Share

Bab 63

Author: Anggrek Bulan
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pov Vania

Malam itu aku tertidur begitu larut, setelah tadi bermain bersama Gita di ruang keluarga, lalu akupun menonton marathon drakor yang kata teman teman kampusku sangat romantis itu.

Baru saja beberapa saat tertidur, kurasakan sebuah tangan mengelus kedua paha bagian dalamku, aku pun berjingkat kaget dan segera bangun. Astaghfiruahaladzim ternyata itu Mas Ridwan.

Aku pun langsung terduduk, dan berusaha teriak, namun dengan sigap dia membungkam mulutku.

"Sst jangan teriak!! Atau akan kubunuh kamu!" katanya.

Tanganya berusaha masuk kedalam kaos yang kupakai, aku berusaha berontak sambil menangis.

"Layani aku malam ini, sebagai balas budimu karena hidupmu sudah kubiayai! Ingat jangab teriak atau akan kubunuh Kakak mu itu!!" ancamnya.

Demi apapun juga, aku tak akan mau menyerahkan mahkota ku kepadanya. Kemudian aku meronta, dan mencoba menendangnya, dan Alhamdulillah tendangan kerasku kali ini mengenai senjatanya. Sontak dia melepaskanku dan kesakitan. Saat dia kesakitan kudorong t
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 64

    Pov VaniaKetika rumah tanggaku mulai tenang dan aku sudah fokus hanya pada Rama. Rumah tangga Kak Siska mengalami kehancuran. Mas Ridwan telah menikah secara diam diam dan memiliki seorang putra dari perkawinannya itu. Setelah proses yang alot akhirnya mereka bisa bercerai dan Mas Ridwan masuk penjara. Kurasa itu adalah balasan yang setimpal untuk semua perbuatan jahatnya itu.Kini Alhamdulillah Kak Siska bisa bangkit dan memulai kehidupan baru dengan Gita. Semoga saja selamanya mereka bahagia tanp hadirnya lagi laki laki seperti Mas Ridwan itu.Saat syukuran rumah baru Kak Siska, aku pendarahan. Bukan pendarahan sih tepatnya, namun haid yang sangat berat dan sakit di perut yang amat sangat nyeri. Sebenarnya sudah tiga bulan terakhir aku mengalami ini, namun aku diam saja, takut jika akan membuat khawatir semua orang.Setelah kerumah sakit dan bertemu dengan dokter, dia mengharuskanku melakukan pengangkatan rahim total. Karena memang aku mengalami infeksi rahim yang parah dan fibroi

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 65

    Sudah tiga hari sejak kepergian Vania dari rumah, tak lagi kudapat kabar darinya. Nomer handphonenya pun sudah tidak aktif. Aku pun jadi bingung harus cari kemana dia. Rama pun begitu, semua teman Vania sudah dihubungi namun tak ada yang tau dimana keberadaannya. Bahkan kemarin, Rama pun sudah melaporkan ke kantor polisi. Vania bagai hilang ditelan bumi begitu saja.Sejak semalam, entah kenapa perasaan hatiku terasa sedih, dan kangen juga rasanya pada almarhumah Ibu, rasanya aku ingi berziarah ke kampung. Semalam pun aku bermimpi, Vania menangis di sebuah tempat lapang seorang diri, dan terlihat pula Ibu dari jauh yang berdiri diam dengan menunjukkan ekspresi kesediha. Aku sangat yakin dia sekarang sedang kesusahan dan ingin menyelesaikan pergolakan batinnya sendiri. Sepulang kerja hari ini, aku dan Gita akan ke kampung halamanku di Kediri, bersama Ayah. Kebetulan Ayah sedang tidak ada pekerjaan, jadi kita bisa berziarah bersama ke makam Ibu."Sis, boleh nggak aku ikut berziarah ke m

  • Suami Adikku, Mantanku   BAB 66

    "Kenapa nggak langsung ke makam saja? Setelah selesai ziarah baru kira istirahat sebentar di rumah," ucap Ayah."Nggak, Yah. Sebentar saja kita ke rumah. Tak tahu kenapa rasanya aku ingin ke rumah secepatnya," pungkasku, "agak cepat sedikit ya, Yah."Kemudian kami bertiga hanya berdiam saja sementara Gita sudah tidur sejak awal kami berangkat tadi. Hingga akhirnya kami sampai di depan rumah, akupun langsung turun, tak tahu kenapa setelah membuka pintu aku langsung menuju ke kamar Ibu.Namun kamar itu terkunci dari dalam, padahal seluruh kamar yang ada di rumah ini, tak pernah ku kunci. Aku pun meminta Ayah dan Koko untuk mendobraknya. Dua kali terjangan keras kaki Koko, telah mampu membukanya. Pemandangan yang ada di dalam kamar seketika membuatku shock, Vania sudah tergeletak di atas kasur dengan mulut mengeluarkan busa dan darah. Akupun langsung merengkuh tubuh Vania tersebut."Van, bangun Van! Mengapa sampai terjadi semua ini? Cepat bangun Van!" Aku menggoyang goyangkan tubuhnya

