Malam Kak kira-kira ke mana nih Luis? Masa iya hilang gitu aja (☉。☉)! Anggap saja dia sembunyi, hehe Untuk besok libur update dulu ya Happy Weekend untuk yang lagi perjalanan mudik hati-hati di jalan.
“Siapa yang mengganggu malam-malam begini?”Lima belas menit sebelumnya, Luis yang sedang menunggu Estefania mendengar suara ketukan pintu. Pria itu buru-buru membukanya dan mendapati seseorang berdiri di depan.Suami Estefania ini tersenyum hangat lalu berjongkok di depan seorang anak kecil. Al membawa bantal kesayangan kemudian mengulurkannya pada Luis.Anak itu mengedip-ngedipkan kelopak, dari mata sayunya saja tampak mengantuk, tetapi Luis tidak tahu alasan Al mendatangi kamar Estefania.“Kenapa belum tidur Al?” Luis membelai puncak kepala anak itu.“Aku mau tidur di sini boleh ‘kan?” tanya Al begitu polos, nyaris membuat Luis tertawa. “Bibi Es pasti kesulitan menerima Paman di kamar, untuk itu Paman memerlukan bantuanku.”Luis terbahak kemudian menggendong Al dan membawanya ke kamar. Pria itu tidak akan meloloskan siapa pun mengganggu malam pertamanya, setidaknya ia ingin menghabiskan malam hanya berdua bersama Estefania.Nahas, setelah mengantar Al kembali ke kamarnya, tantangan
“Ekhem … apa aku boleh mengobrol sebentar dengan Bibi Estefania?” tanya Luis tampak sungkan.Setelah perdebatan kecil di meja makan, wanita itu memutuskan beranjak ke kamar ditemani Al dan Gal, serta keponakan lain yang melihat isyarat dari Estefania. Ia juga malas berangkat kerja.Ia benar-benar enggan bertemu Luis. Estefania kira suaminya itu berbeda dari kebanyakan pria, ternyata sama saja. Tidak bisa menjadikan istri sebagai prioritas utama.Adik ipar Livy itu tidak suka Luis memanjakkan Belle, apalagi melupakan dirinya. Ia benar-benar merasa perlu bersaing merebut perhatian suami dari anak kecil.“Masuklah, biarkan mereka di sini! Aku juga ingin bermain bersama keponakanku,” rajuk Estefania sembari menatap jengah pada suami.Mendengar kalimat itu seketika para anak kecil saling berpandangan, termasuk Al melirik bibinya. Anak itu memang tidak mengerti alasan dua manusia dewasa di depannya bertengkar.Sama halnya dengan Luis menatap kecewa pada sang istri, karena ingin bicara empat
“Belle?” panggil Al sembari berlari dari dalam ruang kelas menuju luar gedung.Gadis kecil berambut pirang kecoklatan, panjang sebahu dan menggunakan bandana merah jambu menoleh ke belakang. Belle tersipu-sipu melihat Al, seolah-seolah perutnya terdapat banyak kupu-kupu berterbangan. Tidak biasanya Al mengejar sampai ke gerbang, kalau ada sesuatu yang penting pasti anak itu selesaikan sebelum pulang sekolah.“Ada apa Al?” Gadis kecil itu berusaha menyembunyikan rona merah pada pipi, sayangnya tetap terlihat.“Bagaimana kalau kamu ikut ke mansionku? Umm … begini.” Al mendekat, jaraknya hanya lima senti saja. Putra sulung Livy mmbisikkan sesuatu ke telinga Belle. Gadis cilik itu langsung manggut-manggut dan tertawa renyah.“Ok, kalau begitu, tapi setelah selesai antar aku pulang, Al. Maaf bikin repot.” Belle tersenyum manis.Satu hari paska Estefania memohon bantuan dari Al, anak itu berencana menjalankan misinya sesegera mungkin. Al menolak ide gila bibinya lantaran merugikan beberapa
“Bagaimana ini? Pasti Kak El dan Livy marah besar. Apa yang harus aku lakukan Luis?” Panik Estefania menggigiti kuku jari. “Seandainya aku tetap tidur sampai siang dan pergi ke salon, Al tidak mungkin hilang,” keluhnya.Sama halnya dengan Luis, pria itu kebingungan sebab Belle turut menghilang. Bahkan setelah dilakukan pemeriksaan CCTV tidak ada tanda kejahatan, tetapi beberapa kejadian ganjil tertangkap kamera.Keduanya juga menghabiskan kopi sembari menyimak setiap gerakan di layar monitor. Tanpa diminta, Luis memberikan segelas kopi yang dibelinya atas perintah Belle.“Kita laporkan ini ke polisi, mereka harus ditemukan hari ini juga!” Luis tak melepas tautan jarinya dari tangan sang istri.Pria itu berusaha menenangkan Estefania yang sesenggukan sejak satu jam lalu. Keduanya telah mencari ke seluruh sudut taman bermain, nahas tidak menemukan jejak apa pun. Al dan Belle tersapu angin entah ke mana. “Kamu benar, mungkin ini ulah pesaing bisnis. Ya ampun kasihan mereka, kenapa harus
