Share

Ajakan Makan Malam

Author: Senja Berpena
last update Last Updated: 2024-12-21 22:12:58

Waktu menunjukkan pukul dua belas siang. Laura duduk seorang diri di bangku rooftop Moza Hotel’s, menikmati udara segar sembari menyantap makan siangnya yang sederhana. Pandangannya melayang ke arah cakrawala, berharap ketenangan yang ia cari bisa sedikit ia dapatkan di sela kesibukannya.

Tiba-tiba, ponselnya berdering. Nama Miranda—ibunya—terpampang di layar. Laura menghela napas panjang sebelum menjawab panggilan itu.

“Ada apa, Ibu?” tanyanya, suaranya datar namun sopan.

“Kau di mana, Laura?” suara Miranda terdengar tegas di seberang sana, penuh dengan kekhawatiran yang tertahan.

Laura menggigit bibir bawahnya sejenak. “Aku sedang bekerja, Ibu. Tapi, bukan di Allera Hotel’s lagi. Aku sudah mengundurkan diri di sana,” jawabnya tanpa banyak penjelasan.

Ada keheningan singkat di seberang sebelum suara Miranda meninggi. “Apa? Kenapa, Laura? Apa yang membuatmu mengundurkan diri di sana?”

Laura kembali menghela napas, kali ini lebih dalam. “Ini pilihanku, Ibu. Yang menjalankan hidup ini j
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Dinner with Him

    Waktu sudah menunjuk pukul tujuh malam, suasana restoran tampak ramai namun tetap hangat dengan pencahayaan remang yang menambah kesan intim.Laura berdiri di depan pintu masuk, sesaat merapikan gaunnya yang sederhana namun tetap anggun. Ia menghela napas panjang, mencoba mengendalikan perasaan cemas yang menyelimutinya.Makan malam dengan bos barunya, Rafael, adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan, terutama setelah baru beberapa minggu bekerja di hotel mewah milik pria itu.Begitu memasuki restoran, Laura segera menemukan Rafael yang telah duduk di meja pojok dekat jendela.Pria itu tampak santai, mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung hingga siku, serta senyuman ramah yang langsung menyambut kedatangan Laura.“Tuan Rafael. Maaf, karena terlambat datang,” ucap Laura dengan sopan sambil menarik kursi dan duduk di hadapannya.Rafael tersenyum lebar. “Tidak masalah. Aku pun baru sampai,” katanya, mencoba membuat Laura merasa nyaman.Laura tersenyum kecil, meskipun ia mas

    Last Updated : 2024-12-24
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Teman Satu Kampus

    Sudah satu minggu berlalu sejak Laura mulai bekerja di Moza Hotel’s, sebuah hotel butik yang terkenal dengan layanan premium dan atmosfer elegannya.Dalam kurun waktu itu, ia mencoba melupakan segalanya, termasuk Smith, pria yang dulu menjadi bagian besar hidupnya, meskipun penuh luka. Namun, bayangan Smith tetap menghantui pikirannya.Kini, Laura berdiri di balik meja resepsionis, tatapannya kosong mengarah ke luar lobi yang dipenuhi hiruk pikuk tamu."Mungkin dia sudah menikah dengan kekasihnya itu," gumam Laura, hampir tak terdengar.Ia menghela napas panjang dan menundukkan kepalanya sejenak. "Untuk apa juga aku memikirkan pria itu. Tidak mungkin juga dia sedang memikirkanku sekarang." Suaranya lirih, seolah berbicara pada dirinya sendiri.Langkah kaki ringan mendekat dan memecah lamunannya. Suara lembut namun tegas menyusul. "Laura?"Laura tersentak kecil dan segera menoleh. "Ya, Nyonya Jasmine? Ada yang bisa dibantu?" tanyanya cepat, berusaha menghilangkan nada galau dalam suara

    Last Updated : 2024-12-25
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Masih Mengenakan Cincin Pernikahannya

    “Begitu rupanya.” Laura tersenyum kecil, berusaha terlihat santai meski hatinya canggung. Ia tahu bahwa Rafael adalah orang yang cermat. Sedikit saja ia menunjukkan kegugupan, pria itu bisa saja mencurigainya.Rafael tersenyum tipis, mengangguk pelan sebelum melanjutkan. “Ya. Dia adalah teman baikku saat kuliah. Dia memang terlihat dingin dan misterius. Namun, sebenarnya dia baik. Hanya saja, dia salah memilih pasangan.”Mendengar itu, Laura spontan menoleh. Rasa ingin tahunya menyeruak. “Maksud Tuan?” tanyanya, nada suaranya dibuat sehalus mungkin agar terdengar wajar.Rafael menghela napas panjang, pandangannya menerawang sejenak sebelum kembali menatap Laura. “Sebenarnya aku, Louis, dan juga Kevin tidak setuju dia menjalin hubungan dengan Stella. Namun, entah apa yang membuatnya tetap bertahan dengan wanita itu.”Laura menggenggam kedua tangannya di pangkuan, mencoba menyembunyikan gejolak yang mendadak menyerang dadanya. Tatapan Rafael yang lekat seolah menembus dinding pertahanan

