Isa mengipasi wajahnya yang memerah saat dia kembali teringat dengan perlakuan yang dia terima di rumah Keenan. Dia tidak sedang mempermasalahkan penolakan Keenan, karena dia yakin, Keenan sebenarnya menyukainya dan mencintainya sepenuh hati.Hanya saja pria itu sedang shock karena Emmy mengajukan cerai. Jadi Isa memutuskan untuk menunggu perasaan Keenan membaik lalu kembali datang padanya. Tapi Dorothy dan Cecilia? Apa-apaan mereka menghinanya dengan cara seperti itu?Harga diri Isa benar-benar tiris sampai habis, tergerus oleh sentilan panas dari kedua wanita itu. Isa menggeram, memukul meja cafe sampai beberapa pengunjung menoleh padanya. Isa tidak peduli. Sebaliknya, otaknya berpacu cepat, memikirkan cara menyingkirkan kedua wanita itu, dan harus dimulai dari yang paling berkuasa, yaitu Dorothy.Jika Dorothy mati, maka Cecilia akan kehilangan pegangannya. Selama ini, kiblat Cecilia adalah ibu mertuanya yang sudah bau tanah itu. Dia memiliki nyali hanya karena Dorothy memihaknya. D
“Tuan, Nyonya. Keluarga Matilda ada di depan,” seorang pelayan datang ketika keluarga Achilles sedang menyantap makan siang.Charles terlihat mengangkat alis. “Keluarga Matilda? Untuk apa mereka datang siang-siang begini?”Cecilia mendesah kasar. “Isa pasti sudah melaporkannya pada orangtuanya,” gumamnya.“Melaporkan apa?”“Bukankah tadi sudah ku katakan kalau Emmy menuntut cerai dari Keenan? Alasannya adalah Isa dan aku memarahinya tadi. Aku memintanya untuk menjaga sikap dan jarak dari Keenan. Hanya itu saja.”“Kalau hanya itu, untuk apa mereka ke sini?”“Apa lagi? Dia pasti merasa harga dirinya terinjak-injak,” sahut Dorothy santai. “Lanjutkan saja makan siangmu. Kalau mereka memang membutuhkan kita, maka mereka harus menunggu!”Si Pelayan membungkukkan tubuh, kembali bicara pada keluarga Matilda dan menyampaikan pesan Dorothy. “Maaf, tuan dan nyonya masih makan jadi mereka meminta kalian menunggu.”“Apa?” Diane membelalak marah, menyaksikan si pelayan pergi begitu saja. “Bisa-bisa
“Nona Emmy.”Madam Jill dan Madam Lory menerima pesan dari Emmy yang meminta mereka datang ke taman sekitar seratus meter dari kediaman Matilda. Walau keduanya tidak tahu tujuan Emmy meminta mereka bertemu di luar, keduanya tetap datang.Dan begitu melihat Emmy, mereka tak bisa menahan rasa harunya. Keduanya memeluk Emmy dengan erat dan menangis bersama-sama dengan gadis itu.“Kami merindukanmu, Nona. Apa kamu baik-baik saja? Kamu bahagia dalam pernikahanmu?”Emmy hanya mengangguk kecil. Dia memang sangat menyukai kedua pelayan itu karena hanya mereka yang peduli pada Emmy sejak Nikky jatuh sakit dan dinyatakan meninggal. Dengan tulus keduanya merawat setiap luka Emmy, dan menjaganya semalam suntuk kalau Emmy sakit.Tapi ini bukan waktu yang tepat untuk nostalgia. Emmy memiliki misi khusus yang amat penting, yaitu menemukan ibunya dan membawanya pergi.“Aku tahu kalian berdua merindukanku dan aku juga sama. Tapi aku meminta kalian datang untuk membicarakan beberapa hal...”Dan Emmy me
Nikky yang mendengar nama Emmy tertegun. Bukannya keluar, dia malah mengelus wajah Emmy dengan tangannya yang kotor dan terlihat kusam karena jarang mandi. Kulitnya yang sudah mengerut terlihat kontras dengan kulit Emmy yang masih kencang dan putih seperti susu.“Emmy?” kata Nikky dengan suara bergetar.Emmy mengangguk, menghapus air matanya yang sedari tadi jatuh. “Ya, ini aku, Mom.”“Emmy?” kata Nikky lagi.“Ya, ini aku, Emmy, puterimu.”Josiah terlihat gusar di pintu. dia tahu keduanya pasti saling merindukan, namun waktu mereka juga terbatas. Bagaimana kalau tiba-tiba keluarga Matilda datang? Bagaimana kalau mereka justru terjebak di dalam rubanah ini?“Emmy.” Josiah mengingatkan lagi. “Kita tidak punya waktu banyak.”Emmy mengangguk cepat. Dia menggenggam tangan Nikky sembari menatap lekat ke kedua bola mata ibunya itu. “Mom, kita bisa bicara nanti. Tapi sekarang, kita benar-benar harus segera keluar. Ayo.”Emmy menggulung sisa rantai yang masih menggantung dari pergelangan tanga
