Share

Suami Adikku, Mantanku
Suami Adikku, Mantanku
Author: Anggrek Bulan

Bab 1

Author: Anggrek Bulan
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Assalamualaikum Kak. Lagi di rumah kan?"  kata  Vania, di telepon sore itu.

"Waallaikumsalam Van. Iya di rumah kok. Ada apa?" tanyaku sambil menyisir rambut putriku.

"Aku mau main kesana ya Kak,  Mas Ridwan juga ada di rumah kan?" tanyanya lagi.

"Mas Ridwan belum pulang, lembur katanya. Mau main kesini aja kok pakai tanya sih kamu ini Van, biasanya juga tiba tiba uda nongol depan pintu kok, hemmmm,"  kataku.

"Hehehe kan kali ini bertamunya beda. Aku nggak datang sendiri Kak, aku datang sama seseorang, calon suamiku. Boleh kan Kak?" 

"Calon suami? Pacar maksudmu?" 

"Nggak Kak. Calon suami. Kami sudah menjalin hubungan serius Kak, dan dia juga ingin melamarku. Mangkanya dia ingin bertemu dengan Kakak dan Mas Ridwan."

"Kamu itukan masih kuliah, masih semester dua lho. Kok sudah ingin menikah. Apa nggak ingin nyelesaiin kuliah mu dulu?"

"Haduh Kak, apa salahnya sih nikah muda, dari pada kebablasan, hehehe."

"Iya sih memang benar, tapi kan nikah itu juga nggak hanya sekedar urusan ranjang saja Van, banyak aspek didalamnya. Dan banyak sekali cobaan di dalamnya, tak melulu kebahagiaan semata. Coba kamu pikir matang matang dulu,"

"Sudah aku pikirkan sangat matang sekali Kak. Aku sudah sangat sreg dengan dia. Lagian aku tak ingin terus terusan merepotkan kalian, kasihan juga kan Mas Ridwan kalau terus terusan membiayai kuliahku,"

"Aku dan Mas Ridwan, tak pernah merasa repot dengan kehadiranmu. Dan kami ikhlas membiayai kuliahmu Van. Malah sebenarnya kami berharap kamu akan lulus kuliah dengan nilai yang baik, tentu itu menjadi kebanggaan tersendiri buat kami. Tapi kalau memang keputusanmu sudah bulat dan ingin menikah muda, aku tak bisa memaksa, jalan hidupmu berada di tanganmu sendiri. Kalau boleh tahu laki laki itu masih kuliah juga kah?"

"Terima kasih banyak ya Kak, sudah memberi restu. Nggak lah Kak, mana mungkin aku mau menikah dengan laki laki yang masih kuliah dan belum bekerja, mau makan apa nanti, hehehe. Calon ku ini, sudah mapan banget loh Kak. Dia owner dua buah coffeshop dan juga punya usaha toko onderdil motor gitu deh. Pokoknya sudah mapan deh, usianya sekarang ya sudah matang Kak, tiga puluh lima tahun,"

"Nggak salah kamu Van. Kamu baru sembilan belas tahun lho, terpaut jauh sekali usia kalian. Memangnya sudah berapa lama kalian pacaran?"

"Nggak lama sih Kak, baru juga tiga bulan. Usia tak jadi penghalang, karena usianya sudah matang itu, mangkanya dia  ingin segera menghalalkanku Kak. Dia baik dan sopan banget kok, aku yakin Kakak akan suka dengannya."

"Ya sudah nanti kamu main saja kesini, aku ingin mengenal dulu laki laki itu. Kamu hati hati lho, jangan berbuat aneh aneh sama dia!"

"Iya Kak, nggak aneh aneh kok. Mangkanya itu aku pingin cepet cepet nikah juga, heheheh. Oke habis ini kami langsung meluncur kesana dari kostku ya Kak. Wassallamualaikum,"

"Iya hati hati ya. Waallaikumsalam,"

Panggilan itu pun kuakhiri. Masih tak habis fikir aku dengan fikiran Vania yang ingin menikah muda. Apalagi dengan seorang laki laki yang baru dikenalnya, dan usianya pun sama sepertiku. Namun aku pun tak bisa menghalangi keinginanya,  semoga saja memang ini pilihan terbaik untuk hidupnya.

