“Aku kecewa kau melupakan janjimu, istriku,” tukas Dan Theo disertai seringai tipis.Dia beralih menatap depan, lantas melajukan mobil menuju penthouse-nya di pusat kota Linberg.Di tengah perjalanan, bibir Annelies terbuka, tapi dia menelan kata-katanya kembali seraya membatin, ‘apa ini? Sebenarnya janji apa yang dia bicarakan?’Wanita itu penasaran, tapi agaknya Dan Theo tak mau menjelaskan.Ketika tiba di penthouse, Dan Theo pun berkata, “bersihkanlah dirimu dulu. Aku akan menyiapkan makan malam.”Annelies mengerjap, dia jadi canggung dan merasa bersalah karena tidak ingat janjinya.“Ba-baiklah,” balasnya.Dia beranjak ke kamar. Wajahnya langsung tertekuk begitu melihat penampakan dirinya yang sangat berantakan dicermin.“Lihat dirimu. Apa kau manusia, Annelies?” tuturnya melepas jas hitam Dan Theo yang melangkupi bahunya.Wanita itu pun menuju kamar mandi dan berendam air hangat. Sensasi menenangkan langsung merayapi tubuhnya dan melemaskan otot-otot yang tegang.‘Jika dipikir-pik
WARNING: chapter ini mengandung adegan dewasa! “Ahh ….” Desahan manja Annelies menyatu dengan napas hangat Dan Theo yang kini beradu cumbu. Pria itu perlahan menyusupkan tangan ke belakang leher Annelies, lalu dengan mudahnya melumat bibir wanita tersebut dengan lembut. Sial, sensasi menegangkan membuat perut Annelies berkedut seiring matanya yang terpejam. Tangannya tanpa sadar meraih pundak Dan Theo, lantas meremasnya. Bahkan tanpa ragu, Dan Theo mendorong Annelies hingga istrinya itu bersandar di badan sofa. Dia menggigit bibir bawah Annelies, lalu menjajah mulutnya dengan lidah panasnya seiring tangannya yang menarik resleting di punggung Annelies. Seketika Annelies terkejut, saat tangan hangat Dan Theo menyentuh kulitnya yang halus. Irisnya terbuka, lalu mendorong pria itu menjauh darinya. Mereka saling berpandangan dengan wajah bingung. “Ada apa?” Dan Theo pertama kali buka suara. Alih-alih menjawab, Annelies malah menggigit bibir bawahnya yang bengkak sampai berdarah. “
Annelies menggertakkan gigi seraya mendecak, “kenapa saya harus memberi Anda sepuluh milliar?!” “Kau tuli? Sudah aku bilang beri uang kompensasi! Dengan begitu, aku tidak akan menuntut perusahaanmu atas kematian putriku!” sambar lelaki paruh baya yang masih menjambak rambutnya. Alih-alih setuju, Annelies hanya menyeringai sinis. Dia menampik tangan lelaki itu hingga membuat amarahnya naik. “Sialan! Beraninya kau meremehkanku, hah?!” umpat lelaki tadi yang lantas melayangkan tangan, hendak menampar Annelies. Beruntung Annelies langsung menahan lengan lelaki itu seraya mendengus, “jika putri Anda meninggal, bukankah harusnya Anda sibuk berkabung? Kenapa malah berkeliaran mencari kompensasi? Benarkah dia putri Anda?!” “Kurang ajar! Dia memang putri kami!” sahut si wanita paruh baya kesal. Annelies meliriknya tajam dan lantas menyambar, “benarkah? Baru kali ini saya melihat orang tua rela memendam kematian putrinya hanya untuk uang kompensasi!” Ucapan Annelies seketika membua
Wajah Annelies berangsur muram. Dengan tatapan tajam, dia pun mendecak, “untuk apa datang ke sini?!”“Cih! Apa maksudmu? Memangnya salah kalau aku mengunjungi adikku?!” sahut Dave menaikkan sebelah alisnya. Dia memicing pada Cloe, memberi kode untuk pergi. Namun, sekretaris itu hanya mematuhi perintah Annelies. “Anda boleh keluar, Nona Cloe,” tutur Annelies kemudian. “Ba-baik, silakan panggil saya jika butuh sesuatu, Direktur,” sahut Cloe ragu-ragu.Meski tak pernah mendengarnya langsung, tapi sudah rahasia umum kalau Annelies tidak rukun dengan kakak-kakaknya. Cloe jadi khawatir, tapi dia tak bisa terus berada di ruangan tersebut.‘Bukankah tadi Direktur bersama Tuan Dan Theo? Kenapa sekarang sendirian? Apa Tuan Dan Theo sudah pergi?’ batin Cloe cemas.Masih di dalam ruangan direktur, Dave pun mendekati Annelies.‘Ugh, bau alkohol!’ batin Annelies mengernyit.Melihat penampilan Dave yang berantakan dengan setelan jas merah dan kemeja putih yang kancingnya putus, jelas sekali kakak
