Claudia duduk sofa kamar sambil memeluk lututnya, dan menangis pilu. Perasaannya begitu campur aduk dan tak menentu. Claudia membenci dirinya berada di dalam sebuah lingkaran rumit.Claudia ingin lari menjauh dari semua hal yang menyiksanya, tapi dia tak bisa ke mana pun, karena sudah terbelenggu di dalam sebuah jurang. Sungguh, Claudia membenci keadaan ini.Claudia sudah sekeras mungkin menjauh dari Christian, namun alih-alih menjauh malah Claudia semakin diseret mendekat pada pria itu. Andai saja Christian adalah orang lain, maka keadaan tak akan seperti ini. Berada di dekat Christian, membuat Claudia terus menerus merasa bersalah pada kakaknya. Claudia tak ingin menyakiti kakaknya. Seburuk-buruk dirinya, tidak mungkin dirinya tega mengkhianati kakaknya. Apalagi Christian adalah pria yang sangat dicintai dan diinginkan oleh kakaknya.“Apa yang harus aku lakukan sekarang?” Claudia menyeka air matanya, berusaha untuk menguatkan dirinya sendiri. Hatinya sesak luar biasa. Lagi dan lagi
Ella tak bisa tenang karena Christian tak pulang semalaman. Berkali-kali dia menghubungi suaminya itu, tapi malah tidak ada jawaban sama sekali. Pun Ella sudah menghubungi nomor asisten Christian dan jawaban tetap sama yaitu tak tahu keberadaan Christian.Ella menghubungi beberapa teman-teman terdekat Christian—yang dia yakini bahwa sang suami akan bertemu dengan teman-temannya, tapi hasil tetap nihil. Tak ada yang tahu keberadaan Christian. Hal itu yang membuat Ella tak bisa tidur nyenyak sepanjang malam. Selalu saja pikiran negative muncul di otaknya. “Kak?” Claudia menyapa Ella yang melamun di depan pintu rumah.Ella mengalihkan pandangannya menatap Claudia. “Ya?” jawabnya hangat.“Kak, ini sudah jamnya sarapan. Ayo kita makan. Aku tidak mau sarapan sendiri. Dad dan Mom berangkat pagi-pagi sekali karena ingin bertemu dengan rekan bisnisnya,” ucap Claudia meminta ditemani Ella.Pagi ini, Benny dan Grania memang tak bisa sarapan bersama dengan Claudia dan Ella, karena Benny dan Gra
Angin berembus menelusup masuk menyelinap ke dalam seluruh tubuhnya. Claudia tengah duduk di taman sambil menatap lurus ke depan dengan jutaan hal yang masuk di dalam pikirannya.Satu minggu telah berlalu sejak pertengkaran kakaknya dengan Christian. Selama satu minggu ini, Christian sering sekali pulang larut malam. Sedangkan Ella lebih sering menghabiskan waktu berbelanja.Sudah tak lagi terhitung berapa banyak belanjaan Ella. Pasalnya, Claudia menyaksikan sendiri beberapa sales dari butik-butik ternama mengantarkan banyak sekali barang yang dibeli oleh kakaknya. Claudia tahu berbelanja adalah cara Ella untuk menghindari masalah. Ingin rasanya dia membujuk kakaknya, tapi dia sendiri bingung bagaimana untuk membujuk kakaknya itu. Yang pasti Claudia tidak ingin melihat kakaknya terluka.Kedua orang tuanya tidak tahu tentang masalah yang terjadi di antara Ella dan Christian. Tentu semua karena Claudia menutup rapat tentang pertengkaran Christian dan kakaknya.Ella meminta pada Claudi
