Di dalam kamar mandi, Samantha berkumur dengan air. Dia meraih handuk dan mengusap sekitar mulutnya.‘Apa yang terjadi padaku?’ batin perempuan itu menatap dirinya sendiri di cermin.Sebelah tangannya menumpu pada wastafel dengan napas tak beraturan. ‘Jika diingat-ingat, bulan ini aku belum datang bulan. Harusnya memang menstruasi seminggu lalu ‘kan?’ sambungnya dalam hati. ‘Mungkinkah aku benar-benar hamil?!’ Iris Samantha melebar saat menerka.Tangannya melempar handuk tadi dan menyugar rambut dengan gelisah. “Tidak bisa, aku harus memeriksanya!” tukasnya yang lantas keluar.Baru saja membuka pintu kamar mandi, wanita itu dikejutkan oleh Alexei yang berdiri di hadapannya.“Apa yang terjadi padamu? Kau ….”“Paman, aku tidak tahu sedang masuk angin biasa atau mengandung bayi. Tapi anehnya aku belum menstruasi padahal minggu-minggu ini waktunya datang bulan,” katanya sebelum ucapan Alexei tuntas. Dia mengerjap dengan tatapan kosong, tapi Alexei malah menarik seringai miringnya. Le
“Beliau bilang dari Yayasan Narrow, Direktur,” tutur Cloe yang seketika membuat Annelies mengernyit.Bicara pasal Yayasan Narrow, Annelies jadi tertegun. Hubungannya dengan orang-orang di sana sudah retak sejak insiden mengerikan yang melibatkan ketua yayasan. Bahkan Annelies sempat dituduh sebagai pelaku pembunuhan kala itu.‘Siapa kira-kira yang datang. Jika sampai menungguku selama acara konferensi pers, artinya dia punya maksud penting ‘kan?’ batin Annelies bertanya-tanya.Mereka pun melangkah menuju ruang tunggu Beta House. Cloe mengetuk pintu kaca di sana, lalu membukanya untuk Annelies masuk.“Nona Annelies,” tutur seorang wanita paruh baya dengan penampilan elegan.Manik Annelies berubah lebar saat menyadari lawan bincangnya ialah istri mendiang Tuan Narrow.“Oh, Nyonya Narrow. Saya tidak menyangka Anda datang mengunjungi saya,” balas Annelies terkejut.Padahal saat itu Nyonya Narrow-lah yang paling menghardik Annelies atas meninggalnya sang suami. Bahkan memutus hubungan hing
“Hah! Kau pura-pura demam ‘kan? Mana ada orang sakit yang minta berkencan, huh?” Annelies berkata sambil mengangkat dagunya.“Ada. Kau sedang melihatnya sekarang!” sambar Dan Theo yang seketika menarik sebelah tangan sang istri yang menutupi mulut.“Kau—”“Ah?!” Annelies langsung terbelalak saat Dan Theo mengangkat kedua tangannya ke atas kepala dan mencengkeramnya.Wanita itu berusaha melepasnya, tapi sialnya sang pria malah menahannya lebih kuat.“Hei, Dan Theo. Apa yang sebenarnya aku lakukan?” tukas Annelies menuntut penjelasan.Dirinya mengira suaminya akan lemah saat demam, tapi ternyata sebaliknya. Pria ini tetap ganas!Dan Theo menarik seringai miring dan perlahan mengikis jarak antara wajahnya dengan sang istri. Dan Theo yang amat dekat, membuat Annelies bisa merasakan napas hangatnya. Bahkan pandangan wanita itu tak sengaja jatuh pada bibir sang suami siap menerkamnya.‘Aish, Dan Theo benar-benar membuatku gila!’ batin Annelies yang perlahan menutup mata.Namun, alih-alih me
