Keputusan memang harus diambil, mengakhiri hubungan dengan Febby. Beberapa hari ini tidak pernah mendatangi tempat tinggal Febby, tapi Jimmy meminta salah satu pengawal yang dipercaya untuk melihat keadaannya.
"Aku tahu kalau pernikahan ini terpaksa, aku juga tidak berhak meminta apapun ke kamu, tapi setidaknya kamu pikirkan tentang anak kita. Kamu tidak perlu memikirkan Jeno, bagaimanapun dia bukan darah dagingmu." Siena mengambil tempat disamping Jimmy yang membuatnya terkejut "Aku tahu apa yang kamu rasakan dan pikirkan, Jim. Aku kenal kamu dari lama, jadi sudah tahu semua tentang kamu."Tidak ada kata yang keluar dari bibirnya saat Siena mengatakan hal tersebut, lidahnya seakan kelu dan tidak bisa mengeluarkan suaranya sama sekali. Menatap Siena yang tampak santai saat mengatakan hal tersebut, tapi Jimmy tahu jika perasaannya sangat sakit."Maaf."Siena menggelengkan kepalanya "Tidak ada yang harus di maafkan, Jim.""Aku bajingan! Baj"Bebal."Jimmy menatap tajam pada Ruli saat berkata seperti itu, kalimat yang keluar setelah menceritakan apa yang terjadi semalam dengan Febby. Mereka kini berada di coffee shop depan apartemen, rencananya akan berangkat bersama ke rumah sakit milik keluarganya bersama Tomo dan Danu. Kedua pria lainnya hanya diam mendengarkan, belum ada komentar atau reaksi apapun."Kata apalagi yang cocok buat kamu setelah semuanya? Orang tua kamu pastinya sudah memikirkan panjang, kamu buta yang namanya cinta." Ruli mengatakan penuh emosi "Apa menariknya Febby? Kamu sudah lihat rekaman cctv yang dia lakukan sama pria lain di apartemen yang kalian sewa dan sekarang kamu masuk kembali dalam jebakan permainannya." "Cinta tai kucing kalau buat kalian berdua," sahut Danu yang diangguki Tomo."Kenapa nggak ada yang suka sama hubunganku dan Febby?" Jimmy menatap penasaran pada ketiga sahabatnya "Kalian bukannya dulu dukung tapi kenapa sekarang...""Kita duku
"Dia akan melakukan apa?" Rifat menatap salah satu pengawal yang mengikuti Yudi."Belum ada pergerakan sama sekali, tapi Jimmy sudah mengakhiri hubungan dengan Febby." Rifat menghembuskan napas panjang "Ikuti mereka terus terutama Febby, aku yakin ada yang direncanakan."Rifat melempar kertas yang baru saja diterimanya, hembusan napas panjang dikeluarkannya. Tidak pernah ada dalam bayangannya harus berhadapan dengan masa lalu Tania, mencintai dari lama membuat Rifat harus mengalami banyak hal dan ini adalah salah satunya."Memikirkan apa, Om?" tanya Lucas yang berjalan mendekati Rifat "Masalah mami dan mantannya? Kita sudah membahas ini berkali-kali."Rifat menghembuskan napasnya kembali "Papi kamu sudah merencanakan semuanya dengan baik, kebiasaan kalian yang nggak pernah bisa setia dengan satu wanita." Lucas mencibir kata-kata Rifat "Memang benar, kalian selalu membuat repot.""Memang apa yang Jimmy lakukan?" Lucas bertanya pada intinya
"Apa harus sejauh ini?" Fransiska menatap mereka semua setelah mendengarkan penjelasan Leo "Apa aku nggak bisa disini aja?""Sayangnya nggak bisa," jawab Bima dengan nada tegasnya "Kita semua tidak mau terjadi sesuatu pada kalian berdua yang sedang hamil.""Kak Zee disini, aku bisa tinggal bersama mereka. Hotel bukannya dijaga penuh? Aku rasa..." Leo menggenggam tangan Fransiska sambil menggelengkan kepalanya "Bagaimana dengan kakak aku dan mama?""Mereka akan aman, target mereka bukan keluarga kamu tapi kita dan orang-orang kesayangan kita. Zee nggak ikut karena memang bukan dia targetnya, Billy sudah sangat mampu menjaga Zee." Lucas menjawab Fransiska tenang "Kalian berdua akan bersama dengan Anggi dan mami, jadi nggak perlu khawatir. Keluarga kamu tetap dalam pengawasan kita jadi tidak perlu khawatir, beritahu mereka jika ada sesuatu yang mencurigakan tapi kalau tetap merasa khawatir hanya mama kamu yang bisa ikut.""Kakak aku dan anaknya?" Fra
"Kenapa kamu?" suara Endi membuyarkan lamunan Jimmy "Kesepian? Baru merasakan nggak enak nggak ada istri dan anak?""Apaan sih? Nggak lah!" elak Jimmy langsung "Aku kesini cuman mau minta makan sama Mas Irwan, makan gratis.""ASTAGA! Duit banyak minta makan gratis." Endi menggelengkan kepalanya."Kaya situ nggak." Jimmy menyindir Endi yang langsung memberikan tatapan tajam "Gimana perkembangan Prof Yudi?""Dia mencari mami dimana, walaupun beberapa kali terlihat depan rumah kalian." Endi memberikan informasi yang membuat Jimmy membelalakkan matanya "Aku juga lihat Febby dalam mobil, sepertinya cari rumah kamu."Jimmy menatap tidak percaya "Mereka sudah sejauh itu?" Endi menganggukkan kepalanya "Apa yang harus kita lakukan? Rey gimana?""Rey ada disini, dia tinggal skripsi jadi lebih banyak didalam kamar hotel. Apa yang kita lakukan? Selama mereka tidak melakukan suatu hal yang membahayakan biarkan saja dulu, pengawal kita juga ma