Semua berjalan sesuai rencana Isa. Hanya menunggu sepuluh menit, Dorothy terlihat keluar dari ruangan dan berjalan menggunakan tongkatnya. Isa merogoh sebuah cermin kecil dari tasnya, mengangkatnya sebatas wajah dan pura-pura memperbaiki riasannya. Namun yang sedang dia lakukan adalah melihat bagaimana Dorothy akan jatuh.Sambil pura-pura memegang rambutnya, dia melirik Dorothy dari balik cermin. Semua emosi dalam dirinya bercampur aduk dan sudah mengunung, dan tak mampu dibendung lagi. Keberadaan Dorothy benar-benar mengacaukan semua rencana dan mematahkan semua keinginannya.Padahal dia hanya ingin menjadi pendamping Keenan, menjadi istri yang berbakti pada pria itu. Kenapa susah sekali bagi mereka untuk menerima Isa? Kenapa mereka lebih menyukai Emmy padahal jelas-jelas selama ini dialah yang menemani Keenan?Isa tersenyum licik saat Dorothy sudah sangat dekat ke tumpahan minyak. Wanita tua itu tidak memperhatikan jalannya, namun malah mengalihkan pandangannya pada taman bunga yang
“Kamu membawanya?” tanya Emmy begitu dia bertemu dengan Leo di pinggiran sungai.Agar tak ketahuan Keenan, Emmy sengaja meminta bertemu di luar. Jika Keenan melihat Leo, maka dia akan mengajukan banyak pertanyaan dan kalau ketahuan, bukan tidak mungkin Keenan akan merusak rencananya. Leo mengangguk, menyerahkan satu buah map bersampul abu-abu. Emmy membuka dan membaca sebentar sementara Leo masih berdiri di depannya.“Kamu yakin ingin bercerai dari Tuan Keenan?”“Kenapa?” Emmy mengangkat wajah. “Kamu menyesal sudah ku minta tolong untuk membuat surat cerai?”“Bukan begitu. Aku hanya ingin kamu benar-benar sudah memastikan langkah ini dan tidak akan menyesalinya seumur hidupmu. Ingat, sekali kamu menandatanganinya, maka statusmu akan segera berubah.”Emmy menghela nafas, menatap matahari yang mulai bersiap kembali ke peraduannya. Dia melirik lampu taman yang mulai dinyalakan. Cahaya kemerahannya belum terlalu nampak karena masih kalah oleh sinar matahari yang belum sepenuhnya terbenam.
Simone pergi ke arah pintu darurat diam-diam. Sambil menengok ke belakang dan memastikan tak ada yang mengikutinya, dia membuka pintu dan masuk bersandar di dinding menuju tangga darurat. Sampai sekarang, dia belum menerima kabar apa pun baik dari Emmy atau dari Josiah.Apakah mereka sudah berhasil menemukan Nikky? Apakah mereka sudah keluar dari rumah itu? Diane tidak mungkin selamanya tinggal di rumah sakit. Sebentar lagi, dia pasti akan meminta diantar kembali ke rumah.Panggilannya terhubung ke ponsel Emmy, namun gadis itu tidak mengangkatnya sama sekali. Simone melakukannya lagi, menunggu, dan kali ini diangkat. Namun alih-alih mendengar suara Emmy, Simone malah mendengar suara Josiah dari seberang sana.“Aku pikir ini ponsel Emmy,” gumam Simone.“Memang ponselnya. Emmy pergi melakukan sesuatu dan ponselnya tertinggal di mobil. Ada apa?” tanya Josiah, sikapnya masih juga tidak berubah pada Simone.“Aku ingin bertanya, apakah kalian sudah berhasil mengeluarkan Nikky dari rumah? Ak
“Yes, dua pasang.”Richard Lynn meletakkan sepasang kartu sepuluh dan sepasang kartu delapan di atas meja. Wajah pria itu menyeringai nakal pada Isa. Isa duduk tenang, tersenyum sambil memeriksa kembali jejeran kartu di tangannya.“Itu artinya kamu harus menemaniku malam ini, Sayang,” ujarnya lagi dengan nada sensual.Isa tertawa kecil. Terhadap Richard Lynn, Isa selalu menang dan tak pernah kalah. Tapi karena dia memiliki tujuan lain, diam-diam dia mengambil kartu sepuluh dan sembilan dari tangannya dan meletakkannya di bawah tubuhnya.“Baiklah, kamu menang,” ujar Isa, menghamparkan kartu enam, tujuh dan delapan miliknya –dan sebenarnya memiliki kartu straight.“Tunggu, kenapa kartumu hanya tiga?” Richard mengernyit. “Kamu pura-pura mengalah, rupanya?” kata pria itu tidak senang.“Sudahlah. Lagipula tujuannya tetap sama.” Isa berdiri, duduk di atas meja formika dan dengan sengaja menyilangkan kaki hingga belahan gaunnya terlihat sampi ke pangkal pahanya yang mulus. “Aku memang sudah