“Apa yang terjadi di sana?” tutur Annelies yang seketika bangkit dengan tatapan buncah.Dia melihat seorang wanita rambut panjang gelagapan di tengah danau. Di dekatnya ada perahu bebek dan seorang lelaki bertopi hitam yang menatap wanita tadi dengan tegang. “Astaga, perempuan itu bisa mati jika tidak ada yang menolongnya. Bagaimana ini? Apa tidak ada yang bisa berenang?” kata wanita paruh baya yang membawa anjing kecil di pinggir danau. Dia berpaling pada teman pria di sebelahnya, lalu melanjutkan. “Bukankah kau bisa berenang?”“Kau gila? Sejak kapan kau melihatku berenang?!” sambar temannya menggeleng. Situasi kian ricuh saat lelaki yang berada di perahu bebek tadi menjauh dari si wanita. Orang-orang berpikir dia kehilangan akal karena pergi begitu saja.Annelies yang menyaksikan perempuan di danau itu hampir kehabisan tenaga, langsung melepas mantelnya. Namun, Dan Theo seketika berkata, “apa yang mau kau lakukan, Annelies?”“Aku bisa berenang. Aku akan menolongnya!” sahut sang
*** Malam itu Kaelus dan Velos mendatangi tempat produksi Raica Ruby. Velos yang mengemudi, menghentikan mobilnya di depan markas geng Ceko. “Kakak, apa benar ini tempatnya?” Velos bertanya seiring matanya yang memindai sekitar.“Ya, ayo turun,” sahut Kaelus melepas sabuk pengamannya.Setelah dua pria itu keluar, seorang antek geng Ceko yang memiliki tato ular di lehernya pun mendekat. “Kalian dari Organisasi Caligo?” katanya menatap tajam. Kaelus pun menyambar dengan nada dinginnya. “Ya, kami datang untuk bertemu Tonny Molly bersaudara.”Benar, itu sebutan untuk dua jenius kimia geng Ceko yang berhasil menciptakan Raica Ruby dengan sempurna. Orang luar tidak pernah bertemu langsung dengan mereka, sebab Serena menyembunyikannya mati-matian.“Ayo berangkat!” tukas antek geng Ceko bertato ular tadi.Dia berjalan menuju mobil Kaelus. “Apa maksudmu? Kami datang untuk menemui Tonny Molly!” Kaelus pun menahan dada lelaki tersebut. “Mereka tidak ada di markas. Nyonya menyediakan tempat
“Ah … apa maksudmu? Sejak di rumah sakit kau terus penasaran padaku. Aku akui kau cukup tampan, tapi seleraku pria yang lebih tua!” Serena berujar seiring dagunya yang terangkat angkuh. Alih-alih meladeni candaan itu, Velos malah semakin menekan bekas luka tembakan Serena hingga wanita itu mengernyit perih. “Biasanya saya tidak memukul wanita, tapi jika Anda sulit diajak bicara, jangan salahkan tangan saya menyakiti Anda!” sambar Velos mendelik tajam. “Sabtu malam di kasino Aden Wise’s Benua Woll. Anda bermain kartu dengan salah satu anggota Blackhole!” tukas Velos mulai menyidik. “Tapi setelah saya bergabung, Anda tiba-tiba mengakhiri permainan dan pergi begitu saja. Mustahil Anda tidak mengenali hanya karena warna rambut saya berubah!” Serena menelan saliva. Agaknya dia tak bisa lagi mengelak karena ingatan Velos amat tajam. ‘Sialan! Kenapa dia berisik sekali padahal itu sudah lama!’ cibir Serena mengumpat dalam batin. Dia kesulitan menelan saliva. Matanya melirik Kaelus seakan
*** Esok harinya, Logan memanggil Iansa ke mansion Langford. Wanita tua itu rela datang meski kesehatannya sedang memburuk. “Kenapa Kak Logan meminta Ibu datang? Bukankah Kak Logan tau kalau Ibu sedang kurang sehat?” kata Alexei yang duduk di sebelah Iansa. Sang ibu membenarkan posisi syalnya, lalu menimpali, “entahlah. Logan bilang ingin membahas bisnis darurat. Ibu tidak bisa mengabaikannya jika itu tentang perusahaan kita.” Dirinya berpaling pada Alexei sambil menghela napas panjang. “Kau! Sekarang berhentilah bermain-main jadi Professor universitas karena tidak menghasilkan apapun. Sudah saatnya kau masuk ke perusahaan!” tukas Iansa merapatkan alisnya. “Ibu tahu sendiri, aku—” “Kau juga anggota keluarga Langford, Alexei!” sambar Iansa sebelum ucapan lelaki itu tuntas. “Kau putra Ibu. Kau