Azura menangis disamping ranjang pasien VVIP di salah satu rumah sakit swasta terbaik di ibu kota. Dia sangat sedih melihat keadaan Ricardo yang terbaring lemah.
"Kakek... kakek bangun... aku janji akan jadi anak yang penurut tidak membantah omongan kakek lagi. Bangun kek." Azura memegang tangan kakeknya dengan erat.
"Tante kita bawa aja kakek pengobatan di luar negeri biar lebih baik dan bisa cepat sembuh."
"Nona Azura tenang pak Ricardo pasti akan sehat. Tadi kena serangan jantung. Kamu yang sabar yaa sayang," kata Gisela dengan lembut.
Gisela sedih melihat keadaan Ricardo dan Azura. Gisela wanita berumur paruh baya adalah asisten dan sekretaris pribadi Ricardo. Gisela dulu sahabat Megan ibu Azura, Gisela membantu Ricardo dan Anita membesarkan, merawat, dan menjaga Azura dari usia 6 tahun sampai diusianya sekarang 20 tahun.
Gisela dulu sempat menikah namun akhirnya bercerai, Mantan suami Gisela menceraikannya karena tidak bisa memberikan keturunan. Jadilah Gisela sangat menyayangi Azura seperti putrinya sendiri.
"Nanti kalau pak Ricardo sudah makin membaik kita bawa berobat keluar negeri yaa." Gisela membelai lembut punggung Azura.
"Terima kasih tante. Tante memang yang terbaik." Azura memeluk tante nya dengan erat.
Sudah seminggu Ricardo dirawat di rumah sakit, Azura juga selama seminggu tidak berangkat kuliah. Dia fokus menemani kakeknya, hanya tinggal kakeknya saja didunia ini. Wendy dan Joy bergantian datang dan menemani Azura dirumah sakit juga membawa beberapa tugas kuliah agar Azura tidak ketinggalan mata kuliahnya.
"Terima kasih Wen, Joy tanpa kalian apa lah aku ini cuma remukan rempeyek yang ada udang dibalik tepung." Azura memeluk kedua sahabat dekatnya itu.
Azura, Wendy, dan Joy sudah bersahabat dari mereka masih sekolah sampai kuliah saling berbagi cerita dan saling membantu. Joy teringat tentang Steve yang terus menerus bertanya pada Joy dan Wendy kemana Azura.
"Azu sewaktu kamu ga masuk tuh si Steve nanyain kamu terus loh, bikin aku makin sebal setengah hidup dengan kelakuan si Steve." Joy jengkel dengan kelakuan Steve.
"Ngapain tuh mahluk hidup nanyain aku?" Azura menyerengitkan dahinya.
"Lah, kamu nanya aku trus aku nanya sapa dong, memang kamu ada masalah apa sih sama tuh mahluk?" tanya Joy yang penasaran, Wendy yang mendengarkan juga ikut penasaran.
"Apa yaa..." Azura masih berfikir dia buat masalah apa dengan Steve lalu berkata, "aku inget, pas aku ngantuk banget trus gue mau ke toilet kan malah nabrak si Steve itu. Orangnya yaa ampun sombong banget bikin jengkel. Aku berantem mulut gitu lah sama dia, merasa sok terkenal dia, kalau dia terkenal pasti dong aku tau. Lah ini aku aja ga tau." Azura menjelaskan dengan semangat perjuangan tentang pertengkarannya dengan Steve.
"Kayaknya cuman kamu aja deh yang ga tau siapa Steve di kampus kita, walau kamu itu cantik yaa Zu, tapi pergaulan kurang luas. Kayak aku dong semua cowok cakep di kampus kita aku tau banget letak mereka." Wendy berkata dengan semangat juga.
"Aah peduli amat sama Steve... Steve itu! Bikin jengkel aja."
"Sstt, jangan gitu Zu. Kata orang kalau terlalu jengkel biasa bikin jatuh cinta sama tuh orang loh. Antara cinta dan benci itu beda-beda tipis." Wendy tertawa meledeki Azura.
Azura, Wendy, dan Joy terus bercanda dan tertawa bersama persahabatan mereka terjalin manis dan saling mendukung satu dengan yang lain. Mereka punya rules sendiri dengan persahabatan mereka yaitu tak akan pernah berpacaran dengan mantan pacar sahabat mereka. Jika itu terjadi bisa merusak persahabatan mereka sendiri.
*•*•*•*•*•*•*•*•*
Akhirnya keadaan Ricardo semakin membaik dan keluar dari rumah sakit. Azura tentu saja sangat bahagia kakeknya sudah sehat kembali, Ricardk beristirahat dirumahnya. Beberapa kolega dan para atasan perusahaan mengunjungi Ricardo dirumahnya. Azura mengawasi orang-orang yang datang walau ada Gisel yang membantunya.
