Share

Bab 6

Penulis: Anggrek Bulan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Keesokan harinya kembali kami bertemu, di kost, kebetulan hari itu adalah hari Sabtu, tak ada kuliah.

"Yank, maafin aku ya. Mama dan Papa tak setuju kalau kita menikah. Mereka malah memberiku uang untuk menjatuhkan janin itu," kata Rama, lesu.

"Apa kamu tak bisa memberi pengertian pada mereka? Apa kamu nggak sayang sama anak ini Yank?"

"Aku tak bisa lagi memaksa Yank, aku juga tak ingin menyakiti kedua orang tuaku. Lagi pula ternyata Mama sejak lama telah menjodohkanku dengan anak temanya, dan sebentar lagi kami akan bertunangan. Maafkan aku Yank. Sepertinya aku tak bisa menikahimu saat ini, sebesar apapun cintaku padamu, namun aku pun tak bisa menolak keinginan Mama dan Papaku,"

"Pengecut sekali kamu menjadi seorang laki laki. Kenapa tak dari dulu kau katakan kalau orang tuamu tak merestui hubungan kita, dan sudah menjodohkanmu?. Sekarang pergilah, dan jangan pernah temui aku lagi!!. Aku tak butuh laki laki sepertimu!!." teriakku sambil menangis.

"Maafkan aku Yank. Semua diluar perkiraanku dan tanpa sepengetahuanku. Terima lah uang ini Yank, gunakan untuk meluruhkan janin itu, mulailah kembali menata hidupmu, gapai cita citamu. Aku yakin kamu bisa bahagia tanpa aku. Maafkan aku sudah menghancurkan hidupmu,"

katanya sambil menaruh amplop coklat yang kemungkinan besar berisi uang itu diatas meja.

Ku ambil amplop coklat tersebut dan membuangnya tepat di muka nya,

"Pergi kamu dan bawa semua uangmu. Aku tak butuh ini semua!!!. Aku akan selalu menjaga anak ini, meski tanpamu. Tak usah kau urusi hidupku!!"

Aku pun segera masuk ke dalam kamar kost dan membanting pintunya. Aku menangis sejadi jadinya, menyesali semua yang telah terjadi. Betapa bodohnya aku yang sudah percaya dengan rayuan gombalnya.

"Yank, buka pintunya! Ku mohon sebentar saja," kata Rama dibalik pintu.

"Pergi kamu!! Aku tak ingin bicara denganmu dan aku pun tak ingin lagi bertemu denganmu. Sungguh menyesal aku menjalin hubungan denganmu!! Pergi!!"

Tak lagi aku menghiraukan ketukan dan juga panggilannya dari luar. Aku sudah tak ingin tahu apapun tentangnya.

Mengapa begitu mudah dia meninggalkanku, disaat keadaanku terpuruk seperti ini. Mana janji janjinya yang selalu akan mencintaiku selamanya. Sungguh aku menyesal telah mengenalnya.

Mengapa begitu mudah dia meninggalkanku, disaat keadaanku terpuruk seperti ini. Mana janji janjinya yang selalu akan mencintaiku selamanya. Sungguh aku menyesal telah mengenalnya.

Siang itu aku sudah tak punya semangat lagi untuk hidup, semua sudah hancur, dan aku pun sudah mengecewakan orang tuaku. Kemana aku harus mengadu, dan kemana harus mengadu,aku pun tak tahu. Tak mungkin aku menceritakan semua kepada Ibu, aku tak ingin membuatnya kembali terpuruk, seperti saat di tinggal oleh Ayahku dulu. Saat itu kadar imanku masihlah sangat sedikit, aku lupa bahwa aku punya Allah yang Maha Segalanya.

Menangis terlalu lama membuatku tertidur. Dan aku terbangun saat HP ku yang ada disampingku berdering, aku pun langsung mengangkatnya,

"Iya, siapa ini?" kataku membuka obrolan tapi masih belum genap nyawaku, alias mengantuk.

"Yank, ini aku, tolong bukain pintu. Aku ingin mengatakan sesuatu. Papa sudah merestui hubungan kita, kita bisa menikah Yank. Kita akan bersama sama membesarkan anak kita. Aku sudah ada di depan pintu kamar kost kamu dari tadi,"

Seketika aku kaget, dan langsung duduk, apa aku ini sedang bermimpi ya? Kucubit pahaku, aww sakitt, ternyata ini nyata. Kemudian aku lihat dari jendela, ternyata benar Rama berdiri di depan pintu, sambil memegang HP. Aku pun langsung membuka pintu,

"Akhirnya kamu buka juga pintunya Yank. Aku takut kamu bertindak yang macam macam," katanya sambil langsung memelukku.