    Last Updated : 2024-12-25
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Padahal paling Menantikan Perceraian

    Laura baru saja tiba di kamar kost-annya yang sederhana. Hembusan angin malam yang masuk dari celah jendela membuat suasana terasa sepi dan hening.Ia melepaskan tas selempangnya dan duduk di tepi tempat tidur. Tangannya dengan gerakan pelan membuka laci kecil pada nakas di samping ranjang. Di dalamnya tersimpan sebuah kotak perhiasan kecil berwarna merah tua.Perlahan, Laura membuka kotak itu dan mengeluarkan sebuah cincin pernikahan yang selama ini ia simpan. Ia menatap cincin emas itu dengan tatapan kosong, memutar-mutar benda kecil itu di antara jari-jarinya.“Kenapa dia masih memakai cincin pernikahan ini?” gumamnya pelan, suaranya hampir tenggelam dalam kesunyian kamar.Ia menarik napas panjang, mencoba meredakan gejolak di dadanya, namun pikirannya tetap terikat pada bayangan Smith. “Apa yang membuatmu tidak melepas cincin itu? Seharusnya kau bahagia karena aku pergi, kan?” ucapnya dengan nada lirih, hampir seperti berbicara kepada cincin itu.Laura mendesah pelan, lalu dengan

    Last Updated : 2024-12-26
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bagaimana jika Ternyata Mengharapkanmu?

    “Oh, ya?” Laura akhirnya membuka suara, menghela napas kasar. “Berarti benar, apa yang dikatakan oleh Rafael.”Diana mengerutkan dahi, penasaran. “Dia mengatakan hal yang sama?” tanyanya hati-hati.Laura mengangguk pelan, tatapannya masih kosong menatap ke luar jendela. “Ya. Dia mengatakan hal yang sama. Jika sudah dua orang yang mengatakan hal itu, berarti memang benar.”Diana menatap Laura dengan sedikit rasa bersalah, tetapi ia tahu hal ini perlu dibicarakan. “Ya. Memang benar. Kondisi Smith memang sedang tidak karuan setelah kau pergi,” ucapnya, berusaha menegaskan tanpa menambah beban di hati sahabatnya itu.Laura menoleh perlahan ke arah Diana, matanya yang biasanya memancarkan ketegasan kini tampak lelah. “Bukankah seharusnya dia bebas menjalin hubungan dengan Stella? Aku sudah menyerah, maka dia bisa menikah dengan wanita itu.”Diana menyunggingkan senyum tipis, nyaris tak terlihat. “Itu menurutmu. Buktinya, hingga kini dia tidak mengumumkan pernikahannya meskipun semua orang

    Last Updated : 2024-12-26
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Pasti akan Mempertimbangkan Semuanya

    Laura tertawa kecil mendengar ucapan Diana, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menghela napas kasar.Di meja kecil di antara mereka, terdapat kantong belanja yang penuh dengan camilan, hadiah kecil dari Diana untuk menghibur sahabatnya.“Tidak mungkin, Diana. Smith terlihat kacau karena dimarahi oleh ayahnya, bukan karena ditinggal olehku,” ucap Laura dengan nada datar, meski di sudut hatinya, ia merasakan sedikit keraguan.Diana menatap Laura, mencoba membaca ekspresi wajah sahabatnya itu, namun Laura tetap menjaga sikap tenangnya.“Aku pernah melihat Tuan Vincent memarahi Smith saat aku diculik oleh Andy. Dan wajahnya memerah karena menahan amarah. Begitu pula dengan saat ini,” lanjut Laura sambil mengingat kejadian di rumah sakit, saat Vincent nyaris kehilangan kesabarannya terhadap Smith.Diana menghela napas panjang. Ia tahu Laura sedang berusaha keras menyangkal sesuatu yang mungkin ia sendiri belum yakin benar atau tidak. “Baiklah. Kau memang keras kepala dan tidak

    Last Updated : 2024-12-27
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Baby Twins

