Tadeo menepati janjinya membawa Claudia ke makam mendiang kedua orang tua gadis itu. Pun Tadeo mengajak Daisy untuk mengunjungi makam Feray dan Alvin. Sedangkan Christian tentunya ikut, karena menemani Claudia.Mereka semua sedang berada di perjalanan menuju pemakaman. Mobil yang membawa Christian dan Claudia berada di depan, dan mobil Tadeo dan Daisy berada di belakang.Tak selang lama, dua mobil mewah yang membawa Christian, Claudia, Tadeo, dan Daisy memasuki sebuah pemakanan mewah yang ada di Brooklyn. Mereka semua turun dari mobil.“Kira ke arah kanan.” Tadeo sudah lebih dulu memberikan interuksi, agar berjalan ke arah kanan. Karena tak ada yang tahu, itu kenapa Tadeo wajib memberikan interuksi.Semua orang mengikuti interuksi dari Tadeo. Berikutnya, langkah mereka semua terhenti tepat di kala melihat nama Alvin Wesly dan Feray Ursula di pusara makam. Mata Claudia langsung berkaca-kaca melihat kedua nama itu.“Claudia, mereka adalah kedua orang tuamu,” ucap Tadeo seraya memberikan
“Mom, Dad, apa Claudia sudah pulang dari rumah sakit?” Ella melangkah masuk ke dalam ruang makan, duduk di kursi meja makannya, dan mulai menikmati makan malam yang telah terhidang di hadapannya.“Sudah, Sayang. Tadi Mommy baru saja menelepon Claudia. Tapi kemarin dia menginap dulu di rumah orang tua Christian,” jawab Grania sambil menikmati makan malam yang terhidang. “Ah, begitu. Aku belum sempat lagi menjenguknya. Nanti tolong beri tahu aku alamat tempat tinggal Claudia dan Christian. Besok aku akan menjenguk Claudia sambil membawakan kue kesukaannya,” jawab Ella hangat.Ella terlalu sibuk dengan pekerjaan yang diurus, sampai belum menjenguk Claudia lagi. Bahkan adiknya keluar dari rumah sakit saja, tidak langsung menjenguk adiknya itu. Bukan tidak mau atau tidak peduli, tapi kondisinya dia tengah dilanda kesibukan dan pikiran yang sedang kacau. Lagi pula, dia tahu bahwa akan ada Christian yang selalu menjaga adiknya dengan baik.Grania dan Benny tersenyum mendengar apa yang Ella
Ella diam seribu bahasa, tak mampu berkata apa pun. Apa yang dikatakan Elan begitu sungguh-sungguh. Sekalipun Elan telah menukar hasil test DNA Claudia dan ayah Christian, tapi sampai detik ini pria itu sama sekali tak melukai Claudia. Padahal bisa saja kalau Elan ingin melukai Claudia, agar Christian bisa merasakan apa yang Elan rasakan.Ella mengatur emosinya. Logika dan hatinya berperang menjadi satu, seakan mencari celah jawaban yang semestinya. Akan tetapi rasa kecewa dan marahnya begitu besar hingga seakan memvalidasi bahwa semua tindakan Elan bersalah.Ella masih tetap diam, dengan semua pikiran yang berkecampuk. Tak menampik bahwa hatinya bergetar saat Elan mengatakan jatuh cinta padanya. Namun, dia tak ingin jatuh di lubang yang sama. Yang harus dia ingat selalu adalah Elan mencintai Delfa. Sekalipun wanita bernama Delfa sudah tiada, tetap tidaklah mengubah keadaan yang ada.“Foto-fotoku tidak bisa dijadikan bukti kalau kau benar-benar mencintaiku. Elan, hentikan permainanmu.
