Di sisi lain, Isa--kakak tiri Emmy--tengah berlari menyusuri koridor hotel.
Dia berusaha mengejar Keenan yang mendadak pergi setelah berhasil diberikan obat perangsang olehnya.
“Sial.” Dia menghentakkan kakinya kesal. “Ke mana dia pergi? Cepat sekali langkahnya!”
Membayangkan rencananya gagal, Isa meradang.
Gadis itu sudah menyiapkan wartawan untuk menjebak dirinya 'bermain gila' dengan Keenan!
Demikian, proses pernikahan akan dipercepat.
Tapi, mengapa Keenan malah tak bisa ia temukan? Apakah Isa harus pulang dengan tangan kosong?****
"Akh!"
Emmy memijit kepalanya pening keesokan harinya.
Dia tidak ingat banyak hal setelah dia minum di ruang karaoke. Hanya saja, sekitar selangkangannya nyeri luar biasa.
Segera gadis itu memerhatikan sekeliling.
Deg!
Wajah Keenan membangkitkan kembali ingatan Emmy.
Pria itu memperkosanya berkali-kali.
Padahal, Keenan adalah pria yang dijodohkan dengan kakak tirinya.
Parahnya lagi, hubungan antara Emmy dan keluarga tirinya tidak begitu akur. Emmy yang unggul dalam segala hal justru menimbulkan iri hati pada Isa. Dan sekarang Emmy tidur dengan pria yang dicintai Isa. Jika Isa mengetahuinya, maka tamatlah riwayatnya.Bugh!
Emmy memutuskan untuk segera bangkit. Dia memungut pakaiannya, mengenakan seadanya.
Sayangnya, pergerakan Emmy justru membuat tidur Keenan terganggu.
Pria itu meregangkan tubuh dan langsung terjaga ketika melihat seseorang berdiri di sisi ranjang.
“Siapa kamu?” Keenan tersentak kaget, mengetahui Emmy berdiri kaku dan belum menggunakan pakaiannya dengan benar.
“Kamu sedang apa di sini?”
Keenan memegang kepalanya yang masih berdenyut sakit. Ia seolah lupa apa yang terjadi semalam.
Emmy sontak menengang, terlebih kala mendengar ucapan Keenan selanjutnya. “Kamu belum boleh pergi.”
“Tunggu di sini,” ucapnya lagi dengan dingin.
Keenan melenggang dengan santai di hadapan Emmy tanpa mengenakan sehelai pakaian pun.
Setelah 'rapi', keduanya duduk berhadapan setelah memakai pakaian masing-masing.Emmy duduk dengan gusar, jemarinya bertaut pertanda cemas. Emmy tak pernah mengenal dunia luar selain keluarganya sendiri.
Sesekali, jika dia diajak keluar oleh ayahnya, barulah dia ikut.
Dan inilah alasan kenapa Keenan tak mengenalinya sebagai adik tiri Isa.
“Sebutkan angkamu.” Keenan menegakkan punggung. Wajahnya berubah dingin, sedingin yang biasa dilihat Emmy di layar televisi.
Kening Emmy mengerut. “Maksudmu?”
“Kamu tidak berharap aku menikahimu karena kejadian tadi malam bukan?” Keenan menyeringai.
Senyum itu jahat, dan Emmy tersinggung olehnya.
“Aku akui, aku yang salah. Aku cukup ceroboh untuk masuk ke dalam kamar ini dan berakhir dengan menidurimu.”
Meniduriku? Bukankah kejadian tadi malam lebih tepat disebut pemerkosaan dan pelecehan?
“Seharusnya kamu menolak, tapi kamu mengenaliku, bukan?”
Emmy menganga tak percaya.
“Kamu menyalahkanku atas hasrat liarmu?”
Air mata Emmy mulai menetas, namun Keenan tidak berencana melunak. “Tidak. hanya menegaskan pendapatku. Kamu mengetahui siapa aku dan kamu berniat mengambil keuntungan dari kecerobohanku semalam.”
Keenan merasa Emmy mempermainkannya.