Aku pun membalas pelukannya erat, aku tau dia sangat mencintaiku, tak akan mungkin dia mau menyia nyiakanku.

"Sekarang kamu ganti baju ya Yank, Mama dan Kak Riska pingin ketemu denganmu."

"Apakah benar jika mereka sudah merestui hubungan kita Yank?"

"Benar Yank, tadi aku sudah memohon dan akhirnya mereka mengabulkan permintaanku. Cepat ya, ku tunggu di depan. Kita akan segera menikah dan membesarkan anak kita bersama sama."

Bab terkait

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 7

    Aku pun langsung masuk dan berganti baju. Namun ada sedikit ragu, apakah benar yang di katakan Rama, secepat itukah mereka berubah pikiran? Dan bisa menerima ku dengan kehamilan ini, ah semoga saja memang benar begitu adanya. Aku pun memakai jeans dan tshirt, pakaian yang selalu ku gunakan sehari hari, karena aku tak pernah memakai gaun atau rok dan semacamnya, aku memang sedikit tomboy."Aku sudah siap. Tak apakah kalau aku berpakaian begini saja?""Tak apa Yank. Kamu itu sudah cantik apa adanya. Tak perlu jadi orang lain Yank. Ayok segera berangkat, mereka sudah menunggu kita dari tadi."Setelah menempuh perjalanan sekitar empat puluh menit, tibalah kami di rumah Rama. Kami memasuki rumah dengan pagar tinggi, di halaman depan terdapat banyak pepohonan dan juga tanaman tanaman hias. Rumah dua lantai bercat putih itu tergolong mewah dari pada rumah rumah di sekitarnya.Keluarga Rama memang keluarga yang kaya dan terpandang di daerah ini, selain karena Papa nya seorang kepala sekolah s

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 8

    "Aku sangat yakin sekali Ma, Kak, kalau anak ini adalah anakku. Aku tak pernah meragukan kesetiaan Siska Ma. Dia ini perempuan baik baik. Tolong jangan berkata seperti itu, kalian menyakiti perasaan Siska. Bukankah tadi Mama dan Papa sudah merestui pernikahan kami, mangkanya aku mengajaknya kemari." kata Rama membelaku."Kami kan hanya ingin memastikan bahwa itu anak mu Ram. Dia saja yang terlalu cengeng. Aku tuh nggak habis pikir sih Ram sama kamu, apa sih yang kamu lihat dari dia. Jauh banget loh sama si Feli, dia lebih baik dalam segala hal. Seleramu memang buruk banget!" kata Kak Ratih."Cukup Kak. Jangan menghina Siska. Bagiku dia udah yang terbaik untukku. Papa kemana sih Ma? Kok nggak ada. Tadi kan menyuruh kami kesini." kata Rama mulai kesal, sementara aku masih saja menunduk."Papa mu masih mandi, sana lihat di kamar mungkin sudah selesai," Rama pun segera naik ke lantai atas, sepertinnya akan menjemput Papanya."Pinter banget ya kamu menjebak anakku. Nggak punya malu kamu i

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 9

    Aku dan Rama merasa sangat bahagia dengan semua keputusan itu, dan kami pun merancang berbagai hal setelah pernikahan kami, seakan semua ini sudah berjalan sesuai keinginan kami. Padahal, seperti yang Papanya Rama bilang tadi , kita tak akan pernah tau apa yang akan terjadi besok."Aku pulang dulu ya Yank, besok siang aku jemput ya, kita beli cincin buat pernikahan kita. Dimakan ya nasi nya sampai habis. Sebentar lagi kita akan bersama selamanya, tanpa ada yang bisa memisahkan," aku pun hanya mengangguk, mendengar perkataan Rama barusan.Setelah kepergian Rama aku pun segera makan nasi padang yang barusan kami beli dalam perjalanan menuju kost ku. Kemudian seperti biasa aku akan rebahan sambil menengok akun media sosialku. Ponsel yang ku pegang berbunyi, terlihat panggilam dari nomer Ibuku, aku pun segera menjawab panggilan tersebut,"Assalamualaikum Buk. Maaf ya, hari ini aku nggak bisa pulang, soalnya banyak tugas yang harus ku kerjakan."Memang sudah dua tiga minggu ini aku tak pul

