"Kamu hamil?" Jimmy menatap alat tes kehamilan yang diberikan Siena.
Siena menatap cemas saat melihat reaksi Jimmy, pernikahan mereka sejauh ini berjalan seperti umumnya pasangan yang menikah. Memberitahukan kehamilan tetap membuatnya berdetak kencang, ketakutan menghantui Siena jika memang Jimmy tidak menerima.Menarik Siena kedalam pelukan, mencium puncak kepalanya dalam membuat Siena menghembuskan napas lega, ketakutannya seketika hilang melihat dan merasakan reaksi Jimmy saat ini dan tidak perlu menakutkan apapun lagi."Jeno akan punya adik," ucap Jimmy yang diangguki Siena "Terima kasih, Sayang." Jimmy mencium bibir Siena lembut, melepaskan ciuman mereka dengan membelai pipi Siena pelan "Aku akan berusaha menjadi suami dan ayah yang baik nanti, ayah yang adil juga pastinya.""Kamu pasti bisa melakukannya." Siena tersenyum lembut.Perasaan bersalah menghampiri Jimmy melihat senyuman Siena, berita yang diberikan membuatnya terkejut. Ti"Kamu sudah memilih dan sekarang kamu..." Ruli menggelengkan kepalanya sambil menikmati minumannya "Kamu akan bertemu Febby dengan keadaan Siena yang hamil? Bukan masalah buat Siena karena dia pernah mengalaminya, dulu Siena bisa menyadari karena tidak ada suami, sekarang? Apa kamu akan membuat Siena merasakan itu lagi?" Ruli menghembuskan napas kasar "Aku tidak bisa berkata apapun."Mereka berdua duduk di cafe yang tidak jauh dari rumah sakit, Jimmy membatalkan pesanannya dan memilih ikut Ruli. Memilih mengikuti Ruli artinya harus siap mendengarkan semua yang dia katakan, kata-kata berupa nasehat tentang kedua wanita itu. Ruli pastinya membuat Jimmy melupakan Febby, dari awal memang tidak menyukai wanita itu."Aku tahu kamu pasti tidak mendengar kata-kataku, kamu lebih mempercayai Febby dibandingkan kata-kataku. Selama ini kamu tahu jika semua yang aku ucapkan selalu terjadi, terutama tentang Febby."Jimmy hanya diam, membenarkan perkataan Ruli memang sel
Merasakan ada sesuatu yang aneh dengan kepindahan maminya ke rumah lama membuat Jimmy berpikir panjang, pembicaraannya dengan Endi semakin berpikir panjang. Jimmy mencoba kembali fokus pada Siena, melupakan Febby dengan tidak melakukan kontak atau apapun itu. Beberapa kali bertemu dengan Yudi tidak menunjukkan sesuatu yang aneh, tidak mungkin maminya mengambil keputusan tanpa ada sesuatu. Hal yang aneh lagi adalah memberikan pengawalan kembali untuk dirinya dan ekstra pengawalan untuk Jeno dan Siena, tindakan yang diambil membuat pikiran negatif kembali hadir."Memang harus?" tanya Jimmy yang diangguki Endi "Tapi apa nggak berlebihan?""Kamu takut mereka nggak bisa jaga rahasia? Selama ini mereka bisa melakukannya kalau kamu lupa." Endi mengatakan tanpa menatap Jimmy "Apa kamu punya rahasia?" Jimmy memilih diam membuat Endi menatap kearahnya dengan tatapan penuh selidik "Jangan bilang kalau kamu..." Jimmy hanya diam tanpa berniat menjawabnya "ASTAGA! Kamu
Keputusan memang harus diambil, mengakhiri hubungan dengan Febby. Beberapa hari ini tidak pernah mendatangi tempat tinggal Febby, tapi Jimmy meminta salah satu pengawal yang dipercaya untuk melihat keadaannya."Aku tahu kalau pernikahan ini terpaksa, aku juga tidak berhak meminta apapun ke kamu, tapi setidaknya kamu pikirkan tentang anak kita. Kamu tidak perlu memikirkan Jeno, bagaimanapun dia bukan darah dagingmu." Siena mengambil tempat disamping Jimmy yang membuatnya terkejut "Aku tahu apa yang kamu rasakan dan pikirkan, Jim. Aku kenal kamu dari lama, jadi sudah tahu semua tentang kamu."Tidak ada kata yang keluar dari bibirnya saat Siena mengatakan hal tersebut, lidahnya seakan kelu dan tidak bisa mengeluarkan suaranya sama sekali. Menatap Siena yang tampak santai saat mengatakan hal tersebut, tapi Jimmy tahu jika perasaannya sangat sakit."Maaf."Siena menggelengkan kepalanya "Tidak ada yang harus di maafkan, Jim.""Aku bajingan! Baj
