“A-apa yang kau katakan? Itu tidak mungkin!” Velos berujar dengan wajah tegang.“Ka-kami juga tidak tahu, Tuan. Tiba-tiba saja, Big Boss mengalami henti jantung. Lalu kami segera memanggil Dokter untuk memeriksanya,” tutur antek Caligo yang bertugas menjaga ruang rawat itu.Ini di luar dugaan Velos. Pasalnya tadi malam reaksi Dan Theo cukup baik terhadap penawar yang dia berikan. Namun, jika jantungnya tiba-tiba berhenti, ini bisa berbahaya!Pria itu menekan belakang kepalanya dengan sebelah tangan, lalu bertanya, “sudah berapa lama Dokter di dalam?”“Sekitar sepuluh menit, Tuan,” sahut antek Caligo tampak gelisah juga.Sensasi pening menyerang Velos. Untuk sesaat, dirinya menyesal telah memberikan penawar tersebut. Dengan tatapan kalutnya, lelaki itu pun menonjok dinding dengan keras. Tangan kirinya gemetar seiring gelenyar merah yang mengalir dari tangannya.Akan tetapi, Velos sama sekali tak merasa sakit pada tangan itu. Justru dadanya sangat sesak, resah karena dokter tak kunjung
‘Aku akan menelepon Annelies!’ batin Kaelus yang kini merogoh ponsel dari saku celananya.Belum sampai menekan nomor wanita tersebut, tiba-tiba perhatian pria itu langsung tersita pada bunyi pekak beling yang pecah. Kaelus seketika berpaling ke sumber suara. Agaknya itu berasal dari lantai atas.Namun, tanpa Kaelus tahu, rupanya di sana Annelies sedang berhadapan dengan pemuda yang menatapnya amat sinis.“Hah! Maaf, gelasnya licin. Saya tidak sengaja menjatuhkannya, Bibi!” tukas Lewis dengan raut wajah datarnya.Ya, dia memang Lewis Langford. Entang mengapa tiba-tiba pemuda itu mendatangi Annelies. Mereka tidak pernah akrab, kedatangan Lewis tentunya membuat Annelies curiga.Wanita itu menatap pecahan cangkir minuman yang baru saja dia sodorkan pada Lewis.Dirinya mengangkat pandangan, lalu bertanya dingin. “Kenapa kau mendatangiku?”“Sudah saya bilang, saya merindukan Bibi!” sahut Lewis menatapnya lekat.Sial, kalimat singkat itu malah membuat Annelies merinding. Pasalnya, yang dia t
***“Daddy, ini saya.” Lewis berkata setelah mengetuk pintu ruang kerja Logan malam itu.Dari dalam terdengar suara sang ayah yang mengijinkannya masuk. Dan itu membuat Lewis tak ragu membuka pintu.Ternyata di sana ada Casper yang berdiri di sebelah Logan. Mengingat pertarungan yang dia lakukan bersama asisten ayahnya melawan geng Ceko, membuat Lewis jadi lebih santai terhadapnya. Namun, melihat Logan lebih mempercayai Casper dibanding dirinya, sungguh mengganggu pikiran Lewis.“Daddy, saya ingin bicara empat mata,” tukas Lewis melirik Casper sekilas.Casper yang sadar akan keadaan itu pun berkata, “Tuan, kalau begitu saya pamit dulu.”Dirinya menunduk hormat pada Logan dan hendak pergi.Namun, belum sampai beranjak, Logan malah berujar tegas. “Tetap di sini!”“Dan kau, cepat bicara. Karena aku masih ada urusan dengan asistenku!” sambung Logan saat beralih menatap Lewis.Sang putra melirik Casper sinis. Meski tak nyaman, dia tak bisa menentang keinginan Logan atau berakhir diabaikan.
