Setelah berpakaian rapi, Arjun dan Olivia keluar dari kantor dengan wajah datar, berusaha menjaga sikap profesional di depan staf yang sesekali melirik mereka. Namun, di balik wajah dingin Arjun, ada bara yang terus menyala sejak percakapan panas di ruangannya tadi. Tanpa banyak bicara, Arjun segera mengantar Olivia ke mobilnya, menginjak pedal gas dan melaju menuju mansion tempat mereka biasa bertemu secara rahasia. Di sepanjang perjalanan, Olivia masih tampak tenang, sesekali melirik ke arah Arjun yang rahangnya mengeras, menahan amarah dan hasrat yang bercampur aduk. Olivia tahu, malam ini akan panjang, dan Arjun tidak akan melepaskannya dengan mudah. Begitu tiba di mansion, Arjun menarik Olivia keluar dari mobil tanpa sepatah kata. Tangannya mencengkeram lengan Olivia erat, mengarahkannya ke dalam rumah mewah itu. Pintu depan terbuka dengan suara keras, dan tanpa basa-basi, Arjun langsung menyeretnya ke kamar utama yang menjadi tempat rahasia mereka selama ini. Begitu pintu
Siang itu, Olivia duduk di sebuah kafe mewah di pusat kota, menunggu Elvira. Dia sudah menduga bahwa Elvira akan mulai curiga. Setelah berminggu-minggu bermain api dengan Arjun dan mengatur setiap gerakan agar tampak tidak mencolok, Olivia yakin, pada akhirnya, istri sah itu pasti akan menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Dan kali ini, Olivia siap. Elvira muncul dengan langkah cepat, wajahnya tegang. Mata tajamnya langsung menatap Olivia yang duduk santai di sudut kafe, mengenakan gaun elegan yang tampak mencolok, bahkan untuk pertemuan yang seharusnya ‘kasual’. Olivia tersenyum tipis begitu melihat Elvira mendekat, dan tanpa menunggu sapaan, Elvira langsung duduk di hadapannya dengan tatapan menusuk. "Jadi, kamu pikir aku nggak akan tahu?" suara Elvira bergetar, amarah jelas mengalir di setiap katanya. Tangannya terkepal di atas meja, seolah siap meledak kapan saja. Olivia menatap Elvira dengan tatapan yang tenang, bahkan sedikit mengejek. "Tahu apa?" jawab Olivia dengan nad
Di ruang tamu megah mansion keluarga Arjun, Elvira duduk bersama kedua mertuanya, mencoba menjaga ekspresi tenang meskipun dalam hati dia merasa gelisah. Orang tua Arjun tampak santai, menikmati teh sore sambil berbincang ringan. Namun, Elvira tahu waktunya untuk berbicara sudah tiba. "Mama, Papa," Elvira memulai dengan nada lembut namun tegas, matanya sedikit menunduk seolah-olah sedang berpikir. "Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan... tentang Olivia." Mama Arjun, seorang wanita anggun berusia senja dengan rambut disanggul rapi, menoleh dengan alis terangkat sedikit. "Olivia? Sekretaris Arjun?" tanyanya sambil meletakkan cangkir tehnya. "Kenapa dengan dia, sayang?" Elvira menelan ludah, mencoba menahan keresahan yang semakin besar di dalam dirinya. "Aku nggak tahu, Ma, tapi... aku merasa ada sesuatu yang nggak beres dengan Olivia. Dia terlalu dekat dengan Arjun akhir-akhir ini, dan aku khawatir..." Papa Arjun, yang duduk di samping istrinya, memandang Elvira dengan tatapan p
