"MD203?" Seorang wanita menghampiri salah satu meja di kafe yang ia datangi.
Pria yang tengah duduk menunggu seseorang itu pun lantas mendongak. Tak lama dari itu, ia mengangguk dan segera mempersilahkan wanita tersebut untuk duduk. Sang wanita lantas menempati kursi kosong di hadapan pria itu."Maaf membuat Anda menunggu lama. Aku pemilik akun Freya07," ucap Wanita tersebut seraya tersenyum manis."Perkenalkan namamu saja langsung. Kita sudah sepakat untuk bertemu dan mengatakan nama asli kita, bukan?" Sang pria terkesan to the point ingin mengetahui nama asli wanita yang selama seminggu ini bertukar pesan dengannya di sebuah aplikasi kencan online."Aku Jihan, Om. Sekarang giliran Om perkenalkan nama aslinya, jangan berbohong atau aku akan meminta KTP punya Om," gurau wanita bernama Jihan tersebut."Namaku Mario. Oke, setelah tahu nama masing-masing, kita bisa langsung membahas hal yang sempat aku tawarkan waktu itu, 'kan?" Mario memang tidak pandai berbasa-basi, ia lebih senang langsung mengatakan tujuannya saja.Jihan mengangguk. "Silakan.""Tawaran itu berlaku untuk tiga bulan. Akan ada surat kontrak sebagai bukti kerjasama di antara kita berdua. Kenapa harus ada kontrak? Aku berpikir jika itu akan membantu kita dalam menjalankan hal ini sama-sama ke depannya. Setiap bulan kamu akan mendapatkan sepuluh juta dan saat kontrak berakhir, akan ada bonus untuk kamu selama kamu nggak melanggar isi kontrak kita," jelas Mario."Aku paham, Om," balas Jihan."Poin pertama dalam kontrak yang nanti aku kasih ke kamu itu kamu harus mau bertemu denganku kapanpun itu dalam kondisi apapun itu kecuali kamu sedang datang bulan. Berikutnya, setelah kamu tandatangani kontrak, segera beli obat kontrasepsi. Tenang saja, aku juga akan menggunakan kontrasepsi lain untuk mencegah hal-hal yang nggak kita inginkan. Jujur saja, aku nggak tahu selama kontrak ini berlangsung, kamu bakalan tidur dengan pria mana lagi selain aku. Poin terakhir dan paling penting, jangan libatkan hatimu dalam kerjasama ini dan wajib merahasiakan semua ini dari siapapun itu," tutur Mario panjang lebar.Jihan tersenyum kecut. "Om, aku bukan wanita yang sengaja open booking, kok. Ini pertama kalinya aku daftar di aplikasi itu karena memang keadaanya mendesak. Mungkin ini bukan pengalaman pertama aku melakukan adegan ranjang dengan seorang pria, tapi aku bukan wanita murahan yang sengaja jual diri selama ini.""Ya, terserahlah. Cuma aku ingin, saat kamu punya kerjasama denganku, jangan sembarangan tidur dengan pria lain!" tegas Mario."Baiklah, kebetulan pacarku mulai minggu depan akan dipindahkan kerjanya ke luar kota. Maka, Om nggak usah khawatir, akan aku ajari Om sampai jadi ahlinya," kata Jihan seraya mengedipkan sebelah matanya dengan genit.Pria berusia 37 tahun itu pun menelan salivanya. Selama ini, ia memang belum pernah melakukan hal tersebut dengan wanita manapun. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak ada waktu untuk berkencan dengan lawan jenis. Namun, beberapa bulan ke depan, pria itu akan dijodohkan dengan seorang wanita yang kini masih berada di luar negeri oleh orang tuanya.Mario melihat akun sosial media wanita tersebut, ia memastikan seperti apa dia, sehingga Mario dapat menyesuaikan dirinya. Wanita itu menyukai tempat hiburan malam, berpakaian seksi dan sudah dapat dipastikan bahwa ia terbiasa dengan kegiatan panas di atas ranjang.Sebenarnya, jika pria lain belum tentu akan setuju dengan perjodohan