Vania adalah adikku satu satunya, meski bukan saudara kandung, namun aku sangat menyayanginya. Saat usiaku empat belas tahun, orang tuaku bercerai, aku ikut Ibu. Setahun kemudian Ibu menikah lagi dengan seorang jejaka tua, dan setahun kemudian lahirlah Vania, saat usiaku enam belas tahun. 

Ayah tiriku adalah orang yang sangat baik, dan bertanggung jawab pada kami. Pekerjaanya adalah seorang mandor proyek, jadi dia jarang sekali berada di rumah. Meski hanya anak tiri, namun dia sangat menyayangiku, dan meng kuliahkanku hingga aku lulus dan bekerja pada sebuah bank swasta yang besar. Dia pun sangat sayang kepada Ibu.

Tiga tahun kemudian, aku menikah dengan Mas Ridwan, dan dia memintaku untuk resign dari pekerjaanku. Dan kami pun tinggal di kota yang berbeda dengan orang tuaku.

Setahun kemudian aku melahirkan seorang putri cantik, orang tuaku dan vania kecil pun datang kerumahku. Mereka menginap selama dua hari, karena Ayah harus kembali bekerja, maka mereka pamit pulang, namun Vania yang saat itu masih berusia sepuluh tahun, tak mau pulang, dia masih ingin bersama keponakannya. 

Akhirnya Vania kecil pun ditinggal disini, dan rencananya minggu depan akan diantar Mas Ridwan pulang ke rumah. Saat perjalanan pulang berdua saja itu, Ibu dan Ayah tiriku mengalami kecelakaan, sepeda motor yang mereka kendarai di seruduk dengan kencang oleh sebuah truk kosongan. Karena benturan dari belakang yang sangat keras tersebut, mereka berdua pun terpental sejauh beberapa meter di jalan beraspal, keadaan yang parah membuat mereka meninggal di tempat kejadian.

Aku yang mendengar kabar duka itu sangat shock, saat usia bayiku baru enam hari, orang tua ku sudah meninggalkanku selamanya. Aku sempat pingsan berkali kali, menurut penuturan suamiku.

Sejak saat itulah, Vania tinggal bersama kami. Sedangkan rumah di kota sebelah kami biarkan kosong. 

Setelah lulus sekolah menengah atas, Vania memilih kuliah di sebuah universitas negeri yang jaraknya sekitar satu jam dari rumahku, dan dia meminta kost saja agar tak capek bolak balik. Sebenarnya aku dan suami berat membiarkannya sendiri, namun bagaimana lagi, dia sangat keras, saat menginginkan sesuatu, harus selalu segera di turuti.

Brakk Brakk

Suara pintu mobil di tutup, membuatku langsung keluar rumah, pasti itu Vania, dan calonnya yang katanya sudah mapan itu. Aku berdiri di depan pintu sambil memandang mereka. Vania memegang tangan laki laki itu, sambil menariknya menuju rumah.

Sosok laki laki itu sepertinya sangat familiar denganku, namun siapa dia aku benar benar lupa. Rambut gondrong di ikat kebelakang dan berkacamata itu mengingatkanku pada seseorang, Rama. Mungkinkah dia Rama? Mantan kekasihku yang pernah menorehkan luka di hatiku dulu?

Related chapters

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 2

    Sosok laki laki itu sepertinya sangat familiar denganku, namun siapa dia aku benar benar lupa. Rambut gondrong di ikat kebelakang dan berkacamata itu mengingatkanku pada seseorang, Rama. Mungkinkah dia Rama? Mantan kekasihku yang pernah menorehkan luka di hatiku dulu?Ah, mungkin cuma mirip saja. Rama kan rambutnya tidak pernah gondrong, dia selalu memotong cepak rambutnya, dia juga tak pernah memakai kacamata. Dan tak mungkin juga dia masih lajang, bukankah dulu kata Mamanya dia akan di jodohkan dengan anak teman lamanya. Tak mungkin lah pokoknya itu Rama."Kak, kok bengong sih?" kata Vania sambil menepuk pundakku, sontak aku pun kaget."Eh maaf ya. Ayok mari silahkan masuk," kataku mempersilahkan Vania dan laki laki itu masuk."Gita, ini ada Tante Vania datang loh," teriakku memanggil putri kesayanganku yang sedang menonton televisi.Dia memang sangat dekat sekali dengan Vania, maklum sejak Gita lahir, Vania selalu bersamanya. Tak jarang Gita lebih memilih tidur bersama Vania."Tant

