Sepanjang Vier berhubungan dengan Hara beberapa tahun ini, kata maaf adalah ‘barang mahal’ bagi Hara. Meskipun dia pernah mengatakannya kepada Vier saat melakukan sesuatu hal yang salah, tapi dia tidak sungguh-sungguh meminta maaf. Tapi hari ini, Vier bisa melihat pada tatapan Hara jika penyesalah perempuan itu tidak bisa ditutupi. Sepanjang Vier duduk dan berhadapan dengan Hara beberapa menit yang lalu, perubahan Hara bisa dia rasakan. “Aku tidak membencimu, Hara.” Jawaban yang dilontarkan oleh Vier memberikan sedikit ketenangan di dalam diri Hara. Perempuan itu tersenyum dan itu tampak lebih baik.Keheningan menyelubungi keduanya. Baik Vier yang tadinya ingin berbicara tentang hubungan mereka yang seharusnya berakhir atau Hara yang pernah memiliki pikiran yang sama, kini sama-sama tak bisa mengatakan sesuatu. Bahkan sampai orang tua Hara datang, mereka berdua tidak mengatakan apa pun. “Berani sekali kamu datang ke sini setelah menghilang dan membuat Hara kelabakan karena mengkha
Beberapa bulan yang lalu ketika berita tentang seorang pengusaha perempuan yang menikah dengan kekasih orang lain dan pernikahan itu adalah sebuah pernikahan kontrak, tentu saja banyak yang membicarakan masalah tersebut. Kaila pasti juga sudah tahu. Atau teman-teman barunya di Sky Blue. Tapi mereka memilih diam dan tidak pernah membahas dengan Vier. Sekarang, secara kebetulan, Kaila bertanya tentang Violet dan itu menimbulkan sedikit keanehan di dalam hati Vier. Namun, tidak ada yang perlu disembunyikan.“Benar. Dia adalah Violet.” Vier berterus terang. “Jadi, kamu adalah mantan suami Violet?” Saat berita itu menyebar, video yang unggah oleh Briana tidak memperlihatkan wajah Vier dan Violet. Tapi banyak dari mereka tentu sedikitnya tahu bagaimana Violet. Seorang pimpinan yang begitu cantik dan mempesona. Violet yang terkenal dengan sikapnya yang dingin itu sudah merebak di antara pengusaha-pengusaha yang lain. Bagaimanapun keadaannya, dia sangat sulit untuk tersenyum kepada orang l
“Sekarang kita adalah teman, Hara. Jadi, kalau kamu merasa membutuhkan bantuanku, maka datang saja. Dan tentu saja itu juga berlaku saat aku belum memiliki pasangan.” Lagi dan lagi kesepakatan itu akhirnya terjadi. Dua orang yang dulunya sepasang kekasih, lalu menjadi sepasang suami istri, lalu sekarang bercerai dan menjadi sepasang teman, itu terdengar menggelikan dan tidak masuk akal. Tapi itulah yang telah terjadi antara Vier dan Hara. Perjalanan mereka cukup panjang dan penuh dengan banyak hal yang terjadi dalam hubungan mereka.Tawa, bahagia, dan pertengkaran menjadi bumbu penyedap dari hubungan yang mereka jalin. Jika sekarang mereka tidak bisa berdamai dengan diri mereka sendiri, maka semua hal ini tidak akan pernah terjadi. Mantan akan menjadi musuh. Seperti itulah kira-kira. “Aku nggak tahu kalau hatiku bisa senyaman ini sekarang.” Mereka sudah pergi meninggalkan restoran dan akan pulang. Vier akan mengantarkan Hara pulang sebelum dia kembali ke rumahnya. “Ternyata, melep