Saat Azura berada di taman belakang rumah seorang pria yang dia kenal menghampirinya. Luis Geraldo pria setengah baya itu menghampiri Azura.
"Apa kabarmu Azura?" tanya Luis.
"Baik om. Terima kasih," jawab Azura dengan sopan.
"Paa, apa itu Azura?" tanya seorang wanita yang seumuran dengan Luis datang menghampiri mereka.
"Iya ma, ini Azura anak Megan dan Harry," jawab Luis.
Azura sekarang mengerti ini istri dari Luis Geraldo."Yaa ampun Azura, kamu cantik sekali persis seperti mama mu." Wanita itu menatap Azura dengan bahagia.
"Terima kasih, tante. Tente juga sangat cantik. Mohon maaf tante apa kenal dengan mama saya?" tanya Azura penasaran.
"Ooh maaf tante belum mengenalkan diri tante padamu. Nama tante Bella Geraldo istri dari om Luis, tante sahabat mamamu, Megan."
"Tante mengenal mama saya?" Azura menjadi penasaran.
"Tentu saja sayang..."
Azura dan Bella akhirnya duduk bersama, Bella menceritakan tentang hubungannya dengan Megan. Azura jadi mengerti kenapa Luis Geraldo selalu mengatakan dirinya cantik dan Bella Geraldo juga mengatakan hal yang sama. Mereka dulu ternyata sahabat mama dan papanya.
"Seandainya dulu...." Bella menangis teringat dengan Megan.
"Ma sudahlah ma, lihat anak Megan dan Harry sangat cantik dan sudah dewasa. Semoga janji kita dulu pada Harry bisa kita wujudkan. Aku yakin Reno pasti menyetujuinya," kata Luis pada Bella.
Azura menjadi bingung, siapa lagi Reno? Apakah mungkin salah satu sahabat orang tuanya juga?
"Iya pa.. mama akan sangat bahagia bila hal itu terjadi. Liat lah Azura sangat sempurna cocok banget yaa pa." Bella yang tadinya menangis sekarang tersenyum menatap Azura.
Azura hanya membalas senyum juga pada Luis dan Bella, walau dia tidak mengerti dengan maksud yang mereka katakan yang penting dia bersikap sopan santun, menghormati, menghargai orang yang terlebih tua.
Luis dan Bella sekarang berada di ruang kerja Ricardo. Azura menjadi penasaran apa yang telah terjadi, Luis waktu itu tengah malam datang ke rumahnya dan berbicara di ruang kerja kakeknya juga. Azura berusaha menguping dari balik pintu mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan. Walau tidak terlalu jelas tapi dia mendengar tentang perjodohan.
"Siapa yang mau dijodohkan yaa," gumam Azura dengan penasaran.
Lalu terdengar lagi suara tawa Ricardo dan Luis juga Bella. Mereka sepertinya sudah ada kata sepakat, Azura segera bersembunyi saat mendengar suara langkah kaki menuju pintu keluar dari ruang kerja. Luis dan Bella akhirnya berpamitan pulang, Gisel mengantarkan mereka sampai ke pintu utama rumah mewah tersebut.
Tak lama Ricardk menyuruh salah satu asisten rumah tangga memanggil Azura. Azura yang dari sembunyi dengan secepat mungkin keluar dari tempat persembunyiannya untuk menemui Ricardo.
Tok..tok... suara pintu terdengar dari balik ruang kerja Ricardo.
"Masuk."
"Maaf kek memanggil aku?" tanya Azura sambil berjalan mendekati Ricardo.
"Iya Azura. Besok temani kakek yaa."
"Ke mana Kek?"
"Makan malam dengan Luis dan Bella sekalian ada pertemuan keluarga."
"Hmm, oke deh kek."
"Pakai pakaian yang tidak terbuka yaa, Zu. Ingat jaga tingkah lakumu, ingat kesopanan."
"Iya kakekku, sayang."
Ricardo memeluk Azura. Dia merasa bahagia sekarang Azura sudah tidak lagi membantah dirinya dan hanya bisa berharap cucunya akan selalu sama seperti ini.
