Share

SA - Bab 24

Penulis: Sinda
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-03 18:17:58

Kata Ibu, dia ketahuan oleh Inara menangis di kamar. Sayangnya, Inara juga mendengar saat Ibu meratap pada foto Ayah soal aku yang bukan anak kandung. Tersudut, Ibu akhirnya menceritakan soal asal usulku.

Ditambah ... tentang kehamilan ini. Namun, pada Inara Ibu berkata aku enggak memberitahu siapa bapak anakku. Meski sedih, meski merasa disudutkan sendiri, aku tetap sedikit lega.

Biar saja hanya aibku yang dipertontonkan pada Inara. Jangan borok suaminya, atau kalau enggak, perempuan itu akan mati berdiri.

Beberapa hari setelah kedatangan Inara, hidupku cukup tenang. Enggak diganggu Ibu dan ... Gatan benar-benar enggak pernah muncul lagi.

Sebenarnya, aku senang karena bisa sendirian. Namun, kadang-kadang ada rasa sedih yang begitu besar. Saat malam datang dan aku cuma sendiri di rumah, gelisah dan kecewa itu datang.

Aku gelisah memikirkan masa depan kami. Aku dan anakku. Apa sungguh aku siap menjadi orang tua? Ini yang pertama, pun aku harus menjalaninya sendirian.

Dilihat ke belakan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
yenyen
heran deh sama ibu nya anes dia yang salah tapi nyalahin janin. Geblek emang
goodnovel comment avatar
Claresta Ayu
kasihan Anes selalu di salahkan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Suami Adikku, Ayah Anakku   SA - Bab 25

    Ini bukan pertama kali aku melihat Inara harus terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan selang oksigen dan jarum infus tertancap di tangan. Sejak kecil dia memang sering keluar-masuk rumah sakit. Namun, kali ini untuk pertama kalinya aku enggak bisa menahan tangis melihat itu.Dulu, aku kerap merasa disalahkan Ibu karena sakit yang Inara derita. Bertahun-tahun aku menyangkal itu, tetapi malam ini aku mengaku kalau akulah yang membuat anak bungsu ibuku itu jatuh sakit seperti sekarang.Aku masuk bersama Gatan. Berusaha enggak menatap wajah Inara, aku mendengar perempuan itu terisak ketika aku duduk di samping ranjangnya.Kepalaku tertunduk, lidah ini kelu. Di depanku, di sisi kanan Inara, Gatan juga belum bersuara. Sementara Inara yang terbaring di tengah kami masih tersedu-sedu.Semenit di sana rasanya seperti seribu tahun di kurung ruang pengap. Aku kesusahan bernapas. Ingin sekali lari, tetapi rasa bersalah menahan kakiku untuk tetap tinggal. Setidaknya, hanya ini yang bisa kub

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-03
  • Suami Adikku, Ayah Anakku   SA - Bab 26

    Baru tiba di rumah, aku langsung merebahkan tubuh ke sofa. Bersandar, aku menghela napas beberapa kali. Di luar cuaca enggak begitu terik, tetapi tetap saja aku lelah setelah beberapa jam menghabiskan waktu di mal bersama Rahisa.Demi merayakan tempat tinggal baru, karena akhirnya aku pindah lagi, sekalian memenuhi wishlist yang keempat, aku dan Rahisa pergi belanja seharian ini.Foya-foya dengan uang orang lain adalah keinginanku yang tercantum di daftar. Dan Rahisa membantu mewujudkan itu. Rahi meminta salah satu kartu Pak Naja dan dengan enteng kekasihnya yang kaya raya itu memberikan.Jadilah kami berkeliling mal hari ini. Aku membeli semua hal yang kuinginkan, meski belum tentu membutuhkannya nanti. Kami pulang dengan banyak tas belanjaan, tetapi bukannya senang, aku malah merasa biasa saja. Entah kenapa perasaan senang saat membayangkan akan bisa melakukan ini hilang enggak bersisa."Kok, bisa, ya, kamu enggak senang?" Pertanyaan itu aku dengar habis meneguk air yang Rahi ambilk