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 3

    "Oh seperti itu. Tapi seandainya nanti kamu ketemu lagi dengan mantanmu itu setelah menikah dengan Vania, apakah akan ada acara CLBK? Karena sepertinya kamu masih memendam rasa padanya," tanya suamiku lagi."Hahaha, tidak lah Mas. Aku bukan orang yang suka memungut mantan. Apalagi sekarang dia pasti sudah tua kan, tak mungkin aku berpaling karena sudah ada Vania ini. Jangan khawatirkan masalah itu," katanya."Iya ih. Mas Ridwan ini, ada ada aja deh yang di tanyakan. Kami ini sudah saling cinta. Dan pokoknya, aku ingin secepatnya menikah dengan Mas Adit, titik. Plisss ya Mas, Kak. Kalian sayang padaku kan?," rengek Vania.Entah mengapa ada perasaan tidak srek dalam hatiku merestui pernikahan mereka. Bukan karena aku masih memiliki rasa pada Rama, tapi aku merasa akan banyak hal buruk dibelakang dan Rama sedang memainkan drama untuk mencapai suatu tujuan. Tapi saat melihat Vania merengek seperti itu, aku tak akan tega, dan tak mungkin juga aku menceritakan masa laluku dengan Rama."Aku

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 4

    Aku pun mengikutinya dari belakang. Dia masuk kamar mandi, dan seperti ingin muntah, namun tak bisa. Karena tak di tutup aku pun masuk kedalam dan memijat lehernya. Ada perasaan tak enak dan was was disini, kenapa dia mual saat mencium aroma martabak kesukaanya itu, apa jangan jangan dia hamil?."Kamu kenapa sih Van,?" tanyaku sambil masih memijit lehernya."Nggak tau nih Kak, rasanya mual dan pingin muntah karena bau martabak itu. Tolong jauhin makanan itu deh Kak. Mual banget aku karenanya,""Itukan makanan kesukaanmu, biasanya kamu kan langsung melahap habis saat masih hangat begitu. Kamu kenapa sih sebenarnya? Jangan jangan kamu hamil ya?""Apa apaan sih Kak, ngomong sembarangan deh. Aku hanya masuk angin saja kok." katanya sewot, sambil ingin pergi menjauh dariku."Tunggu, mau kemana kamu? Jawab jujur dulu pertanyaanku, kamu hamil apa tidak?" kataku sambil memegang kedua lengannya."Aku cuma masuk angin Kak. Cuma masuk angin biasa, telat makan saja tadi," katanya sambil menunduk,

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 5

    Flashback"Yank, aku hamil," kataku pagi itu saat Rama menjemputku di tempat kost ku."Apa? Nggak salah kamu Yank? Bukanya kita sudah selalu berhati hati," jawab Rama terlihat sangat kaget."Aku tadi sudah coba pakai testpack Yank. Dan hasilnya positif. Aku juga tidak tau Yank. Terus kita harus gimana?" kataku makin cemas dan mulai menangis."Haduh bagaimana ya Yank, apa kita coba jatuhkan saja? Kan kita masih semester dua juga kan Yank, kita masih muda," katanya sambil memegang tanganku."Aku tak ingin menambah dosa lagi Yank. Sudah banyak sekali dosa yang kita lakukan,""Aku tahu itu Yank. Tapi apa lagi yang harus kita lakukan? Kalau sampai orang tua kita tahu, bisa gawat Yank. Mereka pasti tak akan menerima ini. Semua malah akan lebih runyam. Aku pun belum siap menjadi seorang ayah," katanya sambil mengacak rambutnya sendiri."Aku pun bingung Yank. Tapi satu yang pasti aku tak ingin menambah dosa lagi, dan aku minta kamu bertanggung jawab Yank, sebelum perutku ini semakin membesar