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 10

    Tok tok tokkkTok tok tokkk Suara ketukan pintu itu membangunkanku, kulihat jam di dinding menunjukkan pukul empat, siapa sih dini hari begini mengetuk pintu kamarku. Aku pun mengintip dari jendela, ternyata itu adalah Kak Ratih dan Tante Ratna, Mamanya Rama. Saat aku membuka pintu, tanpa mengucap salam atau apa, mereka langsung masuk kedalam kamar dan menutup kembali pintu itu dan menguncinya, ada apa ini."Hey, kamu. Cepat duduk sini," kata Tante Ratna menyuruhku duduk di kasurku, dengan tatapan tajamnya."Ada apa Tante? Apakah Rama baik baik saja?" tanyaku masih tak mengerti."Rama masih baik baik saja, dan akan tetap baik baik saja tanpa kehadiranmu," jawab Kak Ratih."Apa maksudnya ini Kak?""Jangan berlagak sok bodoh ya kamu. Kamu meminta pertanggung jawaban dari Rama hanya karena kamu mengincar harta kami kan? Berapa uang yang kamu inginkan? Katakan saja asal kamu tak menganggu kehidupan Rama!" kata Tante Ratna."Demi Allah aku tak menginginkan harta, aku hanya meminta pertan

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 11

    "Pernikahan ini harus dilaksanakan secepatnya Mas, karena sekarang Vania itu sedang hamil!" kataku sambil menangis.Mas Ridwan langsung menoleh kearahku, dan sepertinya dia sangat kaget. Vania yang di rawatnya dari kecil dengan penuh kasih sayang itu, telah menghianati kepercayaannya. "Hamil? Apa benar yang di katakan Kakak mu itu Van?," meskipun kaget sepertinya Mas Ridwan masih berusaha bersabar.Vania masih tertunduk, sambil menangis, sambil menganggukan kepalanya pelan. Mas Ridwan mengusap wajahnya kasar, dan menghela nafas,"Astaghfirullahaladzim!!" katanya sambil membenarkan posisi duduknya."Maafkan aku Mas, aku kebablasan. Maafkan aku sudah menodai kepercayaan yang kalian berikan. Sekali lagi maaf," kata Vania sambil menangis. Rasa kecewa, marah dan sakit dihati bercampur menjadi satu, saat orang yang kami banggakan ternyata menorehkan arang di muka kami, aku dan Mas Ridwan hanya bisa terdiam. Mungkin jika dulu orang tuaku tau aku hamil saat masih semester dua, pasti keadaa

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 12

    "Ini anakmu Yank, aku tak pernah melakukannya dengan orang lain selain kamu. Malam itu kamu mabuk dan memaksaku chexk in dan melakukan hal itu. Aku sudah melawan namun apalah daya aku kalah tenaga denganmu. Dan memang aku belum memberi tahumu kehamilan ini, rencananya baru nanti aku akan mengatakannya padamu Yank," kata Vania sambil menunduk, sepertinya dia pun tak berani menatap mata Adit."Aku minta orang tuamu secepatnya kesini Dit, dan benar apa kata istriku, kalau bisa besok mereka harus sudah kesini, lebih cepat lebih baik. Aku tahi kamu bukan tipe orang yang lari dari tanggung jawab kan?," kata Mas Ridwan."Tentu Mas, aku akan bertanggung jawab, secepatnya aku kan menikahi Vania. Aku juga memohon maaf pada kalian berdua, sudah mematahkan harapan kalian. Aku berjanji tak akan menyia nyiakan dia," kata Adit."Apakah keluargamu mau menerima Vania, seorang yatim piatu miskin seperti dia?" tanyaku.Perkataanku itu, sukses membuatnya langsung menoleh kepadaku, aku tahu dia pasti mer

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 13

    Pov Raditya Rama AirlanggaGadis manis itu selalu menampakkan senyum manisnya dihadapanku, sambil menunjukkan deretan gigi putihnya. Dia adalah pelanggan tetap di salah satu coffeshop ku itu, hampir setiap hari dia nongkrong disana bersama teman temannya. Wajahnya mengingatkanku pada seseorang, Siska, cinta sejatiku. Sungguh mereka sangat mirip dalam segala hal, hanya saja gadis ini lebih ceria dibanding Siska.Suatu malam, dia datang sendiri, dan duduk di pojok dihalaman coffe shop, hingga pukul dua belas malam, dia masih saja disana, sepertinya dia sedang ada masalah, dari tadi kuperhatikan dari jauh dia mengutak atik handphonenya dan terlihat kesal, kemudian dia meletakkan kepalanya diatas meja, lama sekali, aku takut dia ketiduran, lalu aku pun mencoba mendekati mejanya, saat karyawanku sedang beres beres. Karena memang sudah tidak ada pelanggan lain, dan usahaku ini juga tutup pada jam dua belas malam juga."Permisi Mbak," kataku saat melihat matanya terpejam waktu itu, sambil b