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-04
  • Suami Adikku, Ayah Anakku   SA - Bab 27

    Langkahku ragu bergerak masuk ke ruangan itu. Semua kelengkapan yang terpasang di tubuh menambah kesan menakutkan. Aku tahu tutup kepala dan baju ini demi menjaga ruangan tempat Inara dirawat agar selalu bersih. Namun, tetap saja malah menambah rasa takut.Selain alat-alat medis, aku menemukan Gatan di ruangan itu. Si lelaki terduduk sembari memegangi tangan istrinya. Dia sama sekali enggak melirik aku.Inara ternyata enggak tidur. Dia menoleh ketika aku duduk. Segaris senyum terbit di wajahnya yang pucat.Dia hanya menatapi selama beberapa menit, kemudian mulai bicara. Suaranya sedikit teredam karena ada masker oksigen yang terpasang."Maaf karena dulu aku egois. Aku hanya mementingkan diriku dan lupa sama perasaan Kakak."Inara tampak kesulitan menarik napas. Aku ingin menyuruhnya untuk diam saja, tetapi urung karena melihat dia sungguh berusaha."Menikahlah dengan Gatan setelah aku enggak ada nanti."Mataku langsung berair. Aku menggeleng penuh permohonan padanya."Aku enggak mau k

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-04
  • Suami Adikku, Ayah Anakku   SA - Bab 28

    Tiga Bulan Kemudian Aku meringis ketika mencoba untuk duduk, setelah membuat posisi tubuh berbaring miring. Hasilnya masih sama dengan dua hari lalu, luka bekas operasi di perut rasanya seperti terkoyak. Menyerah, aku meminta perawat untuk mengambil Damar dari box bayi dan dibawakan ke sini.Anakku sudah lahir dua hari lalu, lewat operasi, karena persalinan normal bukan pilihan tepat saat tekanan darahku tinggi.Dia laki-laki. Tampan sekali, sesuai perkiraan. Semua bagian di wajahnya meniru bapaknya. Kuberi dia nama Damar. Singkat, enak didengar dan ternyata artinya bagus. "Mulai dibiasakan untuk bangkit dari ranjang sendiri, ya, Buk." Perawat itu menaruh Damar di samping aku yang berbaring.Sudah waktunya Damar minum. Dia sudah merengek-rengek kecil sejak tadi. Daripada harus menunggu lama hingga aku bisa duduk, lebih baik dia yang dibawa ke ranjang.Pada perawat yang bicara tadi, aku mengangguk saja. Sejak kemarin, dia memang terus-terusan mengingatkan untuk sesegera mungkin bisa

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-04
  • Suami Adikku, Ayah Anakku   SA - Bab 29

    Ibu benar-benar enggak sudi membiarkanku hidup tenang. Kurasa, beliau memang menyimpan dendam padaku karena suaminya lebih sayang padaku. Pun, dendam itu bertambah jadi berkali-kali lipat, karena apa yang sudah terjadi pada Inara.Dari Gatan aku mendengar sesuatu yang mengerikan. Katanya, Ibu akan mengambil anakku. Damar akan dirawat oleh Ibuku, nenek yang dulu sama sekali enggak menginginkannya ada.Meski sudah kucoba menahan diri, berpikir waras dengan semua sisa akal sehat yang ada, tetap saja kemarahan merebak di dada. Enggak bisa menyalurkannya dengan teriak-teriak, air mataku tumpah.Aku menatap Gatan tajam, seolah apa yang ia katakan tadi bukan dari Ibu, melainkan juga niat buruk dia."Bukannya kalian enggak suka sama kami?"Gatan membisu."Aku udah berusaha pergi sejauh mungkin dari kalian, biar kalian enggak malu atau susah. Terus, kenapa sekarang anak aku mau diambil?"Menjauhkan punggung dari sandaran sofa, Gatan menumpu kedua tangan masing-masing di paha."Kamu lebih tahu

