Share

26. Cemburu

"Ahmad, ini sarapan dulu!" kataku sambil menyodorkan nasi bungkus kepadanya.

"Makasih banyak, Bu!" angguknya dengan sopan membuatku spontan tersenyum menanggapinya.

"Ekhem, perhatian banget kamu sama si Ahmad! Mau balas dendam?" tanyanya dengan ketus. Melemparkan sendok yang tengah digenggamnya.

"Balas dendam? Balas dendam apa, Mas?" tanyaku benar-benar tak paham.

"Halaah... kamu kira aku nggak tahu niat busuk kamu sok perhatian sama si itu!" katanya dengan menelengkan kepala ke arah Ahmad yang tengah duduk cukup jauh dari kami, menikmati sarapan nasi kuning.

"Astaghfirullah, Mas! Kamu cemburu sama Ahmad?"

"Siapa yang cemburu? Nggak usah kepedean kamu! Aku cuma ngingetin kamu jangan kecentilan!" katanya sambil lalu.

"Bilang aja cemburu, Mas!" kataku dalam hati sambil senyum-senyum. Sudah lama sekali Mas Reihan tidak pernah cemburu semenjak kami menikah.

***

Hari-hari berlalu. Toko Mas Reihan masih terhitung sepi. Teman-teman Ibu yang katanya dulu langganan mendiang ayah sudah
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status