“Katakan sekali lagi!” ujar Annelies yang seketika memicu antek-antek Caligo berpaling padanya.Begitu Annelies mendekat, dua antek di sana saling melempar pandangan di antara mereka. Salah satu lelaki itu mengenali Annelies.“Hei, dia wanita yang pernah dibawa Big Boss ke sini,” bisiknya pada sang rekan.“Kau yakin?” sahut lelaki di hadapannya.Antek tadi mengangguk samar, tatapannya pun amat serius.Dia beralih pada Annelies seraya berkata, “Nona, sedang apa Anda di sini? Ini bukan tempat yang bisa dimasuki sembarang orang.”“Jelaskan maksud ucapan kalian tadi!” Annelies mendesak mereka bicara.Mereka seketika bungkam. Bisa berbahaya jika keduanya membicarakan tentang Dan Theo. Apalagi tidak ada satu pun di antara antek-antek Caligo itu yang tahu keadaan pastinya.“Nona, Big Boss sedang tidak ada di markas. Kami akan melaporkan kedatangan Anda pada Tuan Kaelus dan Tuan Velos, lalu mengantar Anda pulang,” tutur salah satu antek tersebut.“Tidak, jawab saja pertanyaanku!” sambar wanit
“Aku meminta beberapa orang mengikuti bajingan itu. Mereka menemukannya sudah tidak bernyawa di dermaga De Forte,” tukas Velos dengan amukan tertahan. Kaelus mengusap kasar dagunya, lalu membalas, “kau sudah mencaritahu siapa dia?”“Dia bukan orang San Carlo, aku tidak bisa menemukan identitasnya. Sepertinya dia orang khusus yang dikirim untuk membunuh Annelies. Tapi karena Dan Theo melindungi istrinya, bajingan itu malah menyerangnya!” Velos menjelaskan dengan ekspresi tajamnya. “Apa itu Blackhole? Bukankah kau bilang antek-antek Blackhole yang sering menggunakan racun semacam ini?” Kaelus bertanya seiring alisnya yang bertaut. “Aku rasa tidak, Kak. Bajingan itu tidak memiliki tato Blackhole,” sanggah Velos yang memang masuk akal. “Melihat dia buru-buru dibunuh setelah gagal melenyapkan Annelies, mungkin orang yang menyuruhnya sangat frustasi. Aku akan menyelidiki ini lebih dalam. Dia hampir membunuh Dan Theo, kita tidak bisa membiarkannya begitu saja!”Sementara di dalam ruang sa
“Siapa yang datang?” Annelies bertanya pelan, tapi nadanya menyimpan rasa was-was.“Putra Pimpinan, Direktur. Beliau datang bersama Tuan Casper,” sahut Cloe dari seberang.Annelies terdiam. Jika itu putra pimpinan, maka berarti Lewis Langford. Perasaan tak nyaman semakin mendominasi Annelies. Pasalnya Lewis baru saja mengunjungi kediamannya. Lalu untuk apa pemuda itu mencarinya sampai ke L&F Cosmetic?“Nona Cloe, pastikan mereka tidak masuk ke ruangan saya dan katakan bahwa saya tidak bisa ke kantor hari ini,” tukas Annelies.“Mo-mohon maaf, Direktur. Mereka sedang menunggu di ruangan Anda. Saya benar-benar mohon maaf karena sembarangan membawa mereka masuk,” sahut Cloe terdengar penuh sesal.Ya, biasanya Annelies memang meminta tamu penting menunggu di ruangannya. Jadi Cloe juga melakukan hal yang sama kali ini. Namun, situasinya agak riskan karena sebelumnya Lewis memasang kamera pengintai di penthousenya.“Baiklah, tidak masalah. Tolong sampaikan kalau saya akan menemui mereka ke k
‘Hah ….’ Napas Annelies tercekat melihat rekaman video tersebut.Maniknya berubah seluas cakram saat seorang pria tinggi besar, menghantamkan emas batangan pada kepala Feanton. Lelaki tua itu tak sempat menghindar, hingga seketika ambruk ke lantai dengan gelenyar darah yang mengalir deras dari kepala.Annelies yang menyaksikan aksi pria itu sontak membeku. Irisnya terpaku pada sang ayah yang kehilangan banyak darah, tapi pria didekatnya hanya terdiam seolah tak melakukan kesalahan.“Ayah ….” Bulu mata Annelies gemetar seiring eluhnya yang mengalir ke pipi.Sensasi tegang bercampur amarah membengkak dalam dadanya, ketika menilik arloji khusus yang dikenakan pria dalam video. Ya, meski pria itu menutupi wajahnya dengan masker, tapi Annelies sangat mengenali jam tangan yang dia pakai.“Kak Logan, kenapa kau tega membunuh Ayah?! Ke-kenapa … kenapa kau melakukannya?!” tutur Annelies kebak dendam.Tubuhnya lemas. Bahkan sensasi empedu terus naik ke tenggorokannya hingga membuatnya mual.Sem