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-04
  • Suami Adikku, Ayah Anakku   SA - Bab 30

    Adanya suster Amira benar-benar membantu. Dia pandai dalam segala hal seperti, mengingatkan untuk memberi minum Damar, mengajari, membantu memandikan Damar dan menjagai Damar kalau aku ketiduran. Seminggu dia di sini, aku benar-benar suka.Bahkan, dia mau membantu melakukan hal-hal yang bukan ranahnya. Misalnya seperti sekarang. Sejak pagi Damar rewel. Enggak mau diletakkan di kasur atau box bayi. Alhasil, aku harus menggendongnya seharian, dan Amira berbaik hati membuatkan teh untuk aku minum.Sebenarnya enggak keberatan dimintai gendong terus, tetapi punggung kadang enggak bisa diajak kompromi. Pegal juga berlama-lama berdiri atau duduk."Kenapa, sih, Damar agak rewel hari ini?" Aku bertanya sembari menyusui bayi itu. Kuusap-usap pipi dan kepalanya pelan.Anak itu enggak menjawab, tetapi matanya enggak berpindah dariku. Kami bertatapan lumayan lama, kemudian aku tersenyum lebar. Aku menunduk untuk bisa mengecupi wajahnya."Mimik yang banyak, biar Damar cepat besar. Nanti, kalau ud

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-04
  • Suami Adikku, Ayah Anakku   SA - Bab 31

    Sebenarnya, aku enggan diajak ke sini. Menurutku, kalau pun harus segera memberitahu Ibu soal rencana pernikahan kami, bisa dilakukan lewat kirim pesan atau telepon. Namun, Gatan bersikeras agar kami datang ke rumah Ibu.Awalnya sudah enggak setuju, ketika menginjak lantai teras perasaanku jadi makin enggak enak. Aku teringat kejadian empat bulan lalu. Saat rumah ini ramai oleh pelayat dan sebuah bendera kecil warna merah terpasang di salah satu tiangnya.Dada terasa kebas saat mengingat bagaimana Ibu menuduh aku sebagai penyebab Inara meninggal. Langkahku berhenti di ambang pintu masuk. Beberapa kali aku menggeleng dan menarik napas untuk mencari ketenangan.Entah sejak kapan, datang ke sini seperti datang ke tempat pengadilan. Aku takut semua kesalahanku dibeberkan ulang di sini, kemudian aku diberi hukuman."Kenapa?"Pertanyaan dan suara Gatan membawaku ke masa sekarang. Aku menggeleng pelan padanya. Kutelan ludah hati-hati, kemudian mantap melanjutkan langkah.Kami dipersilakan du

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-05
  • Suami Adikku, Ayah Anakku   SA - Bab 32

    Aku sedang memangku Damar seraya mengajak dia mengobrol, saat Rahisa datang. Perempuan itu muncul bersama Naja, menyapa dengan suara riang, lalu tiba-tiba menangis sambil memelukku."Aku rindu. Kalau bukan demi melancarkan rencana Gatan, aku enggak akan nunggu sampai selama ini."Aku enggak paham yang dia ceritakan. Lebih-lebih setelah Rahisa mengambil alih Damar dari pangkuanku, kemudian heboh sendiri."Astaga, Nak. Kenapa makin manis banget kamu ini? Damar enggak lupa Mama, 'kan?" Satu tangannya menaruh tangan Damar di pipi. "Mama. Aku Mamanya kamu, teman Ibunya kamu."Damar cuma senyum. Aku senang anak itu enggak menangis karena tingkah heboh Rahisa. Rahisa ini entah mau melakukan apa. Sebentar ia sentuhkan tangan kecil Damar ke pipi. Setelahnya, ia ciumi si bayi. Habis itu, pura-pura mau memakan jari Damar."Mama makan tanganmu, ya? Iya? Ih, senyum." Rahisa melirik ke sini dengan mata besar dan berbinar. "Anakmu pinter banget, Nes. Udah bisa senyum! Ih, giginya belum ada.""Waktu

