malam kak maaf ya terlambat selamat membaca 。◕‿◕。
“Apa?” El menaikkan kedua alis tebal. “Kenapa kamu bisa memiliki ide gila?” “Kalau saja malam itu tidak terjadi, pasti kamu dan Kak Sonia sekarang hidup bahagia.” Livy menunduk enggan menatap suami, sorot matanya berubah sendu memandang bulu-bulu karpet, lalu berkata, “Bagaimana kalau memang benar ini adalah hukuman?”El berdecih, ia geleng-geleng kepala. “Dan kalau mengunjungi dia, apa yang kamu lakukan? Memohon ampun di kakinya?” Rahang El tampak mengeras dan mengepalkan tangan. Pria ini mengerti masalah yang menimpa mereka cukup berat, tetapi tidak seharusnya Livy memiliki pikiran buruk. Kesabaran El menipis. “Kalau kamu sampai menemuinya, itu sama saja memberi hiburan bagi Sonia. Sekalipun dia di penjara, hatinya tidak bersih, dia ingin kita hidup susah!” tandas El.Livy tergugu, pipi serta hati terasa panas, tertampar oleh kalimat sang suami. Ia bergeming, merenungi setiap untaian kata, El benar jika Sonia mengetahui kehidupan rumah tangganya tidak bahagia, wanita itu bertepuk
“Kak? Aku ikut! Aku ibunya!” seru Livy, ia turut melangkah lebar mengikuti El.“Tapi kamu perlu istirahat, MI Amor.” El sendiri kebingungan, kesehatan putra keduanya dan istri bukan pilihan.“Aku sehat!” tegas Livy.Tanpa menunggu keputusan sang suami, wanita ini meraih mantel dan melekatkannya pada tubuh. Livy diam memandang lekat wajah El, ia meyakinkan lelaki itu bahwa dirinya tidak lemah.Livy menautkan tangan, ia mengusap lembut lengan El. “Seperti yang kamu bilang, Al dan Gal membutuhkan kita.”Mengingat kondisi bayi mungil di rumah sakit yang membutuhkan pertolongan dengan segera, El mengangguk cepat lantas membawa Livy pergi bersama.Sejurus kemudian, keduanya telah tiba di rumah sakit, mereka langsung menuju ke kamar rawat bayi. Di sana, sejoli ini sempat menyaksikan bagaimana bayinya tampak lemah dan sulit bernapas.“Tuan? Nyonya?” panggil dokter anak membuyarkan pandangan El dan Livy. “Mari kita bicara di dalam ruangan.”“Hu’um,” respon El.Di dalam ruangan kecil khusus dok
Mendapat penghinaan luar biasa, El mengetatkan rahang, giginya bergemeretak, bahkan jakunnya berkedut. Ia tidak menyangka, syarat dari Jorge Marquez menghunus tepat pada egonya sebagai pemilik perusahaan terbesar di negeri itu.Jorge menaikan sebelah alis, mengangkat dagu sambil menujuk ke arah kakinya. “Ayo, tunggu apa lagi El?! Bukankah itu tujuanmu datang ke mansionku?” Semula El marah, tetapi sekarang ia menatap berbeda pada rekan sekaligus rivalnya itu. Iris biru safir El yang biasanya tampak tajam perlahan berubah melemah.Bagaimanapun, ia membutuhkan darah Jorge. Bola mata El bergerak turun, memandang sepasang kaki beralas sandal rumahan. Dan …Perlahan El mengendurkan otot pada tubuh, kepala serta bahu yang biasanya tegak kini mulai membungkuk, beriringan dengan kedua kaki bersimpuh di atas lantai mengkilap.Untuk pertama kali, Presdir Torres Inc mengemis belas kasih dari orang lain. Harga dirinya sebagai bos besar tercoreng, dalam keadaan menundukkan kepala, sebelah sudut bi
“Hi Gal, cepat sembuh Nak. Apa pun Daddy lakukan supaya kita bersama-sama,” gumam El yang kini tak beselera melakukan pekerjaan selain menemani putranya.Setelah 24 jam menerima transfusi darah, kondisi Galtero perlahan membaik, meskipun belum dikatakan pulih atau mandiri. Sebab bayi mungil itu masih memerlukan sumber sel darah merah pendonor.Tentu, hal ini menjadi cambuk bagi El, artinya ia harus kembali merendahkan diri agar Jorge bersedia datang ke rumah sakit. Memberi lelaki ini belas kasih dari cairan merah pekat yang mengalir pada tubuh musuhnya itu.Alih-alih mengucapkan supaya Gal tidak lelah berjuang untuk sembuh, El malah mengatakan, “Daddy menyayangimu Nak.” Kemudian ia berbalik dan berjalan menyusul Livy di kantin rumah sakit. Tubuh Livy setelah melahirkan tampak memprihatinkan, El kasihan karena wanitanya terlalu banyak menanggung beban.Untuk itu ia memerintah sang istri pergi ke kantin lebih dulu untuk mengisi perut kosong. Bagaimanapun El dan Livy memerlukan sumber e
