“Kenapa tidak kamu jelaskan pada Tuan Keenan kalau kamulah yang menyelamatkannya dari lautan, Nona?” tanya Ted begitu kapal mendarat di dermaga dan Isa langsung membawa Keenan kembali.Mereka berdua bahkan tidak mengikutsertakan Emmy dan Keenan bahkan tidak bicara pada Emmy, tidak sepatah kata pun. Emmy dan Ted berdiri melihat sedan yang dikendarai Isa hilang dari pandangannya, lalu Emmy menghela nafas pendek.“Bagaimanara caraku menjelaskannya kalau gadis itu bahkan tidak memberiku kesempatan untuk bicara?”“Sudah ku duga,” gumam Ted. “Dia tak hanya lihai untuk memutar-balikkan fakta, tapi juga pandai berpura-pura.”“Tidak masalah,” kata Emmy menghibur diri. “Aku rasa aku harus kembali. Trims untuk pengalaman yang menarik ini, Ted.”“Sama-sama, Nona Emmy. Kelak, kalau butuh sesuatu misalnya bersaksi untuk dirimu, aku siap.”Emmy tertawa kecil, lalu mengangguk. “Baiklah. Akan ku cari kamu kalau aku membutuhkan kesaksianmu.”“Omong-omong, aku menyukai matamu, Nona.”Emmy kembali tersen
Ted baru saja menggantung topinya di gantungan kain ketika dia tiba di apartemennya. Langkah kakinya sedikit berat karena asam urat yang terlalu tinggi. Istrinya, Milly sudah melarangnya untuk bekerja, tapi Ted tak kuasa menolak ajakan Keenan setiap kali pria itu memintanya sebagai nahkoda.Apartemen kosong. Milly memang sudah mengatakan kalau dia akan mengunjungi putera mereka di asrama universitas di luar kota karena besok akan diadakan kegiatan tahunan bersama para orang tua. Seharusnya Ted juga ikut, namun dia membujuk Milly agar dirinya bisa tetap tinggal demi Keenan.Keluarga Achilles sudah memberi terlalu banyak untuk Ted. Jadi sebagai pria yang tahu balas budi, Ted ingin melakukan yang terbaik pada keluarga itu dan mencegah mereka kecewa terhadap pelayanannya.Dia baru saja akan pergi ke dapur, saat dia melintasi ruang tamu dan menyadari seseorang duduk di sana. Pria itu menatap wanita yang menggunakan topi floppy dari rajutan jerami dengan aksen pita berwarna keemasan yang se
Ketika Emmy naik ke atas, dia mendapati kamar Keenan gelap gulita seperti dulu lagi. Padahal setelah Emmy memutuskan untuk tidur di sana, Keenan selalu menyalakan lampu. Hari memang masih siang, tapi karena tirai tidak dibuka dan lampu padam Emmy tidak bisa melihat apa pun. Gadis itu meraba-raba dinding dan menemukan stop kontak listrik.Dia menyalakan lampu, dan ruangan itu langsung terang benderang. Emmy meletakkan tasnya, memeriksa kamar dan melihat pintu balkon sedikit terbuka. Ketika Emmy mendorong pintu, dia melihat Keenan duduk di balkon dan sedang minum alkohol.Emmy melihat ke sekitar ruangan kamar lagi. Bukankah seharusnya ada Isa? Apa dia pulang? Tapi tidak mungkin. Dengan keadaaan Keenan dan semua kebetulan yang sempurna itu, seharusnya dia tetap berada di sisi Keenan.Atau, Keenan memintanya kembali?“Di sana kamu rupanya,” kata Emmy dengan riang, mendekap Keenan dari belakang tubuh pria itu. “Apa kamu sudah makan siang? Mau ku buatkan sesuatu?”Keenan menggeleng. “Tidak
[Ayo bertemu.]Emmy membaca pesan yang dikirim Isa. Dia melirik jam dinding, jarum jam sudah menunjukkan angka sebelas malam. Tidak mungkin Emmy keluar lagi, tidak dalam kondisi Keenan sedang marah besar padanya.Bisa-bisa kesalahpahaman ini akan kembali membesar.[Aku rasa aku tidak bisa keluar.]Tak lama Isa mengirim sebuah video ketika dia mengolok-olok Nikky, ibunya, sambil menarik-narik rambutnya. Emmy berdiri, kelopak matanya berkaca-kaca dan dengan cepat Emmy menyambar sweater rajutnya.[Aku akan segera datang.]Dari balkon, Keenan melihat Emmy setengah berlari melintasi taman bunga sambil mengenakan sweaternya. Pria itu mengernyit lalu cepat-cepat turun. Kemana Emmy selarut ini? Apakah dia akan bertemu lagi dengan pria itu?Rupanya Emmy memesan taksi secara online karena Keenan melihat jejeran kunci mobil masih lengkap di gantungannya. Keenan menyambar cepat kunci mobilnya dan mengendarai sedan miliknya menembus malam. Dia cukup beruntung karena masih bisa melihat taksi yang d