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-05

Bab terbaru

  • Suami Adikku, Ayah Anakku   SA - Bab 39

    Gatan itu penipu. Katanya lembur, banyak pekerjaan, tidur di kantor. Mana ada! Lelaki itu menginap di hotel. Aku sudah ke kantornya tadi. Enggak tahan menunggu terus, aku berniat menjemput, menyeretnya pulang. Namun, karena enggak menemukan dia di kantor, aku menelepon. Dia pun memberi alamat hotel, dan di sinilah aku sekarang. Pria itu agaknya sudah tidur. Saat membukakan pintu tadi, rambutnya berantakan, pun mukanya bengkak. Dasar kurang ajar. Selepas dipersilakan masuk, aku langsung memukul dadanya. "Kamu bisa tidur enak-enak, sementara aku dan Damar kecarian?!" Lelaki itu menggaruk kepala. Dia terduduk di tepian ranjang dengan kepala tertunduk. "Kamu kira ngurus rumah dan Damar itu enggak susah, hah? Kamu sendiri yang bilang mau bantuin. Tapi, apa? Kamu nipu! Bilangnya mau kerja, malah tidur di hotel! Enggak sekalian kamu bawa perempuan kemari?!" Dia melirik dengan sorot dongkol di mata. "Rencananya besok," sahut pria itu enteng. Mendengar itu, aku langsung memukul kepalan

  • Suami Adikku, Ayah Anakku   SA - Bab 38

    Gatan benar-benar ingin mengakhiri pernikahan kami. Seminggu lebih pria itu enggak pulang. Aku sampai-sampai harus meminta Rahisa datang untuk menemani aku dan Damar di rumah. Sedari Rahisa datang, aku langsung menangis dan menceritakan apa yang terjadi. Perasaanku campur aduk. Aku marah, kesal karena Gatan terlalu menganggap serius perkataanku kemarin sampai-sampai merajuk dan enggak pulang. Belum lagi, sejak kemarin sore Damar demam. Anak itu terus memanggil-manggil ayahnya. Sepertinya dia juga rindu dengan lelaki itu. Dasar pria kurang ajar! Setelah membuat kami terbiasa dengan kehadirannya, sekarang malah tiba-tiba pergi. "Aku harus apa, Rahi?" tanyaku pada Rahisa yang sejak tadi menggendong Damar. "Apa lagi? Ya minta dia balik." Damar di gendongan Rahisa mulai merengek lagi. Papak, katanya seraya menangis. Rahisa menengokku dengan ekspresi kecut. "Jemput sana. Anakku kasihan nangis begini." Air mataku tumpah lagi. "Kalau dia anakmu, kamulah yang jemput bapaknya!" Rahisa

  • Suami Adikku, Ayah Anakku   SA - Bab 37

    "Kenapa, sih, harus sampai mutusin hubungan begitu?" Gatan menyuarakan protesnya usai kami makan dan duduk di ruang tamu. Saat makan tadi, aku mengutarakan keinginan. Aku enggak mau Ibu datang atau Gatan mengajak kami bertandang ke rumah Ibu sampai batas waktu yang belum ditentukan. Hal ini aku lakukan untuk melindungi anakku. Melihat bagaimana Ibu tega menyalahkan Damar seperti siang kemarin, tekadku untuk menjauhkan kami dari Ibu makin besar. Aku enggak mau mengambil risiko Damar akan mengalami apa yang pernah aku rasakan. "Mutusin hubungan gimana?" bantahku dengan nada suara sewot. "Aku cuma bilang, untuk sementara, Ibu enggak boleh datang dan aku menolak diajak berkunjung." "Tapi kan Ibu itu satu-satunya orang tua kita, Anes." Gatan masih berusaha membujuk. Mendengar itu, aku menghela napas. Kutatap dia putus asa. Aku yakin, dia masih bisa bicara begini karena enggak pernah merasakan apa yang aku alami. "Kamu tahu?" mulaiku. "Kemarin siang, Ibu datang cuma untuk menyalahkan

