Meskipun kandungannya baru berusia 6 bulan, perut Laura sudah semakin terlihat membesar melebihi usia kandungannya. Dan karenanya, wanita itu juga semakin kesulitan melakukan berbagai aktivitas. Smith yang melihat bagaimana istrinya berjuang bahkan untuk sekedar menuruni anak tangga sungguh merasa tak tega. Dia selalu ada, menjadi garda terdepan untuk menjaga istrinya."Hati-hati, Sayang. Sini aku papah."Smith memegang bahu serta pinggang Laura, memapahnya hingga ke lantai bawah untuk sarapan. Vincent dan Louis pun sudah menunggu di meja makan. Keduanya tersenyum melihat ibu hamil yang memasuki trimester 3 ini, semakin bercahaya wajahnya."Kehamilanmu mengingatkan ayah pada ibu dari si kembar Smith dan Louis. Persis seperti kamu, meskipun usia kehamilannya belum tua, tapi sudah besar dan mudah lelah." Vincent bernostalgia. "Sepertinya kamu juga hamil anak kembar."Laura tertawa kecil, begitu juga dengan Smith yang langsung memperhatikan perut istrinya. Ini adalah pengalaman pertama
4Smith baru pulang ke rumah pada jam 5 sore bersamaan dengan Diana yang hendak pulang. Laura terlihat memeluk Diana sebelum gadis itu pulang membuat Smith tersenyum, dia berpikir kalau Diana memang harus sering-sering datang supaya Laura tidak kesepian selama ditinggal bekerja."Hai, Diana, apa kabar?" sapanya saat baru keluar dari mobil."Hai, Smith. Aku baik." Diana tersenyum pada Smith yang mengangguk ramah.Di ambang pintu, Louis melihat pemandangan itu seraya bersedekap tangan. Pemuda itu nampak senyum-senyum hingga akhirnya berdehem seraya menatap atap rumah."Cuma Laura aja, nih, yang dipeluk?" guraunya.Diana memiringkan bibir, kesal dengan gurauan tersebut."Apaan, sih, dasar genit!" sungutnya.Melihat itu, Smith tertawa. Dia menghampiri Diana dan menyapanya bahkan mereka bersalaman."Lah, aku dari tadi di sini, di rumah ini, tapi kamu sama sekali gak salaman sama aku. Kok sama Smith yang baru datang langsung salaman. Apa maksudnya ini?" omel Louis."Smith, tolongin aku dari
"Sial! Aku harus bagaimana sekarang?" Stella bergumam.Saat ini dia tengah berjongkok di ruang tengah seraya memegangi rambutnya yang kusut berantakan. Stella pikir Smith tidak akan melaporkannya, tapi ternyata lelaki itu nekad dan membuat Stella murka.Seketika itu juga Stella jadi ingat perkataan Louis yang mengatakan bahwa Smith memiliki bukti-bukti kejahatannya, bahkan disertai rekaman suara. Hal itu membuat Stella semakin cemas, takut jika apa yang Louis katakan adalah benar."Ah, tidak mungkin. Dari mana Smith memiliki itu semua? Selama ini, kan, dia bodoh, mudah sekali dikelabui." Stella berbicara sendirian.Tanpa Stella sadari jika di belakang Smith ada Vincent yang bisa melakukan apa saja dengan kekuasaannya. Belum lagi Louis yang berpindah haluan, lelaki itu pasti sedikitnya memiliki banyak jejak kejahatan Stella dan memberikannya pada Vincent dan Smith.Ya, Stella lupa akan hal itu. Dia merasa kalau dialah yang paling hebat dalam drama yang dibuatnya. Dan karena perasaannya