Azura masih kepikiran tentang apa yang dia dengar saat pembicaraan Ricardo dengan Luis Geraldo. Siapa yang akan dijodohkan? Apakah dia akan dijodohkan oleh kakeknya dengan anak Luis dan Bella Geraldo? Dia belum siap jika harus menikah di usianya yang masih 20 tahun.Dengan perasaan yang sedang tidak menentu Azura menghubungi Wendy tapi ponsel temannya itu tidak aktif lalu menghubungi Joy. Dia ingin bertemu dengan Joy untuk menceritakan tentang dirinya yang sepertinya akan di jodohkan dengan anak Luis Geraldo walau dia sendiri belum pasti.Wajah Azura tidak bersemangat, dia lelah dengan semua peraturan yang dibuat Ricardo dan juga risau tentang kabar perjodohan. Joy mendengarkan semua keluh kesah Azura yang terlihat tertekan.
Tanpa curiga Azura menerima cocktail yang diberikan Roy. Steve memperhatikan itu juga dengan senyuman licik sebentar lagi Azura akan menjadi miliknya dan gadis itu tidak akan mungkin menolaknya lagi.Apa yang direncanakan oleh Steve tidak semudah yang dibayangkan. Niat jeleknya ternyata sudah diketahui oleh pria yang dari tadi memperhatikan Azura. Azura adalah miliknya tidak akan mudah dia membiarkan Azura menjadi milik orang lain.Azura mengalami rasa yang berbeda pada dirinya yang dia bingung untuk diungkapkan. Dia gelisah dan mulai merasa kegerahan tanpa disadarinya menyentuh lehernya. Sensasi berbeda yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya, meningkatkan gairah yangmenjalar dari aliran darah hingga bagian sensitifnya.Wajah A
Hidup di dunia bagaikan suatu ujian dalam hidup. Ada berbagai cerita yang berharga untuk kita syukuri dan ada cerita sedih sebagai pelajaran dalam kehidupan agar tidak terulang lagi di masa depan.Azura terbangun dengan kondisi badannya tidak seperti dulu. Kepalanya pusing, merasakan sakitnya di sekujur tubuhnya terasa remuk redam. Dia bingung dengan keadaan disekitarnya, kamar ini bukan kamarnya.“Aku di mana?” ujar Azura bingung.“Kenapa aku ga pakai baju?”Berbagai pertanyaan ada di dalam benak Azura. Dia berusaha mengingat apa yang terjadi kemarin malam sehingga bisa berakhir di sebuah r
Penyesalan selalu datang terlambat dan baru akan menyadari jika semuanya telah terjadi. Seandainya kemarin dia mendengarkan kata-kata Joy tentu kejadian yang menghancurkan masa depannya tidak akan terjadi.Joy tidak mengantarkan Azura pulang ke rumahnya. Tidak mungkin Azura pulang dalam keadaan yang memprihatinkan. Wajah Azura pucat dan tampak tertekan tidak ada lagi raut kebahagiaan terpancar wajah cantik sahabatnya yang selalu ceria."Kamu makan dulu, Zu," ujar Joy menyuapkan sesendok nasi pada Azura.Azura tanpa semangat memakan secara perlahan suapan dari Joy. Dia sebenarnya tidak lapar, tapi sahabatnya itu selalu mendukungnya membuatnya tidak enak sendiri."Maafkan aku, Azura ini semua salahku. Seandainya aku lebih keras menyuruhmu tidak ikut ke club malam dan mengawasimu semua ini tidak akan pernah terjadi," ujar Joy dengan menyesal.Air mata terj
Azura sangat terkejut kalau hari ini dia akan langsung bertunangan dengan Reno. Dia berpikir ini terlalu cepat, tingkah laku Reno saja begitu menyebalkan. Kalau tidak ingat ada Kakeknya dan orang tua Reno yang sangat baik padanya ingin dia hajar laki-laki dingin tersebut."Apa bertunangan!" Azura menatap Ricardo.Ricardo terkejut dengan reaksi Azura begitu juga dengan Bella.Raut wajah Bella berubah, dia sedih dengan reaksi Azura hal tersebut membuatnya menjadi tidak enak sendiri."Apa tante yakin hari ini langsung bertunangan? Kan saya dengan Reno baru bertemu sekali tante dan kami belum saling mengenal lebih lanjut tante,” protes Azura. Dia keberatan dengan pertunangan yang mendadak."Bu Bella maafkan saya, ini kesalahan saya yang tidak memberitahukan