tersebut, apalagi melihat layar belakang sbagai wanita. Namun, Mario tidak memperdulikannya. Ia hanya cukup menuruti keinginan mertuanya saja. Pria itu sulit jatuh cinta dan terbuka hatinya. Sesuatu di masa lalu, membuatnya menutup diri dari segala macam urusan yang bersangkutan dengan hatinya."Buktikan saja, nggak usah banyak bicara. Aku butuh bukti! Beruntung saja kamu, bisa tidur denganku dan mendapatkan uang dariku," ucap Mario dengan wajah angkuhnya.Wanita yang usianya berbeda 12 tahun itu hanya mengacungkan kedua ibu jarinya ke arah Mario. Jika tidak ingat, dia sedang butuh uang yang cukup banyak dalam waktu dekat, ingin rasanya ia memaki pria di hadapannya itu.Sombong sekali kamu, Om!Mario pun mengeluarkan dua lembar kertas berisikan kontrak kerjasama mereka dengan dilengkapi materai. Jihan diminta untuk segera menandatangani kontrak tersebut. Wanita itu bahkan disodorkan bolpoin oleh Mario."Nah, sudah! Kita resmi kerja sama, ya." Jihan tidak membaca poin-poin di kertas itu dan malah langsung menandatanganinya."Baiklah, malam ini, jam sembilan malam, hotel Blue Sky nomor 234, aku tunggu kamu. Jangan sampai terlambat!" ucap Mario seraya membereskan kertas-kertas di hadapannya itu."Kita langsung mulai?" Jihan cukup terkejut dengan ucapan Mario barusan.Mario mengangguk. "Makanya pulang dari sini, segera beli obat dan minum itu. Nanti malam kita bertemu. Berikan alamatmu, akan aku kirim beberapa pakaian yang bisa kamu kenakan saat bertemu denganku nanti. Tenang saja, itu di luar bayaran bulananmu.""Oke, nanti aku kirim via chat ke Om. Mmh, ngomong-ngomong, boleh aku minta bayaran bulan ini di muka, nggak? Aku lagi butuh uang soalnya," tanya Jihan dengan ragu-ragu.Mario tak memberikan jawaban, dia malah merogoh saku jas yang ia kenakan untuk mengambil ponselnya. Pria itu pun memainkan ponselnya, entah sedang apa dan justru membuat Jihan merasa terabaikan."Kalau nggak boleh, nggak apa-apa juga, Om. Cuma ya bilang jangan malah aku dicuekin kayak gini," keluh Jihan.Tiba-tiba, Mario menyodorkan ponselnya ke arah Jihan. "Masukkan nomor rekeningmu, aku kirim sekarang juga!"Senyum mengembang di wajah Jihan. Wanita itu dengan semangat memasukkan nomor rekening miliknya di ponsel Mario. Pria itu ternyata langsung membuka aplikasi M-banking miliknya. Memang tipe pria yang tidak banyak bicara dan lebih senang membuktikannya dengan aksi dan tindakan."Sudah, Om." Jihan mengembalikan ponsel tersebut kepada pemiliknya.Mario pun mengirimkan sepuluh juta ke rekening milik Jihan. Setelah itu, ia kembali memasukkan gawainya ke dalam saku jas."Om nggak takut kalau aku kabur? Baik banget langsung kirim uang yang aku minta," tanya Jihan."Sekalinya kamu bohong dan tipu aku, kita 'kan punya kontrak bersama, aku bisa laporkan kamu ke pihak berwajib kalau kamu kabur," jawab Mario dengan santai.Jihan pun mengangguk. Jawaban yang masuk akal. Dia lupa bahwa kini tengah berhadapan dengan pria berusia matang yang tentu saja tidak bodoh untuk urusan hal-hal seperti itu.