Kasihan ya El berikan dukungannya ya untuk semangati El makasih ◉‿◉
“Hi Gal, cepat sembuh Nak. Apa pun Daddy lakukan supaya kita bersama-sama,” gumam El yang kini tak beselera melakukan pekerjaan selain menemani putranya.Setelah 24 jam menerima transfusi darah, kondisi Galtero perlahan membaik, meskipun belum dikatakan pulih atau mandiri. Sebab bayi mungil itu masih memerlukan sumber sel darah merah pendonor.Tentu, hal ini menjadi cambuk bagi El, artinya ia harus kembali merendahkan diri agar Jorge bersedia datang ke rumah sakit. Memberi lelaki ini belas kasih dari cairan merah pekat yang mengalir pada tubuh musuhnya itu.Alih-alih mengucapkan supaya Gal tidak lelah berjuang untuk sembuh, El malah mengatakan, “Daddy menyayangimu Nak.” Kemudian ia berbalik dan berjalan menyusul Livy di kantin rumah sakit. Tubuh Livy setelah melahirkan tampak memprihatinkan, El kasihan karena wanitanya terlalu banyak menanggung beban.Untuk itu ia memerintah sang istri pergi ke kantin lebih dulu untuk mengisi perut kosong. Bagaimanapun El dan Livy memerlukan sumber e
“Al, di mana ya?” panggil Livy menutupi matanya dengan sebelah tangan. Sebelum ke rumah sakit, ia memutuskan menemani putra sulung, demi merebut perhatian Alessandro, pagi ini Livy bermain petak umpat, ia pura-pura tidak bisa mencari anaknya itu. Padahal Al tergelak di sudut kamar, memperhatikan ibunya berjalan mengelilingi ruangan.“Ternyata Al pandai bersembunyi. Mommy menyerah Nak,” keluh Livy mendaratkan tubuh pada sofa karakter.Detik itu juga Al langsung menghambur memeluk ibunya, tawa gembira memenuhi ruangan. Termasuk Livy, melepas sejenak lara yang menyelimuti.Mengingat detik pada jam terus bergerak, Livy mengakhiri acara bermain pagi, lantas memandikan putranya. Setelah itu membawa Al ke taman mansion, berjalan-jalan sebentar, sampai ia kedatangan tamu.Livy mengerutkan alis, memandang asisten pribadi. “Eva? Tumben ke mansion, tanda tangan lagi?”“Betul Bu, Tuan Diego tidak mau tanda tangan digital, malah mengancam mau mengamuk. Sebelum itu terjadi, lebih baik saya bergera
“Kamu ….” Livy mengangkat jari telunjuknya mengarah pada lelaki itu, ia juga bangkit dari duduk.Seketika rasa makanan dalam mulut malah menyakitkan, seolah mengunyah duri-duri tajam menusuk lidah.“Ya, ini aku. Kenapa terkejut Nyonya Muda Torres? Aku bukan hantu,” ujar lelaki itu, intonasinya sungguh menyebalkan.Ya, Livy sempat berpikir bahwa Jorge Marquez adalah seorang malaikat, walaupun penampilan arogan serta dingin, tetapi lekaki itu bersedia membantu El. Ternyata, setelah membaca isi surat perjanjian, ia salah besar.Saat ini Livy begitu geram melihat lelaki yang telah menyebabkan El kesusahan. Bagaimana tidak? Istri Donatello mengetahui sepak terjang suaminya demi mengembangkan kecerdasan buatan. Sekarang, Jorge Marquez mengambil keuntungan dari situasi terpuruk El.Livy berdeham. “Untuk apa Tuan Muda Marquez datang kemari?”“Ini tempat umum, semua manusia berhak ke sini, kecuali hewan. Dan untuk apa meminta izin keluarga kalian?” Jorge menarik kursi di depan Livy, lantas dudu
“Hey!” Livy memekik kesal lantaran lelaki itu malah memelotot seolah baru saja bertemu mahkluk halus. Telunjuk orang itu mengarah padanya, sedangkan ia tak mengenalnya. “Anda si—“Belum sempat Livy menyelesaikan kalimat tanya, lelaki itu bergegas pergi sembari sibuk mengobrol di telepon. Sesekali menolehkan kepala memastikan Livy tidak mengikuti.Namun, rasa penasaran wanita ini teramat besar, Livy merasa ada hal ganjil. Sosok itu seperti memiliki rencana buruk terhadapnya. Ia melepas heels, lantas berjalan mengendap-endap mengekor lelaki itu.Sampai ke area parkir, Livy masih membuntuti, sebab belum menemukan informasi apa pun. Namun di balik mobil rangka mobil tempatnya berlindung, sayup-sayup terdengar percakapan dua pria.Livy menajamkan telinga, ia menahan deru napas karena suara lelaki satunya sangat dikenali. Ia juga sedikit melongok kepala, matanya mengkonfimasi bahwa apa yang didengar memang benar.“Tuan … saya tidak sengaja berpapasan dengan wanita itu. Lalu bagaimana? Membun
