“Baiklah, tunggu aku di markas Ratz malam ini,” ujar Dan Theo yang lantas mematikan panggilan Eugen. Dia berbalik dan hendak kembali ke kamarnya, tapi maniknya seketika membesar saat melihat Annelies berdiri di depan pintu. Raut wajah wanita itu menuntutnya untuk menjelaskan. Akan tetapi Dan Theo malah berlagak menyembunyikan semuanya.“Kau sudah bangun?” Pria itu bertanya dengan ekspresi datarnya.“Aku mendengarnya. Kau menyebutku saat bicara di telepon,” sahut Annelies mulai menyidik. “Katakan, ada apa, Dan Theo? Tampaknya ada masalah.”Alih-alih menjelaskan, Dan Theo justru menarik tipis sudut bibirnya. “Kau pasti masih mengantuk,” tutur pria itu meletakkan ponsel ke meja kerjanya. Dia menghampiri Annelies dan lantas merengkuh pinggang wanita itu dalam peluknya. Sebelah tangan Dan Theo merapikan rambut depan istrinya tersebut.“Apa kau buru-buru ke sini? Kau bahkan belum mencuci wajahmu. Wah … lihat bekas air liurmu masih ada.” “Berhenti bercanda, Dan Theo!” sambar Annelies mer
“Sepertinya Anda salah paham, Direktur. I-ini tentang laki-laki yang dibicarakan karyawan kantor.” Cloe berkata dengan kikuknya.Annelies yang mendengar itu malah semakin curiga. “Benarkah? Tumben sekali Anda tertarik dengan gosip orang lain, Nona Cloe?” Annelies sengaja memancingnya.Sang sekretaris mengerjap. Lehernya pun menegang karena dia tak pandai menyembunyikan kebohongan.Dengan asal, dia pun berdalih, “ma-maksud saya ini tentang Sepupu saya, Direktur. Ya, Anda ingat saya punya Sepupu ‘kan? Dia sedang dekat dengan pria, tapi sepertinya pria itu tidak menganggap hubungan mereka dengan serius.”“Ah … jadi ini tentang Sepupu Anda?” Annelies sengaja menekan dua kata terakhirnya. Dan itu membuat Cloe berdehem canggung.“Ya, saya jadi ingat Sepupu saya setelah mendengar cerita mereka.”“Apa pria itu mencium Sepupu Anda lebih dulu?” Annelies kini mulai menyidik. Cloe pun mengangguk dan lantas menimpali dengan serius. “Benar, Direktur. Pria itu mencium Sepupu saya tiba-tiba.”“Hem
“Anda tahu sendiri bagaimana sifat wanita itu, Big Boss. Dia hampir membakar saudaranya sendiri karena menghalangi kerja sama dengan Caligo. Anda pasti bisa membayangkan betapa murkanya wanita itu jika hubungan Anda dan Nona Annelies masih berlanjut. Nona Annelies bisa dalam bahaya,” ujar Eugen, tatapannya tampak serius.Dan Theo bungkam, tapi mimik wajahnya jelas menunjukan kalau dia mencemaskan Annelies. Terlebih sang istri tidak memiliki siapapun yang bisa dipercaya selain dirinya. Jika Dan Theo tiba-tiba mengakhiri hubungan, dia tak tau akan sekacau apa istrinya itu.“Big Boss, kali ini Ketua benar-benar serius. Ketua meminta Anda mengambil keputusan sebelum misi selesai!” Eugen melanjutkan.Dan Theo pun mengangkat pandangan padanya dan lantas menjawab, “baiklah, aku akan mengurus semuanya sebelum misi berakhir. Jadi katakan pada Ayah bahwa tidak ada yang perlu dicemaskan.”Eugen akhirnya mengangguk. Dia yakin Dan Theo tidak bodoh. Antara Annelies dan Organisasi Caligo, sudah jela
