Ada yang lagi curi pandang. Tapi, bukan mau ngambil barang. Melainkan, mau ngambil hati dari si janda kembang. Mata itu terus melirik ke arahku. Ya elah, pakai acara malu malu segala lagi. Aku tau, kalau aku ini cantik. Apa salahnya sih, kalau mengakui aja, kalau aku emang cantik. Kayaknya susah bener."Dilirik terus, inget jalan, Ga." Aku berujar tanpa memandang ke arahnya.Eh, dia malah gelagapan. Gak tau apa, kalau aku ini punya mata batin yang luar biasa. Bisa tahu kalau dia lagi curi-curi pandang sama aku."Eh, siapa yang lagi lirik kamu? nggak ada tuh. mungkin kamunya aja yang salah lihat. Dari tadi saya lihatin jalan kok bukan liatin kamu. Geer amat," ujarnya tak mau mengakui. padahal sudah jelas-jelas Jika dia melirik alias mencuri-curi pandang ke arahku setelah pulang dari butik yang membuat hatiku dongkol karena pelayannya yang bernama Soraya.Ternyata, dia juga suka sama Angga. Tapi, takdir tidak
Eh, ngapain dia liatin aku gitu banget?Haduh! Panas dingin menjalari tubuhku yang terkena angin dari AC. Jadi gak karuan gini aku di buatnya. "Ka-kamu, ngapain liatin--""Suttt!"Ucapanku terhenti. Mataku juga berhenti berkedip. Bahkan, tak bisa berkedip karena keterkejutan ini. Angga meletakkan satu jari telunjuknya tepat di depan bibirku. Oh my my. Aku grogi."Panggil Mas. Jangan Angga. Bisa kan?" Mataku semakin melotot. Aku tak mampu membalas pertanyaannya. Bukan tak mau. Tapi, grogi masih menggerogoti kewarasan jiwaku. Hanya kepala yang mengangguk dengan pelan, yang bisa aku lakukan."Mulai sekarang, kamu panggil saya Mas. Jangan panggil Angga. Oke?" Aku mengangguk lagi. Tapi, grogi masih juga menguasai diri.Ya ampun! Sebenernya, aku ini kenapa? Kok mudah banget grogi di hadapan Angga. Eh, Mas Angga maksudny
"Rumah siapa ini, Ga?" tanyaku dengan binar takjub yang sudah pasti terlihat jelas oleh Angga.Mataku tak bisa berhenti melihat keindahan bangunan yang saat ini ada di depan mataku.Aku takjub, benar benar takjub dan tak bisa mengungkapkan, betapa indahnya rumah ini, jika aku berada juga di dalamnya.Ce ileh! Mimpiku apa gak ketinggian ya?"Panggil saya, Mas. Mas, bukannya Angga, Siska."Aku melirik sejenak. Ternyata, permintaannya yang tadi menyuruhku untuk memanggilnya dengan sebutan 'Mas', bukan omong kosong belaka. Angga benar benar ingin aku panggil Mas. Oke deh. "Aku lupa," balasku sambil cengengesan persis bocah ingusan yang mau minta jajan. Tapi eits, aku bukan bocah ya? Apalagi seorang bocah ingusan! Masa masa itu telah lama terlewati."Coba sekarang ulangi?"Keningku berkerut. "Ulangi apa?" tanyaku agak heran. Hingga keningku yang udah mulus kayak
Belum usai keterkejutanku dan grogiku hilang, karena Angga ternyata memang mau mengajakku bertemu dengan kedua orang tuanya. Bagaimana tidak. Aku yang sudah berstatus sebagai seorang janda ini, tidak pernah merasakan bagaimana rasanya mempunyai seorang mertua. Bahkan aku tak pernah bertemu dengan mereka di sepanjang pernikahanku dengan mendiang almarhum suamiku dulu, karena mereka sudah terlebih dahulu meninggalkan dunia ini. Kini, aku juga mendapatkan Omelan panjang dari Angga, karena aku lupa memanggilnya dengan sebutan Mas. Aduh! Otak! Ke mana fungsimu sebagai daya ingat? Aku tegang. Sangat tegang. Mungkin, karena keterkejutan yang di berikan oleh Angga tak main main."Tunggu, Ga-""Mas, Siska. Susah sekali kamu panggil saya Mas aja." Dia menggerutu lagi. Aku salah lagi."Iya, Mas. Iya. Siska lupa.""Jangan di ulangi. Lupa terus, jangan jangan, kamu amnesia lagi," balas Angga tanp