Claudia telah berusaha melupakan segalanya. Meskipun tidak mudah, tapi dia ingin menjalani kehidupan normal seperti orang lain. Jujur saja, berada di posisinya sangatlah melelahkan dan menyakitkan.Dalam keadaan seperti ini, tidak ada jalan lain selain berusaha berdamai dengan kenyataan yang ada. Melangkah maju tanpa melihat apa yang terjadi di belakang. Berat memang, tapi kalau tak dicoba maka tidak akan pernah tahu.Claudia mulai masuk kembali bekerja di Hastings Group. Dia belum pindah dari perusahaan milik Christian. Gadis itu akan pindah setelah dirinya selesai wisuda nanti.Claudia tahu keputusannya diambil, tapi dirinya belum sama sekali berunding dengan kedua orang tuanya, hal tersebut akan dipikirkannya nanti. Yang pasti Claudia akan berjuang agar orang tuanya setuju. Selain itu, Claudia pun harus mulai membuka hati. Memiliki kekasih adalah cara yang terbaik agar Christian semakin menjaga jarak dengannya. Walau tak dipungkiri sebenarnya, hati Claudia belum siap menjalin hub
Claudia duduk di ranjangnya dengan raut wajah yang muram. Gadis itu masih sedih karena kehilangan gambarnya. Bagi banyak orang mungkin kehilangan hanya selembar kertas gambar adalah hal kecil, nanti membuat baru saja. Akan tetapi, tak semudah itu. Claudia selalu menganggap gambar yang dia buat seakan memiliki nyawa sendiri. Hal itu yang membuat Claudia benar-benar sangat sedih.Claudia memang bisa menggambar ulang, tapi pasti akan memakan waktu, dan dia yakin belum tentu akan sedetail kemarin. Butuh waktu yang tak sebentar memiliki ide menuangkan gambar agar bisa detail bersamaan dengan pewarnaan yang cocok. Sekarang gambar itu hilang entah pergi ke mana.Suara ketukan pintu kamar terdenagar…“Masuk,” ucap Claudia meminta orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam kamarnya.“Nona, maaf mengganggu.” Seorang pelayan melangkah masuk ke dalam kamar Claudia. “Ada apa?” tanya Claudia lembut sambil menatap sang pelayan yang ada di hadapannya.“Nona, ini sudah jam makan malam. Kedua ora
“Maaf, Tuan.” Claudia akhirnya membuyarkan lamunannya, dan sedikit malu karena terus menatap sosok pria tampan yang menabraknya itu. Pun pria yang menabrak Claudia membenarkan posisi Claudia agar tak terjatuh.“Harusnya aku yang meminta maaf. Maaf aku tidak memperhatikan langkahku, Nona,” ucap pria tampan itu pada Claudia. Nadanya hangat namun penuh wibawa.Sungguh, Claudia benar-benar terpesona oleh sosok pria tampan yang ada di hadapannya ini. Tidak hanya tampan saja, tapi pria yang ada di hadapannya ini penuh dengan wibawa dan kehangatan—yang sukses membuat para kaum hawa berdesir.“Tuan Geovan?” Hansen segera menghampiri pria yang menabrak Claudia.Pria tampan itu melihat ke arah Hansen yang kini tengah memeriksa keadaan Claudia. “Claudia, are you okay?” tanya Hansen khawatir.Claudia tersenyum samar. “I’m okay, Hansen. Thanks. Jangan khawatir.”Hansen lega mendengar ucapan Claudia. “Anyway, Claudia. Di depanmu ini Tuan Shawn Geovan. Salah satu pewaris dari Geovan Group. Pagi ini
Claudia menatap cermin dengan raut wajah yang dilingkupi kemarahan. Kejadian hari ini di kantor membuat Claudia masih kesal dan emosi. Bagaimana tidak? Perkataan Christian masih terus terngiang-ngiang dalam pikirannya. Sungguh, Claudia tak mengerti kenapa Christian terus menerus mengusik kehidupannya.Claudia sudah memasang dinding setinggi mungkin, agar menjauh dari Christian, akan tetapi alih-alih menjauh, malah Christian seolah memaksa menerobos dinding itu. Padahal sebelumnya, Christian telah