Louis memberikan rekaman suara antara Juan dan Stella, yang memperdengarkan keduanya sedang berbincang mengenai hal-hal jahat yang direncanakan untuk mengeret uang Smith.Bahkan hasil uangnya dibagi dua dan dipakai bersenang-senang, padahal Stella dan Smith saat itu pun masih bersama."I-itu adalah rekaman palsu, rekayasa!" Stella berujar."Aku berani bertaruh 1 miliar kalau rekaman itu adalah asli. Kita bisa sewa ahli untuk membuktikan bahwa rekaman ini asli, karena yang merekamnya adalah aku." Louis menyela."Jaga ucapanmu, Louis. Kamu suka sekali menyudutkanku!" balas Stella."Ingat, Stella. Kejahatan harus dipertanggungjawabkan. Akui saja semuanya, kita berada di sini untuk mengungkap semuanya!" timpal Louis.Sementara itu, Juan hanya diam saja membuat Stella merasa sangat kesal. Untuk apa lelaki itu ikut kalau hanya diam saja. Sangat tidak berguna. Begitu pikir Stella.Polisi menyimak percakapan itu dan mulai paham akan duduk permasalahannya. Dari raut wajahnya saja dapat terliha
"Tidak, tidak bisa. Bukannya semua bukti ini akan diteliti dulu oleh para ahli keasliannya? Berarti bukti-bukti ini palsu, kan? Tidak otentik. Jadi, jangan tahan kami karena semua bukti ini palsu!"Suara Stella terdengar melengking saking marahnya. Namun, semua ucapannya sudah tak berguna lagi, status kasus sudah dinaikkan dan status Stella serta Juan pun langsung berubah menjadi tahanan."Stella, sudahlah, kita ikuti saja prosedurnya supaya nanti hukuman kita tidak diberatkan," tegur Juan."Diamlah, Juan, jangan membicarakan hukuman karena kita tidak akan pernah dihukum!" timpal Stella.Seketika itu juga Juan langsung diam dan hanya bisa pasrah, dia kooperatif menuruti polisi meskipun dia pun sebenarnya ingin kabur saja. Berbanding terbalik dengan Stella, gadis itu menangis, meraung, bahkan mengamuk pada polisi saat akan dibawa ke dalam jeruji besi."Lepaskan aku, aku bisa jalan sendiri!" bentak Stella pada Polisi."Kalau kami tidak memegang tanganmu, maka kamu akan melarikan diri. D
Vincent menatap wajah Laura ketika istrinya itu tengah tertidur pulas. Wajah sederhana tanpa polesan make up, tapi nampak bercahaya dengan aura bidadari yang terpancar dari sana.Perlahan, Vincent mengelus wajah itu dengan lembut, memberi kenyamanan bagi ibu hamil yang beberapa bulan lagi akan melahirkan darah dagingnya.Namun, tiba-tiba saja Vincent teringat sesuatu. Dia lupa kalau belum menceritakan pada Laura tentang kejadian pada malam yang membuat mereka jadi terpaksa menikah. Seketika itu juga, Vincent merasa tak tenang. Dia merasa harus cepat-cepat mengatakannya."Sayang, kamu belum tidur?" Laura membuka matanya seraya menggeliat."Belum, aku sedang melihat wajah kamu yang cantik itu." Smith membuat Laura tersenyum merona."Kamu bisa saja. Tidurlah, ini sudah malam," titahnya pada sang suami.Namun, Smith menggeleng dan mengatakan kalau dirinya belum mengantuk."Tidurlah, Sayang. Jangan banyak pikiran. Bukankah semua masalah sudah selesai? Kita hanya tinggal menunggu hasil put
Smith menggeleng seraya meraih tangan Laura. Dengan hati yang tulus Smith menciumi tangan itu, tangan yang selalu terbuka ketika menyambutnya pulang."Aku mencintaimu, Laura. Sungguh sangat mencintaimu. Aku memang pernah tidak menghargaimu sebagai istriku, aku pernah buruk dalam memperlakukanmu. Tapi sekarang semuanya telah berbeda, aku mencintaimu dan tak ingin berpisah denganmu," ungkap Smith dengan sungguh-sungguh.Laura menitikkan air matanya, hatinya amat terluka mendengar pengakuan Smith tadi. Luka itu takkan begitu saja sembuh meskipun Smith sudah mengutarakan ribuan kata maaf dan cintanya."Aku ...." Laura terisak. "Kenapa, Sayang? Katakan padaku apa pun yang kamu rasakan. Lukamu, sakitmu, katakanlah. Aku janji akan mengobati semua itu dengan selalu berada di sisimu selamanya." Smith memegang kedua pipi Laura seraya menatapnya lekat.Laura menggeleng, dia tak mampu berkata-kata untuk mendeskripsikan rasa sakitnya. Baru saja Smith membuatnya melambung tinggi dengan mempersemba
