Annelies menggertakkan gigi seraya mendecak, “kenapa saya harus memberi Anda sepuluh milliar?!” “Kau tuli? Sudah aku bilang beri uang kompensasi! Dengan begitu, aku tidak akan menuntut perusahaanmu atas kematian putriku!” sambar lelaki paruh baya yang masih menjambak rambutnya. Alih-alih setuju, Annelies hanya menyeringai sinis. Dia menampik tangan lelaki itu hingga membuat amarahnya naik. “Sialan! Beraninya kau meremehkanku, hah?!” umpat lelaki tadi yang lantas melayangkan tangan, hendak menampar Annelies. Beruntung Annelies langsung menahan lengan lelaki itu seraya mendengus, “jika putri Anda meninggal, bukankah harusnya Anda sibuk berkabung? Kenapa malah berkeliaran mencari kompensasi? Benarkah dia putri Anda?!” “Kurang ajar! Dia memang putri kami!” sahut si wanita paruh baya kesal. Annelies meliriknya tajam dan lantas menyambar, “benarkah? Baru kali ini saya melihat orang tua rela memendam kematian putrinya hanya untuk uang kompensasi!” Ucapan Annelies seketika membua
Wajah Annelies berangsur muram. Dengan tatapan tajam, dia pun mendecak, “untuk apa datang ke sini?!”“Cih! Apa maksudmu? Memangnya salah kalau aku mengunjungi adikku?!” sahut Dave menaikkan sebelah alisnya. Dia memicing pada Cloe, memberi kode untuk pergi. Namun, sekretaris itu hanya mematuhi perintah Annelies. “Anda boleh keluar, Nona Cloe,” tutur Annelies kemudian. “Ba-baik, silakan panggil saya jika butuh sesuatu, Direktur,” sahut Cloe ragu-ragu.Meski tak pernah mendengarnya langsung, tapi sudah rahasia umum kalau Annelies tidak rukun dengan kakak-kakaknya. Cloe jadi khawatir, tapi dia tak bisa terus berada di ruangan tersebut.‘Bukankah tadi Direktur bersama Tuan Dan Theo? Kenapa sekarang sendirian? Apa Tuan Dan Theo sudah pergi?’ batin Cloe cemas.Masih di dalam ruangan direktur, Dave pun mendekati Annelies.‘Ugh, bau alkohol!’ batin Annelies mengernyit.Melihat penampilan Dave yang berantakan dengan setelan jas merah dan kemeja putih yang kancingnya putus, jelas sekali kakak
“Kenapa? Bukankah saat itu kau sangat bergairah menggigit bibirku sampai berdarah?” Harvey semakin memancing. Annelies menyatukan alisnya jijik seraya mendecak, “kau gila?! Tutup mulut busukmu—” “Ya, aku memang gila. Aku sangat mencintaimu sampai rasanya hampir gila, Annelies!” sambar Harvey yang lantas menyentuh bahu Annelies. Wanita itu menyingkur. Dan Theo pun seketika mencekal tangan Harvey dengan ekspresi dinginnya. “Singkirkan tanganmu dari istriku!” decaknya pelan, tapi nadanya mengandung ancaman. Harvey menghempas cengkeraman Dan Theo. Dia menyeringai, lalu mencibir, “istri? Aku ragu kalian benar-benar pasangan suami-istri!” “Harvey, sebaiknya kau diam. Karena apapun yang kau katakan, tidak akan mempengaruhi hubungan kami!” Annelies menyahut tegas. “Aku tahu kau tidak mencintai pria ini, Annelies. Jika kalian menikah karena cinta, bukankah harusnya kalian pergi bulan madu? Kenapa kau malah sibuk bekerja?!” Belum sempat Annelies menanggapi, pintu lift sudah terbuka. Anne