Di siang yang cerah itu, Olivia berjalan-jalan di sepanjang jalanan kota, menatap deretan toko dengan penuh minat. Dia tersenyum puas, berpikir tentang bagaimana kejutan kecil yang akan dia bawa ke mansion keluarga Arvendra bisa mempengaruhi Elvira. Tanpa berpikir panjang, dia masuk ke salah satu toko makanan mewah dan memilih aneka buah segar, cokelat mahal, dan camilan kesukaan ibu Arjun. Setelah semua tersusun rapi di dalam tas belanjanya, Olivia bergegas menuju mansion dengan senyum penuh makna. Sesampainya di mansion, dia langsung disambut hangat oleh pelayan dan langsung dipersilakan masuk. Elvira, yang sejak tadi menemani ibu Arjun di ruang tamu, tak menyangka akan melihat sosok Olivia muncul dengan senyuman manis dan bungkusan di tangannya. Perasaan cemburu bercampur kesal mulai membakar hati Elvira. "Olivia! Kamu datang membawa oleh-oleh?" seru ibu Arjun sambil tersenyum lebar, tampak senang dengan perhatian yang Olivia tunjukkan. "Iya, Tante. Aku lihat tadi ada toko ya
Elvira berusaha mengalihkan pikirannya dengan pergi menemui teman-teman sosialitanya di sebuah kafe mewah yang sering mereka kunjungi. Begitu tiba, ia disambut hangat oleh teman-temannya—Laura, Karina, dan Siska—yang sudah berkumpul sambil menikmati kopi dan berbincang santai. “Elvira! Lama sekali nggak ikut nongkrong sama kita,” sapa Laura dengan senyum lebar. “Apa kabar? Terakhir dengar kamu sibuk banget sama keluarga.” Elvira tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. “Ya, akhir-akhir ini banyak urusan rumah yang harus aku urus,” jawabnya santai. “Makanya baru sempat ketemu kalian sekarang.” Karina, yang memang suka bergosip, segera mengarahkan obrolan ke topik yang lebih hangat. “Eh, kamu tahu nggak, Vi? Di acara keluarga minggu lalu, aku lihat seorang wanita muda yang cantik banget. Katanya sih, dia dekat sama keluarga Arjun.” Elvira langsung merasakan jantungnya berdegup lebih kencang mendengar itu. “Oh, kamu maksud Olivia?” tanyanya sambil berusaha tenang.
Keesokan paginya, saat keluarga Arvendra berkumpul di ruang makan untuk sarapan, Olivia turun dengan tampilan yang segar dan senyum mengembang di wajahnya. Ia menyapa semua orang dengan hangat, terutama ibu Arjun yang duduk di sisi kepala meja. "Selamat pagi, Tante, semuanya," Olivia menyapa dengan ramah, seolah sudah bagian dari keluarga. Ibu Arjun tersenyum dan mempersilakannya duduk. "Pagi, Olivia. Bagaimana tidurmu semalam? Semoga kamarnya nyaman," tanya ibu Arjun dengan perhatian. "Nyaman sekali, Tante. Terima kasih sudah menjamu saya dengan baik," jawab Olivia sopan, sesekali melirik Elvira yang duduk di seberang meja dengan ekspresi kaku. Elvira, yang sudah tak tahan melihat Olivia merasa begitu betah, meletakkan sendoknya agak keras ke piring dan tersenyum kecil namun penuh sindiran. "Ya, untungnya kamar tamu di sini memang disiapkan untuk tamu-tamu khusus, kan?" Nada Elvira terdengar halus, tapi siapa pun bisa menangkap sarkasme di baliknya. Arjun yang duduk di samp
Ketika Arjun bersiap mengantar Olivia pulang, Elvira muncul dari balik pintu dengan wajah penasaran, matanya menyipit seolah berusaha membaca suasana. "Aku ikut," ujar Elvira sambil meraih tasnya. Namun, langkah Elvira tiba-tiba terhenti ketika suara mertua terdengar di belakangnya. "Elvira, bukannya kamu bilang ingin berbicara denganku tentang acara amal nanti?" Nada suara ibu Arjun lembut namun tegas, seperti sengaja menahan Elvira agar tetap tinggal di mansion. Elvira menoleh, sedikit enggan, namun ia tak bisa menolak permintaan mertuanya. "Baiklah, Bu. Kita bisa membahasnya sekarang," balasnya dengan senyum yang dipaksakan, meski sorot matanya masih menatap Olivia dengan tajam. Olivia yang berdiri di samping Arjun hanya mengangkat alis, menyembunyikan senyum puas di balik wajah polosnya. "Saya akan segera pulang, Tante. Terima kasih atas keramahan keluarganya hari ini." Ibu Arjun mengangguk ramah. "Kamu selalu diterima di sini, Olivia." Elvira hanya menghela napas kesal,