Seharusnya Emmy menolak Keenan saat tahu pria itu di bawah pengaruh obat.
Dalam keadaan sadar, gadis baik-baik seharusnya kabur agar malam liar itu tidak terjadi.
Jadi, Keenan menolak mempermudah situasi Emmy tanpa menyadari jika Emmy pun dibawah pengaruh obat bius semalam.
Pria itu melihat gerakan naik turun di leher Emmy ketika gadis itu berusaha menelan ludahnya. “Aku dibius, jadi aku tidak bisa bergerak.”
“Kamu mau aku mempercayaimu? Ada banyak gadis di luar sana sepertimu, yang menggunakan segala cara untuk menjebakku. Kamu seharusnya lebih pintar dari mereka.”
Emmy terhuyung mundur seolah Keenan baru saja menamparnya. “Itu omong kosong. Aku tidak tertarik padamu.”
“Tidak tertarik katamu?” Keenan tertawa kencang. “Pewaris The Achilles, pria muda dengan harta kuadraliun, tampan dan sempurna. Dan kamu mengatakan tidak tertarik? Bukankah kamu terlalu naif? Sebutkan saja hargamu.”
Emmy tampak kehilangan kata-kata. Wajahnya berubah pucat menahan amarah dan kekesalan yang membuat dadanya terasa sesak. “Aku tidak butuh uangmu,” seru Emmy.
“Berhentilah berpura-pura. Kamu ingin aku yang memohon padamu?” bentak Keenan, suaranya menggelegar dalam kamar itu. “Sejak awal kamu mengenaliku, mengetahui identitasku. Kamu hanya pura-pura tidak tahu supaya kamu bisa mendapatkanku dan aku jatuh ke dalam perangkapmu.” Keenan melangkah, merapatkan jarak diantara mereka hingga Emmy menempel ke tembok.
Emmy ingin segera pergi, tapi Keenan memosisikan tangan di kedua sisi gadis itu, mengurung Emmy di antara kedua lengannya. “Katakan berapa yang kamu minta,” kata Keenan dingin sambil menggertakkan giginya. “Atau aku tidak akan melepasmu.”
Wajah Emmy semakin pucat. “Aku benar-benar tidak membutuhkannya.”
“Oh, atau kamu ingin menyusun rencana yang lebih hebat lagi?”
“Maksudmu?”
“Kamu mau menunggu apakah nanti kamu akan mengandung anakku atau tidak. Pada saat itu kamu akan datang dan tentu saja aku tidak akan bisa kabur, begitu rencanamu?”
Harga diri Emmy seakan sudah tergerus habis. Dia mengatupkan bibir, menatap wajah Keenan yang kejam. “Enyahlah!”
Kalimat itu agak menohok, membuat harga diri Keenan terluka. “Apa katamu?”
“Kamu tidak mengenaliku, bukan?” Kali ini Emmy balik bertanya.
Keenan melepas tangannya dari tembok. “Apa maksudmu?” Alis pria itu bertaut.
“Aku Emmely Isla, adik wanita yang dijodohkan denganmu, Isloisa Matilda.”