***Malam hari pun tiba. Jihan tengah melihat pantulan dirinya di depan cermin berukuran tinggi dan cukup besar. Mario mengirimkan beberapa pakaian dress untuk Jihan. Semua pakaian itu pas di badannya, sehingga lekukan tubuhnya tampak jelas. Untung saja Jihan punya badan yang ramping dan ideal. Sehingga semua pakaian itu terlihat cocok untuknya.Tiga pasang high heels pun turut Mario kirimkan. Kini Jihan ingin mencoba semua itu dan mencari mana yang cocok ia kenakan bersama dress panjang dengan belahan dada cukup rendah yang tengah ia kenakan. Butuh beberapa menit untuk meyakinkan pilihannya, hingga pada akhirnya, Jihan memilih sepasang high heels berwarna hitam dengan hak yang bermotif tulisan dari brand-nya itu sendiri.Sebelum pergi, tak lupa ia meminum obat yang tadi sore ia beli. Kini, Jihan tinggal berangkat ke hotel yang tadi disebutkan oleh Mario kepadanya. Wanita itu tidak ingin terlambat dan mengecewakan sumber uangnya.Saat pintu kamar kosan yang Jihan tempati terbuka, tak sengaja ia berpapasan dengan tentangga kamarnya. Wanita itu tampak keheranan dengan penampilan Jihan malam ini yang sangat berbeda dari biasanya. Dia tampak mewah dan bekelas."Wah, mau ke mana kamu, Jihan? Tumben sekali pakaianmu begini, mana kelihatannya mahal lagi.""Mau hadir ke acara besar, jadi penampilan aku kayak gini. Ini juga baju sewa, kok. Mana mampu aku beli yang beginian, Lun," bohong Jihan.Tak lama, seorang teman lainnya pun datang dan menghampiri kedua wanita itu."Jihan, itu ada orang yang nunggu kamu di depan kosan. Katanya dia disuruh jemput kamu. Mobilnya mewah banget, loh! Kamu mau ke mana, sih?""Oh, itu orang dari perusahaan yang ngadain acara. Aku dapet kerja sambilan, kebetulan yang punya itu om teman aku, jadi aku di undang ke acaranya malam ini," terang Jihan dengan senyum palsunya."Syukur, deh. Kirain kamu open booking," gurau temannya itu sambil tertawa.Jihan mendumel saking kesalnya karena teman kosan dirinya bergurau dengan mengatakan dia melakukan open booking. Padahal ucapan temannya itu tidak sepenuhnya salah. Jihan melakukan itu, tapi hanya dengan seorang pria. Itu pun karena ia sedang membutuhkan sejumlah uang, kalaupun tidak, mana mungkin ia melakukan hal seburuk itu. Pintu hotel bernomor 234 di hadapan Jihan pun diketuknya. Wanita itu sempat mengatur napas, mengusir rasa kesal yang ada dalam benaknya. Ia berusaha tersenyum kembali. Tak lama, pintu pun terbuka. Mario berdiri di ambang pintu dan memperhatikan Jihan. "Masuk!" Mario pun mengeluarkan perintahnya. Jihan pun masuk lebih dahulu karena Mario memegang pegangan pintu. Pria itu akan segera menutup pintunya setelah Jihan berada di dalam. Pandangan Jihan mengamati setiap sudut ruang kamar mewah tersebut. Pria itu memesan kamar yang mahal dengan segala kenyamanan yang terjamin bagi penghuninya. Mario yang telah menutup pintu pun duduk di sofa. Ia meraih segelas minuman
"Silakan masuk," ucap Mario seraya membuka pintu sebuah unit apartemen. Dengan dua koper di tangannya, Jihan pun memasuki hunian tersebut. Sebuah unit apartemen tipe studio akan Jihan tempati selama beberapa bulan ke depan. Tadinya ia ditawari untuk tinggal bersama Mario, tapi setelah dipikirkan kembali, hal tersebut bisa saja mendatangkan masalah dikemudian hari. Oleh sebab itu, Mario memilih menyewa sebuah unit apartemen yang masih satu lingkungan dengan hunian miliknya. "Om, beneran aku boleh tinggal disini?" tanya Jihan. Mario yang baru saja menutup pintu pun lantas menempatkan tubuhnya di sebuah sofa pun menjawab, "tentu saja. Kamu bilang tetangga kosanmu pada rese, kan?"Jihan menggangguk. "Iya, Om. Aku tinggal di sini sampai kontrak kita berakhir, habis itu aku cari kosan baru, kok.""Oke," jawab Mario singkat. Jihan menyimpan kedua kopernya di sisi tempat tidur. Tiba-tiba Mario memeluknya dari belakang. Dia pun berbisik di telinga Jihan dengan deep voice khas miliknya.