anggota Langford yang sah. Ibu akan membuatmu layak dan diakui semua orang. Jadi jangan membantah lagi!” Alexei tak bisa lanjut berdebat, karena yang sudah-sudah Iansa pasti akan menggunaka
Annelies buru-buru merapatkan tali piyama untuk menutupi tubuhnya. Dia yang baru bangun tidur, langsung menatap waspada, saat pria bermasker hitam di dekat tangga itu memasukan pistol ke selipan pinggangnya. “Kenapa kau di sini?!” decak Annelies dengan leher tegangDia perlahan mundur. Tapi sandal bulunya tak menginjak anak tangga belakangnya dengan tepat. “Berhenti!” tukas pria tadi menatap Annelies.Sialnya, wanita itu sudah lebih dulu terpeleset karena alas sandalnya cukup licin. “Argh!” Annelies memekik saat berpikir dirinya akan jatuh.Namun, ternyata pria bermasker tadi bergerak cepat menuju Annelies dan menahan pinggangnya. Dia mendekap Annelies hingga tubuh wanita itu tak sampai ambruk. Mungkin cederanya bisa fatal jika dia terguling di tangga.“Anda aman sekarang,” bisik pria tadi.Annelies yang semula memejam, perlahan membuka matanya dengan gugup. Alih-alih lega, dia justru semakin membeku saat pria itu menyentuh tubuhnya.“Apa Anda baik-baik saja?” tanya pria itu sebelu
296.‘Brengsek! Ternyata sejak tadi dia mengawasiku?!’ Velos memaki geram dalam hati.Irisnya melirik waspada seiring J4 yang menarik pelatuk atas senjata apinya. Jelas sekali dia bukan sekedar mengancam.Namun, bukannya mengangkat tangan dengan patuh, Velos justru berbalik dengan gesit dan langsung merengkuh tangan J4 yang mengacungkan pistol padanya.“Aish!” J4 mendesis sengit, lalu melayangkan tendangan cukup keras.Beruntung gerakan itu bisa terbaca oleh Velos, hingga dia segera melepas cekalan dari tangan J4, lalu mendorong kursi ke arahnya. Tendangan J4 pun menghantam kursi tersebut. Saat itulah, Velos mengambil kesempatan dengan menghajar wajah lelaki itu penuh berang.“Ugh!”J4 terhuyung, tapi Velos tak akan memberinya peluang. Dirinya justru menggertakkkan gigi dengan geram, lalu memukul wajah J4 lebih kencang.“Rasakan itu, J4!” Velos mendengus tajam melihat lawannya menghantam dinding.J4 yang kini merosot ke lantai, segera mengusap gelenyar darah dari sudut mulutnya. Tanp
"Tuan Velos, kenapa Anda kembali?" tukas J4 saat berpaling ke belakang. Ya, kini mereka sedang berada di markas geng Ceko untuk mengawasi produksi Raica Ruby. Velos lebih dulu masuk karena J4 masih bertelepon dengan seseorang. Tapi alih-alih menjawab J4, Velos malah menyidik, "apa yang kau sembunyikan?""A-apa maksud Anda? Saya tidak menyembunyikan apapun. Mari, kita harus segera melihat proses produksinya 'kan?"J4 Melangkah lebih dulu. Tatapannya yang sinis, memicu rasa curiga Velos menebal. Jelas sekali dugaan Velos tak pernah meleset.'Bajingan ini! Kau tidak bisa membodohiku!' umpat Velos dalam batin.Dirinya menyusul anak buah Eugen itu, lalu mendecak berang, "J4!"Tanpa menunggu lelaki tersebut menoleh, Velos langsung merengkuh bahunya dengan kasar. Bahkan dia tak segan melayangkan pukulan amat keras. Tapi sial, refleks J4 cukup bagus. Dia dengan sigap membalas pukulan Velos. Kepalan tangannya mengincar wajah pria tersebut, tapi beruntung Velos menghindar dengan gesit.'Siala