“Kau pikir bisa kabur, jalang sialan?!” bisik pria bermasker hitam itu yang lantas menarik Annelies dengan kuat.“Argh!” Sang wanita memekik seiring tubuhnya yang tersungkur ke lantai.Sikunya yang tadi menatap meja, sekarang mungkin memar karena menghantam kerasnya ubin. Dia menyeret raganya mundur saat pria tadi mengeluarkan belatinya lagi.“Kesempatan ketiga sudah habis. Percuma kau lari karena ke mana pun kau pergi, aku akan menemukanmu!” tukasnya menatap tajam di tengah remangnya lampu.Pria itu berjongkok di hadapan Annelies. Dia menyeringai sengit dan lantas menudingkan ujung belatinya di bawah dagu Annelies.“Ini saatnya membayar harga benda itu dengan nyawamu!” sambung pria tadi yang semakin menekan ujung belatinya.Darah segar tampak menggelenyar ke leher Annelies. Namun, sensasi tegang yang mendominasi justru menyamarkan rasa sakit di bawah dagunya.“Bunuh! Cepat bunuh aku jika kau mampu!” cecar Annelies memprovokasi.“Hah! Sialan!” Pria tadi mengumpat berang.Dirinya berni
“Aku yang akan membawa keranjang ini untuk Bibi Cloe!” Gadis kecil itu berujar tegas. Dia berbalik, bermaksud pergi. Tapi Ditrian langsung menahan bahunya, hingga anak perempuan tadi berhenti. “Aku yang melihatnya lebih dulu. Jadi berikan padaku!” tukas Ditrian dengan tekanan di akhir katanya. Lawan bincangnya menoleh dan lantas membantah, “kau tidak dengar? Keranjang bunga untuk anak perempuan. Memang kau perempuan?!”Tangannya menepis pegangan Ditrian, lalu mengamati anak laki-laki itu sambil tersenyum miring. “Yah … karena kau merengek terus, kau memang mirip anak perempuan,” ujarnya yang lantas menyodorkan keranjang bunga itu. “Ambillah kalau kau mau!”Alih-alih meraihnya, Ditrian justru bungkam seraya memasukkan kedua tangan ke saku celana. Ya, dia pernah melihat Dan Theo melakukan itu saat bicara dengan bodyguardnya.“Anak kecil, siapa namamu?” Ditrian bertanya penasaran.“Hah! Anak kecil?!” Gadis tadi menyahut sambil merapatkan alis. “Aku saja lebih tinggi darimu. Beraninya
“Hah!” Annelies bergegas mendorong Dan Theo agar menjauh darinya. Meski gerakan itu tiba-tiba, tapi Dan Theo bisa menjaga keseimbangan tubuhnya hingga tak sampai terhuyung. ‘Aish!’ Pria tersebut mendesis dalam batin sambil mengusap dagunya. “Ada apa dengan wajah Mommy? Apa Mommy sakit?” Ditrian bertanya dengan polosnya saat mengamati ekspresi buncah sang ibu. Annelies seketika mengubah iras mukanya. Dia tersenyum, sambil membenarkan posisi dasi kupu-kupu kecil yang berada di kerah putranya. “Mommy tidak apa-apa, Ian,” tukas Annelies yang kini berjongkok setinggi putranya. “Oho … putra Mommy sangat tampan dengan pakaian ini!” Ya, bocah lima tahun itu memang tampak menawan. Terlebih caranya melirik dan berucap sangat mirip Dan Theo. Sungguh menggemaskan. Tangan mungil Ditrian menjulur, coba memeriksa kening Annelies di hadapannya. “Tubuh Mommy tidak panas. Mommy tidak demam,” katanya. Sial, tindakan anak laki-laki itu benar-benar di luar bayangan Dan Theo. Dia yang sejak tadi me