“Kau masih hidup? Harusnya saat itu aku menembak jantungmu!” Logan berujar dengan gigi terkatup. Sorot matanya tampak bengis, selalu penuh amukan setiap kali melihat Serena. Ya, apalagi wanita itu berdiri dengan kepala terangkat tegak. Benar-benar menantangnya. Alih-alih meledakkan amukan yang sama, Serena justru menyeringai tipis. Dia melipat kedua tangan ke depan dada seraya berkata, “aku tidak bisa mati saat istrimu masih bernyawa ‘kan? Kau akan kesulitan mencari pengganti posisi Nyonya Langford jika istrimu itu tiba-tiba lenyap. Tapi beda cerita jika aku hidup lama. Mungkin suatu hari kau akan bersujud dan merangkak di kakiku, memohon padaku untuk mengganti posisi Nyonya Langford!” Mendengar itu, sepasang manik Logan memicing lebih tajam. Dia bahkan mencekal lengan Serena yang hendak keluar. “Jalang sialan! Kau pikir dirimu siapa, hah?” decaknya berbisik sinis. Namun, tanpa diduga, Serena malah memekik. “Ahh!” Dia menjerit dengan ekspresi berubah cemas. “Tuan! Apa yang Anda
‘Apa dia gila?!’ Annelies membatin penuh tanya.Tatapannya terangkat pada Samantha yang bergaun pengantin tengah berdiri di tengah tangga. Dia menatap dingin pada wanita yang baru saja terguling ke lantai bawah. “Karena itu, harusnya kau jangan memaksaku!” tutur Samantha tanpa kedip.Ya, awalnya staff dari wedding organizer itu memanggil Samantha karena ucapara pernikahan akan dimulai. Tapi suasana hati Samantha sangat kacau karena riasan wajahnya tidak sesuai keinginannya. Gadis itu lantas meluapkan amarah pada staff tadi dengan mendorongnya dari tangga.Desas-desus negatif mulai terdengar di antara para tamu. Mereka melesatkan pandangan tajam pada Samantha.“Kau lihat? Pengantin itu sengaja mendorongnya ‘kan?” bisik perempuan bergaun magenta.Temannya yang memegang tas dari brand eLVi pun menimpali, “hah … aku rasa rumor itu memang benar. Samantha Langford sudah gila!”“Bukankah harusnya dia dirawat di rumah sakit jiwa? Kenapa keluarga Langford malah menikahkannya? Aku jadi kasihan
***Orang-orang berkumpul di area parkir gedung Whitemond. Mereka tersentak melihat Samantha yang terjatuh di atas kap mobil. Kondisinya amat memprihatinkan, karena kakinya penuh darah.“Minggir! Tolong menyingkir!”Beberapa bodyguard keluarga Langford membelah kerumunan yang berdesakan melihat Samantha. Salah satu dari mereka memeriksa nadi di leher wanita itu. Wajahnya berangsur cemas, dan itu membuat orang-orang di sekitar bertambah was-was.“Bagaimana? A-apa dia masih hidup?” tanya seorang tamu.Bodyguard tadi menarik tangannya lagi. “Nona Samantha masih hidup, tapi denyut nadinya sangat lemah. Cepat bawa ke rumah sakit!”“Baiklah!” sahut rekannya.Sejumlah orang menurunkan gadis yang sekarat itu. Semua tamu tercengang karena resepsi pernikahan yang seharusnya menyenangkan nan romantis, malah penuh insiden mengerikan.Annelies yang mengamati dari jauh, hanya bungkam. Dia memperhatikan kaki Samantha yang hancur dan itu membuatnya merinding.Tanpa berpaling ke belakang, wanita itu p
“Nona Cloe, apa Anda mengenalnya?” Manager yang mendorong troli itu bertanya sambil menoleh pada Cloe. “A-apa mungkin pria itu kekasih Anda? Sepertinya saya pernah melihatnya saat Anda berkunjung ke pabrik terakhir kali.”Sang pemilik nama tak langsung menjawab. Dia bingung harus menyebut Kaelus sebagai apa setelah ciuman, oh tidak, lebih tepatnya kesalahan malam itu.‘Kenapa dia tiba-tiba muncul dan suka bersikap seenaknya? Sebenarnya apa yang dia inginkan?’ batin Cloe dengan leher tegang.Saat itulah anak perempuan manager tadi berkata, “Mommy, aku mau ice cream.”“Sa-sayang, sudah Ayah bilang Nona ini bukan—”“Ah … kau mau ice cream? Ayo kita beli ice cream. Aku juga sangat menyukai ice cream,” tutur Cloe sengaja memangkas ucapan Manager itu.Dia berpaling ke sebelah, lalu melanjutkan. “Aku sangat menyukai ice cream matcha, kau mau rasa apa?”“Aku mau strawberry, Mommy!” sahut anak perempuan dalam gendongannya.Cloe tersenyum cerah, lalu beralih ke lorong sebelah tanpa peduli denga