    "Usia kandunganmu sudah memasuki dua belas minggu, atau tiga bulan. Bayinya sangat sehat, dan bukan hanya satu—kau mengandung bayi kembar, Nyonya Laura."Laura mengerjap-ngerjapkan matanya, seolah kata-kata itu berbisik pelan namun berdentam di pikirannya."Ke—kembar?" bisiknya, suaranya terhenti di tenggorokan seperti sehelai daun yang terperangkap angin.Pikiran Laura melayang pada Smith dan Louis, saudara kembar yang pernah membuatnya merasa begitu kecil di tengah dunia yang terasa begitu luas.Ia tidak menyangka, kini rahimnya menjadi rumah bagi dua jiwa kecil yang bercahaya. Gen Smith terlalu kuat—pikirnya sambil menelan ludah dengan perasaan campur aduk antara kagum dan khawatir."Begitu rupanya," gumamnya akhirnya, mencoba menenangkan gemuruh di dadanya. "Aku akan memiliki dua anak sekaligus." Ucapannya nyaris seperti mantra yang ia coba yakinkan pada dirinya sendiri, meski hatinya meringis halus seperti petir yang berdesir di kejauhan."Ya. Ini adalah anugerah yang sangat inda

    Last Updated : 2024-12-27
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Pertemuan tak Terduga

    "Louis?" Mata Laura melebar seperti malam yang tiba-tiba diterangi kilat. Tubuhnya terdorong oleh kejutan, hingga ia beranjak dari duduknya, menatap Louis yang kini berdiri di hadapannya."Ya, aku Louis." Suara Louis terdengar serak, namun ada nada lega yang bergemuruh di dalamnya."Laura, kami mencarimu ke mana-mana. Jauh sekali kaburnya," lanjutnya, matanya mengerjap, seolah ia masih ragu dengan kenyataan yang sedang ia lihat.Laura tersenyum canggung, tangannya tanpa sadar terangkat untuk menggaruk kepalanya, gerakan kecil yang mengkhianati rasa gelisah di dadanya."Ya. Kabur dari kalian tentu saja harus jauh dan tidak dapat ditemukan," katanya pelan, suaranya seperti angin sepoi yang membawa kepedihan tersembunyi. "Sayangnya, malah ditemukan."Mata Louis membesar lagi, kali ini bukan karena kejutan sederhana. Pandangannya turun ke perut Laura yang sedikit membuncit, dan jemarinya terangkat, menunjuk tanpa kata, seolah berusaha memastikan apa yang dilihatnya benar adanya."Laura, k

    Last Updated : 2024-12-27

Latest chapter

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Tidak ada Kabar dari Louis

    "Smith?"Suara Vincent terdengar tenang namun mengandung nada kewaspadaan, menyelinap di antara tumpukan berkas dan dentingan samar jam meja yang menghitung waktu dengan kesabaran tanpa batas.Ia melangkah mendekati putranya, yang masih tenggelam dalam lautan dokumen dan angka-angka yang tak berujung.Smith mendongak, sorot matanya menangkap wajah sang ayah yang dipenuhi garis-garis kebijaksanaan."Ada apa, Dad?" tanyanya, suaranya terdengar datar, namun ada sedikit ketegangan yang bersembunyi di balik nada itu.Vincent menghela napas, lalu duduk di sofa dengan gerakan yang tertata, seakan tengah menimbang-nimbang setiap kata yang akan diucapkannya.Pandangannya tak lepas dari Smith, yang masih setia di balik meja kerjanya, seakan tembok kayu mahoni itu menjadi benteng terakhirnya."Kau mendapat kabar dari Louis? Sudah satu minggu ini dia menghilang dari kantor. Bahkan, dia sudah menyerahkan semua pekerjaannya pada Reiner."Alis Smith terangkat, tatapannya mencerminkan keterkejutan ya

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Ajakan Babymoon

    “Kondisi kedua janinnya sangat sehat dan baik. Dan untuk jenis kelaminnya adalah … satu laki-laki dan satu lagi perempuan.”Kata-kata itu bergema di ruangan, berpendar di udara seperti denting kristal yang menari di angin. Laura menganga, matanya membulat penuh keterkejutan.Ia tahu hari ini mereka akan mengetahui jenis kelamin buah hati mereka, tetapi mendengar langsung kabar itu dari mulut sang dokter terasa seperti keajaiban yang melampaui impian.“Berpasangan,” gumam Smith, seolah membiarkan kata itu mengendap di relung hatinya.Ia menoleh ke arah Laura, senyum melengkung di bibirnya—senyum yang penuh dengan harapan, kebahagiaan, dan cinta yang begitu dalam.Dokter kandungan mereka mengangguk penuh keramahan. “Selalu dijaga kondisi kesehatannya ya, Nyonya, Tuan,” ucapnya lembut, mengingatkan dengan penuh perhatian.Smith menoleh kembali ke arah dokter, nada suaranya penuh antusiasme yang tak dapat disembunyikan.“Tentu saja, Dokter. Kami bahkan sudah tak sabar ingin segera melihat