Emmy menoleh, mendapati Josiah berdiri di sana. Yang paling membuat Emmy bingung adalah keberadaan Leo yang sejatinya adalah asisten pribadi Keenan. Apa hubungan keduanya? Kenapa Emmy malah merasa Leo terlalu dekat pada Josiah?Keduanya mendekati Emmy, dan tanpa aba-aba apa pun, perampok yang menodongkan senjata perlahan menjauhkan benda itu dari kepala Emmy. Angin berhembus menerbangkan daun-daun yang mengering hingga berserak di atas tanah. Seolah yang berdiri di hadapannya adalah sosok yang menakutkan, ketiganya langsung lari terbirit-birit meninggalkan Emmy sebelum gadis itu menyadarinya.“Kenapa kamu ada di segala tempat?” Kening Emmy mengernyit.Josiah tersenyum. “Seharusnya aku yang mengatakan hal itu. Kenapa kamu ada di segala tempat? Dan, ini sudah hampir tengah malam.” Josiah menunjukkan jam tangannya pada Emmy. “Apa yang kamu lakukan di sini? Apakah suamimu sungguh-sungguh memberimu izin?”Emmy mengabaikan pertanyaan itu. Kini tatapannya beralih pada Leo yang sedari tadi di
Seharusnya suhu udara akan semakin menurun seiring dengan malam yang semakin pekat. Namun hingga harum jam menunjuk angka hampir mendekati satu dini hari, Emmy malah merasa suasana di sekitarnya semakin panas.Keenan dan Josiah berdiri berhadap-hadapan, dengan dada sama-sama membusung dan arogansi yang merebak di udara. Emmy melirik Leo yang sejak tadi malah berdiri dengan santai, seolah dia sudah menunggu adegan ini dan menikmatinya ketika sudah terjadi.“Leo.” Emmy melotot. “Hentikan mereka,” bisik gadis itu.Leo menggeleng, mencondongkan wajah ke arah Emmy lalu berbisik, “Ini menyenangkan. Apakah kamu tidak ingin melihat adegan ini, Nona?”Mata Emmy membulat kesal. Leo ternyata tak bisa diandalkan. Sekarang, pria itu bahkan menyilangkan tangan di dada dengan santai, menegaskan diri kalau dia benar-benar tidak berniat memisahkan Keenan dan Josiah.“Aku akan ikut dengan Keenan,” ujar Emmy pada akhirnya. “Kalian pulanglah.”“Apa dia melakukan hal kasar padamu, Em?” Josiah menahan tang
Duduk menyendiri di sudut ruangan kamar yang gelap gulita, Emmy merasakan air matanya tak berhenti mengalir sejak tadi. Ada perasaan sakit yang mengganjal ketika dia tahu Keenan tidak benar-benar menginginkannya. Mungkin, pria itu bersikap baik selama beberapa hari untuk menyenangkan Dorothy, atau kedua orang tuanya.Bodohnya, Emmy tertipu. Sungguh, Emmy merasakan gejolak emosi yang berkobar dalam dirinya. Bisa-bisanya aku meleleh oleh karena pengakuannya? batin Emmy. Dan semua sentuhannya, ciumannya, itu hanya bagian dari rencananya?Karena Emmy yakin. Jika Keenan sungguh-sungguh padanya, maka dia tidak akan mudah dipengaruhi oleh siapa pun, termasuk Isa.Badai yang mengancam tampaknya mulai tiba menjelang pagi hari dengan begitu dahsyat. Emmy berharap badai itu bertahan lama karena dia menyukainya. Sensasi berisik yang diciptakannya mampu membuat tangisan Emmy tak terdengar dan dia akan leluasa menumpahkan kepedihan hatinya.Pikiran Emmy kembali pada Josiah. Tiba-tiba saja pria itu
Emmy meneguk cairan hitam kental di gelas keramik putihnya dengan hati-hati, meniup uap panas untuk mengurasi resiko mulutnya akan terbakar. Sudah dua hari sejak kejadian malam itu dan kehidupannya seolah kembali mundur ke pertemuan awal dengan Keenan.Mereka sudah pisah kamar dan Keenan sama sekali tidak bicara. Entah apa yang dipikirkan pria itu dan kenapa dia sangat mudah digesek, Emmy tidak mengerti.Emmy tidak merasa salah. Jika Keenan mempersoalkan pertemuan kebetulannya dengan Josiah, maka Emmy pun tak bisa menahan asumsi liar Keenan. Emmy sudah menjelaskannya dengan jujur, dia bahkan tidak menambah atau mengurangi setiap detail kejadian pertemuannya dengan Josiah. Jika Keenan tidak percaya, maka itu adalah urusannya.Emmy melirik Lily yang sedang bicara. Mereka berdua duduk di beranda belakang rumah Lily, menghadap ke arah danau buatan. Lily duduk dengan postur tubuh sempurna di kursi kayu sambil bercerita panjang lebar.Karena Emmy tak bisa tidur selama dua malam terakhir, di