“Terima kasih Paman.” El menerima uluran berkas, ia membuka segelnya. “Paman? Jangan pulang dulu! Ikut makan malam bersama kami!” Alonso mengangguk. “Baik Tuan Muda.” Ia berjalan menuju paviliun di bagian timur mansion.Tanpa El ketahui, seorang wanita tengah berdebar menanti isi dari amplop besar itu. Livy takut karena tidak biasanya Alonso memberikan berkas penting di depan anggota keluarga.“Mi Amor, kenapa melamun? Bawa Gal ke kamar! Di sini terlalu bising, ocehan para wanita menggangu tidur putraku!” El melirik tajam pada adik bungsu dan kedua iparnya. Sedangkan Livy tak menjawab, hanya melirik amplop di tangan sang suami.“Kak El!” geram Estefania pada kakak tertuanya.El meraih Al dari gendongan sang adik, lalu merangkul bahu Livy, menggiring ke kamar. Ia menoleh ke belakang dan menjulurkan lidah pada ketiga wanita di ruang keluarga.“Sayang, kamu ini keterlaluan. Mereka juga merindukan Gal, aku senang semuanya menyayangi Gal.” Livy mencubit pinggang kekar sang suami. Ayah dua
“Bagus ‘kan Sayang? Mansion ini aku dirikan sesuai kepribadian kamu, lembut dan penyayang.” El merangkul bahu Livy-nya.Tepat siang ini keempatnya memutuskan pindah, jarak dari Mansion Torres ke hunian baru El tidak terlalu jauh, cukup lima belas menit berkendara.Beberapa hari lalu Livy sempat berkunjung ke mansion baru. Ia senang sekaligus sedih, karena di kediaman ini hanya ada keluarga kecilnya. “Sesekali boleh menginap di Mansion Torres ‘kan? Aku merindukan suasana hangat di sana,” pinta ibu dua anak ini sambil menolehkan kepala.“Tentu Mi Amor, setiap hari berkunjung juga tidak masalah,” balas El diikuti cubitan pada pipi kanan dan kiri Livy.Malam harinya, El dan Al sibuk bermain di ruang keluarga, sampai suara bisingnya membuat Livy sesekali tersenyum mendengar celoteh atau teriakan Al. Tidak lupa Gal merengek karena terganggu, tetapi tidak lama kemudian, bayi itu berhenti menangis. Sebagai kakak, Al menenangkan adiknya dan El sigap menghangatkan susu. Ayah dan anak itu kom
“Tuan Muda? Salah satu mobil pengawal kecelakaan. Mendadak mesin mobil tidak berfungsi, sehingga mereka ditabrak dari belakang.” Seorang sopir menyampaikan kabar yang baru saja diterima.Mendengarnya, El menggeram marah. Ia mengepalkan tangan, dan mencoba menghubungi Livy. Lagi, sambungan telepon itu tidak diterima.“Lebih cepat!” perintah El setengah berteriak pada sopir. Pria ini juga menghubungi Alonso untuk memberi bantuan pada mobil pengawal. Entah ini perbuatan Jorge atau bukan, tetapi El kekurangan keamanan dari setengah lusin pengawalnya.“Ayo Mi Amor, terima!” gusar El menatap ponsel.Saking kesalnya tidak mendapat tanggapan apa pun dari Livy, El memerintah sopir turun, dan ia mengemudikan kendaraan roda empat. Meninggalkan anak buahnya dipinggir jalan, lantas mengirim pesan pada Alonso untuk menjemput sopir.Mobil yang dikendarai El melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia menyalip dengan mudah, tetapi menimbulkan bahaya bagi pengendara lain, hingga klakson saling bers
“Jorge?!” teriak El setibanya di villa pribadi Jorge Marquez. “Keluar! Tidak sepantasnya melibatkan orang lain ke masalah kita!” berang El.El pikir keamanan di sini tak mengizinkannya masuk, ternyata kehadiran presdir ini telah dinanti. Bahkan di dalam ruangan tamu, Jorge menyiapkan ‘santapan’ istimewa bagi pria.Tidak ada reaksi apa pun atau tanggapan dari anak buah Jorge. Sehingga El murka, kesabaran setipis tisu terkoyak tak berbentuk.El menunjuk salah satu anak buah Jorge. “Katakan padanya Donatello Xavier ada di sini!” titahnya dengan mata berkilat dan wajah memerah, siap meledakkan amarah.“Baik, Tuan.” Seorang pria berjas hitam, badannya besar segera berlari ke lantai dua.Tidak lama terdengar gelak tawa menggelegar. El mendongak, mencari pelaku utama serta sumber suara, napasnya kian memburu kala melihat Jorge mengenakan kacamata milik Kakek.“Lepaskan Kakekku! Beliau tidak ada kaitannya dengan ini Jorge!” El masih bisa sedikit menahan emosi.“Apa? Menurutku ada, dan ini sal