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 14

    Pov RamaBetapa bahagia rasanya hatiku, aku berjanji akan menjaganya hingga saat aku menikahinya nanti, tak ingin aku membuat kesalahan lagi, seperti dulu saat bersama Siska. Tak pernah sekalipun aku berbuat kurang ajar padanya selama tiga bulan itu, hanya sekedar ciuman di pipi dan berpelukan. Meski ku akui dia sering memancingku untuk melakukan perbuatan terlarang itu, namun aku selalu berhasil menahan diriku.Hingga seminggu yang lalu, petaka itu terjadi setelah aku mengajaknya ke pesta pernikahan temanku, aku benar benar tak tahu apa yang sesungguhnya terjadi malam itu. Dia hanya bilang kalau malam itu aku telah merenggut paksa kegadisannya, dan aku harus bertanggung jawab. Okelah aku akan bertanggung jawab kalau memang benar begitu adanya, dan lagi aku kan sangat mencintainya, jadi tak ada salahnya aku menikahinya sekarang juga. Tinggal minta restu Kakaknya, selesai. Kalau masalah keluargaku itu bisa kuatur nanti.Tiga hari yang lalu, saat aku mengajaknya liburan ke Malang, dia

Bab terbaru

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 68

    Aku pun sebenarnya masih tak menyangka, jika Vania kini telah tiada. Aku tak tahu kenapa dia sampai menjadi gelap mata seperti ini, padahal kemarin-kemarin, dia sudah berusaha bertaubat.Jalan hidup yang di berikan Allah padaku, ternyata tak seperti yang kuinginkan. Sesungguhnya aku ingin sekali untuk ke depannya, bisa berkumpul dengan Ayah dan juga Vania. Namun ternyata, dengan membawa Ayah kembali, justru kemudian Allah mengambil Vania dariku.Pertanyaan dalam hatiku tentang hal apa yang membuat Vania tertekan hingga kemudian nekat memgakhiri hidupnya, masihlah menjadi teka-teki untukku. Namun kali ini aku menjadi ingat dengan seseorang, yang selalu mengancamku dan juga Vania, mungkin atau bahkan pasti, dialah yang telah menekan Vania sedemikian rupa. Sebaiknya aku sekarang meneleponnya, ya dia pasti Mbak Riska, kakak ipar Vania. Dua kali panggilanku tak dihiraukannya, tapi dipercobaan ketiga, akhirnya panggilanku di jawabnya."Assalamualaikum, Mbak Riska," ucapku tenang membuka per

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 67

    Saat aku kembali membuka mata, ku lihat Gita duduk di sampingku dengan sesengukkan."Gita, kenapa nangis Nak?" tanyaku sambil mengusap pucuk kepala putriku itu."Gita takut, Bun..." jawabnya sambil menggenggam tanganku erat."Takut kenapa, Sayang? " tanyaku lagi."Takut Bunda nggak bangun, kayak Tante Vania itu...huhuhu," ucapku.Seketika aku pun langsung bangun dan merengkuh tubuhnya ke dalam pelukanku. Aku tahu, di usianya ini, masihlah sangat berat menyaksikan kejadian Vania tadi. Semoga nanti tak menjadi trauma ke depannya."Bunda, tak akan pergi kemana-mana Sayang. Bunda akan selalu ada di samping Dita. Sekarang mendingan Gita bobok di sini ya, pasti capek kan tadi habis perjalanan jauh?"Aku pun kemudian mengangkatnya dan menidurkannya di sampingku, kucium pucuk rambutnya dan kuelus, agar dia merasa tenang."Gita bobok ya, Bunda temenin di sini. Nanti kalau mau pulang, Bunda bangunin ya...," ucapku sambil tersenyum dan di jawab dengan anggukan kepala olehnya.Beberapa saat kemud

