“Umm, cukup Kak. Ini jauh lebih baik dibanding tadi.” Livy mengangkat sedikit bahunya, ia menolehkan kepala ke belakang menatap penuh kerinduan, pada sosok rupawan berwajah tegas yang kini memiliki garis lelah.Tadi, setibanya di rumah, El langsung memijat punggung Livy. Selama seminggu ini absen dilakukannya, karena sibuk berkerja, pria ini ingin turut andil dalam proses meng-ASIhi. “Ada apa?” tanya El dengan suara parau dan mata sayu.“Berputar, Kak!” perintah Livy yang membuat El menautkan alis. “Ayo, Kak!”El patuh, ia memutar tubuh 180 derajat, hingga bagian punggung tepat di depan wajah Livy. Perlahan, tangan mulus mulai menyentuh area otot kekar bagian belakang yang terasa kaku. “Seharusnya Kakak langsung tidur, besokk ‘kan mau ke rumah sakit menjenguk Al. Tidak perlu memijit aku,” tandas Livy sembari memberi pijatan agar lelah minggat dari raga sang kekasih.“Tapi sekarang kamu yang memijit punggungku,” balas El terkekeh gemas karena wanitanya sangat bawel.Tak ingin tangan i
‘Musnahkan semua hasil pencariannya! Lebih baik Livy tidak tahu! Aku harap dia tidak pernah mencari tahu tentang ibunya’ “Ini makan yang banyak, Sayang,” tukas El sembari memotong kecil-kecil daging kalkun panggang dan menuang salad hijau di piring Livy.Sedangkan ibu muda ini terkesiap, sejak duduk di ruang makan ia melamun. Percakapn di ruang kerja El terngiang, hatinya perih karena El menutupi hasil penyelidikan tentang ibunya. Ia yakin pria itu mengetahui sesuatu hal yang penting, tapi kenapa harus dirahasiakan? “Tapi aku kenyang, Kak,” tanggapan Livy tanpa menolehkan kepala. Nafsu makannya menguap, padahal perut masih membutuhkan makanan sebagai sumber tenaga dan nutrisi untuk Al. Livy memilih meneguk segelas susu hangat dibanding menyantap daging yang telah dipotong oleh El.“Kamu kenapa?” bisik El sedikit mendekatkan kepala.“Aku? Mungkin ngantuk.” Livy mengigit bibir bawah tetap menatap lurus.“Aku suapi.” Paksa El, menjulurkan garpu dengan potongan daging kalkun gurih dan l
Setelah menikmati waktu berdua, jalan santai menyusuri trotoar dan membeli churros serta bicara dari hati ke hati. Livy tidak murung lagi, ia menerima kenyataan dan jalan takdir. Seandainya sang ibu tidak membuangnya, mungkin … saat ini ia tidak bertemu dengan El dan mendapat keluarga baru yang sangat baik melebihi keluarga kandung. Livy juga tidak menolak pergi ke makam ibu, hanya saja ditunda, sampai Al benar-benar bisa ditinggal.“Kamu yakin ini cukup?” tanya El memandangi botol kaca ASI berukuran 100 mili.“Iya Kak, tadi pagi sebelum bangun tidur ‘kan sudah. Lagi pula ini sisanya, terima kasih.” Livy menolehkan kepala, ia tersenyum manis pada calon suami yang selalu sigap membantu.“Sama-sama, apa pun untukmu , Sayang.” El memutar tubuh Livy-nya, menangkup pipi, membelai lembut dengan ibu jari dan menyatukan bibir. Ia tidak pernah bosan menghisap rasa manis dari candunya, ini sangat menyenangkan dan pasti membuat rindu. Pasalnya sore ini El berangkat ke luar negeri untuk menghad
“Ini Tuan, sepertinya Nona merindukan Tuan Fabregas,” ucap Alonso sembari menaruh tab ke atas meja.“Ck, kenapa harus?! Terbuat dari apa hatinya sampai merindukan pria jahat itu?” geram El.Setelah mengakhiri sesi telepon bersama Livy, lelaki ini memerintah Alonso mencari tahu penyebab wanitanya menangis. El tidak percaya sang kekasih masih mengharap ayah angkatnya berbaik hati.“Bagaimanapun, sejak kecil sampai dewasa Nona hidup bersama Tuan Fabregas. Nona Livy tulus menyayangi mantan mertua Anda. Hanya saja, pria itu tidak bisa melupakan masalah yang telah terjadi,” pungkas Alonso merasa iba setelah melihat rekam CCTV.“Paman benar.” El menghela napas panjang, ia tidak tahan kembali ke Kota Madrid, memeluk Livy-nya dan memberi wanita itu berjuta kasih sayang.Namun, sayang, paska dua hari di Birmingham, El terpaksa menunda jadwal pulang. Sebab, urusan mendesak lain menuntut di selesaikan. Ia pun terbang menuju Zurich-Swiss, menemui Presdir Cwell Grup terkait pengembangan teknologi ke