“Selamat siang, Nona Annelies,” tutur Kuasa Hukum mendiang Feanton yang baru saja datang. Annelies pun bangkit, lantas meraih jabatan tangannya. “Saya tidak menyangka bertemu Anda di sini, Tuan.” “Saya datang atas permintaan Tuan Narrow,” sahut Kuasa Hukum itu yang lantas beralih menatap Dan Theo. “Beliau ini ….” “Ah, ini suami saya, Dan Theo,” tutur Annelies tanggap. Dan Theo pun menjabat tangan Kuasa Hukum itu seraya berkata, “senang bertemu Anda, Tuan.” “Saya memanggil Anda ke sini karena saya tahu bahwa Anda sangat setia pada mendiang Tuan Feanton. Jadi Anda pasti akan mendukung keputusan mendiang, bukan?” tutur Kepala Yayasan Narrow menginterupsi. “Saya mengerti maksud Anda, Tuan Narrow. Saya juga tahu mendiang Tuan Feanton ingin Nona Annelies yang mewarisi semuanya. Tapi sepertinya ini tidak mudah,” sahut Kuasa Hukum tersebut. Annelies mengernyit. Dia bingung karena kuasa hukum itu seperti menyembunyikan sesuatu. “Apa maksud Anda, Tuan? Bukankah syarat dari Ayah, saya har
‘Sepertinya kami diikuti,’ batin Dan Theo melirik kaca kecil di bagian depan mobilnya.Dugaannya kian kuat saat mobil putih itu terus membuntuti meski dirinya sudah berbelok beberapa kali. Dan Theo menyeringai seraya berkata, “aku akan mengambil jalan memutar.”“Tidak perlu,” sahut Annelies tiba-tiba.Itu membuat Dan Theo mengernyit bingung.Namun, belum sempat bertanya, istrinya itu lebih dulu melanjutkan. “Mereka Wartawan. Aku sudah tahu mereka mengikuti kita dari penthouse. Biarkan saja, mereka membutuhkan berita dan itu akan menguntungkan kita.”Benar saja, begitu Dan Theo dan Annelies sampai di pelabuhan, para wartawan itu semakin gencar mengambil potret mereka. Annelies sengaja berpose mesra dengan menggelayut manja di lengan Dan Theo.“Jangan salah paham, aku melakukannya agar mereka mendapat foto yang sempurna,” bisik Annelies sambil berjalan.Ini memicu seringai tipis melenggang di bibir Dan Theo.“Jika ingin foto yang sempurna, kau harus akting dengan baik, istriku!” sahut
Dan Theo bergegas menarik Annelies yang berdiri di dekat pembatas geladak, lalu mencengkeram kedua lengannya. “Apa yang kau pikirkan? Ini cara bodoh untuk mati!” Dan Theo mendecak tajam. Alisnya menyatu saat melihat wajah pucat wanita itu. Tapi belum sempat menceramahinya lagi, Annelies malah mendorongnya menjauh. “Siapa yang ingin mati, hah?!” sentaknya. “Aku tidak akan mati. Tidak sebelum aku mencapai segalanya!” Saat itulah Dan Theo langsung bungkam. Dia bisa melihat semangat wanita itu membara di matanya. ‘Sekarang Annelies terlihat penuh ambisi, tapi kenapa tadi dia seperti mau bunuh diri?’ batinnya bingung. Dan Theo menatapnya lekat, lalu bertanya, “lalu kenapa kau ada di sini?” “Pergilah, aku hanya ingin mencari udara segar sendiri,” sahut wanita itu dengan ekspresi datarnya. Alih-alih mengiyakan, Dan Theo justru menyatukan alisnya. Dia bisa melihat jelas kalau istrinya itu tidak baik-baik saja. “Hari mulai gelap, kau akan masuk angin jika terus ada di sini,” tukas Dan
WARNING: Chapter ini mengandung konten dewasa.‘Ugh … kenapa aku tiba-tiba pusing?’ batin Annelies mengernyit.Dia berniat menahannya, tapi semakin lama Annelies merasa kepalanya semakin berat. Bahkan sensasi panas yang aneh merayapi tubuhnya juga.Dirinya berpaling pada Adeline, lalu berkata dengan bibir gemetar. “Ma-maaf, saya harus ke toilet sebentar.”Tanpa menunggu jawaban lawan bincangnya, Annelies pun meletakkan gelas wine yang baru disesapnya sekali, lantas bergegas menuju kamar kecil.‘Astaga, wajahnya kembali pucat. Apa dia sakit lagi?’ batin Adeline menatap cemas.Annelies pun menghilang di antara orang-orang. Entah mengapa tatapannya berubah kabur hingga dirinya tak bisa melihat dengan jelas.‘Ada apa denganku? Ahh … kenapa, ke-kenapa aku merasa panas? Apa di sini memang sepanas ini?’ Annelies bergeming seraya berpegangan dinding kapal.Dirinya terhenti saat seluruh tubuhnya gemetar, terlebih kemaluannya yang berdenyut-denyut, sungguh membuatnya kacau.‘Toilet, air … aku