“Hey Kak Al! Kasihan Belle menunggu di mini bar! Teman apaan yang meninggalkan temannya sendirian?” Gal geleng-geleng kepala.Mendengar celotehan sang adik, buru-buru Al turun dari sofa ruang baca. Anak itu berlari kecil sambil membawa tabletnya. Ketika menerima panggilan video dari teman baik, dunia Al benar-benar teralihkan. Ia tidak lagi memikirkan apa pun, karena menggebu ingin bertukar kabar serta merindukan seseorang di balik tab.Sampai di area dapur, Al mengedarkan pandangan. Ia mencari seseorang yang duduk di mini bar. Bahkan Al melihat ke kolong meja lalau sudut dapur bersih, sayangnya tidak ada.“Katanya Belle menungguku, kenapa menghilang? Mungkin dia ke kamar mandi,” gumam Al sembari manggut-manggut, lalu duduk di mini bar, bermain tab.Anak itu tersenyum, sesekali tertawa mengingat isi percakapan beberapa menit lalu bersama teman baiknya. Al menepuk dada, merasa lega karena sosok itu masih mau berkomunikasi dengannya. “Semoga kamu cepat sembuh, dan kita bisa bermain be
“Maaf,” cicit Belle melepaskan belitan tangan dari leher Luis. Luis menurunkan anak itu dan merengkuh pinggang ramping Estefania. Tadi, selama perjalanan menuju rumah, dua insan itu saling bertukar kata. Baik Luis atau Estefania sama-sama jujur menyampaikan isi hati.Masing-masing tidak percaya selama beberapa hari ini memendam kekecewaan. Maka dari itu Estefania berbesar hati menerima kehadiran Belle di rumah sang suami, tentu saja dengan catatan Luis tidak memanjakan secara berlebihan. “Jangan galak-galak Sayang. Dia anak kecil dan tidak salah apa-apa,” bisik Luis sembari mengecup daun telinga sang istri.“Ah iya, aku punya sesuatu untukmu. Ini ambilah!” Estefania menjulurkan tangan ke depan Belle.Ragu-ragu anak itu menerima pemberian bibi barunya. “Terima kasih coklatnya. Dan … selamat datang di rumah Paman,” sambut Belle tersenyum merekah.Estefania berjongkok di depan gadis kecil itu, mengacak rambut rapi yang terikat sempurna. Kemudian mencubit gemas pipi berisi Belle. Bagaim
“Aku janji Sayang, pelan-pelan supaya kamu nyaman,” oceh Luis sambil mengerutkan kening. Pria itu benar-benar tidak tahan menuntaskan kegiatan tertunda. Gairah yang telah di ujung, siap meledak di tempat seharusnya.Namun, Estefania menggelengkan kepala. Wanita cantik bak model papan atas itu menggigit bibir bawah. Bagi Luis pemandangan ini tentu menggoda, tetapi tidak menurut Estefania.Adik ipar Livy sedang berusaha merangkai kalimat terbaik agar suaminya tidak sakit hati. Ia memutar bola mata ke atas, sesaat menghindari tatapan dari lelakinya.“Kenapa Sayang? Kamu takut? Tidak perlu, karena aku sudah berjanji tidak melakukannya terburu-buru,” ucap Luis membelai surai panjang berwarna pirang basah oleh keringat.“Bu-bukan itu Luis.” Tanggapan Estefania membuat pria atas tubuhnya memicingkan mata. “Aku … belum siap hamil, sebaiknya kamu gunakan pengaman. Aku ingin me—akh.”Belum selesai mengatakan kalimat panjang bak kereta, mulut Estefania dibungkam paksa oleh Luis. Pria itu tidak m
“Ini paella untukmu Es. Sesuai pesanan lebih banyak udang dan cumi-cumi.” Livy meletakkan satu wadah besar berisi nasi lezat dimasak secara khusus.“Terima kasih Livy.”Bola mata Estefania berbinar melihatnya, mulut terbuka lebar tergiur paella buatan Livy. Tanpa menunggu anggota keluarga lain, adik bungsu El menyantap satu suapan besar sampai mulutnya penuh.Akibat tergesa-gesa, tidak tahan menghabiskan semuanya, Estefania tersedak. Segera Livy memberikan segelas air putih diambil dari kran. “Pelan-pelan Es. Jangan takut kehabisan, ini sangat banyak, sengaja aku bikin porsi besar.” Livy membantu menepuk punggung adik ipar.“Kamu tidak tahu, aku menginginkan ini dari seminggu lalu, tapi di NYC tidak ada. Dan suami, maksudku Luis tidak bisa memasaknya. Jadi … jangan melarangku menghabiskan semua ini,” tutur Estefania sembari menunjuk wadah besar di depannya.Satu bulan paska perhelatan cinta, baik Estefania atau Luis selalu sibuk. Namun, sebagai istri yang baik, wanita itu mengekor ke