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 6

    Keesokan harinya kembali kami bertemu, di kost, kebetulan hari itu adalah hari Sabtu, tak ada kuliah."Yank, maafin aku ya. Mama dan Papa tak setuju kalau kita menikah. Mereka malah memberiku uang untuk menjatuhkan janin itu," kata Rama, lesu."Apa kamu tak bisa memberi pengertian pada mereka? Apa kamu nggak sayang sama anak ini Yank?""Aku tak bisa lagi memaksa Yank, aku juga tak ingin menyakiti kedua orang tuaku. Lagi pula ternyata Mama sejak lama telah menjodohkanku dengan anak temanya, dan sebentar lagi kami akan bertunangan. Maafkan aku Yank. Sepertinya aku tak bisa menikahimu saat ini, sebesar apapun cintaku padamu, namun aku pun tak bisa menolak keinginan Mama dan Papaku," "Pengecut sekali kamu menjadi seorang laki laki. Kenapa tak dari dulu kau katakan kalau orang tuamu tak merestui hubungan kita, dan sudah menjodohkanmu?. Sekarang pergilah, dan jangan pernah temui aku lagi!!. Aku tak butuh laki laki sepertimu!!." teriakku sambil menangis."Maafkan aku Yank. Semua diluar perk

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 7

    Aku pun langsung masuk dan berganti baju. Namun ada sedikit ragu, apakah benar yang di katakan Rama, secepat itukah mereka berubah pikiran? Dan bisa menerima ku dengan kehamilan ini, ah semoga saja memang benar begitu adanya. Aku pun memakai jeans dan tshirt, pakaian yang selalu ku gunakan sehari hari, karena aku tak pernah memakai gaun atau rok dan semacamnya, aku memang sedikit tomboy."Aku sudah siap. Tak apakah kalau aku berpakaian begini saja?""Tak apa Yank. Kamu itu sudah cantik apa adanya. Tak perlu jadi orang lain Yank. Ayok segera berangkat, mereka sudah menunggu kita dari tadi."Setelah menempuh perjalanan sekitar empat puluh menit, tibalah kami di rumah Rama. Kami memasuki rumah dengan pagar tinggi, di halaman depan terdapat banyak pepohonan dan juga tanaman tanaman hias. Rumah dua lantai bercat putih itu tergolong mewah dari pada rumah rumah di sekitarnya.Keluarga Rama memang keluarga yang kaya dan terpandang di daerah ini, selain karena Papa nya seorang kepala sekolah s

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 8

    "Aku sangat yakin sekali Ma, Kak, kalau anak ini adalah anakku. Aku tak pernah meragukan kesetiaan Siska Ma. Dia ini perempuan baik baik. Tolong jangan berkata seperti itu, kalian menyakiti perasaan Siska. Bukankah tadi Mama dan Papa sudah merestui pernikahan kami, mangkanya aku mengajaknya kemari." kata Rama membelaku."Kami kan hanya ingin memastikan bahwa itu anak mu Ram. Dia saja yang terlalu cengeng. Aku tuh nggak habis pikir sih Ram sama kamu, apa sih yang kamu lihat dari dia. Jauh banget loh sama si Feli, dia lebih baik dalam segala hal. Seleramu memang buruk banget!" kata Kak Ratih."Cukup Kak. Jangan menghina Siska. Bagiku dia udah yang terbaik untukku. Papa kemana sih Ma? Kok nggak ada. Tadi kan menyuruh kami kesini." kata Rama mulai kesal, sementara aku masih saja menunduk."Papa mu masih mandi, sana lihat di kamar mungkin sudah selesai," Rama pun segera naik ke lantai atas, sepertinnya akan menjemput Papanya."Pinter banget ya kamu menjebak anakku. Nggak punya malu kamu i