Keenan terdiam.'Gadis ini gadis pungut keluarga Matilda? Apa yang terjadi? Kenapa kebetulan ini terlalu kebetulan? Dia pasti benar-benar sudah merencanakannya.'Tiba-tiba pria itu tertawa memikirkannya. Tawa itu perlahan berubah menjadi lebih mengerikan disertai dengan lirikan liarnya. “Jadi ini rencanamu yang sesungguhnya?”“Apa?” tanya Emmy tak mengerti.“Jadi selama ini kamu sudah menargetkanku? Kamu menyukaiku, namun kamu tidak bisa melakukan apapun karena aku dijodohkan pada kakakmu sehingga kamu menjebakku. Kamu yang meminta seseorang untuk memasukkan sesuatu pada minumanku, kan?”Keenan agak puas melihat kepanikan Emmy. Dia meneruskan gertakannya. “Ayo. Sekarang juga kita ke rumahmu, bicara pada orang tuamu sehingga kamu mengakui semuanya adalah keinginanmu.”“Tidak.” Air mata semakin membanjiri pipi Emmy. Keluarganya tidak bisa mengetahuinya. Ibunya akan menghajarnya, begitu pula Isa.Dia akan berakhir di pemakaman, atau kalau dia masih cukup beruntung, dia akan berakhir di
Sebelum Emmy benar-benar menjawab, dia sedikit terintimidasi oleh tatapan jahat Keenan. Gadis itu beringsut mundur. Tidak. Dia tidak boleh mencari masalah dengan Keenan.Seharusnya memang mereka sepakat, entah bagaimana hasilnya, mereka harus bicara. Emmy tidak mau berakhir di tangan Isa dan ibunya, namun dia pun tak mau dituduh sebagai orang yang menjebak Keenan.Tapi bagaimana seharusnya mereka menyepakati hal ini?Kelebat lari dua tiga orang pria yang membawa kamera melintas di depan pintu kamar hotel yang terbuka lebar. Keenan terkejut, menyadari jika mereka adalah pemburu berita. Salah satu dari mereka berhenti karena melihat Keenan sekilas di balik pintu.Dia mundur dan benar!Keenan ada di sana, berdiri dengan pakaian kusut dan ada wanita di dalam kamarnya.“Dia di sini,” serunya memberi kode pada teman-temannya.Keenan tak bisa mengelak ketika beberapa orang sudah mengambil potret dirinya sebelum manajer hotel mendorong Keenan kembali ke dalam kamar lalu menutupnya dari luar.
The Achilles segera dibanjiri telepon serta email begitu video pendek berisi cuplikan Keenan, sang pewaris The Achilles tengah berhubungan badan dengan seorang wanita di salah satu kamar hotel.Wanita berusia tiga puluhan yang bertugas berjaga di belakang meja lobi nyaris meradang untuk menghadapi dering telepon yang berbunyi tiap detik.The Achilles sibuk bukan main. Leo Karlisle bahkan harus melempar telepon genggamnya, sambil terus mengoceh. “Bagaimana cara kerja kalian? Kenapa video itu terus bermunculan?”Sebagai tangan kanan Keenan, Leo harus bekerja efektif. Dia tidak mau merasakan amukan Keenan jika masalah ini tak kunjung selesai.“Tuan Leo, sumber daya kita tidak mampu memblokir seluruh ID pengguna internet. Kita tidak bisa melakukannya.”Leo meradang. Dia hilir mudik, lalu berkata, “Temukan alamat pertama yang mengunggah video itu.”Sementara itu di kediaman keluarga Achilles, istana megah itu pun tak luput dari kesibukan. Telepon terus berdering dan Madam Veronika bahkan l
