“Shit!” Christian mengumpat kasar, menyambar wine di atas meja, dan menenggak hingga tandas. Tampak raut wajah Christian membendung rasa kesal, marah, dan emosi yang membakarnya. Umpatan dan makian sejak tadi tak henti lolos di bibirnya.Christian memejamkan mata singkat. Pria itu berada di ruang kerjanya, belum ke kamar. Christian sengaja tak langsung ke kamar, karena demi mengendalikan emosi yang tak jelas ini. Christian enggan mendapatkan pertanyaan dari sang istri.Christian mengatur napasnya di kala kemarahan semakin melahapnya. Pria itu tak mengerti, ada apa dengan dirinya sampai semurka ini. Padahal Claudia ingin bertemu dengan siapa pun, bukanlah menjadi urusannya.“Christian?” Ella melangkah masuk ke dalam ruang kerja Christian, lalu seketika wanita itu terkejut di kala melihat raut wajah Christian nampak sangat marah. “Sayang, ada apa?” tanyanya bingung dan cemas.Christian berusaha merubah raut wajah untuk bersikap biasa. “Ada apa kau ke sini?”Ella mendekat, dan memeluk le
Claudia duduk sofa kamar sambil memeluk lututnya, dan menangis pilu. Perasaannya begitu campur aduk dan tak menentu. Claudia membenci dirinya berada di dalam sebuah lingkaran rumit.Claudia ingin lari menjauh dari semua hal yang menyiksanya, tapi dia tak bisa ke mana pun, karena sudah terbelenggu di dalam sebuah jurang. Sungguh, Claudia membenci keadaan ini.Claudia sudah sekeras mungkin menjauh dari Christian, namun alih-alih menjauh malah Claudia semakin diseret mendekat pada pria itu. Andai saja Christian adalah orang lain, maka keadaan tak akan seperti ini. Berada di dekat Christian, membuat Claudia terus menerus merasa bersalah pada kakaknya. Claudia tak ingin menyakiti kakaknya. Seburuk-buruk dirinya, tidak mungkin dirinya tega mengkhianati kakaknya. Apalagi Christian adalah pria yang sangat dicintai dan diinginkan oleh kakaknya.“Apa yang harus aku lakukan sekarang?” Claudia menyeka air matanya, berusaha untuk menguatkan dirinya sendiri. Hatinya sesak luar biasa. Lagi dan lagi
Ella tak bisa tenang karena Christian tak pulang semalaman. Berkali-kali dia menghubungi suaminya itu, tapi malah tidak ada jawaban sama sekali. Pun Ella sudah menghubungi nomor asisten Christian dan jawaban tetap sama yaitu tak tahu keberadaan Christian.Ella menghubungi beberapa teman-teman terdekat Christian—yang dia yakini bahwa sang suami akan bertemu dengan teman-temannya, tapi hasil tetap nihil. Tak ada yang tahu keberadaan Christian. Hal itu yang membuat Ella tak bisa tidur nyenyak sepanjang malam. Selalu saja pikiran negative muncul di otaknya. “Kak?” Claudia menyapa Ella yang melamun di depan pintu rumah.Ella mengalihkan pandangannya menatap Claudia. “Ya?” jawabnya hangat.“Kak, ini sudah jamnya sarapan. Ayo kita makan. Aku tidak mau sarapan sendiri. Dad dan Mom berangkat pagi-pagi sekali karena ingin bertemu dengan rekan bisnisnya,” ucap Claudia meminta ditemani Ella.Pagi ini, Benny dan Grania memang tak bisa sarapan bersama dengan Claudia dan Ella, karena Benny dan Gra
Angin berembus menelusup masuk menyelinap ke dalam seluruh tubuhnya. Claudia tengah duduk di taman sambil menatap lurus ke depan dengan jutaan hal yang masuk di dalam pikirannya.Satu minggu telah berlalu sejak pertengkaran kakaknya dengan Christian. Selama satu minggu ini, Christian sering sekali pulang larut malam. Sedangkan Ella lebih sering menghabiskan waktu berbelanja.Sudah tak lagi terhitung berapa banyak belanjaan Ella. Pasalnya, Claudia menyaksikan sendiri beberapa sales dari butik-butik ternama mengantarkan banyak sekali barang yang dibeli oleh kakaknya. Claudia tahu berbelanja adalah cara Ella untuk menghindari masalah. Ingin rasanya dia membujuk kakaknya, tapi dia sendiri bingung bagaimana untuk membujuk kakaknya itu. Yang pasti Claudia tidak ingin melihat kakaknya terluka.Kedua orang tuanya tidak tahu tentang masalah yang terjadi di antara Ella dan Christian. Tentu semua karena Claudia menutup rapat tentang pertengkaran Christian dan kakaknya.Ella meminta pada Claudi