  • Suami Adikku, Mantanku   BAB 66

    "Kenapa nggak langsung ke makam saja? Setelah selesai ziarah baru kira istirahat sebentar di rumah," ucap Ayah."Nggak, Yah. Sebentar saja kita ke rumah. Tak tahu kenapa rasanya aku ingin ke rumah secepatnya," pungkasku, "agak cepat sedikit ya, Yah."Kemudian kami bertiga hanya berdiam saja sementara Gita sudah tidur sejak awal kami berangkat tadi. Hingga akhirnya kami sampai di depan rumah, akupun langsung turun, tak tahu kenapa setelah membuka pintu aku langsung menuju ke kamar Ibu.Namun kamar itu terkunci dari dalam, padahal seluruh kamar yang ada di rumah ini, tak pernah ku kunci. Aku pun meminta Ayah dan Koko untuk mendobraknya. Dua kali terjangan keras kaki Koko, telah mampu membukanya. Pemandangan yang ada di dalam kamar seketika membuatku shock, Vania sudah tergeletak di atas kasur dengan mulut mengeluarkan busa dan darah. Akupun langsung merengkuh tubuh Vania tersebut."Van, bangun Van! Mengapa sampai terjadi semua ini? Cepat bangun Van!" Aku menggoyang goyangkan tubuhnya

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 65

    Sudah tiga hari sejak kepergian Vania dari rumah, tak lagi kudapat kabar darinya. Nomer handphonenya pun sudah tidak aktif. Aku pun jadi bingung harus cari kemana dia. Rama pun begitu, semua teman Vania sudah dihubungi namun tak ada yang tau dimana keberadaannya. Bahkan kemarin, Rama pun sudah melaporkan ke kantor polisi. Vania bagai hilang ditelan bumi begitu saja.Sejak semalam, entah kenapa perasaan hatiku terasa sedih, dan kangen juga rasanya pada almarhumah Ibu, rasanya aku ingi berziarah ke kampung. Semalam pun aku bermimpi, Vania menangis di sebuah tempat lapang seorang diri, dan terlihat pula Ibu dari jauh yang berdiri diam dengan menunjukkan ekspresi kesediha. Aku sangat yakin dia sekarang sedang kesusahan dan ingin menyelesaikan pergolakan batinnya sendiri. Sepulang kerja hari ini, aku dan Gita akan ke kampung halamanku di Kediri, bersama Ayah. Kebetulan Ayah sedang tidak ada pekerjaan, jadi kita bisa berziarah bersama ke makam Ibu."Sis, boleh nggak aku ikut berziarah ke m

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 64

    Pov VaniaKetika rumah tanggaku mulai tenang dan aku sudah fokus hanya pada Rama. Rumah tangga Kak Siska mengalami kehancuran. Mas Ridwan telah menikah secara diam diam dan memiliki seorang putra dari perkawinannya itu. Setelah proses yang alot akhirnya mereka bisa bercerai dan Mas Ridwan masuk penjara. Kurasa itu adalah balasan yang setimpal untuk semua perbuatan jahatnya itu.Kini Alhamdulillah Kak Siska bisa bangkit dan memulai kehidupan baru dengan Gita. Semoga saja selamanya mereka bahagia tanp hadirnya lagi laki laki seperti Mas Ridwan itu.Saat syukuran rumah baru Kak Siska, aku pendarahan. Bukan pendarahan sih tepatnya, namun haid yang sangat berat dan sakit di perut yang amat sangat nyeri. Sebenarnya sudah tiga bulan terakhir aku mengalami ini, namun aku diam saja, takut jika akan membuat khawatir semua orang.Setelah kerumah sakit dan bertemu dengan dokter, dia mengharuskanku melakukan pengangkatan rahim total. Karena memang aku mengalami infeksi rahim yang parah dan fibroi

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 63

    Pov VaniaMalam itu aku tertidur begitu larut, setelah tadi bermain bersama Gita di ruang keluarga, lalu akupun menonton marathon drakor yang kata teman teman kampusku sangat romantis itu. Baru saja beberapa saat tertidur, kurasakan sebuah tangan mengelus kedua paha bagian dalamku, aku pun berjingkat kaget dan segera bangun. Astaghfiruahaladzim ternyata itu Mas Ridwan.Aku pun langsung terduduk, dan berusaha teriak, namun dengan sigap dia membungkam mulutku."Sst jangan teriak!! Atau akan kubunuh kamu!" katanya.Tanganya berusaha masuk kedalam kaos yang kupakai, aku berusaha berontak sambil menangis."Layani aku malam ini, sebagai balas budimu karena hidupmu sudah kubiayai! Ingat jangab teriak atau akan kubunuh Kakak mu itu!!" ancamnya.Demi apapun juga, aku tak akan mau menyerahkan mahkota ku kepadanya. Kemudian aku meronta, dan mencoba menendangnya, dan Alhamdulillah tendangan kerasku kali ini mengenai senjatanya. Sontak dia melepaskanku dan kesakitan. Saat dia kesakitan kudorong t