Laura terkejut dengan ucapan Vincent barusan. Dia mengambil foto usang tersebut lalu mengamatinya dengan seksama. Vincent mengatakan bahwa dia dan Ferdy--ayah Laura adalah sahabat karib yang sangat dekat. Mereka bukan hanya teman bermain, tapi juga teman dalam membangun bisnis.Ferdy dan Vincent juga selalu merencanakan banyak hal dalam kehidupan mereka dan berjanji akan selalu bersama meski sudah berumah tangga. Jangan sampai membuat tali persahabatan mereka putus."Apa Ayah sungguh-sungguh dengan cerita itu?" tanya Laura. "Aku hanya khawatir kalau Ayah menceritakan cerita bohong demi mengobati luka hatiku," imbuhnya.Vincent tertawa mendengar celotehan Laura, tapi dia paham karena mungkin menantunya itu hanya merasa trauma. Jadi, Vincent harus memakluminya."Tentu saja tidak, Nak. Ayah dan ayahmu memang sedekat itu bahkan apa yang ayah miliki sekarang semuanya ada campur tangannya Ferdy saat dia masih hidup. Kami membangun banyak hal dalam dunia bisnis dan merencanakan perjodohan a
"Lakukan apa pun yang terbaik bagi istri dan anak-anak saya, Dok. Lagi pula, istri saya sudah sangat kesakitan, saya tidak tega melihatnya."Smith berbicara seraya menatap dokter kandungan tersebut dengan seksama. Dokter pun mengangguk, siap melaksanakan prosedur operasi caesar.Namun, sebelum nya Smith mesti menandatangani dulu surat persetujuan karena prosedur ini bisa dibilang sakral, tidak boleh dilakukan sembarangan.Setelah selesai semua persyaratan, Smith langsung menemui Laura yang sedang kesakitan di ruang bersalin. Smith mengabarkan kalau Laura akan dioperasi demi keselamatan buah hati mereka."Gak papa, kan, kalau operasi? Kondisi kamu tidak memungkinkan, Sayang. Plasentanya menghalangi jalan lahir dan itu akan membahayakan anak-anak kita. Begitu kata dokter," tanya Smith seraya menjelaskan.Laura sudah pasrah, apa pun tindakan yang akan diambil terhadapnya, Laura tidak akan mencegah apalagi melawan. Melahirkan secara normal maupun caesar baginya sama saja, sama-sama memerl
Setelah mendengar kabar bahwa Laura kemungkinan akan melahirkan dalam waktu dua minggu ke depan, Smith mempersiapkan segalanya salah satunya yakni dengan mengambil cuti dari kantornya.Meskipun dia adalah seorang CEO, pemilik perusahaan yang tentu memiliki kuasa, Smith tetap bersikap profesional dengan mengajukan cuti secara resmi. Untuk sementara, posisi dan pekerjaannya akan ditangani oleh Louis, adiknya."Smith, sebenarnya tanpa ada yang menggantikanmu pun sepertinya bukan masalah besar, pekerjaan CEO, kan, tinggal ongkang-ongkang kaki saja," ujar Louis membuat sang kakak sontak mendelikkan matanya."Jadi, begitu yang kamu pikirkan selama ini, aku hanya ongkang-ongkang kaki saja?" Smith menatap Louis dengan seksama."Hehehe, aku hanya bercanda, Smith. Jangan melotot begitu lah, serius amat!" sahut Louis menggaruk kepalanya yang tak gatal."Lihat saja, kamu nanti akan merasakan apa yang aku rasakan. Kamu akan sangat sibuk bahkan melebihi kesibukanku dulu. Kamu akan kewalahan dan men