Hal yang terduga terjadi. Jadi, ini sikap dari calon ibu mertua yang di maksud oleh Angga? Pundakku di rangkul lembut oleh wanita yang berusia mendekati usia enam puluh tahunan, setelah tadi tanganku langsung di seret dengan lembut pula olehnya. "Assalamualaikum, Bu?"Baru juga mengucap salam. tiba-tiba seseorang perempuan yang sudah melewati usia dewasa. Bahkan, sudah bisa di bilang agak tua, datang antusias menyambut kedatangan kami sambil membalas ucapan salam yang baru saja Angga ucapkan.Entah ia lupa atau bagaimana, bukannya menyambut sang anak, ia malah menyambutku dan merangkul ku sedemikian mesra."Ini pasti Siska. Iya kan?" tebaknya begitu aku melihatnya sambil tersenyum."Ga, kamu kok lama banget sih, cuma mau ngenalin doang sama calon mantu, Ibu. Nunggunya harus lama begini," ujar wanita yang katanya akan menjadi calon mertuaku. Dia tampak masih sangat cantik dan berpenampilan modis. Tak kalah dengan para anak muda jaman sekarang. Bahkan, aku merasa sedikit minder denga
"Jadi, kapan kalian akan melangsungkan pernikahan? Ibu udah gak sabar pengen lihat kalian di pelaminan. Temen temen ibu pasti akhirnya iri dan gak bakal ngatain ibu lagi."Aku tersedak. Ini terlalu cepat. Berulang kali aku terbatuk-batuk. Hingga sebuah tangan kokoh menyodorkan segelas air putih di depanku. "Kamu gak papa? Pelan pelan aja makannya. Atau, kamu terkejut sama pertanyaan ibu?" Kepalaku menggeleng, walau sebenarnya ingin sekali mengangguk. Tapi, aku tak bisa. Takut gerak tubuhku yang merespon seperti itu, dapat mengecewakan hati dari calon ibu mertuaku."Syukurlah. Ibu kira, kamu terkejut dengan pertanyaan ibu. Padahal, ibu pengen cepet cepet lihat dan menyaksikan kalian menikah. Angga sudah terlalu tua buat pacaran," bisiknya di ujung kalimat. Kini, aku yang mengulum senyum mendengar bisikan calon ibu mertuaku."Kamu bekerja?" tanya sosok lelaki yang sedari tadi diam mengamati dan tak banyak bicara.
Lagu India dengan tema bahagia ku lantunkan. Tak lupa aku juga berputar putar mengiringi lagu yang sedang berdendang tersebut sebagai pertanda kelengkapan kebahagiaanku. Melupakan rasa malu, karena ini di kediamanku sendiri.Tapi eh, ada si Dudu yang baru aja bangun tidur, kayaknya. Saat ini, dia sedang menatapku dengan bingung di ambang pintu yang menuju ke dapur, di mana aku berada saat ini. Tatapannya terlihat heran dan juga terlihat ngeri. Padahal, aku yang harusnya ngeri, liat dia bangun tidur dengan rambut acak acakan. Untung aja aku bukan penakut. Kalau aku penakut, udah kabur aku lihat si Dudu."Kamu stres ya, Sis?" tanya si Dudu sambil menyilangkan jari di keningnya. Enak aja. Malas meladeninya, aku kembali berjoget ria dengan berbagai macam gaya. Uluh uluh, senengnya aku.Jadi manten ... i'm coming ..."Di tolak jadi mantu, bukan akhir dari segalanya Siska. Cari aja yang baru. Mungkin, Ma
Sudah sekitar satu jam aku berada di dalam kamar. Mengabaikan ketukan di pintu dan teriakan si Dudu. Bodo amat! Aku gak mau buka pintu. Aku gak mau keluar juga. Tanggung malu sama calon imamku. Bisa bisanya Angga nangkap basah aku lagi joget joget ala India di atas lantai tadi.Haduh Mak ... anakmu malunya pake banget! Rasanya, aku beneran pengen menghilang dari muka bumi ini. Tapi, jangan deh, nanti Mas Anggaku tersayang itu nyari nyari aku lagi. Bisa brabe nanti."Sis, kamu beneran gak mau buka pintu? Saya dari tadi nungguin kamu di depan pintu loh. Suer deh, saya gak liat apa yang tadi kamu lakuin, beneran," katanya dari balik pintu kamarku yang sengaja aku tutup rapat. Bahkan, aku kunci dari dalam. Takut kalau Angga tiba tiba nyelonong masuk gitu aja. Sekarang 'kan aku lagi dalam kondisi yang memalukkan."Kamu gak percaya? Beneran kok, saya gak lihat."Aku semakin malu mendengarnya. Katanya gak l