Emmy dibayang-bayangi oleh kekejaman Diane dan Isa ketika dua wanita itu berjalan ke arahnya. Emmy mundur perlahan-lahan, tubuhnya mulai gemetar dan air matanya mengalir.“Wanita dalam video ini adalah kamu, iya kan?” Isa menunjukkan video yang membuat mulut Emmy menganga.Darimana video itu berasal? Kenapa bisa? Siapa yang sudah meletakkan kamera di kamar hotel itu?“Semua orang mungkin tidak mengenalimu. Tapi aku tahu, wanita busuk.”Isa mengayunkan tangannya tepat ke wajah Emmy, membuat Emmy terhuyung mundur. Gadis itu mengerang kesakitan, namun detik berikutnya dia merasakan rambut panjangnya ditarik kencang hingga kulit kepalanya terasa akan mengelupas.“Isa, hentikan.” Emmy memohon.“Hentikan katamu?” Isa marah tak karuan. “Katakan, kenapa kamu bisa tidur dengan Keenan. Kenapa?” Isa berteriak, menghempas kepala Emmy hingga terantuk ke dinding rumah.Dari dapur, dua asisten rumah tangga keluarga Matilda seketika merinding dan berdecak kasihan. Namun keduanya hanya bisa mengintip,
Emmy tidak bisa mengungkapkan rasa nyeri di sekitar bawah tubuhnya ketika dia siuman. Beruntung dia segera menerima pertolongan pertama dari para asisten rumah tangganya. Madam Jill terpaksa menghubungi Lily Lauren, sahabat Emmy karena dia tidak yakin jika mereka bisa merawat luka Emmy di rumah.Dengan amarah yang meledak-ledak, Lily melarikan Emmy ke rumah sakit milik ayahnya. Lily selalu tidak bisa menemukan alasan kenapa Emmy terus bertahan dalam rumah itu padahal dia sudah sering menjadi objek kemarahan ibu dan kakak tirinya.“Kamu baik-baik saja?”Lily menggenggam erat tangan Emmy, merasakan kulit sahabatnya sedikit membara. Bola mata Emmy berputar menatapnya, air mata bening seketika jatuh mneyusuri sudut matanya. Lily mengelus pipi Emmy, tersenyum sembari menahan tangisannya.“Kamu akan baik-baik saja. Aku sudah bicara dengan Dad.”“Mereka membakarku,” isak Emmy, tangannya semakin erat menggenggam tangan Lily.“Aku tahu. Madam Jill sudah memberitahuku. Sekarang jangan memikirka
“Sial.”Isa membanting ponselnya hingga hancur ke lantai. Nafasnya memburu, pundaknya naik turun dan ubun-ubunnya terasa panas membara.“Sialan kamu Emmyyy.”Dia kembali memekik nyaring. Kedua tangannya menyapu bersih perlengkapan make up di meja rias hingga benada-benda itu berjatuhan di lantai dan hancur. Dia meraih kursi yang biasa digunakannya untuk merias diri, mengangkatnya tinggi-tinggi lalu melempar hingga kaca meja riasnya pecah berkeping-keping.“Kenapa itu kamu? Kenapa yang menikah dengan Keenan adalah kamu? Kenapa bukan aku? Ahhhh...”Teriakannya membuat Diane panik. Dia menaiki tangga buru-buru lalu terkejut melihat kondisi kamar Isa yang sudah hancur.“Isa, kamu baik-baik saja? Apa yang terjadi?”“Mom, lihat!” Isa menunjukkan layar ponselnya.Dia membuka situs resmi The Achilles dan membaca lantang judul artikel itu. Di bawahnya juga terdapat beberapa foto Emmy yang tersenyum.“Menjijikkan.” Isa kembali berteriak. “Aku akan membunuhmu. Emmy, aku akan melenyapkanmu.”“Tah
“Kamu baik-baik saja?”Nicholas Meyer, CEO Hope and Fighting Center, salah satu fasilitisas penelitian yang berfokus pada imunologi khusus penyakit diabetes tempat Emmy bekerja datang bersama istrinya Linda Meyer. Kedua pasangan itu sudah dianggap Emmy sebagai orang tuanya dan begitu pula sebaliknya.“Ketika Nicho mengatakan kamu tidak masuk selama dua hari karena sakit, aku langsung panik.” Wanita paruh baya itu melepas long coatnya, menaruhnya di ujung tempat tidur Emmy lalu mengelus rambut gadis itu. “Kamu terluka di mana kali ini?”“Aku baik-baik saja, Linda. Terimakasih sudah datang.” Emmy mencoba tersenyum.“Lily sudah memberitahuku, tak perlu menutupinya lagi.” Nicholas menunjukkan sikap protektifnya bak seorang ayah yang melindungi puterinya. “Mereka melakukan apa lagi padamu?”Emmy berdecak, mengumpat kesal karena Lily memberitahu keduanya tentang keadaannya. “Hanya salah paham.”“Kamu selalu mengatakan salah paham. Jika kamu tidak diterima di rumah itu, kenapa masih repot-re