Violet tidak menduga kalau Candy akan memanggil Vier secara bar-bar sehingga beberapa orang di sekitar mereka menatapnya. “Vier!” tadinya dia hanya mengatakan seperti dia bertanya tentang keberadaan lelaki itu. Tapi sekarang dia benar-benar memanggilnya dengan suara keras. Bukan hanya Vier yang menoleh, tapi juga orang yang bersama dengan lelaki itu. Vier mendekat dan tersenyum dengan Candy. Jantungnya terasa berdetak tak karuan ketika dia melihat punggung seseorang yang sangat dikenalnya. “Hai!” Vier mendekat, tapi dia berdiri di samping meja.Tatapan Vier dan Violet beradu. Violet mengangguk dan Vier memberikan senyum kecil. Karena Vier tidak sendiri, maka Kaila yang bersama dengannya mengikuti Vier. Candy mengernyit saat melihat perempuan itu. Tatapannya mengarah pada Violet, kemudian Vier, dan kembali pada Kaila. “Raka nggak gabung?” Karena tiba-tiba suasana menjadi sedikit canggung, maka Vier segera bertanya. “Enggak. Sibuk banget dia. Lalu, kamu ada kerjaan di sini?” Biarka
Vier melihat Kaila duduk di sudut kafe dengan secangkir minuman di depannya. Lelaki itu lantas mendekat. Kaila menyadari keberadaan Vier dan dia segera tersenyum lembut. “Kamu sudah datang.”“Maaf kalau Ibu menunggu lama.” Karena mal sepagi itu belum buka, maka mereka harus bertemu di tempat tak jauh dari mal tersebut sebelum nanti melanjutkan jalan-jalan. Itu adalah ide dari Kaila. “Tidak masalah. Saya yang lebih cepat tadi. Kamu mau pesan?” Vier bahkan belum menyetujui saat Kaila sudah memanggil pelayan. Vier memesan cappuccino dan minuman itu datang tak lama setelahnya. Vier menatap sekeliling melihat kafe tersebut tidak begitu banyak pengunjung. Mungkin Kaila memang memilih tempat itu karena ingin mengatakan sesuatu yang benar-benar penting. “Jadi, apa yang ingin Ibu diskusikan dengan saya?” Tidak nyaman rasanya ketika mereka hanya diliputi keheningan. Baik Kaila yang menjadi pihak merencanakan pertemuan atau Vier yang menjadi pihak penerima, keduanya hanya sibuk dengan pikira
Hubungan antara Vier dan ibunya memang belum sepenuhnya membaik. Terlebih lagi ketika Hara mengatakan kepada ibu Vier jika dia akan mengakhiri rumah tangganya bersama dengan Vier. Padahal, Hara sudah menjelaskan jika hubungannya dengan Vier baik-baik saja dan mereka bahkan berteman baik, tapi perempuan itu tidak peduli dan masih menyalahkan Vier. Tentu saja kekecewaan yang dirasakan semakin melambung tinggi. “Keinginan Ibu itu nggak muluk, Vier. Kamu menikah dengan Hara dan segera memiliki anak. Kalian hidup bahagia dan dengan begitu, ketika Ibu meninggal nanti dan bertemu dengan bapakmu, Ibu tidak merasa gagal.” “Ibu yakin pernikahan itu akan bahagia ketika tidak ada apa pun yang aku rasakan dengan Hara? Kami sudah sepakat untuk berpisah dengan baik-baik dan Hara sudah merelakan aku pergi, Bu.” “Dia sebenarnya terpaksa melakukannya. Bagaimana bisa ketika dia mencintai seseorang akan dengan mudah melepaskannya?”“Karena dia tahu dia akan lebih bahagia ketika dia melepaskan aku.” Vi
Vier tentu saja tidak bisa tetap bertahan di Sky Blue dan mengabaikan permintaan Rizal. Maka Kaila harus mengalah dan melepaskan Vier. Melepaskan karyawan hebat dan sekaligus laki-laki yang dicintai. Meskipun itu berat, tapi tidak ada pilihan lain. Bahkan setelah kepergian Vier dari perusahaannya, Kaila merasa hampa.Hal itu berbeda di VL. Semua karyawan dihebohkan atas kedatangan Vier yang tiba-tiba. Mereka tidak tahu pasti berapa lama Vier pergi dari perusahaan, tapi mungkin itu hampir satu tahun. Dan sekarang, dia kembali. Dia kembali setelah perceraian dengan bos VL. Untuk sebagian orang, seharusnya hal itu sangat memalukan. Bahkan cibiran demi cibiran terlontar begitu saja.“Rasanya akan menjadi hal yang kurang menyenangkan saat saya berada di sini, Pak.” Ini adalah hari pertamanya dan dia harus mendapatkan tatapan-tatapan aneh dari karyawan lain meskipun mereka tidak bisa mengeluarkan ‘tuduhannya’ secara langsung kepada Vier. “Hal ini pasti akan terjadi. Tapi itu tidak perlu k