Jihan membantu mengeringkan rambut Mario yang basah. Jam menunjukkan pukul dua dini hari. Wanita itu tidak jadi pergi ke klub bersama Hana karena Mario menghubunginya. Jihan mengalah karena dia lebih mengutamakan sugar daddy-nya itu ketimbang teman baiknya. Untung saja Hana dapat mengerti hal itu."Om, mau nginep atau pulang?" tanya Jihan."Aku numpang tidur sampai matahari terbit, habis itu aku pulang soalnya harus pergi kerja juga. Kalau kamu nggak nyaman berbagi tempat tidur, aku bisa kok tidur di sofa," jawab Mario."Ya, nggak gitu juga kali, Om. Tidur saja nggak apa-apa sekasur juga. Nggak apa-apa," sahut Jihan.Mario membalikkan tubuhnya. Dia mengambil hair dryer yang tengah dipegang oleh Jihan. Pria itu pun mematikan alat tersebut dan menyimpannya di atas meja rias."Jihan, kamu mau ikut aku ke Jerman, nggak?" tanya Mario."Jerman? Ngapain, Om? Itu nggak ada di kontrak kita loh, ya! Jangan mendadak rubah-rubah isi kerjasamanya, dong!" protes Jihan."Bukan gitu, aku ada acara d
Bandar Udara Frankfrurt, Jerman.Setelah melakukan perjalanan jauh dengan dua kali transit di negara yang berbeda, akhirnya Jihan menginjakkan kakinya untuk pertama kali di Jerman. Wanita itu pun mengalami jet lag. Kepalanya sakit, badannya terasa tidak enak dan perubahan suasana hati yang cukup signifikan.Mario yang paham akan kondisi Jihan tersebut pun lantas meminta Jovan untuk membelikan kopi untuk wanitanya itu. Jovan yang tidak dapat membantah perintah dari atasannya itu pun lantas berbelok sebentar ke sebuah coffee shop di bandara. Sembari menunggu kopi datang, Mario pun menunggu koper milik Jihan, Jovan dan dirinya.Pada akhirnya, memang hanya tiga orang itu saja yang pergi ke negeri Hitler tersebut. Jihan menggantikan sekretaris Mario yang memang sengaja tidak pria itu ajak. Wanita itu diliburkan dengan sogokan uang saku agar tutup mulut dari karyawan lain beserta orang tua Mario.Beberapa menit pun berlalu. Koper sudah didapatkan, begitupun dengan kopi yang cukup membantu ko
Jihan dimanjakan dengan keindahan negara Jerman. Saat mobil melaju membawanya menuju Zeil Shopping Center bersama Mario, Jovan dan Alaric sebagai sopir yang menemani mereka. Mario membiarkan Jihan berlama-lama di pusat perbelanjaan tersebut, sedangkan ia dan Jovan akan menemui Gabriel, anak dari pemilik perusahaan yang mengundang orang tuanya untuk datang ke acara tersebut."Pakai ini, beli apapun yang kamu mau, tapi yang pasti harus bisa dibawa saat kita pulang nanti," kata Mario seraya memberikan sebuah Black Card kepada Jihan."Oke," jawab Jihan dengan singkat.Setelah sampai di depan pusat perbelanjaan, Jihan pun turun dengan dibukakan pintu oleh Jovan. Pria itu pun sempat berkata, "kalau nggak bisa bahasanya, gunakan saja penerjemah yang ada di ponsel pintarmu itu, buat dia berguna."Jihan berdecak, lagi-lagi pria itu membuatnya kesal. Entah kenapa Mario justru nyaman berteman dengan pria seperti Jovan. Kalau Jihan menjadi Mario, sudah pasti dia akan segera memecat pria itu dan m