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 67

    Saat aku kembali membuka mata, ku lihat Gita duduk di sampingku dengan sesengukkan."Gita, kenapa nangis Nak?" tanyaku sambil mengusap pucuk kepala putriku itu."Gita takut, Bun..." jawabnya sambil menggenggam tanganku erat."Takut kenapa, Sayang? " tanyaku lagi."Takut Bunda nggak bangun, kayak Tante Vania itu...huhuhu," ucapku.Seketika aku pun langsung bangun dan merengkuh tubuhnya ke dalam pelukanku. Aku tahu, di usianya ini, masihlah sangat berat menyaksikan kejadian Vania tadi. Semoga nanti tak menjadi trauma ke depannya."Bunda, tak akan pergi kemana-mana Sayang. Bunda akan selalu ada di samping Dita. Sekarang mendingan Gita bobok di sini ya, pasti capek kan tadi habis perjalanan jauh?"Aku pun kemudian mengangkatnya dan menidurkannya di sampingku, kucium pucuk rambutnya dan kuelus, agar dia merasa tenang."Gita bobok ya, Bunda temenin di sini. Nanti kalau mau pulang, Bunda bangunin ya...," ucapku sambil tersenyum dan di jawab dengan anggukan kepala olehnya.Beberapa saat kemud

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 68

    Aku pun sebenarnya masih tak menyangka, jika Vania kini telah tiada. Aku tak tahu kenapa dia sampai menjadi gelap mata seperti ini, padahal kemarin-kemarin, dia sudah berusaha bertaubat.Jalan hidup yang di berikan Allah padaku, ternyata tak seperti yang kuinginkan. Sesungguhnya aku ingin sekali untuk ke depannya, bisa berkumpul dengan Ayah dan juga Vania. Namun ternyata, dengan membawa Ayah kembali, justru kemudian Allah mengambil Vania dariku.Pertanyaan dalam hatiku tentang hal apa yang membuat Vania tertekan hingga kemudian nekat memgakhiri hidupnya, masihlah menjadi teka-teki untukku. Namun kali ini aku menjadi ingat dengan seseorang, yang selalu mengancamku dan juga Vania, mungkin atau bahkan pasti, dialah yang telah menekan Vania sedemikian rupa. Sebaiknya aku sekarang meneleponnya, ya dia pasti Mbak Riska, kakak ipar Vania. Dua kali panggilanku tak dihiraukannya, tapi dipercobaan ketiga, akhirnya panggilanku di jawabnya."Assalamualaikum, Mbak Riska," ucapku tenang membuka per

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 1

    "Assalamualaikum Kak. Lagi di rumah kan?" kata Vania, di telepon sore itu."Waallaikumsalam Van. Iya di rumah kok. Ada apa?" tanyaku sambil menyisir rambut putriku."Aku mau main kesana ya Kak, Mas Ridwan juga ada di rumah kan?" tanyanya lagi."Mas Ridwan belum pulang, lembur katanya. Mau main kesini aja kok pakai tanya sih kamu ini Van, biasanya juga tiba tiba uda nongol depan pintu kok, hemmmm," kataku."Hehehe kan kali ini bertamunya beda. Aku nggak datang sendiri Kak, aku datang sama seseorang, calon suamiku. Boleh kan Kak?" "Calon suami? Pacar maksudmu?" "Nggak Kak. Calon suami. Kami sudah menjalin hubungan serius Kak, dan dia juga ingin melamarku. Mangkanya dia ingin bertemu dengan Kakak dan Mas Ridwan.""Kamu itukan masih kuliah, masih semester dua lho. Kok sudah ingin menikah. Apa nggak ingin nyelesaiin kuliah mu dulu?""Haduh Kak, apa salahnya sih nikah muda, dari pada kebablasan, hehehe.""Iya sih memang benar, tapi kan nikah itu juga nggak hanya sekedar urusan ranjang