WARNING: chapter ini mengandung adegan dewasa.Tanpa menunggu lama, Dan Theo pun beranjak ke kabin lantai sebelas kamarnya. “Annelies!” katanya saat membuka pintu.Namun, alisnya langsung menyatu saat tidak melihat sang istri di sana. Dia bahkan memeriksa kamar mandi, tapi tetap nihil.‘Katanya dia sakit, tapi dia tidak ada di sini. Di mana Annelies?’ batin Dan Theo yang lantas menghubungi ponsel wanita itu.Sialnya ponsel Annelies mati. Itu pun membuat Dan Theo curiga kalau terjadi sesuatu pada istrinya.‘Tidak mungkin dia pingsan di suatu tempat. Aku harus cepat menemukannya!’Dan Theo pun pergi ke kantor management. Dia bertanya mengenai Annelies, tapi mereka bilang tidak ada laporan tamu yang sakit atau pingsan hari ini.Dengan mata cemas, Dan Theo kembali bertanya, “apa saya bisa melihat rekaman CCTV?”“Baik, mari ikut saya, Tuan,” sahut sang Manager.Dirinya membawa Dan Theo ke ruang keamanan. Di sana, Dan Theo mulai melihat rekaman dari lantai sebelas tempat pesta dansa. “Ber
“Dasar mesum! Cepat pergi atau aku akan memanggil petugas keamanan!” Wanita itu mengancam tegas.Velos yang masih berdiri di dekat pintu seketika mengernyit heran.Tanpa mau mengalah, dia justru berkata, “harusnya Anda yang keluar. Ini kamar saya. Kenapa Anda bisa masuk ke sini?”Sang wanita mengerjap dengan manik lebar.“Apa kau gila? Sejak kapan ini jadi kamarmu, hah?!” decaknya yang lantas menyugar rambut basahnya dengan frustasi. “Hei, dengarlah bajingan mesum!”“Apa? Bajingan mesum?!” Velos menyatukan alisnya. “Nona—”“Kau pikir aku tidak bisa menghadapimu? Brengsek sepertimu harus diberi pelajaran agar tahu batasan. Jangan kau kira aku wanita lemah yang akan ketakutan dan tunduk padamu!” sambar wanita tersebut seraya mengangkat dagunya angkuh. “Aku akan hitung sampai tiga. Jika kau tidak keluar, maka kau akan menyesal!”Sorot matanya terpampang tajam, tapi entah mengapa malah serasa menantang Velos.“Menarik. Saya jadi penasaran, apa yang akan Anda lakukan, Nona?” tukas Velos ke
“Bagaimana bisa semuanya ada di sini?” Annelies bertanya dengan manik binar.Ya, di luar gedung L&F Company, Butler bersaudara sudah ada di sana. Bahkan Cloe juga. “Selamat atas pengangkatan Anda, Direktur. Ah, tunggu. Harusnya sekarang saya memanggil Anda, Nyonya Komisaris,” tutur Cloe seiring kedua alisnya yang naik ke atas. Annelies seketika tersenyum, lalu menimpali, “panggil senyamannya Anda, Nona Cloe.”“Tapi, kenapa semuanya berkumpul di sini?” Annelies bergantian melirik Kaelus dan Velos. Dan Theo yang berada di sebelahnya pun merengkuh pinggangnya dan lantas menjawab, “ke depannya kau pasti sibuk mengurus perusahaan. Sebelum itu, mari kita nikmati waktu bersantai dengan liburan bersama, istriku.”“Ah … jadi ini rencanamu?” sahut Annelies yang memicu sebelah alis suaminya terangkat. Dan Theo pun mendekati wajah sang istri sambil berbisik, “bukankah aku hebat dalam menyiapkan kejutan?”“Kau yang terbaik!” balas Annelies yang tak ragu mengecup pipinya.“Kenapa hanya di pipi?