“Ayah! Saya tidak menyetujui pernikahan ini!” Dan Theo berujar tegas. Sorot matanya amat tajam, seakan mengibarkan bendera perang pada Anthony. Namun, ayahnya juga tak gentar. Lelaki itu mengeraskan rahangnya seraya menimpali tedas. “Keputusan itu bukan ada di tanganmu, Theodore!”Tanpa menunggu balasan sang putra, Anthony langsung keluar dari ruangan tersebut. Eugen dan beberapa bawahannya pun menunduk hormat. “Awasi dia, jangan biarkan siapapun masuk. Panggil dia nanti malam saat keluarga Howard datang!” tukas Anthony memerintah. Eugen mengangkat kepala seraya menjawab tegas. “Baik, Tuan Besar!”Hingga malam harinya, Eugen benar-benar membebaskan Dan Theo. Ketika anak buahnya sibuk melepas ikatan rantainya, Eugen pun memberitahukan jadwal acara malam nanti. “Big Boss, pukul delapan malam keluarga Howard akan mendatangi Caligo. Tuan Besar meminta Anda bersiap dari sekarang,” tukas Eugen yang terus menatap Dan Theo. Lawan bincangnya yang bungkam, justru membuatnya was-was. Seba
Dan Theo melirik sekitar sembari memaki dalam batin, ‘sialan! Eugen dan anggotanya pasti membawaku ke Sociolla!’Asumsi pria itu semakin kuat kala mengingat ruangan ini. Dulu, Dan Theo remaja pernah disekap berbulan-bulan di tempat ini. Dirinya disiksa habis-habisan, bahkan betisnya tertembak tiga peluru karena mencoba kabur dari mansion Caligo. Itu saat Anthony memaksa Dan Theo membunuh manusia untuk pertama kalinya!Ya, meski Dan Theo berhasil menyelesaikan tugas berat itu, tapi dirinya nyaris gila. Anthony memaksanya melenyapkan sekelompok penyusup keesokan harinya. Setiap hari, jumlah orang yang harus Dan Theo bunuh semakin bertambah. Ini benar-benar mengikis kewarasannya. Bahkan beberapa anak angkat Anthony lainnya bunuh diri karena hilang akal. Di antara mereka, hanya Dan Theo yang mendekati kesempurnaan dan mampu bertahan di bawah tekanan Anthony. Semakin lama Dan Theo menyadari bahwa dirinya akan menjadi mesin pembunuh. Dia yang tak ingin melakukannya lagi, diam-diam keluar d
“J4?” Kaelus merapatkan alisnya begitu melihat tamu yang datang.Velos yang berada di sampingnya tak kalah heran. Tidak biasanya orang-orang Anthony mendatangi San Carlo langsung.“Tuan!” Lelaki berambut lurus panjang yang terikat ke bawah itu memberi salam hormat.“Ada apa kau datang ke sini, J4? Apa kau bersama Eugen?” tukas Velos menyelidik.Ya, Velos tau dia bawahan Eugen. Terakhir kali Eugen datang untuk mengawasi kinerja Dan Theo tentang Raica Ruby. Velos menebak masalah kali ini tak jauh beda.Lelaki yang dipanggil dengan kode nama J4 itu kembali mengangkat tatapan tegasnya.“Saya sendirian, Tuan Velos. Saya datang atas perintah Ketua,” tuturnya.Velos menatap lebih lekat, lalu menimpali, “katakan!”“Permintaan Raica Ruby meningkat tiga kali lipat. Ketua ingin saya ikut mengawasi proses produksi di San Carlo,” sahut J4 menjelaskan.“Tunggu, kau bilang tiga kali lipat. Bukankah ini gila?!” Kaelus langsung menyambar dengan keras.Pasalnya, untuk memenuhi satu kuota produksi, memb
“Tolong beri jalan. Saya harus segera menyusulnya!” tukas Annelies yang berusaha keluar.Namun, perawat perempuan di hadapannya langsung berkata, “Nyonya, ini sudah malam. Sebaiknya Anda kembali istirahat.”“Ti-tidak! Mereka akan membawanya pergi. Jika aku tidak menyusulnya, aku akan kehilangan jejak Dan Theo!” Annelies menyambar dengan tatapan panik.Sang suster mengernyit. Irisnya melirik ke sekitar ruang rawat dan tidak mendapati suami Annelies di sana. Dia pun curiga ada suatu hal, sebab tak biasanya pria itu meninggalkan istrinya sendiri. Jika tidak menunggu di depan, biasanya Dan Theo memang menemani Annelies di dalam ruang rawat saat wanita itu terlelap.“Nyonya, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Perawat tadi menyidik.“Se-seseorang, hah … tidak, ada beberapa orang yang membawa pergi suamiku!” Annelies merengkuh tangan Perawat tadi dengan buncah. “Suster, tolong hentikan mereka. Tolong beritahukan pada penjaga untuk menangkap mereka!”Mendengar itu iris sang perawat langsung