Keesokan harinya Azura janjian bertemu dengan Reno. Dia sangat kesal pada tunangan sialannya itu, jika bukan karena kakeknya tidak akan mungkin dia mau dengan Reno. Laki-laki sama sekali tidak memperdulikannya.Azura masuk ke dalam salah satu kafe yang tampak lenggang. Jam makan siang sudah lewat jadi kafe tersebut tidak seramai biasanya. Reno melambaikan tangannya ke arah Azur."Hai Azura," sapa Reno.“Tidak usah basa-basi sekarang apa maumu!” ujar Azura dengan raut wajah kesal."Waah ternyata kamu ga sabar-an ya, udah to the point. Santai dulu lah sejenak, pesan minum gitu.""Iya aku memang ga sabar-an, ga mau pesan-pesan apapun jadi cepetan kamu mau bilang tentan
Rasa kesal dan marah ada di dalam benak Azura. Dia ingin melepaskan segalanya, tapi dia sendiri tidak mampu. Apalagi sekarang dia harus berhadapan dengan Reno, lelaki yang kaku, dingin, dan sama sekali tidak memperdulikannya membuat Azura merasa dihargai oleh seorang wanita.Mata Azura menatap Reno dengan dingin, dia tidak ingin terintimidasi oleh pria tersebut. Sekarang mereka sama-sama saling membutuhkan, itu membuat Azura merasa ada kesempatan untuk mengambil keuntungan juga. Pernikahan mereka ada hanya pernikahan kontrak dan bisnis semata."Sekarang bagaimana kita harus memulainya," kata Azura tanpa berbasa-basi pada Reno."Seperti yang aku katakan kemarin, kita menikah, GL company menanam saham perusahaan Jcorp. Si Liam siap memimpin perusahaan, pap
Alessia, Wendy, dan Joy berada di kantor keamanan rumah sakit. Seorang satpam disana melihat mereka dengan heran."Siapa mereka? Apa pencuri?" tanya seorang satpam paruh baya pada Doni."Saya belum tau pak tapi kayak nya fans dokter Reno," ujar Doni dengan sopan."Waah dokter Reno memang sangat terkenal yaa dikalangan para suster, dokter, hingga pasien. Yaa udah kamu periksa saja kita tak pernah tau pencuri itu seperti apa, sayangnya pada cantik-cantik tapi–""Pak jaga omongan anda yaa, teman saya ini Azura Javier calon istri dokter Reno. Kami tidak berbohong pak," ujar Wendy."Kalian duduk lah dulu," kata Doni mempersilahkan mereka untuk duduk disalah satu kursi."Identitas?" Doni meminta identitias mereka bertiga."Awas aja kalian kalau sampai dokter Reno tahu kalian memperlakuk
Seusai itu senja jadi sendu awan pun mengabu Kepergianmu menyisakan duka dalam hidupku 'Ku memintal rindu menyesali waktu mengapa dahulu Tak kuucapkan aku mencintaimu sejuta kali sehari Walau masih bisa senyum Namun tak selepas dulu Kini aku kesepian Kamu dan segala kenangan Menyatu dalam waktu yang berjalan Dan aku kini sendirian Menatap dirimu hanya bayangan Tak ada yang lebih pedih
Tak lama Bella dan Luis datang ke rumah sakit, mereka langsung menemui Azura. Azura hanya terdiam menatap lantai dengan pandangan kosong. Dia tidak pernah menyangka akan mengalami musibah seperti ini. Baru saja 2 tahun dia bahagia bersama Reno tapi sekarang jadi seperti ini."Ada apa ini Azura, kenapa Renk bisa seperti ini?" tanya Bella dengan khawatir."Aku... aku..." Azura tak sanggup berkata-kata lagi air mata terus mengalir di pipinya.Bella memeluk Azura. Dia mengerti perasaan menantunya yang tidak menyangka Reno bisa seperti ini. Luis tidak sabar menunggu kabar dari Dokter yang menangani Reno.“Aduh lama banget sih. Ngapain aja mereka,” ucap Luis gelisah.Mereka hanya saling diam sambil memanjatk
Keesokan harinyaDi saat Reno akan berangkat kerja Gil malah menangis. Dia tidak ingin Reno meninggalkannya membuat Reno tidak tega pada putranya."Mau cama papa, papa ga boleh pelgi.” Gil menarik tangan Reno.Reno menggendong Gil lalu berkata, “Gil mau sama ikut Papa?" tanya Reno."Cama Papa… Papa."Reno tidak tega menolak keinginan Gil. Dia pun tidak jadi berangkat ke rumah sakit demi menemani putranya."Bang apa ga masalah kamu ga
2 tahun kemudianTanpa terasa waktu berlalu dengan cepat. Pernikahan Azura dan Reno sudah 2 tahun begitu juga dengan usia Gil yang menginjak 2 tahun.“Sayang, kamu kenapa kok pucat sekali wajahmu?” tanya Reno khawatir keadaan Azura.“Ga tau nih Bang sudah 3 hari aku selalu mual dan muntah-muntah kali pagi,” jawab Azura.Reno teringat kejadian di Sydney dulu persis seperti keadaan Azura saat ini. Dia berpikir mungkin saja Azura hamil. Dia akan memastikan keadaan Azura hamil atau tidak agar tidak bimbang.“Kita ke dokter yaa pagi ini sekalian ikut ke rumah sakit,” ujar Reno.“Iya Bang.”