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 2

    Sosok laki laki itu sepertinya sangat familiar denganku, namun siapa dia aku benar benar lupa. Rambut gondrong di ikat kebelakang dan berkacamata itu mengingatkanku pada seseorang, Rama. Mungkinkah dia Rama? Mantan kekasihku yang pernah menorehkan luka di hatiku dulu?Ah, mungkin cuma mirip saja. Rama kan rambutnya tidak pernah gondrong, dia selalu memotong cepak rambutnya, dia juga tak pernah memakai kacamata. Dan tak mungkin juga dia masih lajang, bukankah dulu kata Mamanya dia akan di jodohkan dengan anak teman lamanya. Tak mungkin lah pokoknya itu Rama."Kak, kok bengong sih?" kata Vania sambil menepuk pundakku, sontak aku pun kaget."Eh maaf ya. Ayok mari silahkan masuk," kataku mempersilahkan Vania dan laki laki itu masuk."Gita, ini ada Tante Vania datang loh," teriakku memanggil putri kesayanganku yang sedang menonton televisi.Dia memang sangat dekat sekali dengan Vania, maklum sejak Gita lahir, Vania selalu bersamanya. Tak jarang Gita lebih memilih tidur bersama Vania."Tant

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 3

    "Oh seperti itu. Tapi seandainya nanti kamu ketemu lagi dengan mantanmu itu setelah menikah dengan Vania, apakah akan ada acara CLBK? Karena sepertinya kamu masih memendam rasa padanya," tanya suamiku lagi."Hahaha, tidak lah Mas. Aku bukan orang yang suka memungut mantan. Apalagi sekarang dia pasti sudah tua kan, tak mungkin aku berpaling karena sudah ada Vania ini. Jangan khawatirkan masalah itu," katanya."Iya ih. Mas Ridwan ini, ada ada aja deh yang di tanyakan. Kami ini sudah saling cinta. Dan pokoknya, aku ingin secepatnya menikah dengan Mas Adit, titik. Plisss ya Mas, Kak. Kalian sayang padaku kan?," rengek Vania.Entah mengapa ada perasaan tidak srek dalam hatiku merestui pernikahan mereka. Bukan karena aku masih memiliki rasa pada Rama, tapi aku merasa akan banyak hal buruk dibelakang dan Rama sedang memainkan drama untuk mencapai suatu tujuan. Tapi saat melihat Vania merengek seperti itu, aku tak akan tega, dan tak mungkin juga aku menceritakan masa laluku dengan Rama."Aku

Latest chapter

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 68

    Aku pun sebenarnya masih tak menyangka, jika Vania kini telah tiada. Aku tak tahu kenapa dia sampai menjadi gelap mata seperti ini, padahal kemarin-kemarin, dia sudah berusaha bertaubat.Jalan hidup yang di berikan Allah padaku, ternyata tak seperti yang kuinginkan. Sesungguhnya aku ingin sekali untuk ke depannya, bisa berkumpul dengan Ayah dan juga Vania. Namun ternyata, dengan membawa Ayah kembali, justru kemudian Allah mengambil Vania dariku.Pertanyaan dalam hatiku tentang hal apa yang membuat Vania tertekan hingga kemudian nekat memgakhiri hidupnya, masihlah menjadi teka-teki untukku. Namun kali ini aku menjadi ingat dengan seseorang, yang selalu mengancamku dan juga Vania, mungkin atau bahkan pasti, dialah yang telah menekan Vania sedemikian rupa. Sebaiknya aku sekarang meneleponnya, ya dia pasti Mbak Riska, kakak ipar Vania. Dua kali panggilanku tak dihiraukannya, tapi dipercobaan ketiga, akhirnya panggilanku di jawabnya."Assalamualaikum, Mbak Riska," ucapku tenang membuka per

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 67

    Saat aku kembali membuka mata, ku lihat Gita duduk di sampingku dengan sesengukkan."Gita, kenapa nangis Nak?" tanyaku sambil mengusap pucuk kepala putriku itu."Gita takut, Bun..." jawabnya sambil menggenggam tanganku erat."Takut kenapa, Sayang? " tanyaku lagi."Takut Bunda nggak bangun, kayak Tante Vania itu...huhuhu," ucapku.Seketika aku pun langsung bangun dan merengkuh tubuhnya ke dalam pelukanku. Aku tahu, di usianya ini, masihlah sangat berat menyaksikan kejadian Vania tadi. Semoga nanti tak menjadi trauma ke depannya."Bunda, tak akan pergi kemana-mana Sayang. Bunda akan selalu ada di samping Dita. Sekarang mendingan Gita bobok di sini ya, pasti capek kan tadi habis perjalanan jauh?"Aku pun kemudian mengangkatnya dan menidurkannya di sampingku, kucium pucuk rambutnya dan kuelus, agar dia merasa tenang."Gita bobok ya, Bunda temenin di sini. Nanti kalau mau pulang, Bunda bangunin ya...," ucapku sambil tersenyum dan di jawab dengan anggukan kepala olehnya.Beberapa saat kemud