  • Suami Adikku, Ayah Anakku   SA - Bab 36

    Aku pulang habis membeli sayur di pedagang keliling dengan wajah ditekuk. Enggak langsung ke dapur, aku menghempas bokong di sofa ruang tamu. Gatan dan Damar sedang bermain di sana. "Kenapa, Nes?" Pria yang duduk di karpet itu mungkin sadar kalau sejak tadi aku berusaha mengatur napas. "Memang, ya. Kita itu enggak bisa jujur-jujur benget sama orang lain!" ucapku berapi -api. "Bukannya untung, malah buntung. Tahu gini, mending aku nipu aja sekalian!" Aku menumpahkan rasa kesal. Gatan menajamkan mata sesaat. Pria itu menengok Damar yang kembali asyik dengan mainan usai melirik padaku sebentar. Aku berdeham, menyesal sudah menaikkan nada suara. Habis, bagaimana? Aku kesal!"Memang ada apa?" Aku menoleh pada Gatan yang tengah mengangsurkan mobil-mobilan pada Damar. "Kamu tahu tetangga sebelah?" "Sebelah mana? Kiri? Kanan? Apa kanan kiri?" Dia malah merespon dengan candaan, aku mencubit lengannya. Pria itu hanya meringis. Tetap menjaga agar keadaan nyaman untuk si bayi yang sibuk me

  • Suami Adikku, Ayah Anakku   SA - Bab 35

    Semenjak melahirkan, aku memang sudah jarang datang ke kolam ikan. Semua pekerjaan aku limpahkan ke Pak Sardi. Meski sering mengeluh enggak sanggup terus-terusan mengurusi semua sendiri, Pak Sardi sangat bertanggungjawab. Namun, tetap saja rasanya sedih karena enggak bisa mengurusi usaha kecilku itu secara langsung. Bagaimana juga aku bisa kembali mengurusi kolam ikan secara langsung? Pagi-pagi, aku sudah harus bangun untuk membuat sarapan. Mencuci piring dan kain. Menyapu dan mengepel. Memandikan Damar, menemaninya bermain, membawanya jalan-jalan ke luar di pagi atau sore hari. Kemudian begitu lagi di malam hari. Bukan aku banyak mengeluh. Namun, kadang bosan membuat sulit untuk melapangkan sabar. Akhirnya, aku beberapa kali menangis seperti kemarin dini hari, hanya karena enggak mampu membuat Damar yang terbangun kembali tidur. Pagi ini pun, aku membuat kesalahan. Aku bangun pukul tujuh. Harusnya di jam segini aku sudah mandi dan membangunkan Damar. Sambil bersungut-sungut, aku

  • Suami Adikku, Ayah Anakku   SA - Bab 34

    Memang, kesadaran diri itu adalah sesuatu yang penting. Tahu diri itu harus. Kalau enggak, maka akan jadi seperti aku. Dari awal, aku sudah menanamkan pada diri. Walaupun menikah dengan Gatan, laki-laki yang pernah kucinta, pun masih tetap menjadi yang paling berarti sampai sekarang, aku tak boleh terlampau bahagia. Sebab sejatinya pernikahan ini bukan untuk menyenangkan aku, melainkan demi mempertahankan Damar agar tidak diambil Ibu. Namun, lihatlah apa yang kini aku rasakan. Bisa-bisanya aku sedih, menangis tersedu-sedu, terisak parah cuma karena membayangkan apa yang terjadi sejak pagi, hingga sore tadi. Aku tidak tahu diri. Sejak awal sok menentang pernikahan, tetapi nyatanya aku merasa sedih sebab tak bisa mengundang banyak orang di pernikahan ini. Acara tadi pagi cuma dihadiri sepupunya Gatan, Rahisa, Pak Naja dan Ibu. Sudah tak mengundang banyak orang, sebagai acara resepsi kami hanya makan bersama. Makan sederhana di rumah baru yang kata Gatan akan jadi tempat tinggal kami