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 62

    "Kak, masih disana kan? Kok diam saja? Dia akhir akhir ini sering keluar, dan seperti menjauhiku." katanya."Ehmm, sudah dua minggu ini, aku tak pernah berhubungan dengan dia. Beberapa kali aku coba telepon, tapi tak pernah di angkatnya." kataku."Berarti dia tak bersama Kak Siska gitu?" tanyanya."Iya, Ram." kataku."Astaghfirullahaladzim. Lalu kira kira dia kemana ya Kak?" kata Rama cemas."Coba hubungi temannya, atau datangi ketempat temannya. Aku akan mencoba menghubungi nomernya. Apa kamu sudah coba menghunbunginya?" kataku tak kalah cemas."Dari kemarin nomernya tak bisa dihubungi, Kak. Tapi sekarang akan kucoba lagi, tolong Kak Siska juga." "Oke, pasti aku bantu. Apa kalian habis bertengkar?" tanyaku."Tidak, Kak. Tapi semingguan ini, dia seperti menjauhiku dan lebih banyak diam.""Baiklah kalau begitu, aku akan coba menghubungi Vania sekarang. Jangan lupa kabari aku jika dia sudah pulang, atau jika sudah ada kabar darinyaa. Wassallamuaikum."Tanpa menunggu jawaban dari Rama,

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 61

    Novi langsung pergi, sepertinya dia marah sekali mendengar apa yang baru dikatakan Koko barusan. Aku pun duduk di teras. Menoleh ternyata Gita belum juga siap. Alhamdulillah kalau dia tak tahu insiden yang baru saja terjadi."Kamu nggak apa apa kan, Sis?" kata Koko yang duduk disampingku."Nggak lah. Aku sudah biasa menghadapi keadaan seperti ini kok. Makasih ya sudah datang. Eh ngomong ngomong kamu tadi kapan sih datangnya?" kataku sambil mencoba tersenyum, meski hatiku sebenarnya terasa sedikit sesak."Kamu sih keasyikan tadi, sampai tak tahu aku memarkir sepeda disebelahmu." katanya sambil tersenyum."Hahaha iya bener kamu. Kok kamu tahu sih kalau aku akan bersepeda pagi ini?" tanyaku lagi."Feeling calon suami, hehehhe." katanya."Bunda, yuk aku sudah siap. Eh, ada Om Koko, jadi rame nih. Yuk berangkat, nanti maem bareng bareng ya." kata Gita yang baru keluar dari rumah."Yuk berangkat sekarang." kata Koko."Maaf ya, Bun. Tadi aku sakir perut jadi BAB dulu deh." kata Gita sambil

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 60

    [Assalamualaikum, Nak. Maaf ya, hari ini Ayah belum bisa menemui adikmu itu. Ada sedikit keperluan di luar kota, kebetulan teman lama Ayah ada yang mengajak investasi proyek, jadi harus meninjau lokasinya. Nggak apa apa kan?]Isi chat dari Ayah, di hari minggu itu. Tak apalah toh masih banyak hari yang lain. Kebetulan aku juga belum bicara pada Vania tentang hal itu.[Waalaikumsalam. Iya nggak apa apa kok Yah. Bisa lain waktu. Hati hati ya Yah. ]Aku yang baru saja selesai melaksanakan shalat subuh pun, akhirnya membangunkan Gita dan mengajaknya bersepeda. "Asyikk, nanti kita beli soto daging Cak Kandar ya Bun." katanya."Boleh Sayang. Sudah sana sekarang shalat dulu, Bunda tunggu di depan ya." kataku.Aku pun menuju garasi mengeluarkan sepeda kamu berdua, sambil menunggu Gita akupun mengelap sepeda sepeda itu. Tiba tiba sebuah motor matic berhenti di depan gerbang rumahku. Seorang perempuan berambut merah turun, meski keadaan masih sedikit gelap, aku sangat tahu bahwa itu adalah No

DMCA.com Protection Status