Claudia telah berusaha melupakan segalanya. Meskipun tidak mudah, tapi dia ingin menjalani kehidupan normal seperti orang lain. Jujur saja, berada di posisinya sangatlah melelahkan dan menyakitkan.Dalam keadaan seperti ini, tidak ada jalan lain selain berusaha berdamai dengan kenyataan yang ada. Melangkah maju tanpa melihat apa yang terjadi di belakang. Berat memang, tapi kalau tak dicoba maka tidak akan pernah tahu.Claudia mulai masuk kembali bekerja di Hastings Group. Dia belum pindah dari perusahaan milik Christian. Gadis itu akan pindah setelah dirinya selesai wisuda nanti.Claudia tahu keputusannya diambil, tapi dirinya belum sama sekali berunding dengan kedua orang tuanya, hal tersebut akan dipikirkannya nanti. Yang pasti Claudia akan berjuang agar orang tuanya setuju. Selain itu, Claudia pun harus mulai membuka hati. Memiliki kekasih adalah cara yang terbaik agar Christian semakin menjaga jarak dengannya. Walau tak dipungkiri sebenarnya, hati Claudia belum siap menjalin hub
Claudia duduk di ranjangnya dengan raut wajah yang muram. Gadis itu masih sedih karena kehilangan gambarnya. Bagi banyak orang mungkin kehilangan hanya selembar kertas gambar adalah hal kecil, nanti membuat baru saja. Akan tetapi, tak semudah itu. Claudia selalu menganggap gambar yang dia buat seakan memiliki nyawa sendiri. Hal itu yang membuat Claudia benar-benar sangat sedih.Claudia memang bisa menggambar ulang, tapi pasti akan memakan waktu, dan dia yakin belum tentu akan sedetail kemarin. Butuh waktu yang tak sebentar memiliki ide menuangkan gambar agar bisa detail bersamaan dengan pewarnaan yang cocok. Sekarang gambar itu hilang entah pergi ke mana.Suara ketukan pintu kamar terdenagar…“Masuk,” ucap Claudia meminta orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam kamarnya.“Nona, maaf mengganggu.” Seorang pelayan melangkah masuk ke dalam kamar Claudia. “Ada apa?” tanya Claudia lembut sambil menatap sang pelayan yang ada di hadapannya.“Nona, ini sudah jam makan malam. Kedua ora
“Maaf, Tuan.” Claudia akhirnya membuyarkan lamunannya, dan sedikit malu karena terus menatap sosok pria tampan yang menabraknya itu. Pun pria yang menabrak Claudia membenarkan posisi Claudia agar tak terjatuh.“Harusnya aku yang meminta maaf. Maaf aku tidak memperhatikan langkahku, Nona,” ucap pria tampan itu pada Claudia. Nadanya hangat namun penuh wibawa.Sungguh, Claudia benar-benar terpesona oleh sosok pria tampan yang ada di hadapannya ini. Tidak hanya tampan saja, tapi pria yang ada di hadapannya ini penuh dengan wibawa dan kehangatan—yang sukses membuat para kaum hawa berdesir.“Tuan Geovan?” Hansen segera menghampiri pria yang menabrak Claudia.Pria tampan itu melihat ke arah Hansen yang kini tengah memeriksa keadaan Claudia. “Claudia, are you okay?” tanya Hansen khawatir.Claudia tersenyum samar. “I’m okay, Hansen. Thanks. Jangan khawatir.”Hansen lega mendengar ucapan Claudia. “Anyway, Claudia. Di depanmu ini Tuan Shawn Geovan. Salah satu pewaris dari Geovan Group. Pagi ini
Claudia menatap cermin dengan raut wajah yang dilingkupi kemarahan. Kejadian hari ini di kantor membuat Claudia masih kesal dan emosi. Bagaimana tidak? Perkataan Christian masih terus terngiang-ngiang dalam pikirannya. Sungguh, Claudia tak mengerti kenapa Christian terus menerus mengusik kehidupannya.Claudia sudah memasang dinding setinggi mungkin, agar menjauh dari Christian, akan tetapi alih-alih menjauh, malah Christian seolah memaksa menerobos dinding itu. Padahal sebelumnya, Christian telah menyetujui apa yang telah dirinya putuskan.Claudia menghela napas dalam sambil memejamkan mata sebentar. Jika saja bisa, rasanya Claudia ingin sekali berhenti dari kantor Christian, akan tetapi Claudia ingat bahwa dirinya tak bisa bertindak sesukanya karena masih belum selesai wisuda. Nanti, setelah Claudia benar-benar dinyatakan lulus kuliah, maka Claudia akan memperjuangkan keputusan yang dirinya ambil.Suara dering ponsel terdengar. Refleks, Claudia mengalihkan pandangannya ke arah ponsel