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Deep Talk

    “Kau sudah pulang, Smith?” Laura menghampiri Smith yang baru tiba di rumah.Langit senja menyisakan warna keemasan di cakrawala, menyusup lembut melalui jendela kaca apartemen mereka.Lampu-lampu kota mulai berkelip bagai bintang-bintang kecil yang jatuh ke bumi.Smith membuka pintu dengan langkah berat, kelelahan selepas hari panjang di kantor.Namun, semua rasa letih itu menguap begitu saja saat pandangannya jatuh pada sosok yang menunggunya di ambang ruang tamu.“Sambutan yang sungguh hangat dan meriah,” gumam Smith sembari menatap penuh takjub istrinya yang begitu cantik dan seksi.Laura berdiri di sana, siluetnya disaput cahaya remang. Pakaian yang ia kenakan—sehelai lingerie hitam yang menerawang—membingkai tubuhnya dengan sempurna, seakan mengundang dan menantang dalam satu tarikan napas.Rambutnya yang tergerai jatuh membingkai wajahnya, sementara bibirnya melengkung membentuk senyum yang hanya dimiliki seorang istri untuk suaminya.“Aku selalu menyambutmu dengan penuh kehanga

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Mengakhiri Semuanya

    "Smith? Ke mana saja kau, Smith? Kenapa baru menemuiku?" suara Stella meluncur seperti desisan ular berbisa, bergetar di udara yang mendadak terasa menyesakkan.Dengan mata yang berkaca-kaca, ia melangkah mendekat, hendak merengkuh pria itu dalam pelukannya.Namun, Smith menghentikannya dengan gerakan kecil yang lebih tajam dari sebilah pisau. "Aku tidak bisa berlama-lama di sini," suaranya rendah, nyaris tenggelam dalam bayang-bayang malam. "Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu padamu."Kening Stella mengerut, matanya yang bagaikan dua batu safir yang disiram cahaya lilin, menatapnya lekat-lekat. "Ada apa, Smith? Kau sudah menceraikan wanita itu, kan?"Smith menggeleng perlahan. Gerakannya seperti daun kering yang jatuh tanpa daya ke tanah. "Justru itu yang ingin aku katakan padamu, Stella. Aku … aku tidak bisa menceraikan Laura. Keputusanku adalah tetap mempertahankan pernikahanku dengannya."Udara di antara mereka mendadak membeku. Mata Stella membelalak, api yang berkobar di dalam

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Permintaan Maaf Laura

    “Lepaskan tangan Laura!” desis Smith, suaranya rendah namun menyiratkan ancaman tersembunyi.Ia menarik tangan Laura dengan gerakan tegas, matanya yang gelap seperti jurang tanpa dasar menatap wajah Louis yang memerah oleh amarah.“Aku tidak pernah memaksa Laura untuk bertahan denganku,” ujarnya, suaranya dingin bak angin malam yang menyelinap menusuk tulang.“Namun, aku selalu berupaya menjadi lebih baik agar Laura tidak pergi dariku.” Tatapan tajamnya, seolah pedang berkilauan dalam kegelapan, tidak lepas dari Louis yang menahan gemuruh di dadanya.“Sudah, Smith. Kau tidak perlu menjelaskan apa pun pada Louis,” suara Laura meluncur lembut seperti angin sepoi yang mencoba meredam api yang berkobar.Namun, Smith masih memancarkan aura kaku, tanda bahwa hatinya belum benar-benar tenang.“Kau ingin aku mati sejak lama, huh? Sebaiknya kau saja yang mati duluan, Louis!” Nada suaranya menggema penuh kemarahan yang dingin, seperti pecahan es yang menghujam dasar laut.Ia mencengkeram tangan