menyetujui apa yang telah dirinya putuskan.Claudia menghela napas dalam sambil memejamkan mata sebentar. Jika saja bisa, rasanya Claudia ingin sekali berhenti dari kantor Christian, akan tetapi Claudia ingat bahwa dirinya tak bisa bertindak sesukanya karena masih belum selesai wisuda. Nanti, setelah Claudia benar-benar dinyatakan lulus kuliah, maka Claudia akan memperjuangkan keputusan yang dirinya ambil.Suara dering ponsel terdengar. Refleks, Claudia mengalihkan pandangannya ke arah ponsel
BrakkkChristian membanting kasar tubuh Claudia ke atas ranjang. Terdengar Claudia meringis di kala tubuhnya dibanting ke ranjang oleh Christian. Ya, kini Christian tengah membawa Claudia ke hotel terdekat dengan klub malam.Christian terpaksa membawa Claudia menginap di hotel, karena tak mungkin dirinya membawa Claudia pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Christian yakin akan mendapatkan jutaan pertanyaan yang membuatnya sakit kepala.Malam ini, Christian mendatangi klub malam karena ingin bertemu dengan salah satu rekan bisnisnya yang kebetulan memang mengajaknya untuk bertemu di klub malam. Akan tetapi, Christian terpaksa harus membatalkan rencananya, karena tak mungkin dia membiarkan Claudia sendirian. Terlebih Claudia dalam keadaan mabuk. Christian ingin bersikap acuh dan tak peduli, tapi dia tak bisa melakukan itu. Logikanya berkata untuk tak peduli pada Claudia, namun hatinya tak bisa melihat sesuatu hal buruk terjadi pada Claudia. Persetan dengan aturan yang telah Claudia bua
Pagi buta Claudia sudah terbangun. Kedua anaknya sudah menunggu di depan semangat karena akan diajak jalan-jalan. Entah jalan-jalan ke mana. Claudia tak tahu, karena Christian tidak bilang padanya. Yang pasti Claudia percaya bahwa sang suami akan membawanya ke tempat yang indah.Barang-barang yang dibawa telah dimasukan ke dalam mobil. Claudia dibantu pelayan untuk packing. Untungnya dia mendapatkan bantuan dari pelayan. Jika tidak, maka pastinya dia akan sangat kerepotan. Namun memang selama ini Claudia selalu dibantu oleh pelayan.“Claudia, apa kau sudah siap?” tanya Christian sambil memakai arloji.Claudia mengoleskan lipstick di bibirnya. “Sudah, Sayang. Aku sudah siap.”“Kita keluar sekarang. Anak-anak sudah menunggu kita.” Christian merengkuh bahu Claudia—mengajak sang istri ke luar kamar.“Mommy, Daddy, ayo kita jalan-jalan.” Caleb dan Cambrie memekik kegirangan tak sabar.Christian dan Claudia tersenyum samar. “Oke, let’s go. Kita berangkat sekarang.”Christian menggendong Cam
Mansion Claudia dan Christian dipuji oleh Nicole. Mansion megah yang telah didesain khusus oleh Claudia. Mansion ini adalah hadiah dari Christian untuk Claudia. Pria itu mencuri gambar rumah megah yang pernah digambar oleh Claudia. Sekarang hasil curian gambar itu, telah menjelma menjadi sebuah mansion mewah.Saat ini Claudia dan Christian tengah duduk di ruang tengah bersama dengan Nicole, Oliver, Ella, dan Elan. Mereka baru saja selesai makan siang bersama. Anak-anak mereka tengah bermain di taman belakang. Tentunya diawasi oleh para pengasuh mereka. “Claudia, rumahmu benar-benar indah. Rumah ini kau yang desain, kan?” tanya Nicole lembut—dan direspon anggukkan oleh Claudia.“Iya. Aku yang merancang rumah ini. Tadinya aku ingin mengumpulkan uang dari hasil kerja kerasku dan membangun rumah ini.” Claudia tersenyum malu.“Tapi akhirnya suamimu yang membangun rumah indah yang ada di kertas gambarmu.” Nicole menjawab lembut. Sebelumnya, dia sudah pernah diceritakan tentang gambar Clau