Ekspresi binar di wajah Annelies seketika lenyap setelah menerima telepon. Jelas sekali ada sesuatu yang mengusiknya.Dan Theo yang penasaran pun bertanya, “ada masalah apa, istriku?”“Aku harus pergi. Tolong temani aku, Dan Theo,” sahut Annelies saat berpaling pada suaminya. Usai bersiap-siap, mereka lantas menuju L&F Hotel. Sudah lama Annelies tak mengunjungi hotel keluarganya tersebut. Hotel itu hampir bangkrut, tapi beberapa minggu terakhir managementnya telah diperbarui Lewis sebelum pemuda tersebut masuk penjara.Ya, jika saja Lewis menekuninya, mungkin L&F Hotel akan kembali berjaya. Sayangnya dia harus menjadi korban keserakahan Logan dan berakhir meregang nyawa.Begitu tiba di hotel tersebut, Annelies pun masuk sambil menggandeng lengan Dan Theo.“Selamat datang, Nyonya, Tuan,” tutur seorang Resepsionis menyapa. “Tuan Dave sudah menunggu di ruang VIP.”Benar, orang yang membuat Annelies datang ke hotel ini memang Dave. Padahal sebelumnya Annelies memutuskan tak ingin berhubu
“Katakan, Dan Theo! Apa maksudmu sebenarnya?!” Annelies menuntut penjelasan seiring nadanya yang kian menekan.Telinganya jelas mendengar bahwa Dan Theo ingin mengakhiri hubungan, tapi wanita itu tak mau berasumsi tanpa tau alasan di balik semua ini.Dengan wajah tegang, dia kembali berkata, “kau akan tetap diam?!”Tangannya meraih lembaran dokumen di meja. Sepasang alisnya seketika mendapuk saat membaca isinya.“Hah … ini?”“Robeklah!” Dan Theo menyahut tegas.Annelies kembali menatapnya. Ekspresi muramnya berangsur binar saat mendapati titah itu. Hingga tanpa ragu, Annelies pun merobek lembaran dokumen tersebut tepat di hadapan Dan Theo.“Hubungan kontrak kita resmi berakhir, Dan Theo. Mari kita mulai hubungan baru tanpa batas waktu!” tutur wanita itu memandang lekat.Ya, itu memang dokumen perjanjian satu tahun pernikahan mereka. Jika sesuai kontrak, maka harusnya Dan Theo dan Annelies akan berpisah. Tapi keduanya tak menyangka, dalam waktu sesingkat itu hubungan mereka jadi tak te
Alih-alih menjawab dengan ucapan, Dan Theo malah menawarkan lengannya agar digandeng sang istri.“Kalau kau sangat ingin tahu, ayo kita berangkat sekarang,” tuturnya dengan nada rendah.“Cih!” Annelies membalas dengan desisan. “Kau sangaja membuatku semakin penasaran, ya? Dasar kekanakan!”Meski mengejeknya, tapi tak bisa disangkal Annelies malah kian tertarik. Dia lantas merengkuh lengan sang suami dan berjalan mengikuti langkah panjangnya.Mereka pun menyusuri jalanan Linberg dengan mobil Dan Theo. Setelah cukup lama berkendara, pria itu menghentikan mobilnya di depan PeterSoul. Ya sebelumnya Dan Theo sudah membuat reservasi di restoran bintang michelin tersebut.Annelies yang semula melihat keluar jendela, kini berpaling pada Dan Theo lagi.“Di sini sangat sulit mendapat meja. Kapan kau memesan tempat?” tanyanya. “Tidak sesulit itu, karena ini diriku,” sahut Dan Theo seiring sebelah alisnya yang naik ke atas.Lawan bincangnya menyeringai tipis. Dia mengamati Dan Theo mengitari dep