Smith sangat sigap menuntun Laura yang merasakan sakit seperti kram di perutnya. Dengan tertatih, Laura berjalan menuju mobil yang sudah siap di depan."Jangan-jangan kamu kecapean, Sayang," tebak Smith. "Kalau melahirkan, kan, waktunya belum genap."Smith terus berbicara dengan perasaa resah dan gelisah. Sementara itu, Laura hanya bisa menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Aktifitas itu cukup mengurangi rasa sakitnya.Saat ini, Laura dan Smith sudah berada di perjalanan ke rumah sakit demi memeriksa keadaan Laura yang sempat merasakan sakit di perutnya.Namun, baru juga setengah perjalanan, sakit yang dirasakan Laura sudah reda bahkan menghilang. Laura yang belum memiliki pengalaman sebelumnya merasa heran, dia ingin mengatakan hal itu pada suaminya tapi merasa enggan."Sayang, apa kamu baik-baik saja? Sakitnya masih terasa?" tanya Smith mengelus perut istrinya. Laura sedikit meringis. "Sepertinya perutku sudah lebih baik, Sayang. Aku juga gak paham kenapa. Apa kita pu
Semenjak makan malam di luar itu, Laura sudah tidak pernah lagi bepergia ke luar rumah demi menjaga kehamilannya yang sangat rentan.Namun, Smith tidak mau membuat Laura jadi jenuh berada di rumah. Dia selalu mengadakan kegiatan apa pun supaya Laura tetap merasa senang berada di rumah.Hari ini, Smith sengaja menyuruh para asisten rumah tangga di rumahnya untuk membersihkan satu ruangan yang lama tidak terpakai. Ruangan itu cukup luas, tapi Smith belum pernah menggunakannya sehingga hanya menjadi gudang barang tak terpakai."Kamu mau menggunakannya jadi ruangan apa, Sayang? Ruang kerja baru kah?" tanya Laura pada suaminya.Smith mengulum senyum, dia masih ingin merahasiakan apa yang akan dibuatnya sekarang."Kok malah senyum-senyum, sih? Nyebelih banget ih." Laura mencubit lengan suaminya.Tak lama kemudian, suara klakson yang cukup keras terdengar dari luar. Smith menarik tangan Laura untuk membawanya ke luar sambil melihat apa yang telah dia beli.Saat keluar dari rumah, Laura langs
Hari beganti minggu, minggu berganti bulan. Tak terasa satu bulan lagi Laura diperkirakan akan melahirkan anak pertama sekaligus kedua dia dan Smith.Semakin tua kehamilannya, perut Laura semakin membesar dan hal itu membuat Laura jarang bergerak karena berat. Namun, Laura tidak terbiasa jika harus duduk saja, dia meminta Smith untuk mengajaknya jalan-jalan.Setiap pagi, Smith meluangkan waktu untuk menemani Laura jalan-jalan di sekitar area perumahan. Hal tersebut dilakukan supaya persalinan Laura berjalan dengan lancar."Kamu capek?" tanya Smith ketika Laura berhenti sejenak."Tidak, hanya merasa sedikit sakit di pinggang. Tapi tak apa, kata dokter itu hal yang biasa," jawab Laura."Jangan berlagak baik-baik saja, mau sekuat apa pun seorang ibu hamil, sebenarnya dia tidak baik-baik saja. Banyak rasa sakit dan derita yang dipikulnya," ujar Smith.Smith lalu mengajak Laura untuk istirahat di salah satu kursi yang ada di pinggir jalan, keduanya minum demi melepas dahaga dan mengganti c
Ucapan Stella yang mengatakan bahwa Smith juga akan masuk penjara dan dirinya akan melahirkan tanpa kehadiran Smith masih terngiang di pikiran Laura. Dia takut kalau ucapan itu akan menjadi kenyataan.Ketika sampai di dalam mobil, Laura langsung mengatakan apa yang menjadi beban pikirannya. Laura sangat cemas karena tahu kalau Stella adalah orang yang licik dan bisa melakukan apa saja untuk mencapai keinginannya sekalipun Smith tidak memiliki salah."Sayang, lupakan saja, apa yang dia katakan hanya bentuk ungkapan dari segala kekalahannya. Jangan khawatir, aku akan selalu berada di sisimu. Do'akan aku selalu," ucap Smith dengan tegas."Tentu saja, tapi bagaimana kalau Stella nekad? Zaman sekarang, penjara bukan menjadi tempat paling aman dari kejahatan. "Justru dari dalam sana banyak orang yang bisa bebas melakukan kejahatan jika mereka memiliki uang dan kuasa," tutur Laura.Dia mengutarakan segala kemungkinan yang ada di pikirannya. Hormon kehamilan membuat Laura jadi mudah sekali b