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Louis tidak Terima

    “Laura?” suara Louis pecah seperti melodi penuh harap di ruang yang sunyi.Sebuah senyum lebar merekah di wajahnya, matanya berbinar seperti menemukan oase di tengah gurun ketika melihat Laura memasuki ruang kerjanya.Ia segera berdiri dari kursinya dan menghampiri wanita itu dengan langkah penuh semangat.“Hi, Louis. Apa kabar?” tanya Laura, suaranya selembut embusan angin pagi, membawa kesejukan yang menenangkan namun menyimpan ketegangan tersembunyi.“Kabarku baik. Tapi, ada apa, Laura? Tumben sekali kau datang kemari tanpa mengabariku terlebih dahulu. Smith tahu kau datang ke sini?”Rentetan pertanyaan meluncur dari bibir Louis, nadanya mencerminkan rasa senang yang nyaris tak terkendali.Laura mengangguk pelan, gerakan kecil yang membawa arti besar. “Ya, Smith tahu aku datang. Bisa kita bicara, Louis?”Pria itu hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa lagi, lalu mempersilakan Laura untuk duduk di sofa empuk di ruangannya.Louis sendiri mengambil tempat duduk di hadapan wanita itu,

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Harus Bicara Secara Baik-baik

    “Smith tidak akan melepaskan Laura.” Bayangan kegelapan menyelimuti wajah Stella, setajam pisau yang siap menusuk jantungnya.Ia menoleh cepat ke arah Louis, mata bak bara api yang membara. “What? Kau yakin, huh? Kenapa bisa? Apakah ini karena ayah kalian?” tanyanya, suara bergetar menahan amarah yang membuncah bagai lautan tak bertepi.“Ya. Bisa jadi karena ayahku dan Laura tampaknya sudah mencintai Smith.” Louis menyunggingkan senyum tipis, sebuah senyum yang terasa dingin dan menusuk seperti embun pagi di musim gugur. Senyum yang menyimpan rahasia kelam di baliknya.“Kau tidak akan bisa mengambil hati Smith lagi jika Smith sudah mencintai Laura.” Louis memutar-mutar gelas berisi wine itu, cahaya lilin menari-nari di permukaan anggur merah yang pekat, seperti darah yang mengalir deras.Stella mengepalkan tangannya dengan erat, urat-urat nadi membengkak di bawah kulit pucatnya.“Tidak! Smith sudah berjanji padaku akan menceraikan wanita itu, bukan malah mencintainya! Menyebalkan, arg

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Debat Ayah vs Anak

    Louis memasuki ruangan Vincent tanpa mengetuk lebih dulu, pintu kayu besar itu berderit perlahan, seolah menegaskan ketidaksabarannya.Dengan langkah cepat yang penuh determinasi, ia berdiri di hadapan ayahnya, sorot matanya tajam seperti pedang yang siap menusuk.“Apa kau yakin mau memberi Smith kesempatan?” tanyanya tanpa basa-basi, nadanya seperti badai yang baru saja menghantam ketenangan.Vincent, yang sedang sibuk memeriksa dokumen di mejanya, mendongak perlahan. Ia menaikkan satu alis, ekspresinya tetap tenang seperti danau di tengah malam.“Apa maksudmu, Louis? Semua orang layak mendapatkan kesempatan kedua, apalagi jika dia bersedia berubah,” ucapnya santai, namun dengan nada yang mengandung otoritas tak terbantahkan.Louis mengepalkan tangan, jemarinya menggenggam erat seolah menahan sesuatu yang hampir meledak.“Bagaimana jika dia menyakiti Laura lagi? Bahkan hingga kini, Smith belum menyelesaikan hubungannya dengan Stella!” serunya, suaranya meninggi seperti api yang berko

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Berjuanglah Sekali lagi

    “Kau sudah memutuskan, Smith?” tanya Vincent, matanya menatap lekat, seolah mencoba menggali hingga ke dasar hati putranya.Suaranya tenang, namun ada ketegasan yang tersembunyi di balik nada itu, seperti ombak yang mengancam di tengah lautan yang tampak damai.Smith menganggukkan kepalanya dengan mantap. “Ya. Aku sudah memutuskan. Aku akan memilih Laura. Laura juga sudah memaafkanku,” jawabnya, suaranya tegas, namun ada kelembutan yang samar, seperti daun yang jatuh perlahan dari pohon di musim gugur.Vincent mengamati wajah putranya, membaca setiap lekuk ketegasan yang tergambar di sana.Sorot matanya menyelidik, mencoba memastikan bahwa keputusan itu bukan sekadar kata-kata kosong.“Aku tidak ingin kau menyakitinya lagi, Smith. Sudah cukup apa yang terjadi di awal pernikahan kalian,” ujar Vincent, suaranya terdengar seperti doa yang dipanjatkan dalam keheningan malam.Smith mengangguk, menatap pria yang selalu menjadi pilar teguh dalam hidupnya. Ada sesuatu di mata Vincent yang mem

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status