Violet mendesah lega setelah dia merasa kenyang. Dia berpikir Vier akan mengabaikan perutnya yang kosong karena pagi-pagi sekali sudah diculik oleh lelaki itu. Tapi ternyata saat di perjalanan, mereka berhenti di sebuah kedai yang cukup ramai dan menu yang disajikan juga sangat menggugah selera. Namun seperti biasanya, mereka tetap memilih menu yang cukup bersahabat untuk perut mereka di pagi hari. Bubur ayam. “Abang tahu dari mana tempat ini?” Mereka sudah sampai di tempat tujuan dan Violet merasa takjub. Tempat itu indah dengan pohon-pohon tinggi yang mengelilingi. “Saat itu waktu di Sky Blue, ada teman-teman yang membicarakan tentang tempat ini. Ada salah satu dari mereka yang nunjukin fotonya dan aku rasa itu tempat yang indah. Dan ternyata benar.” “Abang pertama kali datang?” “Ya.” Violet di antara terlalu sibuk atau terlalu malas untuk jalan-jalan. Saat weekend dia hanya menghabiskan waktunya membaca buku dan tetap di rumah. Tidak ada keinginan untuk pergi atau bersenang
“Eve … Everest, lihat Bunda, Nak. Ya betul.” Melody terkadang bertepuk tangan untuk menarik perhatian Eve, bocah itu tertawa, lalu seorang fotografer melakukan tugasnya. Mengambil gambar dengan berkali-kali jepretan dan sesekali berpindah tempat untuk mengambil angle yang pas. Ini bukan pertama kalinya Eve melakukan pemotretan. Saat dia masih berusia satu bulan, Sagara sendiri yang menjadi fotografernya. Karena hari ini Sagara sibuk, jadi dia tak bisa lagi menjadi fotografer dadakan untuk si kecil Eve. Samudra yang melihat gambar dari laptop yang sudah terhubung dengan kamera, tersenyum gemas. “Assalamu alaikum.” Semesta masuk dengan membawa banyak makanan. “Ih, lucunya,” ucapnya saat menatap bocah kecil yang berada di atas sofa dengan gaun princess. Di kepalanya dipakaikan mahkota yang terbuat dari ranting pohon beserta bunga dan daunnya. “Udah dapat berapa gaun, Kak?” tanyanya pada Melody. “Ini yang terakhir. Setelah kami bertiga berfoto, lalu kita sekeluarga. Sagara ke man
Melody keluar dari mobil dengan pelan kemudian berjalan dengan pelan menuju rumah barunya. Dia tentu sudah tahu rumah besar itu saat masih ada beberapa tempat yang perlu diperbaiki. Saat masuk ke dalam lewat pintu samping, dia segera disuguhkan ruang keluarga yang luas dengan sofa besar hijau matcha berada di tengah ruangan. Samudra tak main-main saat membeli rumah untuk istri dan anaknya. Kedua saudara Samudra bahkan tidak ada yang bekerja karena Eve hari ini pulang ke rumah. Bayi yang ditunggu-tunggu kedatangannya. “Abang tahu nggak kalau kami semua akan menginap di sini malam ini?” Semesta bertanya kepada Samudra saat semua orang sudah duduk di sofa ruang keluarga. “Tahu. Bunda sudah bilang.” Ini adalah bentuk support system yang diberikan oleh keluarga Samudra kepada Melody. Bagaimanapun, Melody adalah ibu baru dan dia membutuhkan banyak dukungan dari keluarga serta sang suami. Violet sudah memberikan banyak wejangan kepada putranya itu agar menjadi lelaki yang bertanggung jaw
