Candy takut pertanyaannya menyinggung dan Robert akan menggaruknya seperti kucing garong.
Namun, sepertinya hal itu tidak akan terjadi karena Robert malah lebih banyak terdiam dari pada mengoceh soal sembarang alasan.
Robert berpikir, tidak ada siapa pun yang datang selain Bianca. Maka dari itu, benda itu sudah jelas milik Bianca. ‘Apa dia sengaja meninggalkan lipstiknya di situ?’ tebak Robert, ekpresi wajahnya berubah tidak senang.
Candy tidak mau dimarahi. Dia bergegas mengalihkan pandangan menuju lipstik yang masih berada di tangan. “Warnanya bagus.” Suara Candy kecil, tapi berhasil sampai di telinga Robert.
Sekali lagi, Candy takut dimarahi karena terlalu banyak bertanya. Namun, salahkah jika Candy menaruh curiga? Pernikahannya sudah cukup buruk, Candy tidak ingin ada suatu yang dinamakan selingkuh atau main perempuan di belakang.
Bertanya pun sepertinya tidak akan berguna kecuali Candy ingin diocehi. Dengan berat hati d
‘Apa yang aku lakukan?’ Kalimat itu ada di dalam pikiran Robert, sang empu mempertanyakan diri sendiri yang entah mengapa menurut seperti itu. Untuk apa? Untuk siapa? Robert merasa seperti sedang mencoreng harga dirinya sendiri, tapi sikap yang ditunjukan pun sudah terlanjur menyetujui.Robert mendengus dan melanjutkan acara berjalan menuju dapur. Suami istri itu menghabiskan makan malam bersama, dan pagi hari tiba begitu saja.Sementara Candy sibuk membereskan sisa piring, Robert meningalkannya untuk pergi bekerja.Namun, langkah kaki Robert dihentikan oleh suatu tas belanjaan yang entah bagaimana berada di teras rumah. “Dia membeli sesuatu?” tebak Robert, ekpresi wajahnya tampak begitu tidak senang. Robert menyambar tas belanjaan berwarna putih itu dan melemparnya ke atas sofa.Robert pergi begitu saja, pintu tertutup di saat bersamaan dengan Candy menampakkan diri. Gantian Candy mendengus, gadis itu sebel karena ia gagal mengant
Candy terdiam, berusaha mencerna alasan mengapa sang suami tiba-tiba mengusir. Tidak, Robert bahkan tidak memberi alasan.“Kau tidak suka bekalnya?” Candy melontarkan apa saja yang dia bisa, tapi jawaban yang Robert berikan cukup sadis sampai berhasil menusuk hati.“Sejak kapan aku suka sesuatu darimu?” tanya lelaki itu kembali.Candy tidak bisa menjawab, jadi dia berucap, “Maaf.” Gadis itu tampak kikuk, dia menggaruk tengkuk yang tak gatal dan berkata, “Aku akan pulang, tapi tolong habiskan makanannya.”Robert enggan menannggapi. Dia memutar bola mata 180 dejarat, bosan dan menyaksikan sang istri beranjak pergi meninggalkan ruangan.Setelah pintu kembali tertutup, Robert bangkit dari duduk. Dia menuju sudut ruangan yang terdapat sebuah tong sampah kecil dan melempar tas belanjaan yang dia pegangi sedari tadi. Benda dengan kertas mewah itu mendarat sempurna di dalam tong sampah yang berisikan beberapa
“Hai …, Viola.” Candy berlutut untuk menyamaratakan tinggi badannya dengan Viola, mengulurkan tangan dan mendekap gadis cilik itu erat dan penuh dengan cinta. Seperti biasa, Viola selalu bersikap sangat bersahabat dan penuh semangat.Padahal Putra baru saja kembali pagi ini, Candy berpikir. Bisa-bisanya Viola dan Mandu pulang di hari yang sama, mereka membuat keadaan rumah spontan menjadi jauh lebih ramai dari semalam. Haruskah Candy merasa lega? Sejujurnya beberapa hari ini terasa canggung karena hanya ada dirinya bersama Robert.“Bagaimana kabarmu?” Mandu bertanya, berhasil merebut perhatian Candy dan membuatnya menatap.Candy bangkit untuk menghadap sebelum menjawab, “Aku baik, bagaimana denganmu?”“Baik.” Mandu menatap jam yang melekat di pergelangan tangan kiri sebelum kembali bertanya, “Kau sudah makan?”Kebetulan Candy belum, jadi dia menggeleng sebagai jawaban. “Kebetu
Mandu baru saja tersenyum geli, tidak ada perasaan bersalah atau canggung sama sekali. Candy tidak lagi paham. Wajahnya memerah bukan karena malu, tapi perasaan apa ini?! Candy tidak tahu bagaimana cara menjabarkan, tapi benar-benar ia tidak suka lelucon seperti itu.Mau berkomentar, tapi bibir tidak berani terbuka. Candy bergegas memutuskan kontak mata dengan cara menunduk dan menyambar sisa jus dari atas meja untuk diteguk.“Bibirmu sangat manis.”Oke, tidak lagi lucu. Jauh-jauh sangat tidak lucu dan pantas disebut guyonan! Candy bisa menahan jantung yang hampir saja meledak sampai kalimat itu tiba-tiba keluar dari mulut Mandu. Dua mata terbelalak, Candy spontan menatap pemuda itu seolah-olah mengharapkan suatu penjelasan tentang sikapnya yang tiba-tiba.Sial sekali mulut masih tidak berani terbuka, banyak kalimat tersangkut di tenggorokan, sepertinya Candy akan terbatuk-batuk jika ia paksa untuk keluar.“Aku pikir kita harus pu