  • Suami Adikku, Mantanku   BAB 66

    "Kenapa nggak langsung ke makam saja? Setelah selesai ziarah baru kira istirahat sebentar di rumah," ucap Ayah."Nggak, Yah. Sebentar saja kita ke rumah. Tak tahu kenapa rasanya aku ingin ke rumah secepatnya," pungkasku, "agak cepat sedikit ya, Yah."Kemudian kami bertiga hanya berdiam saja sementara Gita sudah tidur sejak awal kami berangkat tadi. Hingga akhirnya kami sampai di depan rumah, akupun langsung turun, tak tahu kenapa setelah membuka pintu aku langsung menuju ke kamar Ibu.Namun kamar itu terkunci dari dalam, padahal seluruh kamar yang ada di rumah ini, tak pernah ku kunci. Aku pun meminta Ayah dan Koko untuk mendobraknya. Dua kali terjangan keras kaki Koko, telah mampu membukanya. Pemandangan yang ada di dalam kamar seketika membuatku shock, Vania sudah tergeletak di atas kasur dengan mulut mengeluarkan busa dan darah. Akupun langsung merengkuh tubuh Vania tersebut."Van, bangun Van! Mengapa sampai terjadi semua ini? Cepat bangun Van!" Aku menggoyang goyangkan tubuhnya

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 65

    Sudah tiga hari sejak kepergian Vania dari rumah, tak lagi kudapat kabar darinya. Nomer handphonenya pun sudah tidak aktif. Aku pun jadi bingung harus cari kemana dia. Rama pun begitu, semua teman Vania sudah dihubungi namun tak ada yang tau dimana keberadaannya. Bahkan kemarin, Rama pun sudah melaporkan ke kantor polisi. Vania bagai hilang ditelan bumi begitu saja.Sejak semalam, entah kenapa perasaan hatiku terasa sedih, dan kangen juga rasanya pada almarhumah Ibu, rasanya aku ingi berziarah ke kampung. Semalam pun aku bermimpi, Vania menangis di sebuah tempat lapang seorang diri, dan terlihat pula Ibu dari jauh yang berdiri diam dengan menunjukkan ekspresi kesediha. Aku sangat yakin dia sekarang sedang kesusahan dan ingin menyelesaikan pergolakan batinnya sendiri. Sepulang kerja hari ini, aku dan Gita akan ke kampung halamanku di Kediri, bersama Ayah. Kebetulan Ayah sedang tidak ada pekerjaan, jadi kita bisa berziarah bersama ke makam Ibu."Sis, boleh nggak aku ikut berziarah ke m

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 64

    Pov VaniaKetika rumah tanggaku mulai tenang dan aku sudah fokus hanya pada Rama. Rumah tangga Kak Siska mengalami kehancuran. Mas Ridwan telah menikah secara diam diam dan memiliki seorang putra dari perkawinannya itu. Setelah proses yang alot akhirnya mereka bisa bercerai dan Mas Ridwan masuk penjara. Kurasa itu adalah balasan yang setimpal untuk semua perbuatan jahatnya itu.Kini Alhamdulillah Kak Siska bisa bangkit dan memulai kehidupan baru dengan Gita. Semoga saja selamanya mereka bahagia tanp hadirnya lagi laki laki seperti Mas Ridwan itu.Saat syukuran rumah baru Kak Siska, aku pendarahan. Bukan pendarahan sih tepatnya, namun haid yang sangat berat dan sakit di perut yang amat sangat nyeri. Sebenarnya sudah tiga bulan terakhir aku mengalami ini, namun aku diam saja, takut jika akan membuat khawatir semua orang.Setelah kerumah sakit dan bertemu dengan dokter, dia mengharuskanku melakukan pengangkatan rahim total. Karena memang aku mengalami infeksi rahim yang parah dan fibroi