"Bebal."Jimmy menatap tajam pada Ruli saat berkata seperti itu, kalimat yang keluar setelah menceritakan apa yang terjadi semalam dengan Febby. Mereka kini berada di coffee shop depan apartemen, rencananya akan berangkat bersama ke rumah sakit milik keluarganya bersama Tomo dan Danu. Kedua pria lainnya hanya diam mendengarkan, belum ada komentar atau reaksi apapun."Kata apalagi yang cocok buat kamu setelah semuanya? Orang tua kamu pastinya sudah memikirkan panjang, kamu buta yang namanya cinta." Ruli mengatakan penuh emosi "Apa menariknya Febby? Kamu sudah lihat rekaman cctv yang dia lakukan sama pria lain di apartemen yang kalian sewa dan sekarang kamu masuk kembali dalam jebakan permainannya." "Cinta tai kucing kalau buat kalian berdua," sahut Danu yang diangguki Tomo."Kenapa nggak ada yang suka sama hubunganku dan Febby?" Jimmy menatap penasaran pada ketiga sahabatnya "Kalian bukannya dulu dukung tapi kenapa sekarang...""Kita duku
"Dia akan melakukan apa?" Rifat menatap salah satu pengawal yang mengikuti Yudi."Belum ada pergerakan sama sekali, tapi Jimmy sudah mengakhiri hubungan dengan Febby." Rifat menghembuskan napas panjang "Ikuti mereka terus terutama Febby, aku yakin ada yang direncanakan."Rifat melempar kertas yang baru saja diterimanya, hembusan napas panjang dikeluarkannya. Tidak pernah ada dalam bayangannya harus berhadapan dengan masa lalu Tania, mencintai dari lama membuat Rifat harus mengalami banyak hal dan ini adalah salah satunya."Memikirkan apa, Om?" tanya Lucas yang berjalan mendekati Rifat "Masalah mami dan mantannya? Kita sudah membahas ini berkali-kali."Rifat menghembuskan napasnya kembali "Papi kamu sudah merencanakan semuanya dengan baik, kebiasaan kalian yang nggak pernah bisa setia dengan satu wanita." Lucas mencibir kata-kata Rifat "Memang benar, kalian selalu membuat repot.""Memang apa yang Jimmy lakukan?" Lucas bertanya pada intinya
"Apa harus sejauh ini?" Fransiska menatap mereka semua setelah mendengarkan penjelasan Leo "Apa aku nggak bisa disini aja?""Sayangnya nggak bisa," jawab Bima dengan nada tegasnya "Kita semua tidak mau terjadi sesuatu pada kalian berdua yang sedang hamil.""Kak Zee disini, aku bisa tinggal bersama mereka. Hotel bukannya dijaga penuh? Aku rasa..." Leo menggenggam tangan Fransiska sambil menggelengkan kepalanya "Bagaimana dengan kakak aku dan mama?""Mereka akan aman, target mereka bukan keluarga kamu tapi kita dan orang-orang kesayangan kita. Zee nggak ikut karena memang bukan dia targetnya, Billy sudah sangat mampu menjaga Zee." Lucas menjawab Fransiska tenang "Kalian berdua akan bersama dengan Anggi dan mami, jadi nggak perlu khawatir. Keluarga kamu tetap dalam pengawasan kita jadi tidak perlu khawatir, beritahu mereka jika ada sesuatu yang mencurigakan tapi kalau tetap merasa khawatir hanya mama kamu yang bisa ikut.""Kakak aku dan anaknya?" Fra
"Kenapa kamu?" suara Endi membuyarkan lamunan Jimmy "Kesepian? Baru merasakan nggak enak nggak ada istri dan anak?""Apaan sih? Nggak lah!" elak Jimmy langsung "Aku kesini cuman mau minta makan sama Mas Irwan, makan gratis.""ASTAGA! Duit banyak minta makan gratis." Endi menggelengkan kepalanya."Kaya situ nggak." Jimmy menyindir Endi yang langsung memberikan tatapan tajam "Gimana perkembangan Prof Yudi?""Dia mencari mami dimana, walaupun beberapa kali terlihat depan rumah kalian." Endi memberikan informasi yang membuat Jimmy membelalakkan matanya "Aku juga lihat Febby dalam mobil, sepertinya cari rumah kamu."Jimmy menatap tidak percaya "Mereka sudah sejauh itu?" Endi menganggukkan kepalanya "Apa yang harus kita lakukan? Rey gimana?""Rey ada disini, dia tinggal skripsi jadi lebih banyak didalam kamar hotel. Apa yang kita lakukan? Selama mereka tidak melakukan suatu hal yang membahayakan biarkan saja dulu, pengawal kita juga ma
"Mereka tidak melakukan apapun sampai sekarang." Endi menghembuskan napas lelah "Tidak ada yang mereka lakukan sampai sekarang, apa yang akan kita lakukan?" Jimmy diam menatap Endi yang sedang memijat keningnya, beberapa hari ini tidak ada sesuatu yang terjadi sama sekali. Perkiraan mereka sedikit salah, melihat kegiatan Yudi dan Febby tidak ada yang mencurigakan sama sekali, Jimmy sesekali membantu dengan mengamati Febby."Kenapa udah kangen sama Tere?" goda Jimmy yang membuat Endi memutar bola matanya malas."Kamu yang kangen Siena, kalian sudah nggak ketemu berapa lama?" Jimmy yang kali ini memutar bola matanya malas "Aku masih mempelajari apa yang Yudi rencanakan.""Apa sesulit itu? Tanpa adanya papi membuat kita seperti jalan buntu," ucap Jimmy memejamkan matanya.Ponsel Jimmy berbunyi, menatap layar ponselnya yang seketika terkejut. Jimmy menatap Endi dengan tatapan bingung, Endi berjalan mendekati Jimmy dan seketika membelalakkan