“Al, di mana ya?” panggil Livy menutupi matanya dengan sebelah tangan. Sebelum ke rumah sakit, ia memutuskan menemani putra sulung, demi merebut perhatian Alessandro, pagi ini Livy bermain petak umpat, ia pura-pura tidak bisa mencari anaknya itu. Padahal Al tergelak di sudut kamar, memperhatikan ibunya berjalan mengelilingi ruangan.“Ternyata Al pandai bersembunyi. Mommy menyerah Nak,” keluh Livy mendaratkan tubuh pada sofa karakter.Detik itu juga Al langsung menghambur memeluk ibunya, tawa gembira memenuhi ruangan. Termasuk Livy, melepas sejenak lara yang menyelimuti.Mengingat detik pada jam terus bergerak, Livy mengakhiri acara bermain pagi, lantas memandikan putranya. Setelah itu membawa Al ke taman mansion, berjalan-jalan sebentar, sampai ia kedatangan tamu.Livy mengerutkan alis, memandang asisten pribadi. “Eva? Tumben ke mansion, tanda tangan lagi?”“Betul Bu, Tuan Diego tidak mau tanda tangan digital, malah mengancam mau mengamuk. Sebelum itu terjadi, lebih baik saya bergera
“Kamu ….” Livy mengangkat jari telunjuknya mengarah pada lelaki itu, ia juga bangkit dari duduk.Seketika rasa makanan dalam mulut malah menyakitkan, seolah mengunyah duri-duri tajam menusuk lidah.“Ya, ini aku. Kenapa terkejut Nyonya Muda Torres? Aku bukan hantu,” ujar lelaki itu, intonasinya sungguh menyebalkan.Ya, Livy sempat berpikir bahwa Jorge Marquez adalah seorang malaikat, walaupun penampilan arogan serta dingin, tetapi lekaki itu bersedia membantu El. Ternyata, setelah membaca isi surat perjanjian, ia salah besar.Saat ini Livy begitu geram melihat lelaki yang telah menyebabkan El kesusahan. Bagaimana tidak? Istri Donatello mengetahui sepak terjang suaminya demi mengembangkan kecerdasan buatan. Sekarang, Jorge Marquez mengambil keuntungan dari situasi terpuruk El.Livy berdeham. “Untuk apa Tuan Muda Marquez datang kemari?”“Ini tempat umum, semua manusia berhak ke sini, kecuali hewan. Dan untuk apa meminta izin keluarga kalian?” Jorge menarik kursi di depan Livy, lantas dudu
“Hey!” Livy memekik kesal lantaran lelaki itu malah memelotot seolah baru saja bertemu mahkluk halus. Telunjuk orang itu mengarah padanya, sedangkan ia tak mengenalnya. “Anda si—“Belum sempat Livy menyelesaikan kalimat tanya, lelaki itu bergegas pergi sembari sibuk mengobrol di telepon. Sesekali menolehkan kepala memastikan Livy tidak mengikuti.Namun, rasa penasaran wanita ini teramat besar, Livy merasa ada hal ganjil. Sosok itu seperti memiliki rencana buruk terhadapnya. Ia melepas heels, lantas berjalan mengendap-endap mengekor lelaki itu.Sampai ke area parkir, Livy masih membuntuti, sebab belum menemukan informasi apa pun. Namun di balik mobil rangka mobil tempatnya berlindung, sayup-sayup terdengar percakapan dua pria.Livy menajamkan telinga, ia menahan deru napas karena suara lelaki satunya sangat dikenali. Ia juga sedikit melongok kepala, matanya mengkonfimasi bahwa apa yang didengar memang benar.“Tuan … saya tidak sengaja berpapasan dengan wanita itu. Lalu bagaimana? Membun
“Terima kasih Paman.” El menerima uluran berkas, ia membuka segelnya. “Paman? Jangan pulang dulu! Ikut makan malam bersama kami!” Alonso mengangguk. “Baik Tuan Muda.” Ia berjalan menuju paviliun di bagian timur mansion.Tanpa El ketahui, seorang wanita tengah berdebar menanti isi dari amplop besar itu. Livy takut karena tidak biasanya Alonso memberikan berkas penting di depan anggota keluarga.“Mi Amor, kenapa melamun? Bawa Gal ke kamar! Di sini terlalu bising, ocehan para wanita menggangu tidur putraku!” El melirik tajam pada adik bungsu dan kedua iparnya. Sedangkan Livy tak menjawab, hanya melirik amplop di tangan sang suami.“Kak El!” geram Estefania pada kakak tertuanya.El meraih Al dari gendongan sang adik, lalu merangkul bahu Livy, menggiring ke kamar. Ia menoleh ke belakang dan menjulurkan lidah pada ketiga wanita di ruang keluarga.“Sayang, kamu ini keterlaluan. Mereka juga merindukan Gal, aku senang semuanya menyayangi Gal.” Livy mencubit pinggang kekar sang suami. Ayah dua