"Mereka tidak melakukan apapun sampai sekarang." Endi menghembuskan napas lelah "Tidak ada yang mereka lakukan sampai sekarang, apa yang akan kita lakukan?" Jimmy diam menatap Endi yang sedang memijat keningnya, beberapa hari ini tidak ada sesuatu yang terjadi sama sekali. Perkiraan mereka sedikit salah, melihat kegiatan Yudi dan Febby tidak ada yang mencurigakan sama sekali, Jimmy sesekali membantu dengan mengamati Febby."Kenapa udah kangen sama Tere?" goda Jimmy yang membuat Endi memutar bola matanya malas."Kamu yang kangen Siena, kalian sudah nggak ketemu berapa lama?" Jimmy yang kali ini memutar bola matanya malas "Aku masih mempelajari apa yang Yudi rencanakan.""Apa sesulit itu? Tanpa adanya papi membuat kita seperti jalan buntu," ucap Jimmy memejamkan matanya.Ponsel Jimmy berbunyi, menatap layar ponselnya yang seketika terkejut. Jimmy menatap Endi dengan tatapan bingung, Endi berjalan mendekati Jimmy dan seketika membelalakkan
Ponsel berbunyi setiap saat, Jimmy menatap dalam dan tidak ada niat mengangkatnya. Jimmy tahu jika ponselnya sudah dipasang sadap oleh Endi dan timnya, membayangkan saja seketika membuat Jimmy mual dan bergidik ngeri. Alasan itu pula membuat Jimmy menggunakan ponsel khusus untuk komunikasi dengan Siena dan Jeno, ponselnya masih berbunyi membuat Jimmy menghembuskan napasnya kembali."Harusnya dia tahu kalau aku nggak mau ketemu, apa kurang jelas kata-kataku tadi?" Jimmy berbicara dengan dirinya sendiri tanpa melepaskan tatapan dari ponsel, menggelengkan kepalanya tanda tidak akan tergoda "Aku matikan saja."Jimmy mengambil ponselnya dan langsung mematikannya, tidak peduli dengan panggilan yang masih dilakukan Febby. Wanita satu itu tampaknya masih belum menyerah untuk mendapatkannya, perpisahan mereka sudah dilakukan dan harusnya sudah paham dengan semua kata yang keluar dari bibirnya saat itu.Jimmy menghembuskan napas panjang saat melihat jam yang ada di
"Pasiennya sudah masuk semua? Apa masih ada?" Jimmy menatap perawat yang sedang membereskan berkas."Sebenarnya sudah tapi..." perawat tampak ragu melanjutkan kata-katanya "Ada yang mau bertemu dokter, wanita." Jimmy mengangkat alisnya mendengar perkataan perawat "Saya tidak tahu siapa, tapi dia bilang penting dan menunggu di cafe."Mengingat siapa yang memiliki janji dengannya, Jimmy menggelengkan kepalanya saat tidak merasa memiliki janji dengan siapapun, seketika tubuhnya membeku saat memikirkan sebuah nama, seketika menggelengkan kepalanya agar apa yang dipikirkannya tidak benar."Aku duluan," ucap Jimmy dengan beranjak dari tempat duduknya.Langkah kakinya menuju ke cafe, tempat dimana wanita itu menunggu. Jimmy mencoba meyakinkan diri jika semua tidak benar, tidak mungkin wanita itu memiliki keberanian untuk menemuinya. Febby tidak mungkin datang ke rumah sakit ini, pastinya banyak yang mengenalinya jika sampai datang kesini."Ada a
"Tindakan yang sangat berani." Endi menatap tidak percaya setelah mendengar rekaman dan meletakkannya di meja "Apa yang kita bayangkan memang sesuai, Febby yang akan menemui kamu. Sekarang kita mau lihat pergerakkan Yudi, sampai sekarang tidak ada tanda-tanda sama sekali."Keheningan menemani mereka setelah mendengar perkataan Endi, harusnya kemarin Jimmy bisa sedikit sabar dan mengikuti arus yang dibuat Febby. Mendengar bagaimana Febby menjelekkan orang tuanya seketika Jimmy tidak terima, tidak suka jika orang tuanya dihina orang lain, Jimmy yakin siapapun anaknya pasti akan membela orang tuanya. Jimmy sudah terpancing dengan semua perkataan Febby yang tidak seharusnya dilakukan, hembusan napas dikeluarkan saat menyadari emosinya tidak bisa dikendalikan sama sekali."Kamu nggak dapat gambaran sama sekali dari pertemuan dengan Febby?" tanya Endi yang membuyarkan lamunan Jimmy, menggelengkan kepalanya sebagai bentuk jawaban yang diberikan "Kita harus tetap mengikuti