Tiga bulan kemudianUsia baby Gil sudah 3 bulan. Azura sudah tidak seperti dulu lagi dia banyak tersenyum seakan kebahagiaan selalu menghampirinya. Dalam hatinya berharap kebahagiaan ini jangan sampai berakhir. Sudah dua bulan ini dia membatasi jam praktiknya agar bisa berkumpul bersama keluarga dan bermain bersama putrinya, Gil.Tapi berbeda dengan Richie. Dia mencoba mengerti dengan kebahagiaan Azura dan Reno hanya bisa menatap dari kejauhan kebahagiaan mereka. Dia ingin sekali menghampiri putranya, memeluk putranya, dan mengatakan kalau dia sangat mencintai Gilbert Rexy Geraldo melebihi apapun di dunia ini.Hingga Richie datang menemui Reno di rumah sakit. Dia ingin meminta sekali saja bersama baby Gil lalu dia akan merelakan semuanya.“Ada apa kamu
Setelah pemeriksaan intensif dengan baby Gil oleh tim dokter barulah Luis merasa lega. Baby Gil mengalami dehidrasi atau kekurangan cairan. Reno sangat sedih menatap bayi yang baru berusia sehari itu terbaring lemah di inkubator untuk membuat suhu tubuhnya stabil.Jarum infus masuk ke dalam tangan bayi mungil tersebut sampai suara tangisan terdengar tanpa air mata. Baby Gil diberikan air susu ibu pengganti yang sudah disiapkan oleh pihak rumah sakit untuk memenuhi gizi anak Reno. Keadaan Azura yang masih dipengaruhi oleh obat penenang tidak memungkinkan untuk memberikan ASI untuk anaknya. Mungkin setelah Azura sadar baru dapat memberikan ASI yang semestinya.“Kamu baik-baik saja Ren?” tanya Luis.“Iya Pa, aku baik-baik saja,” ucap Reno.Luis tidak
Selvia sangat kesal terus mendengar suara tangisan anak Azura. Ingin sekali dia membungkam anak tersebut.“Woi diam ga? Kalau ga diam ku bunuh kamu," teriak Selvia.Suara teriakan Selvia terdengar sampai luar rumah yang hanya berdinding kayu tersebut. Richie sudah sangat emosional dia akan keluar mobil tapi ditahan oleh Reno.“Kamu jangan gegabah Richie,” ujar Reno.“Tapi anakku dalam bahaya,” protes Richie.Reno terdiam. Dia menatap Richie yang sangat khawatir pada Gilbert. Rasa jiwa seorang ayah seakan keluar dari di
Keberadaan Selvia tidak diketahui. Selvia tidak ada di apartemen atau di tempat biasa wanita itu berada. Hal tersebut membuat Richie menjadi semakin yakin kalau Selvia lah yang menculik anaknya.Richie mondar-mandir di dalam kantor dengan gelisah. Dia sangat khawatir dengan keadaan putranya apalagi baru saja beberapa jam dilahirkan di dunia ini seharusnya dia menyuruh orang untuk menjaga Azura dan Gilbert. Dia juga kesal pada Reno, Reno tidak bisa menjaga Azura dengan semestinya.Dering telepon Richie pun berbunyi."Hallo bagaimana?" tanya Richie."Saya masih melakukan pencarian Tuan, alamat yang kamu berikan sudah kosong sejak seminggu yang lalu sepertinya wanita itu sudah merencanakan ini semua dan wanita di cctv itu memang Selvia," ujar Hans.
Beberapa hari kemudianAkhirnya hari yang dinantikan Reno dan Azura tiba juga, Azura akan melahirkan anak pertama mereka. Reno menemani Azura di ruangan bersalin, tak tega melihat wajah kesakitan istrinya."Abang sakiiit." Azura mengeluh pada Reno."Tarik napas lalu buang sayang, ingat saat kamu senam hamil. Ayo sayang aku ada disini selalu menemanimu," kata Reno memberi semangat pada Azura."Sakiiit Bang.. ini semua gara-gara kamu" teriak Azura."Iya sayang ini semua gara-gara aku, ayoo sayang ambil nafasnya dorong lagi.""Bang sakiit… coba Abang ga bercinta ini ga mungkin sakit.”"Iya Sayang semua salah