Keesokan harinya, Arjun dan Olivia kembali pada rutinitas mereka, tetap menjaga rahasia hubungan mereka. Arjun tiba di kantor lebih awal dari biasanya, sementara Olivia menyusul tak lama kemudian, masuk dengan senyum penuh percaya diri. Namun, ketegangan terasa saat mereka bertemu pandang di tengah lobi kantor. Meski harus berpura-pura profesional, ada ketertarikan yang sulit disembunyikan. Saat jam makan siang, Arjun mendekati Olivia dengan ekspresi tenang. “Ada yang perlu kubicarakan denganmu di ruanganku. Bisa datang sebentar?” katanya dengan nada datar, seolah sedang mengatur urusan pekerjaan. Olivia mengangguk, kemudian bergegas menuju ruangan Arjun beberapa menit kemudian. Setelah pintu tertutup rapat, senyum di wajah Arjun perlahan berubah menjadi senyuman nakal, menunjukkan sisi yang hanya Olivia yang tahu. “Apa kau siap dengan rencana kita akhir pekan ini?” tanyanya sambil mendekat, pandangan matanya hangat namun penuh tekad. “Tentu saja,” jawab Olivia, mendekatkan diri
Di sisi lain, Elvira duduk di meja kerja kecil di apartemennya yang kini jauh dari kemewahan mansion yang dulu ia tinggali bersama Arjun. Pandangannya tajam menatap layar laptop di depannya, sementara tangannya sibuk mengetik pesan-pesan singkat yang ia kirim ke beberapa kenalannya. Elvira bukan tipe wanita yang menyerah begitu saja. “Arjun mungkin mengira dia sudah menang,” gumamnya dengan senyum sinis. “Tapi dia lupa siapa aku. Aku nggak akan berhenti sampai semuanya hancur, termasuk dia dan Olivia.” Dia membuka folder di laptopnya, di mana ada beberapa dokumen lama tentang bisnis keluarga Arjun. Di sana terdapat beberapa laporan yang belum pernah ia gunakan sebagai senjata. Senyumnya semakin melebar. “Semua ini akan aku manfaatkan.” Telepon di mejanya berbunyi, mengalihkan perhatian Elvira. Dia menjawab dengan nada dingin, "Halo?" "Elvira, apa kau yakin dengan rencanamu ini?" suara seorang pria di ujung telepon terdengar ragu. "Jika ketahuan, ini bisa menghancurkanmu." El
Arjun menatap Olivia dengan intensitas yang dalam, matanya seolah ingin menyampaikan semua yang ada di hatinya tanpa kata. Dia mengangkat tangan, menyentuh wajah Olivia yang sembab, ibu jarinya menyapu lembut sisa air mata yang masih mengalir di pipinya. "Olivia," suaranya terdengar rendah, namun sarat emosi. "Kamu adalah istriku. Wanita yang kupilih untuk hidup bersamaku, untuk menjadi ibu dari anakku. Aku tahu masa lalu kita tidak sempurna, tapi aku juga tahu kita bisa menciptakan sesuatu yang lebih baik ke depan." Olivia menggigit bibirnya, merasa hati kecilnya mencelos mendengar kata-kata itu. "Tapi, Arjun... aku menyakitimu. Aku... aku memanfaatkanmu. Bagaimana bisa kau tetap mencintaiku setelah semua itu?" Arjun tersenyum tipis, senyuman yang penuh luka namun juga kejujuran. "Karena aku tahu kamu lebih dari sekadar kesalahan itu. Aku tahu, Olivia, bahwa di balik dendammu, ada hati yang terluka. Dan di balik semuanya, aku melihat kebaikanmu. Kamu mencintai dengan cara yang