‘Apa itu Tuan Kaelus?’ batin Cloe menerka.Namun, saat mengangkat pandangan, Cloe malah tertegun karena pria asing dengan masker hitam tiba-tiba mendatangi mobilnya. Dia memaksa masuk dan duduk di sebelahnya, sebelum Cloe mengunci pintu mobil.“Si-siapa kau? Keluar sekarang atau aku akan—”“Diamlah!” Pria itu menyambar sambil mengancam dengan belati.Cloe sontak membelalak saat senjata tajam itu tepat berada di lehernya. Sensasi tegang pun menyerang hingga wanita itu kesulitan menelan saliva.“Turuti perintahku jika kau mau selamat!” decak pria asing itu memicing sinis.Tangan Cloe yang mencengkeram kemudi tampak gemetar. Dia tak bisa mengambil risiko karena tak memiliki senjata apapun untuk melawan.Dengan tatapan tegang, wanita tersebut berujar, “apa yang kau inginkan?!”“Jalan. Ikuti mobil di depan!” sahut sang pria penuh tekanan.Cloe mengangkat pandangan ke depan.Belum sampai wanita itu menjawab, pria misterius tadi kembali mendengus, “cepat jalan!”Cloe tersentak. Dia tak ada p
“Tidak!” Annelies memekik sambil membanting setirnya ke kiri.Dia berusaha menguasai kemudi, tapi jalanan yang licin membuat mobilnya sulit terkendali. Apalagi pandangan Annelies juga terhalang hujan yang lumayan deras. Wanita itu mati-matian menginjak rem, hingga sambil mencengkeram setir dengan kuat.Namun, sialnya mobil dari arah berlawanan tadi malah mengarah pada Annelies dan seolah sengaja menabrak bemper sampingnya.“Hah, sial!” Annelies memaki tajam saat kendaraannya menghantam pembatas jalan.Gubrakan terdengar keras seiring kening Annelies yang menghantam setir mobilnya. Sensasi menyakitkan menyerang kepalanya. Tapi saat Annelies mengangkat pandangan, maniknya sontak meluas selebar cakram.Ya, di hadapannya ternyata jurang. Jika saja mobil tak dikenal tadi menghantam lebih keras, mungkin Annelies sudah jatuh ke jurang tersebut.Tatapan wanita itu gemetaran. Pun juga lehernya menegang dan sulit menelan saliva. Namun, detik berikutnya Annelies dikejutkan oleh ketukan di jendel
“Maaf, Nona Cloe. Saya harus mengangkat telepon dulu,” tutur Annelies yang lantas beranjak keluar kamar.Cloe yang mengamati punggung wanita itu menjauh, seketika merasa was-was. Dia melihat sendiri banyak orang yang berniat mencelakai Annelies, termasuk keluarganya sendiri. Sungguh tidak berbeda dengan dirinya. Jadi Cloe seakan tahu betapa sesaknya hidup Annelies.‘Aku harap Direktur selalu baik-baik saja,’ batin Cloe dalam hati.Sementara di luar, Annelies sempat ragu menerima telepon itu. Akan tetapi dirinya tetap mengangkatnya dengan waspada.“Kau menelepon untuk memastikan aku mati atau tidak?!” tukas Annelies sebelum lawan bincangnya angkat suara.Dari seberang terdengar geraman seorang lelaki yang menahan amukan.“Apa yang kau bicarakan? Di dunia ini, mana ada seorang Ayah yang mengharapkan kematian putrinya?” sahut Logan pelan, tapi setiap katanya seperti mencekik Annelies.Ya, orang menghubungi wanita itu memanglah Logan Langford.“Sejak kapan kau menganggapku putrimu?” samba