*Claudia, aku dan Oliver serta anak-anak kami siang ini akan main ke tempatmu. Apa kau ada di rumah?* Claudia yang baru saja membuka mata, di kala pagi menyapa, dikejutkan dengan pesan yang dikirimkan oleh Nicole. Detik itu juga, Claudia menyibak selimut—turun dari ranjang seraya mengikat asal rambutnya. “Christian, Christian.” Claudia memanggil sang suami, karena suami tercintanya itu tidak ada di ranjang. Itu menandakan sang suami sudah bangun.“Iya, Claudia.” Christian melangkah keluar dari walk-in closet—tengah memakai dasi. Pria tampan itu sudah bersiap ingin ke kantor.Claudia mendekat dan melepaskan dasi Christian. Sontak, Christian terkejut akan tindakan Claudia—yang melepas dasinya begitu saja.“Claudia, apa yang—”“Hari ini kau tidak usah ke kantor. Nicole, Oliver, dan dua anaknya datang.”“Claudia, aku ada meeting penting.”“Kau CEO dari Hastings Group. Kau memiliki kuasa. Aku yakin kau bisa mengatur meeting dilain waktu.”Suara dering ponsel Christian terdengar. Buru-bu
“Oh, Tuhan. Elyana! Efraim! Kenapa bisa kalian merusak lukisan Mommy yang sudah Mommy pesan untuk Grandma?” Ella mengomel seraya memijat keningnya merasakan pusing luar biasa. Anak perempuan dan anak laki-lakinya merusak lukisan yang baru saja dia pesan di pelelangan seni. Lukisan harga fantastis itu sengaja Ella beli untuk dia hadiahkan pada ibunya.“Mommy, aku tidak salah. Efraim yang salah. Aku tidak salah.” Elyana membela diri, karena tidak mau disalahkan oleh ibunya. Pun dia memang tak sepenuhnya salah. Efraim—adiknya yang terlibat.Efraim mendelik, menatap tajam sang kakak. “Kak, kenapa kau menyalahkanku? Kau yang berlari mengejarku sampai wine jatuh ke atas lukisan Mommy.”Elyana berdecak kesal. “Kau menyembunyikan barbie yang dibelikan Grandpa!”“Aku tidak menyembunyikannya.”“Kau bohong! Kau menyembunyikan barbie pemberian dari Grandpa.” “Astaga! Kenapa kalian sekarang berdebat? Ini bagaimana lukisan Mommy? Besok Mommy akan memberikan lukisan ini pada Grandma Grania. Tapi ka
Caleb duduk di ranjang sambil memeluk bantal dengan raut wajah kesal. Bocah laki-laki itu kesal dengan Oscar, dan juga kesal dengan ibunya yang tak membelanya. Yang dia inginkan adalah ibunya membelanya. Tapi sayang, ibunya malah tak membela dirinya. “Sepertinya, kau baru saja melalui hari buruk.” Christian masuk ke dalam kamar putra sulungnya—dan duduk di samping putranya itu. Dia sudah melihat raut wajah Caleb menunjukkan jelas rasa kesal.Caleb mengembuskan napas kesal. “Dad, aku sudah diomeli Mom. Jika kau datang hanya ingin mengomeliku juga, lebih baik kau keluar kamarku saja. Aku pusing. Tidak ada yang mau mengerti diriku.”“Tujuanku datang ke sini bukan memerahimu.” Christian menjawab dengan tenang.Caleb mengalihkan pandangannya, menatap Christian. “Kau tidak memerahiku?”Christian menggelengkan kepalanya. “Nope. Aku tidak memerahimu.”Caleb merasa curiga. “Jangan-jangan kau langsung memberikanku hukuman?”Christian tersenyum samar. “Apa pernah aku sekejam itu padamu, Caleb?