Axel diam-diam mengamati Lily yang terus berjalan hilir mudik di depan pintu. Gadis itu menarik perhatiannya. Dia cantik dan menarik, namun tak terlalu banyak bicara.“Kamu menyukainya?”Axel terkejut mendengar pertanyaan Keenan. “Apa yang kamu bicarakan?”“Bukankah sejak masuk tadi kamu terus melihatnya? Kamu anggap aku buta?” sungut Keenan.“Urus saja masalahmu.” Axel berdehem pelan, bersandar di kursi tunggu rumah sakit setelah melirik Lily sekali lagi.“Sialan.” Keenan mengumpat marah. “Aku yakin, Granny akan dengan mudah mempengaruhi gadis itu.”Axel tertawa senang. “Mau bertaruh denganku?”“Bodoh. Untuk apa mempertaruhkan sesuatu yang sudah mutlak? Dia akan mengatakan ya pada Granny,” sungut Keenan lagi.Keenan menghela nafasnya. Ketika Axel sedang sibuk mengamati Lily, diam-diam dia membuka laman internetnya. Keenan memastikan dia mengeja nama panjang Emmy dengan benar dan mengetiknya pada kolom pencarian.Tautan pertama mengantarkan Keenan pada sebuah situs yang berhubungan de
Pintu kamar terbuka, seolah Emmy sudah menunggu kedatangan Keenan ketika pria itu pulang dari kantor. Emmy menyembulkan kepalanya dari celah pintu yang dibukanya sedikit. Keenan mengernyit, dia bersandar di dinding.“Suamimu tak boleh masuk?” tanyanya.“Bukan.” Emmy menggeleng. “Tunggu sebentar. Lima menit. Ah, mungkin sepuluh menit.”“Apa yang kamu lakukan di dalam sana?”“Sabar sedikit.” Emmy kembali menutup pintu. “Jangan masuk sebelum aku mengizinkannya,” serunya lagi.Emmy menyusun satu per satu balon hias yang ditempel di dinding. Tak lupa tulisan ‘happy birthday’ dia gantung, lalu dia mengecek kembali kue ulang tahun Keenan. Setelah memastikan semuanya sudah beres, Emmy berjalan menuju kamar mandi.Digenggamnya alat tes kehamilan yang menunjukkan garis merah muda sebanyak dua garis, menunjukkan jika dia sedang hamil. Ini akan menjadi kejutan yang tidak akan pernah dilupakan Keenan, Emmy sangat yakin sekali.Dia memasukkannya ke dalam kotak dan menutupnya. Aksen pita merah muda
Hari yang cerah di awal Januari. Dalam balutan gaun putih tulang yang menutupi tubuhnya hingga ke kaki, Emmy berjalan didampingi oleh ayah Josiah, Stevano Miller. Dia tampak anggun dengan tiara yang dipasangkan ke rambutnya. Dia seperti puteri dari negeri dongeng.Para tamu tampak bersorak, berdiri menyaksikan kesakralan pernikahan antara Emmy dan Keenan. Lily bertugas menjadi pendamping wanita, Edmund menjadi pembawa kerajang bunga didampingi Liz dan Ivy. Ketiga wanita itu mengenakan gaun kuning lembut sementara Edmund tampil gagah dengan jas mungilnya.Aroma harum dari bunga-bunga azalea putih, rosemary dan juga marygold menguar dari bunga-bunga yang ditaburkan mereka. Di altar, Keenan menunggu dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca. Dia sungguh tidak menyangka akan menemukan hari ini dalam hidupnya.Pria itu sempat berpikir kalau semuanya sudah berakhir. Ketika dia kehilangan Emmy dalam hidupnya, Keenan merasa kalau takdir memang begitu adanya. Siapa yang tahu kalau ternyata masi