Di sisi lain, Elvira menonton video klarifikasi Arjun dengan wajah tegang. Tangannya gemetar saat memegang ponselnya, dan mata tajamnya menyipit penuh amarah. Suara Arjun yang tegas dalam video itu terasa seperti tamparan keras baginya, menegaskan bahwa ia telah kehilangan kendali atas narasi yang selama ini ia kuasai. “Beraninya dia,” desis Elvira dengan suara rendah namun penuh kemarahan. Ia melemparkan ponselnya ke atas sofa dan berdiri, berjalan mondar-mandir di ruang tamunya yang luas dan mewah. Di sekitarnya, segala sesuatu terlihat sempurna, tetapi hatinya penuh kekacauan. “Arjun tak bisa lolos begitu saja, dan Olivia...” Elvira mengepalkan tangannya, ingatan tentang penghinaan yang ia terima di depan semua orang membuat darahnya mendidih. “Aku tidak akan membiarkan kalian bahagia. Kalian pikir kalian sudah menang? Tidak semudah itu.” Ia segera meraih telepon lain di meja dan menekan nomor yang sudah dihafalnya. Suara seorang pria menjawab dari seberang sana. “Kau masih
Setelah beberapa saat terdiam, Olivia mengatur napasnya, berusaha mengontrol emosinya yang meluap setelah mendengar pernyataan Elvira. Suasana di ruang kerjanya terasa berat, dan pikirannya mulai mengembara pada segala hal yang telah terjadi. “Aku tahu kamu marah, Arjun,” kata Olivia dengan suara lebih tenang namun penuh makna. “Tapi kita tidak bisa membiarkan semua ini merusak apa yang sudah kita bangun bersama. Kita harus bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan.” Arjun, yang berada di sisi lain telepon, terdiam sejenak. Bisa terdengar bagaimana nafasnya tertahan, seolah berat untuk mengatakan apa-apa lebih lanjut. “Aku tidak pernah menyangka akan sampai seperti ini,” ucapnya, suara penuh penyesalan. “Dia… dia yang dulu aku anggap sebagai pasangan hidupku, kini semua ini hancur karena wanita itu.” Olivia bisa merasakan emosi Arjun yang meluap, dan meskipun dia tahu betapa sulitnya keadaan ini, dia tetap berusaha memberikan dukungan. “Kamu tidak sendirian, Arjun. Aku ada di
Namun, di tempat lain, Elvira duduk di ruang tamu apartemennya yang suram. Wajahnya dipenuhi amarah yang mendidih di dalam hatinya. Ia memandangi foto Arjun di ponselnya, senyum mantan suaminya terasa seperti ejekan yang tak henti-henti mengganggu pikirannya. Di tangannya, secarik kertas dengan informasi yang baru saja ia dapatkan dari seseorang yang ia bayar mahal. “Olivia... kau pikir kau menang?” gumamnya, nada suaranya penuh kebencian. Ia menggigit bibirnya hingga nyaris berdarah, menggenggam kertas itu erat seolah bisa menghancurkan lawannya hanya dengan kekuatan genggamannya. Ponselnya berbunyi, menampilkan nama seorang pria yang telah lama menjadi sekutunya dalam bayang-bayang. Dengan senyum miring, Elvira mengangkat panggilan itu. “Sudah kudapatkan semua yang kau minta, Elvira,” kata suara pria itu dari seberang. “Ini akan menghancurkan reputasinya habis-habisan.” “Bagus,” Elvira menarik napas panjang, berusaha menenangkan degup jantungnya yang melaju cepat. “Kirimkan
Arjun menatap Olivia yang berdiri di sampingnya. Wajahnya terlihat lelah namun berseri-seri. Sentuhan angin lembut menggoyangkan helai rambutnya yang jatuh di sekitar wajah. Arjun mendekat dan membenarkan rambut itu di belakang telinga Olivia. "Terima kasih sudah ada di sisiku, Olivia," ucap Arjun dengan suara dalam yang dipenuhi perasaan. Dia menggenggam tangan Olivia dengan erat. "Aku tahu perjalanan kita tidak mudah. Tapi, aku berjanji akan selalu ada untukmu dan anak kita." Olivia menatap Arjun dengan mata berkaca-kaca. Ada perasaan hangat yang menjalar di dalam dadanya. Selama ini, ia pikir kekuatan dan keteguhan hati yang ia miliki cukup untuk melindungi dirinya sendiri, namun bersama Arjun, ia merasa aman dengan cara yang tak pernah ia duga. “Aku juga berterima kasih, Arjun,” jawab Olivia dengan suara yang sedikit bergetar. “Aku tahu awalnya aku salah, banyak hal yang kulakukan karena rasa sakit dan kemarahan. Tapi, kau tetap di sini, mencintaiku dengan segala keburukanku