“Big Boss!” Eugen menunduk hormat saat Dan Theo menghampirinya.Ya, beberapa bulan tak bertemu, orang kepercayaan pemilik organisasi Caligo itu tampak lebih garang. Meski Dan Theo tidak begitu menyukai Eugen, tapi dia tak pernah melupakan jasanya yang telah mempertaruhkan nyawa dan terluka berat, demi menyelamatkan Annelies dulu.“Bicaralah, waktumu hanya sepuluh menit!” tukas Dan Theo disertai ekspresi datarnya.“Tuan Anthony meminta Anda kembali ke Sociolla, Big Boss!” sahut Eugen langsung ke inti.Mendengar itu, kening Dan Theo langsung mengenyit. Ayahnya pasti tidak akan menurunkan perintah karena hal sepele. Dan dia sepertinya tahu alasannya.“Jika karena masalah Jesslyn, katakan pada Ayah untuk tidak khawatir. Aku akan menanganinya sendiri dan kembali ke Sociolla kalau sudah waktunya.” Dan Theo berujar tenang, tapi sorot matanya tampak menggertak.“Ini tidak sesederhana yang Big Boss pikirkan,” balas Eugen terlihat berani. “Jika bisa selesai semudah itu, Tuan Anthony tidak akan
“Annelies, kau tahu, aku tidak akan pernah meninggalkanmu!” Dan Theo berkata tenang, tapi sorot maniknya menyimpan getaran.Sang istri mengencangkan lehernya. Membayangkan Dan Theo memasangkan cincin, bahkan memeluk Jesslyn, sungguh menyesakkan dadanya.“Tidak, kau sudah menjadi miliknya sebelum bertemu denganku,” sahut Annelies dengan tatapan dingin. “Kau menipuku. Kau membuatku bergantung padamu dan tidak bisa hidup tanpamu. Kau sudah berhasil, Dan Theo. Pasti sangat menyenangkan melihatku seperti orang bodoh selama ini!”“Istriku—”“Sekarang pergilah. Pergi dan jangan muncul di hadapanku lagi!” Annelies segera menyambar tanpa memberi suaminya kesempatan bicara.Bahkan wanita itu langsung melengos. Dia benar-benar tak ingin melihat wajah Dan Theo.Namun, sang pria yang duduk di sebelah brankarnya tak bisa memaksa. Dan Theo tahu Annelies pasti kesal padanya.Dengan penuh sesal, dia lantas berkata, “maafkan aku, Annelies. Aku akan meninggalkan buburnya di sini. Aku mohon, makanlah sed
“Annelies?” Dan Theo melebarkan irisnya dengan bingung.Pria itu menilik sang istri lebih lekat, lalu ragu-ragu bertanya, “istriku, kau … tidak mengenaliku? Aku—”“Saya tidak mau bicara dengan orang asing. Tolong pergilah!” Annelies menyahut pelan, tapi raut wajahnya sangat muram.“Tunggu sebentar, sepertinya ada yang salah. Aku akan memanggil Dokter untuk memeriksamu!” Dan Theo berujar cemas.Ya, bagaimana mungkin dia tetap tenang kalau sang istri tidak mengingatnya? Dan Theo bingung, padahal kepala Annelies tidak membentur sesuatu. Sebab itu, dirinya berniat segera memanggil dokter.Namun, belum sampai beranjak, Annelies lantas berkata, “Dokter sudah cukup memeriksa. Saya hanya ingin Anda pergi, Tuan Theodore Caligo!”Wanita tersebut lebih meninggikan nada di akhir kalimatnya. Dan itu membuat sang pria tertegun dengan alis menyatu.“Annelies, apa yang baru saja kau katakan? Kenapa kau ….” Dan Theo tiba-tiba meredam ucapannya sendiri.Agaknya dia tahu, kenapa Annelies mengambil sikap