Hari-hari itu akhirnya berlalu. Tidak doyan makan, mengidam, bahkan morning sickness yang tadinya tidak ada jadi ada, semua telah usai. Rasa kekhawatiran yang dirasakan oleh Samudra atas kehamilan istrinya benar-benar telah berakhir. Saat itu, dia bahkan meminta tolong agar mertuanya datang untuk menemani Melody. Barangkali ibunya ada di sana membuat Melody bersedia untuk makan makanan yang dimasakkan oleh sang bunda. Sayangnya, aksi malas makannya itu tidak berubah dan bertahan sampai tiga bulan. Kini seorang bayi perempuan mungil telah lahir di dunia dengan berat 2,4kg. Masih sangat merah dan tampak lemah. Untuk sekarang, percampuran wajah kedua orang tuanya sangat kental di wajah bayi itu. Kata orang tua dulu, wajah seseorang itu akan berubah sebanyak tujuh kali sejak dia lahir sampai dewasa, dan Samudra tidak sabar untuk melihatnya. “Selamat datang ke dunia yang keras ini, Eve.” Semesta yang tadi sedang meeting bersama stafnya itu mempercepat meeting-nya setelah Samudra mengirim
Samudra mengangkat Melody ke dalam kamar setelah perempuan itu sudah tidur dengan lelap. Mengelus perut sang istri dengan lembut sebelum dia menyusul tidur di samping perempuan itu. Terkadang di dalam keheningan seperti ini, Samudra bertanya-tanya. Bagaimana kalau dia dan Melody tidak terjebak pada masalah yang mengharuskannya menikahi asisten pribadinya itu? Apakah mereka juga akan bersatu seperti ini, atau bahkan sebaliknya. Tapi jika dipikirkan lagi, memang inilah takdir yang memang harus dia jalani. Begitulah cara takdir mempersatukan mereka. “Mas, kita udah ada di kasur ya?” gumaman itu menyadarkan Samudra dari lamunannya. Menepuk punggung Melody dengan lembut. “Iya, kita udah di kamar. Kamu butuh sesuatu?” “Nggak ada, tapi kenapa dingin sekali?” Samudra melihat pendingin ruangan dan memastikan suhunya tidak terlalu rendah. Tapi memang masih wajar. “Mau aku matiin saja?” tanya Samudra. Dan Melody menganggukkan kepalanya setuju. Samudra melakukan yang diinginkan oleh M
Kalau Melody bukan istrinya, Samudra pasti sudah membentaknya. Sayangnya dia tak bisa melakukannya. Bagaimana mungkin dia menyakiti perempuan yang sudah dijaga seperti anaknya sendiri. Astaga, mulai lagi kan melanturnya si calon bapak muda ini. Ya lagi pula, istrinya bikin darah tinggi. Minta berhentikan mobil sudah seperti jalanan ini punya nenek moyangnya. “Nanti lagi, kalau kamu mau apa-apa, bilang dulu ya, Sayang. Seenggaknya jangan tiba-tiba begini. Bahaya.” Samudra sebisa mungkin menekan perasaan kesalnya supaya tidak keluar. “Iya, maaf,” katanya. “Di sana itu ada jajanan, aku pengen beli.” Tatapannya penuh harap dan itu membuat Samudra lemah. Mereka keluar dari mobil dan segera mendekati jajanan di pinggir jalan tersebut. Melody tampak antusias. Makanan itu benar-benar sangat menggoda dirinya. Samudra yang berada di belakang istrinya itu hanya mengikuti saja tanpa berkomentar. “Mas mau yang mana?” tanya Melody. Jajanan itu seperti jajanan Ramadhan. “Aku ingat pas puasa ka
Kabar yang dibawa oleh Samudra dan Melody adalah kabar yang membahagiakan. Semua keluarga Samudra bahagia luar biasa. Violet dan Vier yang sebentar lagi menjadi nenek kakek tampak terharu. Kehidupan baik selalu menyertai mereka. Kebetulan Sagara dan Semesta pulang berbarengan. Dan mereka juga sangat bahagia. Akhirnya, mereka akan memiliki keponakan. “Apa kira-kira mereka juga kembar?” tanya Sagara tampak antusias. “Kalau iya, gen bapaknya benar-benar kuat.” “Belum bisa dilihat dong. Kalaupun iya, itu bagus. Apalagi kalau langsung cewek cowok seperti kita, itu dinamakan apa, Bang?” Semesta menunjuk Sagara. “Sekali jadi.” Sagara dan Semesta bersuara berbarengan. “Wah, kalau kita bertiga punya anak kembar, bukannya Bunda dan Ayah akan punya banyak cucu?” “Bunda nggak punya saudara. Ayah punya saudara cuma satu. Jadi kalau banyak cucu, itu akan lebih baik. Kalian kalau tua juga nggak kesepian kalau punya anak banyak.” Samudra hanya mendengarkan saja dua saudaranya berbicara tanpa