“Mommy, kapan kita kan kembali ke London? Aku rindu Grandpa dan Grandma.”Olivia memeluk boneka kecil, menghampiri ibunya, mengajak bicara, bertanya kapan kembali ke London. Karena dia sudah cukup lama berada di New York. Itu kenapa sekarang gadis kecil itu bertanya kapan bisa kembali ke kotanya sendiri.Nicole menunduk, menatap penuh kasih sayang putri kecilnya. “Mommy belum tahu, nanti Mommy tanya Daddy dulu. Sekarang kau masuk ke kamarmu, Nak. Kau istirahatlah.”Olivia mengerjap beberapa kali. “Mommy, masih marah pada Oscar?”Nicole menghela napas dalam. “No, Honey. Mommy tidak marah pada Oscar. Kau masuklah ke kamar. Istirahat. Jangan bermain games.”Olivia memilih mengangguk patuh. Gadis kecil itu pun sudah lelah karena sejak tadi bersepeda. Dia masuk ke dalam kamarnya. Tepat di kala Olivia sudah masuk ke dalam kamar, Nicole segera menghubungi Oliver.“Oliver?” panggil Nicole kala panggilan terhubung.“Nicole, aku sedang sibuk bersama client-ku. Nanti aku akan menghubungimu,” uja
Lima tahun berlalu … “Caleb, kenapa kau bertengkar dengan Oscar? Ya Tuhan, Nak. Oscar itu anak Bibi Nicole—kakak ipar Mommy.” Claudia menatap kesal Caleb yang baru saja turun dari mobil. Tampak jelas raut wajah wanita itu sangat lelah.Bagaimana tidak? Hari ini Claudia baru saja mengadakan meeting dengan asisten pribadi Shawn. Ada project baru Geovan Group yang sedang ditangani Claudia. Tapi di tengah-tengah meeting berlangsung—Claudia mendapatkan kabar Caleb dan Oscar bertengkar. Pun kebetulan Oscar sedang berada di New York. Caleb dan Oscar bertengkar di taman bermain. Claudia dan Nicole langsung datang ke taman itu. Perkelahian berhasil terhenti karena pengawal Caleb dan pengawal Oscar sama-sama merelai perkelahian.“Oscar yang salah. Dia mendekati gadis yang aku suka, Mom.” Caleb berjalan menuju kamar, namun buru-buru Claudia menghalangi putranya itu.Claudia merasa ini belum selesai. Dia membutuhkan penjelasan sejelas-jelasnya. Dia tidak mau sembarangan apalagi asal-asalan dal
Usia Caleb memasuki enam bulan. Tubuh bayi laki-laki itu sangat gemuk dan sehat. Kulit putih. Pipi tembam. Mata bulat. Membuat Caleb benar-benar seperti boneka laki-laki yang sangat tampan dan menggemaskan.Bayi laki-laki tampan itu kerap menjadi pusat perhatian. Tidak heran kalau banyak sekali tawaran Caleb menjadi model bayi. Tapi sayang Christian dan Claudia tidak mengizinkan anak mereka menjadi seorang model.Segala bentuk penawaran menjadi model, pastinya ditolak oleh Christian ataupun Claudia. Alasannya tentu mereka tidak ingin kehidupan anak mereka terlalu menjadi sorotan di media.Selain itu, kisah masa lalu Christian dan Claudia, pastinya akan membuat Caleb menjadi pusat perhatian dari segi kehidupan. Itu yang membuat Caleb tidak akan nyaman di masa depan nanti.Suara tangis Caleb begitu keras di kala sudah selesai menyusu. Claudia yang tengah menimang putranya itu, nampak terkejut dan panik melihat putranya menangis. Dia pikir putranya ingin minum susu lain, tapi ternyata ti
Christian seperti orang gila marah-marah pada dokter. Pria itu menuntut dokter untuk membuat sang istri tidak lagi merintih kesakitan. Dia tidak tega melihat istrinya terbaring di ranjang seraya meringis kesakitan.“Kau ini dokter kandungan benar atau bohongan?! Kenapa kau tidak mampu menghilangkan rasa sakit istriku?” Christian marah-marah pada sang dokter yang malah membiarkan istrinya berteriak kesakitan.Sang dokter tersenyum memaklumi rasa takut Christian. “Tuan, Anda tidak perlu khawatir. Rasa sakit istri Anda adalah wajar. Setiap ibu yang melahirkan anak pasti akan merasakan sakit.”Christian mengusap wajahnya kasar. Kecemasan dan rasa panik melingkupi pria itu. “Jadi, istriku akan melahirkan sambil berteriak kesakitan?”Sang dokter menyentuh bahu Christian. “Tuan Hastings, itu adalah tugas seorang ibu. Proses melahirkan akan segera dimulai. Temani istri Anda, Tuan.” Christian bingung dengan perasaan campur aduk. Dia mendengar suara istrinya itu yang terus menjerit. Dia memutu