No, no, nooooo … kalau saja Candy bisa memohon, merengek atau sejenisnya. Terlalu menyedihkan untuk berkata, tapi Candy sudah terduduk di berdiri balkon depan sendirian. Pintu dikunci dari dalam dan Candy bahkan tidak mendapatkan selimut. Tipis saja atau sapu tangan sekalian, Candy tidak akan protes. Malangnya semua itu tidak ada.Bolehkah Candy menangis? Candy berpikir dia tidak akan bisa meneteskan air mata. Candy berpikir, ‘Apa yang menyeramkan dari tidur di balkon?’ Udara dingin tidak bisa membekukannya sampai mati.Candy harus tetap tegar setelah dia menikahi pria yang membencinya dan lelaki yang sangat dia cintai sudah menjadi anaknya. Jadi, apa lagi yang bisa membuatnya merasa frustasi? “Kau bodoh, Candy.” Candy tidak kuasa menahan cibiran untuk diri sendiri.‘Bisa-bisanya kau yang ingin membalas dendam malah menjadi target balas dendam. Bisa-bisanya kau yang berpikir hidupmu akan lebih baik dengan menindas Putra, mala
Okay, matikan lampu sebelum kau tidur. Kalimat terakhir Robert untuk malam ini sudah mengitari kepala Candy sebanyak seratus kali dan respon yang Candy berikan adalah, ‘Aku belum bisa tidur.’ Jawaban itu hanya keluar di dalam hati Candy karena Candy telah memutuskan untuk berpura-pura tidur agar tidak menggangu.‘Robert pasti mengantuk, dia akan marah jika aku tidak mematikan lampu seperti perintahnya.’ Perlahan-lahan Candy berjinjit agar tidak menciptakan suara sama sekali, tapi itu bukan apa maksud dari kalimat Robert sebelumnya!Candy melakukannya sangat baik sampai Robert tidak tahu dia bergerak dan kemudian lampu padam begitu saja. Jauh lebih pelan Candy menuju bawah ranjang dan berbaring ke tilam dan menyelimuti dirinya sendiri.Untuk malam ini, akan Candy abaikan ucapan selamat malam yang biasanya keluar sangat pelan sampai cicak pun tidak dapat mendengarnya. Namun, itu adalah apa yang Rorbert tunggu sedari tadi. Lelaki itu belum t
Putra tidak biasanya menggunakan mata sejeli ini, tapi dia melihat kejadian di antara Mandu dan Candy baru saja apalagi saat seperti apa mata Mandu mengantar kepergian Candy. Apakah sesuatu terjadi di antara mereka? Itu adalah apa yang ada di dalam pikiran Putra.“Sebaiknya kau katakan kalau kau tidak memiliki sesuatu yang buruk di kepalamu,” kata Putra, suaranya berhasil menyapu senyuman tipis dari wajah Mandu dan membuatnya menatap. Mandu tidak langsung menjawab, tapi diam untuk beberapa saat.“Apa maksudmu?” Sungguhkah itu adalah pertanyaan Mandu setelah satu menit? Putra berpikir dia sengaja menampilkan diri dengan ekpresi polos bagaikan orang yang tidak mengenal dosa.Hubungan Putra dan Mandu mungkin tidak begitu dekat meski mereka adalah keluarga, tapi Putra bukan sekali melihat lelaki itu pergi bersama perempuan yang terus berganti dan bagaimana cara Mandu menatap Candy membuatnya cemas.Putra enggan menjawab, berpikir bahwa
Mata Robert perlahan berpindah pada Candy, keringat dingin membasahi punggung dan kening karena perasaan cemas akan ketahuan. Bianca merasakan hal yang sama, tapi dia bukannya takut ketahuan melainkan dibenci Robert. Bianca tidak akan pernah berhasil membujuk Robert andai kata Candy tahu tentang mereka, tapi betapa melegakan hal itu tidak terjadi.Candy melepas headshet yang menyumbat kedua lubang telinganya tanpa melepaskan pandangan dari Bianca. Tanpa keramahan gadis itu bertanya, “Mengapa kau berdiri di tengah jalan?” Dan apakah Bianca membicarakan sesuatu sebelumnya? Candy tidak yakin karena suara lagu memenuhi telinganya tadi.Mulut Bianca terbuka meski tidak ada satu kata pun yang bisa dilontarkan. Perempuan itu cemas, diam-diam melirik Robert yang memberinya kode dengan pandangan penuh amarah seolah-olah sedang mengancam. Bianca merasa dalam bahaya, dia bergegas memaksa diri untuk beralasan, “Ah, tidak! Aku mencari Putra, tapi dia tidak ada di