“Kenapa? Bukankah saat itu kau sangat bergairah menggigit bibirku sampai berdarah?” Harvey semakin memancing.Annelies menyatukan alisnya jijik seraya mendecak, “kau gila?! Tutup mulut busukmu—”“Ya, aku memang gila. Aku sangat mencintaimu sampai rasanya hampir gila, Annelies!” sambar Harvey yang lantas menyentuh bahu Annelies.Wanita itu menyingkur. Dan Theo pun seketika mencekal tangan Harver dengan ekspresi dinginnya.“Singkirkan tanganmu dari istriku!” decaknya pelan, tapi nadanya mengandung ancaman.Harvey menghempas cengkeraman Dan Theo. Dia menyeringai, lalu mencibir, “istri? Aku ragu kalian benar-benar pasangan suami-istri!”“Harvey, sebaiknya kau diam. Karena apapun yang kau katakan, tidak akan mempengaruhi hubungan kami!” Annelies menyahut tegas.“Aku tahu kau tidak mencintai pria ini, Annelies. Jika kalian menikah karena cinta, bukankah harusnya kalian pergi bulan madu? Kenapa kau malah sibuk bekerja?!”Belum sempat Annelies menanggapi, pintu lift sudah terbuka. Annelies me
“Selamat siang, Nona Annelies,” tutur Kuasa Hukum mendiang Feanton yang baru saja datang. Annelies pun bangkit, lantas meraih jabatan tangannya. “Saya tidak menyangka bertemu Anda di sini, Tuan.” “Saya datang atas permintaan Tuan Narrow,” sahut Kuasa Hukum itu yang lantas beralih menatap Dan Theo. “Beliau ini ….” “Ah, ini suami saya, Dan Theo,” tutur Annelies tanggap. Dan Theo pun menjabat tangan Kuasa Hukum itu seraya berkata, “senang bertemu Anda, Tuan.” “Saya memanggil Anda ke sini karena saya tahu bahwa Anda sangat setia pada mendiang Tuan Feanton. Jadi Anda pasti akan mendukung keputusan mendiang, bukan?” tutur Kepala Yayasan Narrow menginterupsi. “Saya mengerti maksud Anda, Tuan Narrow. Saya juga tahu mendiang Tuan Feanton ingin Nona Annelies yang mewarisi semuanya. Tapi sepertinya ini tidak mudah,” sahut Kuasa Hukum tersebut. Annelies mengernyit. Dia bingung karena kuasa hukum itu seperti menyembunyikan sesuatu. “Apa maksud Anda, Tuan? Bukankah syarat dari Ayah, saya har
‘Sepertinya kami diikuti,’ batin Dan Theo melirik kaca kecil di bagian depan mobilnya.Dugaannya kian kuat saat mobil putih itu terus membuntuti meski dirinya sudah berbelok beberapa kali. Dan Theo menyeringai seraya berkata, “aku akan mengambil jalan memutar.”“Tidak perlu,” sahut Annelies tiba-tiba.Itu membuat Dan Theo mengernyit bingung.Namun, belum sempat bertanya, istrinya itu lebih dulu melanjutkan. “Mereka Wartawan. Aku sudah tahu mereka mengikuti kita dari penthouse. Biarkan saja, mereka membutuhkan berita dan itu akan menguntungkan kita.”Benar saja, begitu Dan Theo dan Annelies sampai di pelabuhan, para wartawan itu semakin gencar mengambil potret mereka. Annelies sengaja berpose mesra dengan menggelayut manja di lengan Dan Theo.“Jangan salah paham, aku melakukannya agar mereka mendapat foto yang sempurna,” bisik Annelies sambil berjalan.Ini memicu seringai tipis melenggang di bibir Dan Theo.“Jika ingin foto yang sempurna, kau harus akting dengan baik, istriku!” sahut
Dan Theo bergegas menarik Annelies yang berdiri di dekat pembatas geladak, lalu mencengkeram kedua lengannya. “Apa yang kau pikirkan? Ini cara bodoh untuk mati!” Dan Theo mendecak tajam. Alisnya menyatu saat melihat wajah pucat wanita itu. Tapi belum sempat menceramahinya lagi, Annelies malah mendorongnya menjauh. “Siapa yang ingin mati, hah?!” sentaknya. “Aku tidak akan mati. Tidak sebelum aku mencapai segalanya!” Saat itulah Dan Theo langsung bungkam. Dia bisa melihat semangat wanita itu membara di matanya. ‘Sekarang Annelies terlihat penuh ambisi, tapi kenapa tadi dia seperti mau bunuh diri?’ batinnya bingung. Dan Theo menatapnya lekat, lalu bertanya, “lalu kenapa kau ada di sini?” “Pergilah, aku hanya ingin mencari udara segar sendiri,” sahut wanita itu dengan ekspresi datarnya. Alih-alih mengiyakan, Dan Theo justru menyatukan alisnya. Dia bisa melihat jelas kalau istrinya itu tidak baik-baik saja. “Hari mulai gelap, kau akan masuk angin jika terus ada di sini,” tukas Dan