Tok tok tok!Palu diketuk membuat Juan menunduk dengan air mata yang menetes di pipinya. Juan merasa sedih tapi juga sebenarnya lega karena hukumannya tidak terlalu berat.Perasaan itu berbanding terbalik dirasakan oleh Stella yang sebentar lagi mendengar dakwaannya. Stella berpikir kalau Juan saja dijatuhi hukuman selama 5 tahun, bagaimana dengan dirinya yang merupakan otak serta orang yang selama ini tak hentinya melakukan kejahatan kepada Smith."Mana kipas portable milikku? Aku gerah," tanya Stella seraya mengibas-kibaskan tangan ke wajahnya.Belum juga pengacaranya memberikannya, Stella malah sudah dipanggil oleh hakim untuk mengganti Juan duduk di kursi pesakitan. Stella mengambuskan napas berat, dia melangkah maju dengan percaya diri meskipun sebenarnya hatinya sangat takut saat ini."Sayang, aku merasa deg-degan," ucap Smith memegang tangan Laura.Padahal Laura juga sangat gugup sekarang bahkan tangannya mengeluarkan keringat dingin saking gugupnya. Namun, keduanya tetap saling
Tiba masanya pada moment yang ditunggu-tunggu yakni persidangan Stella setelah Smith, Vincent, dan Louis menlewati banyak sekali proses yang tak luput dari halangan dan rintangan.Pagi-pagi sekali, keluarga Smith sudah siap berangkat menuju ke pengadilan. Laura juga ikut, wanita itu hanya ingin menemani serta mendukung suaminya.Sesampainya di sana, Smith, Laura, Louis, dan Vincent yang sama-sama mengenakan pakaian serba hitam melenggang dengan percaya diri menuju ke ruang persidangan. Tak lama kemudian, datang teman-teman Vincent yang merupakan para pengacara untuk mendukung Smith. Mereka siap membela seandainya putusan hakim tak sesuai dengan harapan."Tenang, Smith, para hakim sudah tahu siapa kami dan pasti tidak akan berani macam-macam mengecoh putusan. Lagi pula, kami lihat lawanmu tidak seberapa, kamu pasti menang," ucap salah satu dari pengacara itu."Terima kasih sebelumnya, sungguh kehormatan bagi kami karena mendapat dukungan dari Anda semua. Semoga para hakim bisa seadil-a
Laura terkejut dengan ucapan Vincent barusan. Dia mengambil foto usang tersebut lalu mengamatinya dengan seksama. Vincent mengatakan bahwa dia dan Ferdy--ayah Laura adalah sahabat karib yang sangat dekat. Mereka bukan hanya teman bermain, tapi juga teman dalam membangun bisnis.Ferdy dan Vincent juga selalu merencanakan banyak hal dalam kehidupan mereka dan berjanji akan selalu bersama meski sudah berumah tangga. Jangan sampai membuat tali persahabatan mereka putus."Apa Ayah sungguh-sungguh dengan cerita itu?" tanya Laura. "Aku hanya khawatir kalau Ayah menceritakan cerita bohong demi mengobati luka hatiku," imbuhnya.Vincent tertawa mendengar celotehan Laura, tapi dia paham karena mungkin menantunya itu hanya merasa trauma. Jadi, Vincent harus memakluminya."Tentu saja tidak, Nak. Ayah dan ayahmu memang sedekat itu bahkan apa yang ayah miliki sekarang semuanya ada campur tangannya Ferdy saat dia masih hidup. Kami membangun banyak hal dalam dunia bisnis dan merencanakan perjodohan a