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 9

    Aku dan Rama merasa sangat bahagia dengan semua keputusan itu, dan kami pun merancang berbagai hal setelah pernikahan kami, seakan semua ini sudah berjalan sesuai keinginan kami. Padahal, seperti yang Papanya Rama bilang tadi , kita tak akan pernah tau apa yang akan terjadi besok."Aku pulang dulu ya Yank, besok siang aku jemput ya, kita beli cincin buat pernikahan kita. Dimakan ya nasi nya sampai habis. Sebentar lagi kita akan bersama selamanya, tanpa ada yang bisa memisahkan," aku pun hanya mengangguk, mendengar perkataan Rama barusan.Setelah kepergian Rama aku pun segera makan nasi padang yang barusan kami beli dalam perjalanan menuju kost ku. Kemudian seperti biasa aku akan rebahan sambil menengok akun media sosialku. Ponsel yang ku pegang berbunyi, terlihat panggilam dari nomer Ibuku, aku pun segera menjawab panggilan tersebut,"Assalamualaikum Buk. Maaf ya, hari ini aku nggak bisa pulang, soalnya banyak tugas yang harus ku kerjakan."Memang sudah dua tiga minggu ini aku tak pul

Latest chapter

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 68

    Aku pun sebenarnya masih tak menyangka, jika Vania kini telah tiada. Aku tak tahu kenapa dia sampai menjadi gelap mata seperti ini, padahal kemarin-kemarin, dia sudah berusaha bertaubat.Jalan hidup yang di berikan Allah padaku, ternyata tak seperti yang kuinginkan. Sesungguhnya aku ingin sekali untuk ke depannya, bisa berkumpul dengan Ayah dan juga Vania. Namun ternyata, dengan membawa Ayah kembali, justru kemudian Allah mengambil Vania dariku.Pertanyaan dalam hatiku tentang hal apa yang membuat Vania tertekan hingga kemudian nekat memgakhiri hidupnya, masihlah menjadi teka-teki untukku. Namun kali ini aku menjadi ingat dengan seseorang, yang selalu mengancamku dan juga Vania, mungkin atau bahkan pasti, dialah yang telah menekan Vania sedemikian rupa. Sebaiknya aku sekarang meneleponnya, ya dia pasti Mbak Riska, kakak ipar Vania. Dua kali panggilanku tak dihiraukannya, tapi dipercobaan ketiga, akhirnya panggilanku di jawabnya."Assalamualaikum, Mbak Riska," ucapku tenang membuka per

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 67

    Saat aku kembali membuka mata, ku lihat Gita duduk di sampingku dengan sesengukkan."Gita, kenapa nangis Nak?" tanyaku sambil mengusap pucuk kepala putriku itu."Gita takut, Bun..." jawabnya sambil menggenggam tanganku erat."Takut kenapa, Sayang? " tanyaku lagi."Takut Bunda nggak bangun, kayak Tante Vania itu...huhuhu," ucapku.Seketika aku pun langsung bangun dan merengkuh tubuhnya ke dalam pelukanku. Aku tahu, di usianya ini, masihlah sangat berat menyaksikan kejadian Vania tadi. Semoga nanti tak menjadi trauma ke depannya."Bunda, tak akan pergi kemana-mana Sayang. Bunda akan selalu ada di samping Dita. Sekarang mendingan Gita bobok di sini ya, pasti capek kan tadi habis perjalanan jauh?"Aku pun kemudian mengangkatnya dan menidurkannya di sampingku, kucium pucuk rambutnya dan kuelus, agar dia merasa tenang."Gita bobok ya, Bunda temenin di sini. Nanti kalau mau pulang, Bunda bangunin ya...," ucapku sambil tersenyum dan di jawab dengan anggukan kepala olehnya.Beberapa saat kemud

  • Suami Adikku, Mantanku   BAB 66

    "Kenapa nggak langsung ke makam saja? Setelah selesai ziarah baru kira istirahat sebentar di rumah," ucap Ayah."Nggak, Yah. Sebentar saja kita ke rumah. Tak tahu kenapa rasanya aku ingin ke rumah secepatnya," pungkasku, "agak cepat sedikit ya, Yah."Kemudian kami bertiga hanya berdiam saja sementara Gita sudah tidur sejak awal kami berangkat tadi. Hingga akhirnya kami sampai di depan rumah, akupun langsung turun, tak tahu kenapa setelah membuka pintu aku langsung menuju ke kamar Ibu.Namun kamar itu terkunci dari dalam, padahal seluruh kamar yang ada di rumah ini, tak pernah ku kunci. Aku pun meminta Ayah dan Koko untuk mendobraknya. Dua kali terjangan keras kaki Koko, telah mampu membukanya. Pemandangan yang ada di dalam kamar seketika membuatku shock, Vania sudah tergeletak di atas kasur dengan mulut mengeluarkan busa dan darah. Akupun langsung merengkuh tubuh Vania tersebut."Van, bangun Van! Mengapa sampai terjadi semua ini? Cepat bangun Van!" Aku menggoyang goyangkan tubuhnya

