tuturnya dengan nada rendah.“Cih!” Annelies membalas dengan desisan. “Kau sangaja membuatku semakin penasaran, ya? Dasar kekanakan!”Meski mengejeknya, tapi tak bisa disangkal Annelies malah kian tertarik. Dia lantas merengkuh lengan sang suami dan berjalan mengikuti langkah panjangnya.Mereka pun menyusuri jalanan Linberg dengan mobil Dan Theo. Setelah cukup lama berkendara, pria itu menghentikan mobilnya di depan PeterSoul. Ya sebelumnya Dan Theo sudah membuat reservasi di restoran bintang michelin tersebut.Annelies yang semula melihat keluar jendela, kini berpaling pada Dan Theo lagi.“Di sini sangat sulit mendapat meja. Kapan kau memesan tempat?” tanyanya. “Tidak sesulit itu, karena ini diriku,” sahut Dan Theo seiring sebelah alisnya yang naik ke atas.Lawan bincangnya menyeringai tipis. Dia mengamati Dan Theo mengitari dep
***Esok harinya, Annelies mendatangi rumah tahanan Linberg untuk menemui Logan. Dia sengaja datang sendiri dan tidak memberitahu Dan Theo. Jelas sekali sang suami akan melarang jika tahu Annelies pergi ke sana. Namun, Annelies harus memastikan sesuatu.Begitu Logan muncul, Annelies hanya menatapnya dengan sorot dingin.‘Dunia sudah mulai menghukumnya, ya?’ batin Annelies mengamati wajah Logan yang babak belur.Ya, agaknya para narapidana telah menghajarnya habis-habisan.“Hah … sial! Apa kau datang untuk menertawakanku?!” Logan berkata dengan sorot tajamnya. “Jangan pikir kau sudah menang. Aku tidak akan lama berada di sini!”Alih-alih menjawab, Annelies malah memamerkan seringai tipis.“Sepertinya kau masih tidak sadar dengan kenyataan. Kau sudah tamat. Kau akan membusuk di penjara ini!” Annelies bicara dengan ekspresi penuh dendam.“Tutup mulutmu, jalang sialan!” Logan mengumpat seiring tangannya yang memukul kaca pembatas.Annelies yang berada di sisi seberang, malah semakin terse