***San Carlo, musim semi.“Dan Theo, lihat aku. Apa gaun ini cocok untukku?” Annelies bertanya sambil menyelipkan anakan rambut ke telinga.Sang suami yang tengah menata dasi di depan cermin, lantas mengangkat pandangan. Dari pantulan kaca, jelas sekali istrinya tampak memesona. Tapi perhatian pria itu seketika terganggu, saat mengamati belahan dada Annelies yang terpampang jelas.“Ini gaun karya Fashion Designer terkenal Jenny Shu. Aku beruntung bisa mendapatkan edisi terbatas dari koleksi ‘Cinta Musim Panas’ ini!” sambung Annelies masih menantikan pendapat suaminya.Dan Theo menarik seringai tipis, lalu menimpali pelan. “Jenny Shu, ya? Sepertinya aku harus mendatangi Fashion Designer itu dan mengajarinya cara membuat pakaian dengan benar!”“Heuh? Kau bilang apa?” Annelies mengernyit karena tak mendengar kata-kata Dan Theo dengan jelas.Sang suami kini berbalik. Dia mendekati Annelies dengan raut wajah datar. Irisnya mengamati Annelies dari atas sampai bawah dengan serius.“Gaunnya
Dan Theo meraih tangan Annelies sembari berujar, “kau akan tau setelah melihatnya, istriku.”Dia pun menarik Annelies mangkir dari belakang vila Serena itu. Annelies jadi kian penasaran sebab Dan Theo membawanya keluar area vila.“Dan Theo, sebenarnya kita mau ke mana?” Annelies bertanya sambil membenarkan cardigannya yang melorot.Sang suami yang melihatnya jadi menghentikan langkah. Dia membantu wanita itu merapikan pakaiannya yang tipis. Dia menilik sampai ke kaki istrinya dan menyadari bahwa Annelies hanya mengenakan sandal rumah.Tanpa menjelaskan tempat tujuannya, Dan Theo malah berbalik lalu berjongkok di depan Annelies.“Naiklah, istriku,” katanya yang bermaksud menggendong Annelies ke punggungnya.“Aku bukan anak kecil!” sahut sang wanita tersenyum miring.Akan tetapi Dan Theo tetap mempertahankan posisi itu, hingga membuat Annelies naik ke punggungnya.“Jangan bilang aku berat!” Annelies mendecak sebelum suaminya tersebut protes.Dan Theo tersenyum miring, lalu menimpali, “si
“Istriku.” Dan Theo memanggil selaras dengan langkahnya yang kini mendekati Annelies.Tangannya merengkuh pinggang wanita itu, lalu bertanya, “kau menyukainya? Karena waktunya singkat, kami hanya menata lampu-lampu yang sudah ada.”Annelies memindai sekitar, sepasang manik hazelnya berbinar melihat beberapa lampion berbentuk panjang khas Ceko yang terpajang di beberapa pagar. Ada juga yang menggantung di dekat taman. Sungguh, tempat itu semakin memukau dan suasana pun berubah hangat.“Sangat indah, suamiku.” Annelies membalas saat menoleh pada Dan Theo.“Setiap akhir musim panas, ada festival delle Lanterne. Orang-orang Ceko akan menerbangkan lampion seperti itu di pinggir pantai.” Serena yang berada di belakang, kini buka suara.Annelies beralih menatapnya, sembari bertanya, “benarkah? Aku baru mendengarnya, Ibu.”“Ya, sebab itu Ibu selalu menyiapkan banyak lampion saat mendekati hari festival. Kalian beruntung datang sebelum akhir musim panas. Nanti kita semua bisa datang ke festiv
“Kaelus? Apa yang terjadi pada wajahnya?” Cloe berujar dengan alis bertaut. Annelies yang mengerti kecemasannya pun mundur, seraya berkata, “kalian bicaralah, kami akan masuk dulu.”Begitu lawan bincangnya mengangguk, Annelies dan yang lainnya beranjak ke dalam vila. Serena berjalan di depan sambil menggendong Ditrian.Tapi saat tiba di dekat pintu, dia lantas bicara pada anak buahnya, “tambah penjagaan di vila ini, terutama malam hari!”“Baik, Ketua!” balas anteknya sigap. Sementara di luar, Cloe menghampiri Kaelus dengan iras muka cemasnya. “Kau terluka?” katanya saat berhenti di hadapan pria tersebut.Bukannya menimpali dengan ucapan, Kaelus justru memeluk Cloe dengan hangat. Dekapannya semakin erat seakan menyalurkan seluruh rindu yang tertahan berbulan-bulan.“Kaelus, kau dengar aku? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa wajahmu jadi seperti ini?” tukas Cloe lagi.“Ehei … kita baru bertemu, tapi kau sudah mengomeliku?” sahut pria itu protes.Cloe mengembuskan napas panjang, tang