Jihan dimanjakan dengan keindahan negara Jerman. Saat mobil melaju membawanya menuju Zeil Shopping Center bersama Mario, Jovan dan Alaric sebagai sopir yang menemani mereka. Mario membiarkan Jihan berlama-lama di pusat perbelanjaan tersebut, sedangkan ia dan Jovan akan menemui Gabriel, anak dari pemilik perusahaan yang mengundang orang tuanya untuk datang ke acara tersebut."Pakai ini, beli apapun yang kamu mau, tapi yang pasti harus bisa dibawa saat kita pulang nanti," kata Mario seraya memberikan sebuah Black Card kepada Jihan."Oke," jawab Jihan dengan singkat.Setelah sampai di depan pusat perbelanjaan, Jihan pun turun dengan dibukakan pintu oleh Jovan. Pria itu pun sempat berkata, "kalau nggak bisa bahasanya, gunakan saja penerjemah yang ada di ponsel pintarmu itu, buat dia berguna."Jihan berdecak, lagi-lagi pria itu membuatnya kesal. Entah kenapa Mario justru nyaman berteman dengan pria seperti Jovan. Kalau Jihan menjadi Mario, sudah pasti dia akan segera memecat pria itu dan m
Bandar Udara Frankfrurt, Jerman.Setelah melakukan perjalanan jauh dengan dua kali transit di negara yang berbeda, akhirnya Jihan menginjakkan kakinya untuk pertama kali di Jerman. Wanita itu pun mengalami jet lag. Kepalanya sakit, badannya terasa tidak enak dan perubahan suasana hati yang cukup signifikan.Mario yang paham akan kondisi Jihan tersebut pun lantas meminta Jovan untuk membelikan kopi untuk wanitanya itu. Jovan yang tidak dapat membantah perintah dari atasannya itu pun lantas berbelok sebentar ke sebuah coffee shop di bandara. Sembari menunggu kopi datang, Mario pun menunggu koper milik Jihan, Jovan dan dirinya.Pada akhirnya, memang hanya tiga orang itu saja yang pergi ke negeri Hitler tersebut. Jihan menggantikan sekretaris Mario yang memang sengaja tidak pria itu ajak. Wanita itu diliburkan dengan sogokan uang saku agar tutup mulut dari karyawan lain beserta orang tua Mario.Beberapa menit pun berlalu. Koper sudah didapatkan, begitupun dengan kopi yang cukup membantu ko
Jihan membantu mengeringkan rambut Mario yang basah. Jam menunjukkan pukul dua dini hari. Wanita itu tidak jadi pergi ke klub bersama Hana karena Mario menghubunginya. Jihan mengalah karena dia lebih mengutamakan sugar daddy-nya itu ketimbang teman baiknya. Untung saja Hana dapat mengerti hal itu."Om, mau nginep atau pulang?" tanya Jihan."Aku numpang tidur sampai matahari terbit, habis itu aku pulang soalnya harus pergi kerja juga. Kalau kamu nggak nyaman berbagi tempat tidur, aku bisa kok tidur di sofa," jawab Mario."Ya, nggak gitu juga kali, Om. Tidur saja nggak apa-apa sekasur juga. Nggak apa-apa," sahut Jihan.Mario membalikkan tubuhnya. Dia mengambil hair dryer yang tengah dipegang oleh Jihan. Pria itu pun mematikan alat tersebut dan menyimpannya di atas meja rias."Jihan, kamu mau ikut aku ke Jerman, nggak?" tanya Mario."Jerman? Ngapain, Om? Itu nggak ada di kontrak kita loh, ya! Jangan mendadak rubah-rubah isi kerjasamanya, dong!" protes Jihan."Bukan gitu, aku ada acara d