“Jadi, kamu adalah pemilik Sid and Co? Itukah alasan kenapa dulu kamu memintaku untuk bekerja di sana?”Leo mengusap telapak tangannya yang mulai berkeringat. Dia berbohong pada Ivy soal identitasnya, mungkin kekasihnya itu akan marah besar padanya. Leo mencoba memikirkan bagaimana caranya keluar dari masalah ini. Dia tidak mau Ivy akan meminta perpisahan. Sungguh, dia tidak mau.“Vy, aku hanya...”“Stop!” Ivy berbalik, menatap Leo dan menemukan pria itu kelihatan gelisah. Ivy nyaris tertawa dalam hati. Tapi ini kesempatan yang bagus untuk menguji seberapa besar Leo menginginkannya. “Kamu berbohong padaku. Sungguh! Kamu keterlaluan.”“Ivy, aku tidak ingin menyembunyikan identitasku.”“Lalu apa yang kamu lakukan ini?”“Aku hanya...”Ivy mendelik, menunggu dengan sabar sampai Leo menyelesaikan kalimatnya. Tapi ternyata setelah menunggu selama beberapa detik, pria itu malah bungkam dan tidak bicara. Perlahan Ivy mulai kesal. Padahal Leo tinggal mengatakan alasannya apa, tapi dia malah me
Ketika Leo menjemput Ivy di kantornya, hari sudah menjelang malam. Pria itu menyandarkan pinggulnya di depan sedan Maybacth yang baru dibelinya dua hari yang lalu. Tak ada yang salah dengan SUV yang membawanya selama beberapa tahun ini.Tapi Leo tahu, mobil dengan body bongsor seperti itu kurang disukai oleh wanita. Walau Ivy tak pernah protes dengan SUV-nya, tapi Leo ingin Ivy nyaman di dalam kendaraannya sendiri saat dia bersama Ivy.Leo melirik ke dalam gedung bertingkat sambil menghela nafas panjang. Ivy tidak mau bekerja di perusahaannya sendiri walau Leo menawarkannya. Padahal, Leo tidak memberitahu kalau Sid and Co adalah miliknya, tapi Ivy tetap tidak mau bekerja di sana.Sebenarnya, Leo bukan datang dari keluarga yang kurang beruntung. Dia memiliki keluarga kaya raya, hanya saja kondisi anggota keluarganya memaksa dia keluar dari rumah pada usia empat belas tahun. Dia menjelajah seorang diri, menjadi objek bully bagi teman-teman sekolahnya hingga Keenan menemukannya.Tapi tah
Axel menurunkan atap Stingray dan bersandar di bagasi, menunggu Lily turun dari apartemennya. Kerena Keenan sudah kembali, maka Axel kini memiliki waktu libur untuk dirinya sendiri. Pagi ini, dia akan menebus waktunya yang dihabiskan lebih banyak di perusahaan alih-alih bersama Lily.Lily turun dengan mengenakan dress selutut dan sepatu sneakers berwarna putih. Gadis itu lincah, bergerak ringan dan tersenyum menyapa Axel. Dia adalah hadiah yang tak terharga, begitu Axel menyebut Lily. Karena kehadiran Lily, dia tak perlu khawatir soal kehidupannya karena Lily selalu memiliki banyak cara untuk menghiburnya.“Apakah aku terlalu cantik? Kenapa kamu menatapku seperti itu?” goda Lily.Axel mengangguk membenarkan. “Kamu memang cantik. Sudah siap?”Lily mengangguk. Dia setengah berlari mengitari mobil dan masuk. Axel tertawa kecil. Dia terlalu mandiri. Bahkan para gadis akan mengantri untuk dibukakan pintu secara khusus bak tuan puteri. Tapi dia? Dia bahkan tidak menungguku melakukannya.Mer
“Aku tidak tahu kalau kamu hamil saat aku pergi. Maafkan aku.”Liz menangis tersedu-sedu, tapi dia tahu itu bukan kesalahan Josiah. Liz menggeleng kuat. “Ini juga salahku. Maaf karena aku egois dan menyembunyikan semua ini darimu.”Josiah melepas pelukannya. Dihapusnya air mata yang masih terus jatuh di pipi Liz dan menunduk untuk mencium bibir Liz dengan penuh kerinduan. Edmund yang sedari tadi diam saja kini bertindak saat melihat Josiah mencium ibunya. Dia menarik tangan Liz, menghadang dengan sikap protektif.“Hanya aku yang boleh mencium Mom,” katanya dengan suaranya yang melengking.Josiah dan Liz tertawa kecil. Liz menatap Josiah, lalu mengangguk pada pria itu. Josiah bersimpuh dihadapan Edmund, dan pria kecil itu menelengkan kepala menatap Josiah. “Paman mirip sekali denganku,” gumamnya. “Apakah kamu Dad?”Air mata Josiah jatuh, namun dia tertawa menyadari kalau puteranya begitu cerdas. Dia mengusap kepala Edmund sambil berpikir, bahkan telapak tanganku masih lebih lebar dari