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 65

    Sudah tiga hari sejak kepergian Vania dari rumah, tak lagi kudapat kabar darinya. Nomer handphonenya pun sudah tidak aktif. Aku pun jadi bingung harus cari kemana dia. Rama pun begitu, semua teman Vania sudah dihubungi namun tak ada yang tau dimana keberadaannya. Bahkan kemarin, Rama pun sudah melaporkan ke kantor polisi. Vania bagai hilang ditelan bumi begitu saja.Sejak semalam, entah kenapa perasaan hatiku terasa sedih, dan kangen juga rasanya pada almarhumah Ibu, rasanya aku ingi berziarah ke kampung. Semalam pun aku bermimpi, Vania menangis di sebuah tempat lapang seorang diri, dan terlihat pula Ibu dari jauh yang berdiri diam dengan menunjukkan ekspresi kesediha. Aku sangat yakin dia sekarang sedang kesusahan dan ingin menyelesaikan pergolakan batinnya sendiri. Sepulang kerja hari ini, aku dan Gita akan ke kampung halamanku di Kediri, bersama Ayah. Kebetulan Ayah sedang tidak ada pekerjaan, jadi kita bisa berziarah bersama ke makam Ibu."Sis, boleh nggak aku ikut berziarah ke m

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 64

    Pov VaniaKetika rumah tanggaku mulai tenang dan aku sudah fokus hanya pada Rama. Rumah tangga Kak Siska mengalami kehancuran. Mas Ridwan telah menikah secara diam diam dan memiliki seorang putra dari perkawinannya itu. Setelah proses yang alot akhirnya mereka bisa bercerai dan Mas Ridwan masuk penjara. Kurasa itu adalah balasan yang setimpal untuk semua perbuatan jahatnya itu.Kini Alhamdulillah Kak Siska bisa bangkit dan memulai kehidupan baru dengan Gita. Semoga saja selamanya mereka bahagia tanp hadirnya lagi laki laki seperti Mas Ridwan itu.Saat syukuran rumah baru Kak Siska, aku pendarahan. Bukan pendarahan sih tepatnya, namun haid yang sangat berat dan sakit di perut yang amat sangat nyeri. Sebenarnya sudah tiga bulan terakhir aku mengalami ini, namun aku diam saja, takut jika akan membuat khawatir semua orang.Setelah kerumah sakit dan bertemu dengan dokter, dia mengharuskanku melakukan pengangkatan rahim total. Karena memang aku mengalami infeksi rahim yang parah dan fibroi

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 63

    Pov VaniaMalam itu aku tertidur begitu larut, setelah tadi bermain bersama Gita di ruang keluarga, lalu akupun menonton marathon drakor yang kata teman teman kampusku sangat romantis itu. Baru saja beberapa saat tertidur, kurasakan sebuah tangan mengelus kedua paha bagian dalamku, aku pun berjingkat kaget dan segera bangun. Astaghfiruahaladzim ternyata itu Mas Ridwan.Aku pun langsung terduduk, dan berusaha teriak, namun dengan sigap dia membungkam mulutku."Sst jangan teriak!! Atau akan kubunuh kamu!" katanya.Tanganya berusaha masuk kedalam kaos yang kupakai, aku berusaha berontak sambil menangis."Layani aku malam ini, sebagai balas budimu karena hidupmu sudah kubiayai! Ingat jangab teriak atau akan kubunuh Kakak mu itu!!" ancamnya.Demi apapun juga, aku tak akan mau menyerahkan mahkota ku kepadanya. Kemudian aku meronta, dan mencoba menendangnya, dan Alhamdulillah tendangan kerasku kali ini mengenai senjatanya. Sontak dia melepaskanku dan kesakitan. Saat dia kesakitan kudorong t