“Selamat pagi Tuan Fabregas,” sapa wanita paruh baya, sedangkan Livy berdiri di balik punggung Nyonya Torres, menyembunyikan raga walau terlihat.“Apa kabar Nyonya Torres? Sepertinya hidupmu baik-baik saja?” Suara serak, menusuk serta tatapan sengit dari ekor mata menghujam wanita muda.“Ah, tentu. Aku merasa bersyukur dikelilingi orang-orang baik, termasuk Livy,” celetuk Nyonya Torres membuat pria kurus kering ini mengalihkan perhatian pada pembicara.Sebelah sudut bibir Tuan Fabregas berkedut, lalu geleng-geleng kepala melihat akrabnya dua perempuan itu. Pria ini memberikan kode pada perawat agar kembali ke kamar. Sebagai ayah, rasa sakit masih menutupi pintu hati karena putrinya di sakiti.“Nyonya Torres, aku permisi. Silakan menikmati udara dingin di taman, hati-hati pada orang terdekat, bisa mencelakai kapan pun, ” ucap Tuan Fabregas menekan pada kata ‘hati-hati’ sembari menatap jengah pada putri angkatnya.Ketika kursi roda mulai bergerak perlahan, pria itu memindai penampilan L
“Berani sekali Emilia menyakiti Livy-ku,” monolog El sesampainya di dapur.Telinga serta manik tajamnya mendapati kenyataan, bagaimana calon istri dihina oleh adik iparnya sendiri. El mengepalkan tangan, karena baginya, tindakan Emilia sama dengan mencoreng mukanya sebagai anak sulung di keluarga ini.Ia bertekad mempercepat penikahan, status hubungannya bersama Livy harus jelas. El merasa, jika wanitanya telah resmi terdaftar sebagai anggota keluarga, maka tidak ada yang berani mengganggu.Hari ini, sesuai pernyataannya kemarin, El dan Livy telah meresmikan hubungan di mata hukum. Tidak peduli, tanpa pesta atau iring-iringan pengantin layaknya negeri dongeng. Untuk saat ini, memiliki akta nikah tujuan utama.“Kamu itu memang tidak sabaran!” gerutu Nyonya Torres hendak melayangkan pukulan ke kepala putra sulungnya. “Apa susahnya menunggu sampai pertengahan musim semi tiba? Kasihan Livy, tidak ada pesta dan gaun pengantin,” lanjutnya diakhiri tatapan iba pada menantu baru.“Mom, musim s
“Uh … Sayang dingin.” El tersenyum, tangannya meraba sisi ranjang sebelahnya.Namun, hanya seprai kusut di sana, tanpa ada Livy-nya. Seketika mata lengketnya terbuka lebar, pria ini khawatir ditinggal lagi oleh pujaan hati. Gegas, El turun dari ranjang, saking terburu-buru lupa memakai sandal dan baju, hanya celana panjang saja yang menutupi bagian bawah. Ia masuk walk in closet, kamar mandi, kamar bayi, tidak ada Livy-nya.“Di mana dia?” gumam El gelisah.El melangkahkan kaki lantai satu, sebelum memasuki ruang makan, ia berhenti dan menyeringai. Tidak salah lagi, melihat bidadari cantik tengah menyeruput makanan berkuah nan hangat dan sudah pasti lezat. Ia memiliki niat jahil, mengendap-ngendap mendekat supaya istrinya kaget. Sayang, saat tiba di ruang makan, El melihat Mommy dan Daddy-ny turut menemani Livy.“El? Kamu sedang apa? Cepat sini makan dulu!” tegur Nyonya Torres menyadari kehadirannya.Seketika Livy menolehkan kepala, ia memelotot lantaran El dengan percaya diri bertel
“Kenapa makanannya diaduk terus Sayang? Kurang enak?” tanya El, karena sejak pria ini datang ke salon menjemput Livy, wanitanya tampak murung dan tentu kesakitan.Paska tersiram coklat panas, perut Livy memerah, berungtugnya ia menggunakan pakaian berlapis hingga coklat itu hanya sedikit mengenai kulit. Meskipun telah diobati, tetap saja seisi salon panik, sebab terbayang betapa seram kemarahan Presdir Torres Inc.Livy sengaja mengiba pada Estefania dan Rea, supaya kecelakaan di salon tidak terdengar oleh El. Ia tidak mau suaminya khawatir, apa lagi belakangan ini El kelelahan dan sakit.Wanita ini juga merahasiakan sosok perempuan itu. Pengunjung salon dan adik iparnya hanya tahu orang itu tidak sengaja, tentu saja salah. Sonia seolah menghapal sudut CCTV dan merekayasa peristiwa.“Ayo pulang, sepertinya kamu perlu istirahat.” El menghapus noda makanan pada bibir lantas berdiri dan mengulurkan tangan.Sesaat, Livy tersadar dari lamunan, ia terkesiap melihat wajah kecewa pada suaminya.