  • Suami Adikku, Ayah Anakku   SA - Bab 33

    "Anes, Damar makan jarinya sendiri!"Pada Gatan yang memberitahu dengan wajah terkejut, aku cuma bisa menghela napas. Kutaruh handuk di keranjang kotor, kemudian berjalan ke ranjang. Aku duduk di tepian, menatap ke arah Damar yang melempar kedipan lugu seraya menghisap ibu jari."Anak bayi ngisep ibu jari itu biasa," terangku sembari tersenyum pada Damar.Bayi itu balas tersenyum, kemudian menengok pada ayahnya yang kembali berusaha memasangkan popok.Sore ini Gatan singgah sepulang bekerja. Padahal, aku sudah beritahu kalau anaknya baik-baik saja. Pun, sudah berbaik hati mengirimi pesan gambar. Namun, dasarnya lelaki itu keras kepala, dia tetap datang."Nes, kenapa dia lihatin bajuku terus, ya?"Gatan menoleh dengan ekspresi cemas. Pria itu membaui ketiaknya, mengusapi bagian depan kaus hijaunya, kemudian menatap padaku lagi."Anes?"Aku berdecak. "Itu karena warna kausnya cerah. Bayi memang gitu, tertarik sama warna yang cerah-cerah," jelasku lagi sembari menyisir rambut yang seteng

  • Suami Adikku, Ayah Anakku   SA - Bab 32

    Aku sedang memangku Damar seraya mengajak dia mengobrol, saat Rahisa datang. Perempuan itu muncul bersama Naja, menyapa dengan suara riang, lalu tiba-tiba menangis sambil memelukku."Aku rindu. Kalau bukan demi melancarkan rencana Gatan, aku enggak akan nunggu sampai selama ini."Aku enggak paham yang dia ceritakan. Lebih-lebih setelah Rahisa mengambil alih Damar dari pangkuanku, kemudian heboh sendiri."Astaga, Nak. Kenapa makin manis banget kamu ini? Damar enggak lupa Mama, 'kan?" Satu tangannya menaruh tangan Damar di pipi. "Mama. Aku Mamanya kamu, teman Ibunya kamu."Damar cuma senyum. Aku senang anak itu enggak menangis karena tingkah heboh Rahisa. Rahisa ini entah mau melakukan apa. Sebentar ia sentuhkan tangan kecil Damar ke pipi. Setelahnya, ia ciumi si bayi. Habis itu, pura-pura mau memakan jari Damar."Mama makan tanganmu, ya? Iya? Ih, senyum." Rahisa melirik ke sini dengan mata besar dan berbinar. "Anakmu pinter banget, Nes. Udah bisa senyum! Ih, giginya belum ada.""Waktu

  • Suami Adikku, Ayah Anakku   SA - Bab 31

    Sebenarnya, aku enggan diajak ke sini. Menurutku, kalau pun harus segera memberitahu Ibu soal rencana pernikahan kami, bisa dilakukan lewat kirim pesan atau telepon. Namun, Gatan bersikeras agar kami datang ke rumah Ibu.Awalnya sudah enggak setuju, ketika menginjak lantai teras perasaanku jadi makin enggak enak. Aku teringat kejadian empat bulan lalu. Saat rumah ini ramai oleh pelayat dan sebuah bendera kecil warna merah terpasang di salah satu tiangnya.Dada terasa kebas saat mengingat bagaimana Ibu menuduh aku sebagai penyebab Inara meninggal. Langkahku berhenti di ambang pintu masuk. Beberapa kali aku menggeleng dan menarik napas untuk mencari ketenangan.Entah sejak kapan, datang ke sini seperti datang ke tempat pengadilan. Aku takut semua kesalahanku dibeberkan ulang di sini, kemudian aku diberi hukuman."Kenapa?"Pertanyaan dan suara Gatan membawaku ke masa sekarang. Aku menggeleng pelan padanya. Kutelan ludah hati-hati, kemudian mantap melanjutkan langkah.Kami dipersilakan du

DMCA.com Protection Status