Menuruti keinginan sang istri, mereka akhirnya berada di sebuah kedai bakso kobar yang tak jauh dari hotel. Melody makan bakso berisi cabe itu dengan lahap membuat Samudra menatapnya melongo. Padahal tadi dia sudah memasukkan dua potong steak, lalu jus juga, tapi sekarang dia berlaku seperti tak pernah makan selama berhari-hari. “Kamu beneran lapar?” tanya Samudra. “Mas tahu nggak kalau steak itu tadi hanya nyempil aja. Nggak tahu kenapa perutku tiba-tiba menjadi seperti karet.” Melody menyeruput kuah bakso yang berwarna merah kehitaman itu karena campuran sambal dan kecap. Matanya tertutup kemudian terbuka kembali. Kata ‘ah’ keluar karena rasa pedas meluncur dari dalam mulutnya. Sungguh, itu benar-benar enak menurut Melody. Samudra hanya menggelengkan kepalanya saja melihat tingkah sang istri. Dia menyuapkan bakso ke dalam mulutnya kemudian mengunyah dengan santai sambil memperhatikan Melody yang keenakan karena bakso tersebut.“Memang udah berapa lama sih nggak makan bakso?” tany
“Kafe kecil nggak akan buat kamu kelelahan.” Lanjut Samudra setelah itu. Vier juga memiliki bisnis restoran yang masih diurus oleh Via. Jadi lebih baik berinovasi yang lain. Begitulah inti dari pembicaraan itu. Melody tampak berpikir dan masih membutuhkan waktu untuk memutuskan. “Kalau begitu, aku akan memikirkan lagi nanti.” “Bunda dulu setelah menikah juga nggak langsung libur kerja, kok. Tapi sedikit demi sedikit mengurangi pekerjaannya dan Ayah yang menggantikannya. Jadi kamu bisa mengambil waktu sebanyak yang kamu mau untuk mengambil keputusan.” Melody mengangguk setuju. Sebuah keputusan baik tidak dilakukan secara terburu-buru dan harus dengan pemikiran matang. Hari-hari berlalu dan pada akhirnya pesta itu tiba. Melody melihat dekorasinya benar-benar sangat mewah. Violet dan Semesta yang mengurusnya dengan menanyakan keinginannya. Dia memilih dekorasi berwarna hijau matcha seperti yang disukai selama ini. Sejak kecil selalu berkawan dengan daun-daun teh membuatnya menyukai
"Ini baju design terbaru dari butik ini, Bang. Jadi, aku merekomendasikan kepada Kakak Ipar.” Semesta yang menjawab karena dia tahu kalau Melody sudah dihinggapi rasa ketakutan yang luar biasa. Terlihat, perempuan itu menunduk tanpa berani menatap Samudra sedikitpun. Melody pasti sudah mengerti betapa tatapan lelaki itu akan setajam apa. Jadi, lebih baik dia menghindar. “Waw, Kakak Ipar.” Belum lagi Samudra menjawab ucapan kembarannya yang satu, muncul lagi kembarannya yang lain. Sagara bersiul menggoda dan tampak puas dengan penampilan si kakak ipar. “Itu gaun yang cantik. Bukan itu juga, yang pakai juga cantik banget. Aku sih, ya.” Samudra tak bisa menahan panas yang menjalar dari dalam hatinya. Lelaki itu menatap Sagara dengan tajam. “Jangan menatapnya!” Samudra meraup wajah Sagara dan segera menarik tangan kembarannya itu sampai Sagara berbalik. “Tutup mata kamu. Itu kakak iparmu,” imbuh Samudra memeringatkan.“Aku tahu kalau dia kakak iparku. Tapi aku kan cuma memujinya. Buka