“Apa saya bisa meminjam baju ganti. Pakaian saja basah, jadi ….”Annelies meredam ucapannya saat melihat Kaelus terhuyung menatap lemari pending, sedangkan Cloe tampak kaku sambil mencengkeram celemeknya. Ya, begitu mendengar Annelies tadi memanggil namanya, Cloe buru-buru mendorong Kaelus menjauh darinya, tanpa peduli sang pria mungkin jatuh. “Tunggu, apa yang sedang terjadi di sini?” tanya Annelies mulai menyidik. Alisnya mendapuk saat melihat gelagat Cloe yang kikuk, apalagi Kaelus yang kini menegakkan tubuhnya sambil berdehem canggung. “Ah, Anda bertanya tentang baju kering? Mari, Direktur. Saya akan memberikan Anda baju ganti.” Cloe sengaja beralih ke topik awal.Dia melirik Kaelus seraya berkata, “Tuan Kaelus, tolong urus pastanya sebentar. Saya akan segera kembali.”“Sebelah sini, Direktur.” Dengan senyum kaku, Cloe pun mengarahkan Annelies ke kamarnya di lantai atas. Annelies yang masih curiga dengan insiden sebelum dirinya datang, kini menahan seringai tipis dan lantas
Cloe buru-buru mendorong Annelies ke belakang, hingga kedua wanita itu ambruk tersungkur. “Brengsek!” Seorang pria bermasker hitam yang mengemudikan kendaraan itu mengumpat tajam.Dia memukul kemudi saat gagal menabrak Annelies. “Hah, sial! Kenapa harus muncul jalang lainnya dan membuat misiku gagal?!”Sepasang maniknya seketika melebar saat melirik spion. Dari belakang, rupanya Kaelus berusaha mengejarnya. “Bajingan itu lagi. Kenapa dia sangat merepotkan?!” cibirnya kesal. Detik berikutnya pria bermasker hitam itu dikejutkan oleh deruan pistol yang terarah ke mobilnya. Ya, Kaelus rupanya melesatkan peluru dan berniat menghentikan pria tersebut. Sayangnya, pria masker hitam itu semakin menancap gas hingga mobilnya berhasil keluar dari basement. ‘Hah, sial!’ batin Kaelus penuh umpatan. Iris tajamnya menatap penuh amukan seraya melanjutkan. ‘Apa bajingan itu ada kaitannya dengan orang yang menyerang Dan Theo?’“Tuan Kaelus!” Fokus pria itu teralihkan saat Cloe memanggilnya. Kael
“Kau pikir bisa kabur, jalang sialan?!” bisik pria bermasker hitam itu yang lantas menarik Annelies dengan kuat.“Argh!” Sang wanita memekik seiring tubuhnya yang tersungkur ke lantai.Sikunya yang tadi menatap meja, sekarang mungkin memar karena menghantam kerasnya ubin. Dia menyeret raganya mundur saat pria tadi mengeluarkan belatinya lagi.“Kesempatan ketiga sudah habis. Percuma kau lari karena ke mana pun kau pergi, aku akan menemukanmu!” tukasnya menatap tajam di tengah remangnya lampu.Pria itu berjongkok di hadapan Annelies. Dia menyeringai sengit dan lantas menudingkan ujung belatinya di bawah dagu Annelies.“Ini saatnya membayar harga benda itu dengan nyawamu!” sambung pria tadi yang semakin menekan ujung belatinya.Darah segar tampak menggelenyar ke leher Annelies. Namun, sensasi tegang yang mendominasi justru menyamarkan rasa sakit di bawah dagunya.“Bunuh! Cepat bunuh aku jika kau mampu!” cecar Annelies memprovokasi.“Hah! Sialan!” Pria tadi mengumpat berang.Dirinya berni
‘Hah ….’ Napas Annelies tercekat melihat rekaman video tersebut.Maniknya berubah seluas cakram saat seorang pria tinggi besar, menghantamkan emas batangan pada kepala Feanton. Lelaki tua itu tak sempat menghindar, hingga seketika ambruk ke lantai dengan gelenyar darah yang mengalir deras dari kepala.Annelies yang menyaksikan aksi pria itu sontak membeku. Irisnya terpaku pada sang ayah yang kehilangan banyak darah, tapi pria didekatnya hanya terdiam seolah tak melakukan kesalahan.“Ayah ….” Bulu mata Annelies gemetar seiring eluhnya yang mengalir ke pipi.Sensasi tegang bercampur amarah membengkak dalam dadanya, ketika menilik arloji khusus yang dikenakan pria dalam video. Ya, meski pria itu menutupi wajahnya dengan masker, tapi Annelies sangat mengenali jam tangan yang dia pakai.“Kak Logan, kenapa kau tega membunuh Ayah?! Ke-kenapa … kenapa kau melakukannya?!” tutur Annelies kebak dendam.Tubuhnya lemas. Bahkan sensasi empedu terus naik ke tenggorokannya hingga membuatnya mual.Sem
