Buat teman-teman yang selama ini sudah mengikuti kisah Vier dan Violet, saya benar-benar mengucapkan banyak-banyak terima kasih. Sebenarnya saya ingin segera menamatkan kisah mereka, tapi entah kenapa masih belum ada 'gongnya' yang pas. Semoga saja bisa segera diselesaikan dan bisa melanjutkan novel yang baru.
“Sudah bangun?” Itu adalah pertanyaan yang diterima oleh Violet saat dia baru saja masuk ke dapur. Violet terlihat kurang nyaman saat menjawab. “Maaf, Bu. Ini memalukan, tapi saya benar-benar nggak bisa bangun.” Ada raut penyesalan yang ditunjukkan oleh Violet. Dalam pikiran Violet, ibu mertuanya itu akan bersikap layaknya mertua yang tidak suka dengan sikap menantunya yang malas-malasan. Tapi Violet salah. Perempuan paruh baya itu justru tampak biasa saja seolah Violet tidak melakukan kesalahan.Bu Sarah meletakkan semangkuk sup ayam yang masih hangat di depan Violet. “Cobalah. Ibu membuatnya buat kamu.” Violet menoleh pada suaminya dengan bingung, namun Vier pun juga terlihat biasa saja. Karena tak ingin memendam pertanyaannya, maka Violet segera bertanya, “Ibu nggak marah?” Violet bahkan tampak keheranan. “Maksudku adalah ….” “Kenapa Ibu harus marah?” Ucapan Violet dipotong oleh Bu Sarah. “Ibu memahami kalau perempuan hamil itu memang akan merasakan hal-hal semacam itu. Tidak b
Perasaan Violet terasa lega luar biasa setelah menghabiskan jagung bakarnya. Entah bagaimana bisa dia seperti baru saja mendapatkan makanan terenak di dunia. Setelah memberikan uang dua ratus ribu untuk penjual jagung tersebut, Violet dan Vier pergi dari tempat itu untuk kembali ke apartemen mereka. Penjual jagung bakar tersebut bahkan berterima kasih berkali-kali mendapatkan uang lebih banyak dari harga biasanya. “Ternyata dia suka sekali ngerjain ibu sama ayahnya malam-malam, ya,” komentar Vier. “Entah itu mual atau ngidam selalu malam-malam. Untung aja masih ada penjual yang baik banget mau bakarin jagungnya.” “Mungkin ibunya paham banget kalau orang ngidam itu harus mendapatkan yang diinginkan.” Raut wajah Violet tampak berbinar-binar malam ini. Kepuasan tercetak pada ekspresinya. Tangannya mengelus perutnya yang sudah tampak membuncit. Kehamilannya sudah berjalan tiga bulan, tapi entah kenapa perutnya tampak lebih besar dari orang hamil kebanyakan. “Besok kita ke dokter, Ban
Sembilan bulan bukan waktu yang singkat untuk dilalui. Terlebih lagi drama kehamilan yang terjadi pada Violet setiap harinya di trimester pertama. Dilanjutkan dengan bulan-bulan selanjutnya yang terasa berat. Vier bahkan selalu merasa bersalah saat Violet tampak kelelahan. Namun bulan-bulan itu sudah berakhir. Sembilan bulan sudah berlalu dan bayi-bayi mungil itu sudah lahir ke dunia. Dua laki-laki dan satu perempuan. Itu artinya, dalam sekali dayung mereka langsung mendapatkan yang diinginkan. Doa Violet terkabul. Kini dua nenek dan satu kakek mendapatkan bagian mereka untuk menggendong si kembar. Tentu saja, ayah Violet lebih memilih satu-satunya gadis di antara dua bayi laki-laki yang dibawa oleh istri dan besannya.“Kakak, akan lebih baik kalau ada empat. Setidaknya aku bisa mendapatkan bagianku.” Via yang sejak tadi hanya terlihat cemberut karena melihat para orang tua menggendong si kembar sedangkan dia hanya melihat saja itu komplain. Ayah Violet tersenyum mendengar keluhan
Mengurus tiga bayi bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Mereka harus mendapatkan asupan asi yang sama dan itu tak boleh kurang. Dalam waktu tiga bulan, tubuh Violet yang tadinya berisi dan gembil itu kini sudah kembali seperti sedia kala. Perutnya sudah mengecil tanpa dia repot-repot diet.Kurang tidur tentu saja pemicunya. Tapi, Vier tidak pernah membiarkan Violet kerepotan dengan anak-anak mereka. Meskipun Violet mencoba untuk tidak mengganggunya, tapi itu seperti otomatis membuatnya terbangun saat salah satu dari bayinya menangis saat malam hari.“Yang, kamu tidur saja.” Malam ini juga seperti itu. Violet menyandarkan punggungnya pada tumpukan bantal sambil menyusui Samudra. Bocah itu sudah tidak ada di pangkuannya saat dia terbangun karena Vier sudah memindahkannya. “Oh, Abang nggak tidur?” Mata Violet tampak sekali memerah dan wajahnya pun terlihat kuyu luar biasa. Perempuan itu jelas tengah kelelahan. Meskipun setiap hari dia dibantu oleh ibu dan ibu mertuanya, tapi tetap