Upacara berlangsung dengan khidmat, diiringi oleh alunan musik lembut yang mengisi seluruh ruangan. Beberapa tamu sudah menitikkan air mata haru, termasuk mama Arjun yang sesekali menghapus sudut matanya dengan saputangan putih. Arjun berdiri tegap di sisi Olivia, tangannya tak pernah lepas menggenggam jemari wanita itu. Dia menyampaikan setiap kata dengan ketulusan yang mencerminkan cinta dan komitmennya. “Olivia, sejak hari pertama kita bertemu, aku tak pernah menyangka akan sampai di titik ini. Kau mengajarkanku arti cinta yang sesungguhnya, kau membuatku berani melawan rasa takut dan keraguan. Mulai hari ini, aku berjanji akan selalu melindungimu, menjagamu, dan mencintaimu tanpa syarat,” ucap Arjun dengan suara bergetar, matanya lurus menatap Olivia yang tampak menahan air mata. Olivia menghela napas, merasakan detak jantungnya berdegup cepat. Dia menatap Arjun dengan mata yang berbinar penuh emosi. “Arjun, kau adalah satu-satunya yang mengerti luka dan perihku, kau yang teta
Olivia duduk di sofa ruang tamu, tangannya mengusap lembut perut buncitnya yang semakin terlihat. Arjun duduk di sampingnya, merangkul pundaknya dengan penuh perhatian. Di seberang ruangan, mama Arjun tampak sibuk berdiskusi dengan para staf rumah tentang dekorasi, makanan, dan musik untuk pesta pernikahan yang akan digelar. “Aku tidak percaya, hanya tinggal beberapa hari lagi,” bisik Arjun sambil menatap Olivia dengan tatapan lembut. Matanya berbinar penuh kasih dan rasa syukur. Olivia tersenyum, meski ada sedikit kelelahan di wajahnya. “Ya, rasanya semua berjalan begitu cepat. Aku bahkan tak menyangka akan berada di sini, merencanakan pernikahan denganmu,” ujarnya, suaranya bergetar pelan. Arjun menggenggam tangan Olivia erat. “Ini nyata, Liv. Dan aku ingin memastikan semuanya sempurna untukmu dan bayi kita,” katanya tegas. Olivia tertawa kecil, berusaha meredakan ketegangan. “Asal kita bersama, aku yakin semua akan baik-baik saja, Jun.” Mama Arjun melirik ke arah mereka b
Olivia meneguk jus buahnya perlahan, menikmati kesegaran yang membasahi tenggorokannya. Di sekelilingnya, suasana semakin akrab. Arjun duduk di sampingnya, sesekali meremas tangan Olivia dengan lembut, seolah memastikan kehadiran wanita yang dicintainya itu nyata. Papa Arjun yang sejak tadi diam akhirnya angkat bicara. "Olivia, aku mengerti banyak hal telah terjadi di antara kita. Tapi aku berharap, mulai sekarang semuanya bisa berubah menjadi lebih baik. Demi Arjun, dirimu, dan... cucu kami." Olivia terdiam sejenak, menatap Papa Arjun dengan mata yang berkaca-kaca. "Saya mengerti, Pa. Saya berjanji akan melakukan yang terbaik untuk keluarga ini dan untuk masa depan anak kami." Mama Arjun menyentuh lengan Olivia dengan lembut, memperkuat pesan suaminya. "Kami hanya ingin melihat Arjun bahagia, dan dari apa yang kami lihat sekarang, kamu juga membawanya kebahagiaan itu. Jangan pikirkan yang sudah-sudah, mari kita mulai lembaran baru." Arjun mengangguk pelan, menatap kedua orang