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 63

    Pov VaniaMalam itu aku tertidur begitu larut, setelah tadi bermain bersama Gita di ruang keluarga, lalu akupun menonton marathon drakor yang kata teman teman kampusku sangat romantis itu. Baru saja beberapa saat tertidur, kurasakan sebuah tangan mengelus kedua paha bagian dalamku, aku pun berjingkat kaget dan segera bangun. Astaghfiruahaladzim ternyata itu Mas Ridwan.Aku pun langsung terduduk, dan berusaha teriak, namun dengan sigap dia membungkam mulutku."Sst jangan teriak!! Atau akan kubunuh kamu!" katanya.Tanganya berusaha masuk kedalam kaos yang kupakai, aku berusaha berontak sambil menangis."Layani aku malam ini, sebagai balas budimu karena hidupmu sudah kubiayai! Ingat jangab teriak atau akan kubunuh Kakak mu itu!!" ancamnya.Demi apapun juga, aku tak akan mau menyerahkan mahkota ku kepadanya. Kemudian aku meronta, dan mencoba menendangnya, dan Alhamdulillah tendangan kerasku kali ini mengenai senjatanya. Sontak dia melepaskanku dan kesakitan. Saat dia kesakitan kudorong t

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 62

    "Kak, masih disana kan? Kok diam saja? Dia akhir akhir ini sering keluar, dan seperti menjauhiku." katanya."Ehmm, sudah dua minggu ini, aku tak pernah berhubungan dengan dia. Beberapa kali aku coba telepon, tapi tak pernah di angkatnya." kataku."Berarti dia tak bersama Kak Siska gitu?" tanyanya."Iya, Ram." kataku."Astaghfirullahaladzim. Lalu kira kira dia kemana ya Kak?" kata Rama cemas."Coba hubungi temannya, atau datangi ketempat temannya. Aku akan mencoba menghubungi nomernya. Apa kamu sudah coba menghunbunginya?" kataku tak kalah cemas."Dari kemarin nomernya tak bisa dihubungi, Kak. Tapi sekarang akan kucoba lagi, tolong Kak Siska juga." "Oke, pasti aku bantu. Apa kalian habis bertengkar?" tanyaku."Tidak, Kak. Tapi semingguan ini, dia seperti menjauhiku dan lebih banyak diam.""Baiklah kalau begitu, aku akan coba menghubungi Vania sekarang. Jangan lupa kabari aku jika dia sudah pulang, atau jika sudah ada kabar darinyaa. Wassallamuaikum."Tanpa menunggu jawaban dari Rama,

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 61

    Novi langsung pergi, sepertinya dia marah sekali mendengar apa yang baru dikatakan Koko barusan. Aku pun duduk di teras. Menoleh ternyata Gita belum juga siap. Alhamdulillah kalau dia tak tahu insiden yang baru saja terjadi."Kamu nggak apa apa kan, Sis?" kata Koko yang duduk disampingku."Nggak lah. Aku sudah biasa menghadapi keadaan seperti ini kok. Makasih ya sudah datang. Eh ngomong ngomong kamu tadi kapan sih datangnya?" kataku sambil mencoba tersenyum, meski hatiku sebenarnya terasa sedikit sesak."Kamu sih keasyikan tadi, sampai tak tahu aku memarkir sepeda disebelahmu." katanya sambil tersenyum."Hahaha iya bener kamu. Kok kamu tahu sih kalau aku akan bersepeda pagi ini?" tanyaku lagi."Feeling calon suami, hehehhe." katanya."Bunda, yuk aku sudah siap. Eh, ada Om Koko, jadi rame nih. Yuk berangkat, nanti maem bareng bareng ya." kata Gita yang baru keluar dari rumah."Yuk berangkat sekarang." kata Koko."Maaf ya, Bun. Tadi aku sakir perut jadi BAB dulu deh." kata Gita sambil

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 60

    [Assalamualaikum, Nak. Maaf ya, hari ini Ayah belum bisa menemui adikmu itu. Ada sedikit keperluan di luar kota, kebetulan teman lama Ayah ada yang mengajak investasi proyek, jadi harus meninjau lokasinya. Nggak apa apa kan?]Isi chat dari Ayah, di hari minggu itu. Tak apalah toh masih banyak hari yang lain. Kebetulan aku juga belum bicara pada Vania tentang hal itu.[Waalaikumsalam. Iya nggak apa apa kok Yah. Bisa lain waktu. Hati hati ya Yah. ]Aku yang baru saja selesai melaksanakan shalat subuh pun, akhirnya membangunkan Gita dan mengajaknya bersepeda. "Asyikk, nanti kita beli soto daging Cak Kandar ya Bun." katanya."Boleh Sayang. Sudah sana sekarang shalat dulu, Bunda tunggu di depan ya." kataku.Aku pun menuju garasi mengeluarkan sepeda kamu berdua, sambil menunggu Gita akupun mengelap sepeda sepeda itu. Tiba tiba sebuah motor matic berhenti di depan gerbang rumahku. Seorang perempuan berambut merah turun, meski keadaan masih sedikit gelap, aku sangat tahu bahwa itu adalah No

DMCA.com Protection Status