sore Kak satu bab dulu boleh ya? dua lagi menyusul \(^o^)/\(^o^)/ tetap semangat puasa hari pertama
“Mau ke mana, Mi Amor? Temani aku sebentar lagi,” kata El sembari menahan pinggul Livy, mengurungnya dalam selimut tebal.“Masak, pagi ini aku ingin menyajikan makanan spesial. Tidak apa-apa kamu tidur lagi.” Livy menggeliat, berusaha melepas belitan tangan kekar.“Ayolah, Livy. Aku masih merindukanmu. Lagi pula, ini sangat dingin, cocok untuk berpelukan.” El semakin menelusupkan kepala pada ceruk leher sang istri.Udara pagi ini, membuat rambut halus berdiri tegak, lantaran mendekati musim dingin. Semalam saja hujan turun cukup lama, ketika Livy dan El tengah memadu kasih, saling berpacu memuaskan hasrat masing-masing.“Berikan saja resepnya pada chef. Dua jam lagi kita turun, aku masih ingin seperti ini,” tukas El.Livy terkekeh geli, selain mendengar kata-kata manja bayi besarnya, tangan El juga bergerak liar di balik selimut. Lelaki ini tak puas setelah mereguk nikmat nektar dari raganya.“Sayang?” Livy mulai terpacing suasana, napasnnya sedikit terengah.“Sekali lagi, bagaimana?”
“Maksudmu Paman Sergio?” Konfirmasi El, menatap lekat-lekat netra putranya. “Paman tinggal di rumahnya. Dia baik-baik saja, kamu mau lihat sesuatu?” tanya El.Bagaimanapun, El tidak mau anak-anaknya terseret pusara masalah. Ia tahu putranya yang satu ini sangat peduli pada sekitar. Ditambah, Sergio meninggalkan citra baik dalam benak Al.Alam bawah sadar El yakin, Sergio memang sengaja membuat anak-anaknya mengenal sekaligus menganggap orang itu tak berbahaya.Sedangkan Livy tergugu, ia kebingungan hendak menjawab apa. Beruntung, El dapat diandalkan menenangkan situasi.“Apa itu?” balas Al suaranya melemah.“Kemarilah!” El merentangkan satu tangan, mengundang Al mendekat. “Kamu lihat ini, jagoan. Paman itu hidup layak dan nyaman, kemarin Daddy hanya mengobrol.” El mengangguk kecil, ekor matanya melirik Livy.“Daddy tidak bohong?” Al menolehkan kepala pada El. “Tapi … kenapa pengawal mengikat tangan Paman? Mommy juga tidak suka, kemarin memarahi Paman.”“Untuk apa Daddy berbohong. Buka
“Ada apa Mommy?” kompak Al dan Gal, mendongak menatap wajah pucat pasi Livy.“Tangan Mommy basah,” ucap keduanya masih memandangi Livy. “Mommy sakit ya?” celetuk Gal.Berbeda dengan Gal, Al mengikuti arah tatapan Livy. Ia tidak mengerti, dan mengerjapkan mata saat wajah ibunya semakin putih seolah tak dialiri darah merah.Ketika mobil semakin mendekat rasa takut Livy tak terkendali, ia benar-benar trauma pada peristiwa itu. Di mana seseorang membius dan membawanya ke dalam mobil van.“Mom lihat, itu Paman pengawall!” tunjuk Al. Saking sibuk dengan rasa takut yang menggerogoti diri, Livy tak merespon ucapan Al. Wanita ini tidak tahu harus meminta pertolongan pada siapa, lidahnya saja seolah terikat tak bisa bicara.“Mommy!” panggil Al dan Gal.“Katanya kita mau ke rumah sakit, cepat Mommy.” Al menarik-narik ujung blazer Seketika, Livy terkesiap, ia mengerjap berulang kali, sampai menyadari bahwa sosok pria yang sangat dikenali itu turun dari van berplat nomor tidak dikenal. Kepala Pen
“Tanganmu kenapa Gal?” Al menunjuk lengan adiknya ditempel plester putih.Paska pemeriksaan Gal selesai, Livy segera membawa anak-anaknya pulang ke mansion, tidak lupa ia mengucap banyak terima kasih pada Penelope. Sekarang, dua malaikat kecil itu sedang duduk di atas sofa ruang keluarga. Mereka menonton serial kartun kesukaan, sembari menunggu El pulang.“Aku disuntik lagi Kak, dan ini sakit,” adu Gal matanya berkaca-kaca serta pipi menggembung. “Om dokter bilang, supaya aku tetap sehat tapi kemarin ‘kan sudah dikasih obat oleh Kak Al,” sambung Gal tidak mengerti.Al tampak mengetuk dagu, bocah itu berpikir keras. Padahal Al sangat menginginkan adiknya tidak lagi menerima jarum suntik atau obat-obatan pahit.“Mungkin, agar obatnya berkerja maksimal Gal. Kamu tenang saja, nanti aku cari informasinya di internet.” Al memeluk Gal dan menepuk punggung kurus.“Terima kasih Kakak. Tanganku sakit disuntik terus,” rengek Gal.Berbeda dengan dari dua anaknya, Livy duduk beralaskan permadani