***Esok harinya, Annelies mendatangi rumah tahanan Linberg untuk menemui Logan. Dia sengaja datang sendiri dan tidak memberitahu Dan Theo. Jelas sekali sang suami akan melarang jika tahu Annelies pergi ke sana. Namun, Annelies harus memastikan sesuatu.Begitu Logan muncul, Annelies hanya menatapnya dengan sorot dingin.‘Dunia sudah mulai menghukumnya, ya?’ batin Annelies mengamati wajah Logan yang babak belur.Ya, agaknya para narapidana telah menghajarnya habis-habisan.“Hah … sial! Apa kau datang untuk menertawakanku?!” Logan berkata dengan sorot tajamnya. “Jangan pikir kau sudah menang. Aku tidak akan lama berada di sini!”Alih-alih menjawab, Annelies malah memamerkan seringai tipis.“Sepertinya kau masih tidak sadar dengan kenyataan. Kau sudah tamat. Kau akan membusuk di penjara ini!” Annelies bicara dengan ekspresi penuh dendam.“Tutup mulutmu, jalang sialan!” Logan mengumpat seiring tangannya yang memukul kaca pembatas.Annelies yang berada di sisi seberang, malah semakin terse
Annelies mengikuti Grace ke taman di area gedung pengadilan. Mereka duduk bersebelahan, sementara Dan Theo menunggu tak jauh dari sana. Ya, pria itu sengaja memberi privasi agar kedua wanita tadi bisa bicara leluasa.“Katakan, aku hanya punya waktu sepuluh menit untukmu!” Annelies berkata dengan ketusnya.“Aku tahu kau pasti marah padaku karena—”“Marah? Siapa yang bilang aku marah?” Annelies menyambar ucapan Grace sebelum tuntas.Wanita itu berpaling pada Grace dengan ekspresi dinginnya. “Aku tidak marah, tapi lebih tepatnya aku membencimu!”Benar, meski Grace punya andil besar dalam penuntutan Logan, tapi Annelies juga membencinya karena dia sengaja menyembunyikan fakta.“Kau tau Ayah dibunuh, bahkan tinggal dengan pembunuhnya. Kau yang hanya diam, tidak ada bedanya dengan Kak Logan!” pungkas Annelies dengan leher tegang. Wajah Grace berangsur pucat, kata-katanya pun seperti tersangkut di tenggorokan saat melihat tatapan Annelies yang penuh dendam.Dia perlahan menundukkan pandang
‘Nyonya Grace?!’ Casper melebarkan maniknya dengan wajah tegang saat saksi itu masuk.Ya, itu memang Grace Langford. Langkahnya tampak mantap menuju kursi saksi di persidangan suaminya. Situasi ini membuat hawa pengadilan semakin panas. Orang-orang tak menyangka bahwa Grace akan menjadi saksi dari pihak jaksa, alih-aliih Logan.‘Gawat! Aku lengah. Aku tidak berpikir Nyonya Grace akan berkhianat dari Tuan Logan. Apa saja rahasia Tuan Logan yang ada di tangannya?’ geming Casper yang sejak tadi menautkan alisnya.Casper beralih menatap Logan. Jelas sekali tuannya itu menahan amukan besar.Begitu Grace duduk di kursi saksi, Logan terus memancarkan tatapan mematikan padanya. Jika bisa, dia ingin menyeret wanita itu keluar dari ruang sidang dan membungkamnya.‘Lihat saja, Grace. Sekali saja kau berani bicara macam-macam, aku akan melubangi kepalamu!’ Logan membatin dengan gigi menggertak.Dari sebelah, pengacara Logan pun bingung.Dengan nada bisikan, dia lantas bertanya, “Tuan, mengapa ist
“Sesuai perintah Anda, Tuan!” Casper berkata penuh keyakinan.Saat itulah, seorang lelaki bersetelan jas hitam yang necis masuk ke ruangan tersebut. Dia menuduk hormat pada Logan dan Casper secara bergantian. “Kau bisa pastikan menang kasusnya?” Logan bertanya pelan, tapi sorot matanya seperti memerintah. “Anda tidak perlu khawatir, Tuan. Hakim ada di pihak kita,” balas sang Pengacara meyakinkan. Logan juga tahu itu. Sebelumnya Casper memang bilang bahwa hakim ketua yang menangani kasusnya sudah diatasi oleh Casper. Bahkan hakim itu memiliki hutang budi pada Logan di masa lalu. Begitu Casper mendatanginya, sang hakim langsung tahu maksudnya. Dia harus membalas budi.Meski begitu, Logan tak bisa menggantungkan hidupnya di tangan satu orang saja. Dia menatap sang Pengacara lebih tegas seraya berkata, “hei, kau pikir bisa bersanti hanya karena Hakim di pihakku? Lalu apa gunanya dirimu?!”“Ah, ma-maafkan saya Tuan. Maksud saya bukan seperti itu. Saya juga akan bekerja keras di persida