“Dan Theo ….” Annelies berpaling pada sang suami.Maniknya yang gemetar seakan meminta kepastian pria itu bahwa dirinya tidak salah lihat.“Ya, istriku. Bukankah kau merindukan beliau?” tutur Dan Theo menaikkan kedua alisnya.Annelies mengerjap. Dia nyaris tak percaya, tapi pengelihatan dan ucapan Dan Theo benar-benar nyata.“Mari kita temui Ibu mertua!” Pria itu melanjutkan katanya sambil memandu sang istri melangkah ke depan.Mereka pun berjalan mendekati Serena yang kini berada di antara antek-antek geng Ceko. Wanita itu berdiri dengan suit putih tulang dan syal elegan yang melingkari lehernya.Benar, setelah berbulan-bulan menghilang akibat insiden penembakan di dermaga De Forte, akhirnya Serena kembali. Semua orang berpikir dirinya sudah tiada, tapi anak buah Velos berhasil menemukannya. Dan selama Annelies di Sociolla, Serena telah menerima perawatan hingga berhasil pulih.Serena menarik sudut bibirnya tipis begitu Annelies dan sang suami berhenti di hadapannya.“Lama tidak bert
“Menurutlah selagi aku belum berubah pikiran, Theodore!” Anthony berujar dengan tatapan tegas.Dan Theo tahu, mustahil jika melawan. Bahkan mungkin akan membuat posisinya dan Annelies dalam bahaya karena hal ini memang perjanjian awal.Dengan rahang berubah ketat, Dan Theo pun berujar, “baiklah, aku akan pergi bersama Annelies. Tapi Ayah harus menepati janji. Jangan pernah mengganggu kami lagi!”“Apa kau pernah melihatku berkhianat?!” sambar Anthony yang lantas meraih cerutunya.Tangan Dan Theo mengepal geram, sampai kapan pun dia tak rela meninggalkan satu putranya bersama Anthony.‘Tunggu Daddy, Dylan. Suatu hari, Daddy pasti menjemputmu!’ batin pria itu penuh tekad. Dirinya lantas menunduk hormat di hadapan sang ayah. Tanpa bertukar suara lagi, Dan Theo pun mangkir dari ruangan tersebut.Sialnya, Eugen masih menunggu di luar. Rasanya Dan Theo ingin menghajarnya, tapi Annelies pasti sudah menunggu. Dia tak akan membuang waktu untuk hal yang sia-sia.Namun, bukannya membiarkan Dan T
“Mohon maaf, Tuan Theodore. Tuan Eugen sudah membawa pergi bayi pertama Anda!” tukas sang Perawat menunduk.Dan Theo yang mendengarnya pun mengernyit geram. Belum juga Annelies dan dirinya menggendong bayi itu, tapi sang ayah sudah buru-buru mengambilnya. Bukankah bayi itu butuh Annelies untuk menyusu?‘Sial! Kenapa Ayah sampai bertindak seperti ini? Anak itu masih bayi dan butuh ibunya!’ batin Dan Theo meradang dalam dada.Dirinya tak sanggup menyampaikan perkara ini pada sang istri. Terlebih kondisi Annelies masih lemas. Dia tak mau wanita itu cemas, bahkan kesehatannya menurun jika memikirkan bayi pertamanya.‘Sebaiknya aku tidak membahas bayi dulu,’ geming Dan Theo dengan alis berkedut.Dia akhirnya kembali mendekati Annelies dan berupaya mengalihkan perhatian.“Istriku, para Perawat akan memandikan bayi-bayi kita dulu. Kau tenang saja, bayi-bayi kita sangat tampan dan memiliki mata yang indah sepertimu,” tutur Dan Theo merengkuh tangan Annelies.Sang wanita tersenyum binar, semba