Elan menatap Ella yang terlelap di pelukannya. Dua insan itu masih tak memakai sehelai benang pun. Hanya selimut tebal yang menyelimuti tubuh mereka. Pergulatan panas yang mereka lakukan meninggalkan jejak manis sampai membuat salah satunya kelelahan.Ya, Ella sejak tadi sudah terlelap di dalam pelukan Elan. Sedangkan Elan sempat tertidur sebentar, namun pria itu kembali membuka matanya—dan sekarang tengah menikmati pemandangan bidadari cantik yang terlelap di pelukannya.Senyuman di wajah Elan terlukis melihat Ella. Dia tahu Ella pasti tak mungkin mampu menolak sentuhannya. Karena dirinya pun tak pernah bisa berhenti menyentuh wanita itu. Dia selalu ingin lagi dan lagi seperti nikotin yang sudah kecanduan.Elan membawa tangannya menelusuri wajah cantik Ella. Dia menyukai Ella yang terlelap seperti anak kecil dalam pelukannya. Well, wajar saja kalau sekarang wanita itu kelelahan, karena Elan memang tadi benar-benar menyerangnya tanpa henti. Pria itu bagaikan harimau jantan yang sudah
Mata Ella melebar terkejut mendengar apa yang Elan katakan. Raut wajah panik, cemas, takut semuanya melebur menjadi satu. Wanita itu meyakinkan bahwa apa yang dia dengar ini adalah salah, tapi tidak … semua kata-kata Elan terdengar sangat jelas di telinganya.Napas Ella berembus pendek. Tercekat dan sulit untuk berembus normal. Semua perkataan Elan membuat jantungnya tak henti berdetak karuan. Ingin dia memaki dan berteriak sekeras mungkin—tapi hasilnya dia tak bisa mengeluarkan suara.Ella bingung luar biasa. Wanita itu tak tahu harus bagaimana. Sungguh, pria yang ada di hadapannya ini memang pria yang sudah tidak lagi waras. Rasanya otak Ella blank tak bisa berpikir jernih.“Kau gila, Elan!” seru Ella dengan nada keras.Elan mengangguk sama sekali tak mengelak dengan apa yang Ella katakan. “Kau benar. Aku memang sudah gila.” Nadanya terdengar begitu santai, seakan tak sama sekali melakukan dosa.Mata Ella mendelik tajam. “Elan, jangan bersikap konyol. Ayahku bisa membunuhmu! Kau saj
Sebuah pukulan keras terlayang di pipi kanan Elan dan sukses membuat tubuh Elan mundur dua langkah ke belakang. Tampak pria itu sedikit meringis mendapatkan pukulan dari Benny. Namun, tentunya pukulan itu tetaplah tak membuat Elan tumbang.“Dad?” Mata Ella melebar terkejut di kala ayahnya memukul Elan. Pun Grania yang ada di samping Ella ikut terkejut saat Benny memberikan pukulan pada Elan.Elan mundur dua langkah ke belakang sambil menyeka sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. “Relaks, Tuan Fitzgerald. Kau harus tenangkan dirimu. Jangan terpancing emosi. Tujuanku ke sini baik.”Mata Benny menyalang kian tajam penuh amarah. “Aku tidak akan membiarkan putriku mengenal orang busuk sepertimu. Kau membuat putri bungsuku terluka. Sekarang, aku tidak akan membiarkan putri sulungku dekat dengan pria macam dirimu.”“Dad, tenangkan dirimu.” Ella menyentuh lengan sang ayah, meminta ayahnya untuk tenang dan tak terpancing emosi.“Diam kau, Ella! Jangan ikut campur!” tukas Benny menekankan, me
Mata Elan berkilat tajam mendengar apa yang Christian katakan. Rahangnya mengetat. Tangannya mengepal begitu kuat. Emosinya menyulut, tapi dia tak ingin meledakan kemarahan dalam dirinya.Ya, Elan menyadari bahwa apa yang dikatakan Christian sama sekali tidaklah salah. Dirinya memang telah terjebak oleh kerumitan ini. Dia tahu bahwa memang tak bisa lagi menutupi apa yang ada di dalam pikirannya. Elan mengembuskan napas kasar, memejamkan mata singkat, mengatur emosi dalam dirinya. Dia sadar jika dirinya murka sekarang adalah hal yang sia-sia. Yang ada di pikirannya memang masalah dengan Ella, bukan masalah dengan Christian.Elan mendekat ke arah bartender, meminta bartender untuk memberikan vodka padanya. Dalam keadaan pikiran yang kacau, satu-satunya yang sedikit menenangkan pikirannya adalah minuman alkohol.“Silakan diminum, Tuan.” Sang bartender memberikan vodka yang dipesan Elan pada Elan.Tanpa berkata apa pun, Elan menyambar vodka itu dan menenggak hingga tandas.Christian ters
Claudia belum memberi tahu keluarganya tentang dirinya dan Christian akan segera menikah dalam waktu dekat. Gadis itu belum menemukan waktu yang cocok untuk berbicara dengan kedua orang tuanya.Rencananya, hari ini Claudia akan ke rumah keluarganya karena ingin bertemu dengan kakaknya, namun entah dia tak tahu apakah nanti dirinya akan membahas pernikahan dengan Christian atau tidak.Jujur, hati Claudia merasa tidak tenang akibat khawatir akan kakaknya yang terluka. Sekalipun, Ella sudah merelakan Christian, tapi tetap dia masih sangat takut kakaknya akan sakit hati.Masalah dengan Elan saja sudah membuat hati Ella terpuruk. Itu yang membuat Claudia takut kalau dirinya semakin membuat kakaknya semakin sedih. Sungguh, dia ingin sekali kakaknya mendapatkan yang terbaik. “Nona, ini soup untuk Anda.” Sang pelayan menghidangkan soup untuk Claudia.“Terima kasih.” Claudia tersenyum seraya menatap sang pelayan. “Hm, apa kau melihat Christian?” tanyanya hangat. Lima belas menit lalu, Christ