Brilliant School KindergartenSemesta menatap kedua kakaknya yang tengah bermain berdua di atas rumput taman sekolah. Bibir bocah kecil itu cemberut terlihat sekali kalau suasana hatinya sedang tidak baik. Ini sudah waktunya pulang dan beberapa temannya sudah kembali dengan jemputan. Melihat Samudra dan Sagara yang asyik dengan permainan mereka tanpa memedulikannya membuat kekesalannya semakin bertambah. “Mereka itu sangat bodoh sekali. Kenapa tidak memperhatikan adiknya dan memilih bermain hanya berdua saja,” gumamnya dengan raut wajah kesal luar biasa. “Aku juga bagian dari mereka, tapi kenapa mereka selalu mengabaikanku!” Semesta mendengus kesal dan kedua tangan kecilnya bersedekap di depan dada. Rambutnya yang dikuncir kuda bergerak-gerak karena tiupan angin. Matanya terus menatap ke arah kedua kakaknya. “Aku mau pulang!” Semesta berdiri lalu menghentakkan kakinya dengan kasar sehingga membuat Samudra dan Sagara menoleh ke arahnya. Matanya berkaca-kaca saat melihat kedua saudar
Semesta menepuk-nepuk bokongnya yang dipenuhi pasir. Seharian ini, dia bersama dengan kedua kakaknya sedang bermain-main di pantai. Weekend yang menyenangkan bagi si kembar karena sudah berbulan-bulan lamanya, orang tuanya kembali mengajaknya liburan. “Abang dua, aku akan mencari kepiting di sana untuk menghuni Istana Krabby. Wah, Abang dua hebat sudah membuat Istana pasir yang besar!” Mata bobanya membulat karena kekaguman yang begitu hebat. Dia begitu bahagia melihat kedua kakaknya yang berhasil dengan pembangunan mereka. “Abang dua, aku akan pergi sekarang mencari Tuan Crab.” “Ya, carilah yang banyak!” Samudra yang menjawab. Sedangkan Sagara hanya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju. Sejurus kemudian, Semesta segera pergi meninggalkan kedua kakaknya. Tapi suara Sagara akhirnya keluar. “Semesta, jangan jauh-jauh. Berteriaklah kalau ada sesuatu yang mengganggumu!” “Siap, Abang Saga!” Semesta mengangguk-angguk kepalanya dengan kuat sebelum berbalik untuk mencari k
“Kamu yakin?” Vier kembali meyakinkan lagi ucapan istrinya karena dia merasa tujuan mereka terlalu jauh. Lelaki itu hanya tidak ingin membuat istrinya tidak nyaman dan tiba-tiba saja mengajaknya pulang ketika liburan mereka belum berakhir. Mereka membutuhkan waktu 28 jam lebih, hanya untuk berangkat. “Aku yakin.” Violet mengangguk dengan keyakinan tinggi. “Kita bisa di sana selama dua minggu.”“Yakin nggak akan ngajak pulang karena tangisan Semesta?” Pertanyaan itu membuat Violet sedikit ragu. Vier menunggu jawaban istrinya dengan sabar. Violet menarik nafasnya panjang sebelum memberikan jawaban.“Aku yakin. Aku nggak akan mengajak kamu pulang karena itu.” “Oke, kalau begitu. Pulang nanti kita bicarakan masalah ini dengan orang tua kita. Setelah itu, aku yang akan mengurus semuanya. Kamu tinggal bilang tujuan tempat wisatanya.” Violet mengangguk sedikit kurang yakin saat dia menatap ketiga anaknya. Selama ini dia tak pernah jauh dari mereka sejak mereka masih kecil. Meskipun itu
“Ayah, Bunda, jangan lupa Barbie yang besar.” Suara Semesta masih terdengar di telinga Violet bahkan saat dia baru saja bangun tidur. Dia dan sang suami sudah sampai di Swiss setelah melakukan perjalanan yang begitu panjang. Malam sekitar pukul satu malam dia sampai di kota tujuan. Masih melakukan perjalan lagi untuk sampai di sebuah pedesaan bernama Zermatt. Matahati belum keluar dari peraduannya dan Violet kembali mengeratkan selimutnya kemudian kembali menutup matanya. Rasa lelahnya membuat Violet mudah sekali tertidur. Bakan Vier saja tampak seperti orang mati tergeletak di samping Violet. Keesokan harinya, mereka mulai merencanakan jalan-jalan mereka. Namun alih-alih melakukan banyak hal, Violet dan Vier hanya berjalan di sekitar penginapan melihat keindahan di sekitar mereka. “Bang, kita harus mengajak anak-anak kalau mereka sudah lebih besar.” Vier dan Violet kini duduk disebuah kursi menghadap sungai kecil dan gunung-gunung yang menjulang tinggi. Ada sisa-sisa butiran