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 62

    "Kak, masih disana kan? Kok diam saja? Dia akhir akhir ini sering keluar, dan seperti menjauhiku." katanya."Ehmm, sudah dua minggu ini, aku tak pernah berhubungan dengan dia. Beberapa kali aku coba telepon, tapi tak pernah di angkatnya." kataku."Berarti dia tak bersama Kak Siska gitu?" tanyanya."Iya, Ram." kataku."Astaghfirullahaladzim. Lalu kira kira dia kemana ya Kak?" kata Rama cemas."Coba hubungi temannya, atau datangi ketempat temannya. Aku akan mencoba menghubungi nomernya. Apa kamu sudah coba menghunbunginya?" kataku tak kalah cemas."Dari kemarin nomernya tak bisa dihubungi, Kak. Tapi sekarang akan kucoba lagi, tolong Kak Siska juga." "Oke, pasti aku bantu. Apa kalian habis bertengkar?" tanyaku."Tidak, Kak. Tapi semingguan ini, dia seperti menjauhiku dan lebih banyak diam.""Baiklah kalau begitu, aku akan coba menghubungi Vania sekarang. Jangan lupa kabari aku jika dia sudah pulang, atau jika sudah ada kabar darinyaa. Wassallamuaikum."Tanpa menunggu jawaban dari Rama,

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 61

    Novi langsung pergi, sepertinya dia marah sekali mendengar apa yang baru dikatakan Koko barusan. Aku pun duduk di teras. Menoleh ternyata Gita belum juga siap. Alhamdulillah kalau dia tak tahu insiden yang baru saja terjadi."Kamu nggak apa apa kan, Sis?" kata Koko yang duduk disampingku."Nggak lah. Aku sudah biasa menghadapi keadaan seperti ini kok. Makasih ya sudah datang. Eh ngomong ngomong kamu tadi kapan sih datangnya?" kataku sambil mencoba tersenyum, meski hatiku sebenarnya terasa sedikit sesak."Kamu sih keasyikan tadi, sampai tak tahu aku memarkir sepeda disebelahmu." katanya sambil tersenyum."Hahaha iya bener kamu. Kok kamu tahu sih kalau aku akan bersepeda pagi ini?" tanyaku lagi."Feeling calon suami, hehehhe." katanya."Bunda, yuk aku sudah siap. Eh, ada Om Koko, jadi rame nih. Yuk berangkat, nanti maem bareng bareng ya." kata Gita yang baru keluar dari rumah."Yuk berangkat sekarang." kata Koko."Maaf ya, Bun. Tadi aku sakir perut jadi BAB dulu deh." kata Gita sambil

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 60

    [Assalamualaikum, Nak. Maaf ya, hari ini Ayah belum bisa menemui adikmu itu. Ada sedikit keperluan di luar kota, kebetulan teman lama Ayah ada yang mengajak investasi proyek, jadi harus meninjau lokasinya. Nggak apa apa kan?]Isi chat dari Ayah, di hari minggu itu. Tak apalah toh masih banyak hari yang lain. Kebetulan aku juga belum bicara pada Vania tentang hal itu.[Waalaikumsalam. Iya nggak apa apa kok Yah. Bisa lain waktu. Hati hati ya Yah. ]Aku yang baru saja selesai melaksanakan shalat subuh pun, akhirnya membangunkan Gita dan mengajaknya bersepeda. "Asyikk, nanti kita beli soto daging Cak Kandar ya Bun." katanya."Boleh Sayang. Sudah sana sekarang shalat dulu, Bunda tunggu di depan ya." kataku.Aku pun menuju garasi mengeluarkan sepeda kamu berdua, sambil menunggu Gita akupun mengelap sepeda sepeda itu. Tiba tiba sebuah motor matic berhenti di depan gerbang rumahku. Seorang perempuan berambut merah turun, meski keadaan masih sedikit gelap, aku sangat tahu bahwa itu adalah No

DMCA.com Protection Status