"Silakan masuk," ucap Mario seraya membuka pintu sebuah unit apartemen. Dengan dua koper di tangannya, Jihan pun memasuki hunian tersebut. Sebuah unit apartemen tipe studio akan Jihan tempati selama beberapa bulan ke depan. Tadinya ia ditawari untuk tinggal bersama Mario, tapi setelah dipikirkan kembali, hal tersebut bisa saja mendatangkan masalah dikemudian hari. Oleh sebab itu, Mario memilih menyewa sebuah unit apartemen yang masih satu lingkungan dengan hunian miliknya. "Om, beneran aku boleh tinggal disini?" tanya Jihan. Mario yang baru saja menutup pintu pun lantas menempatkan tubuhnya di sebuah sofa pun menjawab, "tentu saja. Kamu bilang tetangga kosanmu pada rese, kan?"Jihan menggangguk. "Iya, Om. Aku tinggal di sini sampai kontrak kita berakhir, habis itu aku cari kosan baru, kok.""Oke," jawab Mario singkat. Jihan menyimpan kedua kopernya di sisi tempat tidur. Tiba-tiba Mario memeluknya dari belakang. Dia pun berbisik di telinga Jihan dengan deep voice khas miliknya.
Jihan mendumel saking kesalnya karena teman kosan dirinya bergurau dengan mengatakan dia melakukan open booking. Padahal ucapan temannya itu tidak sepenuhnya salah. Jihan melakukan itu, tapi hanya dengan seorang pria. Itu pun karena ia sedang membutuhkan sejumlah uang, kalaupun tidak, mana mungkin ia melakukan hal seburuk itu. Pintu hotel bernomor 234 di hadapan Jihan pun diketuknya. Wanita itu sempat mengatur napas, mengusir rasa kesal yang ada dalam benaknya. Ia berusaha tersenyum kembali. Tak lama, pintu pun terbuka. Mario berdiri di ambang pintu dan memperhatikan Jihan. "Masuk!" Mario pun mengeluarkan perintahnya. Jihan pun masuk lebih dahulu karena Mario memegang pegangan pintu. Pria itu akan segera menutup pintunya setelah Jihan berada di dalam. Pandangan Jihan mengamati setiap sudut ruang kamar mewah tersebut. Pria itu memesan kamar yang mahal dengan segala kenyamanan yang terjamin bagi penghuninya. Mario yang telah menutup pintu pun duduk di sofa. Ia meraih segelas minuman
"MD203?" Seorang wanita menghampiri salah satu meja di kafe yang ia datangi. Pria yang tengah duduk menunggu seseorang itu pun lantas mendongak. Tak lama dari itu, ia mengangguk dan segera mempersilahkan wanita tersebut untuk duduk. Sang wanita lantas menempati kursi kosong di hadapan pria itu. "Maaf membuat Anda menunggu lama. Aku pemilik akun Freya07," ucap Wanita tersebut seraya tersenyum manis. "Perkenalkan namamu saja langsung. Kita sudah sepakat untuk bertemu dan mengatakan nama asli kita, bukan?" Sang pria terkesan to the point ingin mengetahui nama asli wanita yang selama seminggu ini bertukar pesan dengannya di sebuah aplikasi kencan online. "Aku Jihan, Om. Sekarang giliran Om perkenalkan nama aslinya, jangan berbohong atau aku akan meminta KTP punya Om," gurau wanita bernama Jihan tersebut. "Namaku Mario. Oke, setelah tahu nama masing-masing, kita bisa langsung membahas hal yang sempat aku tawarkan waktu itu, 'kan?" Mario memang tidak pandai berbasa-basi, ia lebih senan