“Asyik hari ini kita ke villa abuelo. Aku mau berenang di sana.” Antusias Gal melompat kegirangan melihat Livy dan El sibuk memeriksa barang.Ekor mata Al melirik tajam. “Berenang? Apa aku tidak salah? Kamu mau berenang di kolam salju? Yang benar saja Gal,” ledeknya.“Oh iya aku lupa Kak. Tanaman di depan mansion juga beku terkena es, pasti kolam berenang juga ‘kan? Aku sudah lama tidak ke sana, semenjak sering disuntik om dokter, Mommy dan Daddy tidak liburan lagi,” adu balita itu.Tujuh hari berlalu paska bertemunya Al dengan orang asing, anak itu sempat jujur pada El. Ia mengatakan Sergio tidak melakukan apa-apa, hanya bertanya mengapa Al ada di sana, ia juga meminta Daddy-nya tidak menyakiti Sergio.Al dan El mencapai kesepakatan, keduanya berjanji melupakan masalah. Sekarang keluarga kecil itu bersiap menikmati liburan musim dingin bersama anggota keluarga yang lain.“Siap anak-anak?!” seru El tepat di samping badan mobil.“Tentu Daddy.” Kompak dua malaikat kecil, tidak lupa Livy
“Livy?!” “Mom!”Sigap El, Al dan Gal bangkit dari duduknya, ketiga lelaki berbeda usia itu menolong Livy. Rahang tegas El berkedut dan mengetat, lelaki ini sempat melirik tajam adik iparnya. Kondisi di ruang makan pun berubah riuh, terutama Emilia menundukkan kepala tidak berani menatap wajah menyeramkan kakak ipar. “El cepatlah bantu Livy menghilangkan rasa panas dan sakit!” perintah Dad Leon membuyarkan fokus El.Buru-buru El membawa Livy ke kamar mandi, membasuh mata. Diikuti kedua anak yang tak mau menjauh karena mengkhawatirkan keadaan mata sang ibu.Al dan Gal tidak banyak mengucap kata sebab mereka tahu, ibu dan ayahnya sedang panik. Apalagi, sekarang wajah Livy memerah menahan sakit, serta tangan kiri mencengkeram erat pinggiran meja wastafel. Bahkan keduanya cekatan meraih handuk kecil dari lemari di kamar mandi. Al menyerahkannya pada El, lalu berdiri sedikit menjauh.“Al, minta tolong Bibi Es untuk telepon dokter!” titah El tanpa menoleh pada putranya.Anak itu langsung
“Livy, Mi Amor, lihat baju hangatku tidak?” El sibuk membuka lemari, dan bolak-balik memeriksa isi koper. Tak kunjung mendapat jawaban, lelaki itu memutar tumit, betapa terkejutnya El mendapati Livy dalam keadaan gemetar serta melamun. Pupil El melebar, kala perhatiannya tersedot ke arah ponsel di kaki wanitanya.“Mi Amor?” panggil El bergegas menghapus jarak dan memeluk istri.“D-dia, tidak ada di Kota Madrid. Ta-di, Paman Alonso bilang ka-lau dia pergi menggunakan kereta cepat,” cicit Livy tangannya gemetaran, lalu menyelami sepasang netra biru safir. “Dia pasti ke sini Kak, penyesalannya itu bohong!” racaunya tak tenang.“Iya Mi Amor, tidak semudah itu seseorang berubah. Aku hubungi Paman Alonso.” El meraih ponselnya di atas punggung kaki Livy. Lantas berdiri tepat di hadapan wanitanya.Lelaki ini membelai sayang kepala Livy, membawanya mendekat hingga menempel pada otot perut yang belum terlapisi pakaian. El bisa merasakan tubuh pujaan hati gemetaran dan sedikit demam.El tetap f
“Di mana anak-anakku?!” teriak Livy tertahan gumpalan kain di mulutnya. “Keterlaluan kamu Sergio! Aku membencimu,” umpatnya.“Hey, mantan istri, kamu tidak boleh mencaci maki pria terpelajar sepertiku.” Sergio mendekat dan meraih segenggam rambut Livy, pria itu mengendusnya. “Seandainya saja ku tahu kalau kamu putri kandung lelaki tua bangka pesakitan itu, pasti ….” Sergio menyeringai.Kelopak mata Livy melebar, bola matanya nyaris melompat dari tempat. Wanita ini menatap nyalang pria di depannya, ia benar-benar membenci Sergio.Walaupun Sergio menggunakan kruk, tetapi bergerak cukup lincah dan tidak terhalang oleh alat bantu jalan. Tampaknya, satu minggu lalu, pria itu hanya akting belaka agar dikasihani.“Jangan memelototiku Sayang. Umm … sialnya, aku tidak tahu kalau kamu tuan putri yang asli. Tuan Torres luar biasa menemukan siapa pemilik sah FG, kamu hebat Sayang bisa menyingkirkan Sonia!” Tawa Sergio menggelegar di dalam rumah tua ini.“Katakan di mana anak-anakku Sergio!” jerit