Emmy buru-buru melepas pelukan Keenan dari tubuhnya. Dia berdiri, menahan diri untuk langsung menganggukkan kepalanya. Dia memilih bersikap biasa saja walau dia nyaris melompat waktu Keenan mengajaknya menikah lagi.“Kita sudah bercerai, Tuan,” sahut Emmy santai.“Aku tahu.” Keenan meraih jemari Emmy lagi. “Berikan aku kesempatan kedua.”“Pun kalau aku memberimu kesempatan kedua, keluargaku mungkin tidak akan menerimamu.”“Aku akan berusaha merebut kembali kepercayaan mereka. Dengan cara apa pun, aku akan melakukannya.”“Bahkan kalau mereka memberi syarat kalau kita harus tinggal di sini?”Keenan melihat sekitarnya. Memangnya apa yang salah tinggal di desa? Ini cukup nyaman, bahkan Keenan semakin terbiasa hidup tanpa kemewahan. Dia tidak menggunakan pendingin ruangan, tidak bepergian ke klub, tidak berbelanja barang-barang mewah, tidak menggunakan mobil. Itu bagus dan dia nyaman.“Tinggal di desa tidak buruk, tahu?” sahut Keenan.Emmy merasakan wajahnya mulai merona merah. Jantungnya
“Sepertinya kamu makin betah di sini.”Tiba-tiba Keenan dikejutkan oleh bisikan Josiah ketika pria itu muncul membawakan topi milik Emmy. Keenan nyaris berteriak karena kaget. untung saja dia bisa mengontrol emosinya dan tidak bersuara sedikitpun.“Aku akan tinggal di mana pun Emmy berada,” gerutunya pada Josiah. “Dan kamu jangan pernah mengacaukan rencanaku.”“Kamu mengancamku? Kamu tidak ingat aku siapa?”“Kamu kakak Emmy. Kamu sudah mengatakannya lebih dari seribu kali.”“Bagus kalau kamu tahu,” ejek Josiah. “Sebentar, aku akan memberikan topi ini pada Emmy lalu kita bisa mengobrol.”“Siapa yang mau mengobrol bersamamu?”“Ck!” Josiah berdecak, lalu berdiri mendekati Emmy.“Em, kamu lupa membawa topi.” Josiah menghampiri Emmy dan memasang topi itu langsung di kepala Emmy. “Aku akan menunggumu di tempat biasa.”Emmy mengangguk. “Thanks,” katanya.Josiah mengusap rambut Emmy dan tindakan itu membuat Keenan mengerucutkan bibirnya. Matanya menatap tajam Josiah saat pria itu menghampirin
Begitu Liz dipindahkan ke ruang perawatan biasa, Lily dan Axel langsung menjenguknya. Liz tersenyum, memamerkan wajah pucat pasinya pada keduanya. Namun Lily mendengus kesal. Dia melipat kedua tangannya di dada, tapi tidak mau mendekat ke ranjang Liz.Liz tahu mereka berdua pasti sudah mengetahui kehamilannya. Dan dia juga tahu kenapa Lily memberinya reaksi seperti itu. Lily marah karena dia menyembunyikan kabar sebesar itu dari mereka, Liz pantas mendapatkan reaksi dingin seperti itu.“Kamu baik-baik saja?” tanya Axel, memilih mendekat ke ranjang rawat Liz.Dia mengangguk, lalu berusaha duduk. Axel membatu menumpuk bantal di belakang punggung Liz untuk membuatnya nyaman saat bersandar. Liz menatap Lily yang berdiri di dekat jendela. Dia melihat jauh ke luar, ke antara pepohonan rindang yang berjejer di sekeliling rumah sakit.“Maafkan aku,” kata Liz, setelah dalam ruangan itu hanya ada keheningan selama beberapa menit. “Aku tidak berniat menutupi semua ini dari kalian.”“Tapi nyatany