“Siapa yang datang?” Annelies bertanya pelan, tapi nadanya menyimpan rasa was-was.“Putra Pimpinan, Direktur. Beliau datang bersama Tuan Casper,” sahut Cloe dari seberang.Annelies terdiam. Jika itu putra pimpinan, maka berarti Lewis Langford. Perasaan tak nyaman semakin mendominasi Annelies. Pasalnya Lewis baru saja mengunjungi kediamannya. Lalu untuk apa pemuda itu mencarinya sampai ke L&F Cosmetic?“Nona Cloe, pastikan mereka tidak masuk ke ruangan saya dan katakan bahwa saya tidak bisa ke kantor hari ini,” tukas Annelies.“Mo-mohon maaf, Direktur. Mereka sedang menunggu di ruangan Anda. Saya benar-benar mohon maaf karena sembarangan membawa mereka masuk,” sahut Cloe terdengar penuh sesal.Ya, biasanya Annelies memang meminta tamu penting menunggu di ruangannya. Jadi Cloe juga melakukan hal yang sama kali ini. Namun, situasinya agak riskan karena sebelumnya Lewis memasang kamera pengintai di penthousenya.“Baiklah, tidak masalah. Tolong sampaikan kalau saya akan menemui mereka ke k
“Aku meminta beberapa orang mengikuti bajingan itu. Mereka menemukannya sudah tidak bernyawa di dermaga De Forte,” tukas Velos dengan amukan tertahan. Kaelus mengusap kasar dagunya, lalu membalas, “kau sudah mencaritahu siapa dia?”“Dia bukan orang San Carlo, aku tidak bisa menemukan identitasnya. Sepertinya dia orang khusus yang dikirim untuk membunuh Annelies. Tapi karena Dan Theo melindungi istrinya, bajingan itu malah menyerangnya!” Velos menjelaskan dengan ekspresi tajamnya. “Apa itu Blackhole? Bukankah kau bilang antek-antek Blackhole yang sering menggunakan racun semacam ini?” Kaelus bertanya seiring alisnya yang bertaut. “Aku rasa tidak, Kak. Bajingan itu tidak memiliki tato Blackhole,” sanggah Velos yang memang masuk akal. “Melihat dia buru-buru dibunuh setelah gagal melenyapkan Annelies, mungkin orang yang menyuruhnya sangat frustasi. Aku akan menyelidiki ini lebih dalam. Dia hampir membunuh Dan Theo, kita tidak bisa membiarkannya begitu saja!”Sementara di dalam ruang sa
“Katakan sekali lagi!” ujar Annelies yang seketika memicu antek-antek Caligo berpaling padanya.Begitu Annelies mendekat, dua antek di sana saling melempar pandangan di antara mereka. Salah satu lelaki itu mengenali Annelies.“Hei, dia wanita yang pernah dibawa Big Boss ke sini,” bisiknya pada sang rekan.“Kau yakin?” sahut lelaki di hadapannya.Antek tadi mengangguk samar, tatapannya pun amat serius.Dia beralih pada Annelies seraya berkata, “Nona, sedang apa Anda di sini? Ini bukan tempat yang bisa dimasuki sembarang orang.”“Jelaskan maksud ucapan kalian tadi!” Annelies mendesak mereka bicara.Mereka seketika bungkam. Bisa berbahaya jika keduanya membicarakan tentang Dan Theo. Apalagi tidak ada satu pun di antara antek-antek Caligo itu yang tahu keadaan pastinya.“Nona, Big Boss sedang tidak ada di markas. Kami akan melaporkan kedatangan Anda pada Tuan Kaelus dan Tuan Velos, lalu mengantar Anda pulang,” tutur salah satu antek tersebut.“Tidak, jawab saja pertanyaanku!” sambar wanit