“Baiklah kalau begitu. Deris, kau bisa pergi sekarang dan aku akan menghubungimu lagi nanti,” titah Ramon kepada Deris dengan sorot mata yang tajam.Sepertinya Deris tahu apa yang dimaksud oleh Ramon dengan tatapan matanya itu. Sebagai seorang pria, mana mungkin Deris juga tidak tertarik pada Vania. Wanita itu selalu tampil dengan pakaian mini seakan dia bekerja di sini untuk memuaskan mata para lelaki. Atau mungkin saja dia memang berniat menggoda Ramon agar bisa mendapatkan keuntungan dari semua itu nantinya.“Baik, Tuan Muda. Aku permisi dulu,” sahut Deris dengan membungkukkan setengah badannya ke arah Ramon.Ramon tidak lagi menyahut dan kemudian tatapannya beralih pada Vania. Deris sudah pergi dari ruangan itu dan Ramon kembali mengunci ruangannya dengan remot yang ada di atas meja kerja. Dia tahu, Vania sangat mengincar dirinya dan sengaja terus memancing dirinya. Dia jauh berbeda dengan Vero dan terus terang saja itu membuat Ramon tidak suka.“Kau tinggal di mana, Vania?” tanya
Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Ramon padanya itu, jelas pipi Vania memerah karena malu saat ini. Dia tidak pernah mendapatkan kata-kata yang vulgar secara langsung seperti itu dari pasangannya atau rekan ranjangnya. Akan tetapi, dia tidak begitu memikirkannya karena dia tahu saat ini Ramon juga sudah sangat bergairah padanya."Anda terlalu mahir, Tuan Muda. Itu sebabnya dia basah terlalu dini." Vania masih bisa menjawab dengan santai sambil menggoyangkan pinggulnya dan membuat Ramon tersenyum tipis."Sepertinya, kau yang sudah terlalu bergairah terlebih dahulu. Aku tidak begitu memikirkan hal itu untuk saat ini dan seharusnya semua ini memang tidak terjadi terlalu cepat. Aku masih sabar jika harus menunggu sampai nanti sore," ungkap Ramon kepada Vania dan kali ini wajah wanita itu memerah karena malu mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Ramon."A-apa maksudnya, Tuan Muda? Apakah Anda tidak menginginkan semuanya sekarang?" tanya Vania dengan wajah yang canggung."Aku ras
“Aku tahu di mana Vero berada sekarang, tapi aku tidak mungkin mengatakannya pada siapapun. Biarlah semuanya menjadi rahasiaku saja dan sepertinya Vero aman di sana,” batin Luna berkata dan kemudian dia membuang napasnya dengan kasar.Luna melanjutkan pekerjaannya dan saat itu juga Ramon keluar dari ruangannya. Seperti yang Luna katakan kepada Vania tadi, saat pergi bekerja di luar perusahaan, Ramon selalu pergi bersamaan dengan Vero. Atau mereka akan sama-sama keluar dari ruangan itu dengan membawa tumpukan file yang akan digunakan untuk bahan rapat.Tidak seperti yang Vania banggakan tadi demi bisa menarik perhatian dan simpatik Ramon. Dia rela menunggu dari pada ditunggu. Sungguh perlakuan yang tidak sama dengan yang pernah Ramon berikan kepada Vero. Akan tetapi, sampai saat ini Luna masih tidak tahu jika Vero dan Ramon ada skandal panas selama ini.“Apa yang sedang kau kerjakan, Luna?”“Aku? Seperti biasa, Tuan Muda. Aku sedang menyusun daftar pengeluaran kita bulan ini. Sebentar
Ramon sudah pergi ke mobil dan meninggalkan Luna di tempatnya berdiri. Wanita itu masih diam tak bergeming mendengar bisikan yang baru saja dilontarkan oleh Ramon. Di mana hal itu tentu saja membuat Luna merasa bahwa persahabatannya dihargai dengan uang oleh Ramon.“Aku tidak akan pernah menukar kepercayaan yang diberikan Vero dengan uang atau tawaran apapun yang diberikan oleh tuan muda,” batin Luna yang sudah mantap dengan keputusannya.Setelah itu, Luna melanjutkan kembali pekerjaannya dan tidak ingin lagi memikirkan tentang yang ditawarkan oleh Ramon tadi. Sementara pria yang saat ini sudah berada di dalam mobil bersama dengan Vania, masih bermuka masam.“Apa yang membuat Anda begitu murung, Tuan Muda?” tanya Vania memberanikan diri.“Bukan urusanmu, Vania! Sebaiknya, jangan terlalu mencampuri urusan pribadiku hanya karena aku berbuat sedikit baik padamu,” jawab Ramon yang dengan jelas memberikan peringatan itu pada Vania. Dengan susah payah, Vania menenggak ludahnya karena merasa
Senyum dari sudut bibir pria itu tersungging dengan jelas di depan mata kepala Vania. Hal yang selama ini sudah biasa dilakoninya, kini terjadi lagi di depan mata. Akan tetapi, jelas Vania sadar di mana dia sekarang dan datang bersama siapa. Dia lebih tidak ingin lagi jika Ramon marah padanya karena berhubungan dengan orang lain.“Ternyata, kau sangat pandai, Sayang. Aku yakin, kita bisa saling menguntungkan jika bekerja sama nanti,” ucap pria yang belakangan diketahui bernama Thomas. Adik kandung dari Tommy – pemilik perusahaan yang didatangi Vania bersama Ramon saat ini.“Tentu. Aku hanya mencari di mana keuntungan dan nasib baik berpihak padaku,” sahut Vania dengan senyum yang menggoda dan menawan.“Kalau begitu, kau bisa menemui aku malam ini?”“Malam ini? Sepertinya aku tidak bisa, karena aku sudah lebih dulu membuat janji dengan bos ku untuk sore ini. Kau tahu bukan, sore itu sangat panjang.”Vania berkata sembari menggeluskan lagi tangannya pada benjolan di balik celana kain be
Mendengar ucapan Ramon itu, jujur saja hati Vania merasa sakit. Dia tidak suka dibandingkan dengan wanita lain, apalagi dengan Vero seperti yang baru saja dikatakan oleh Ramon padanya. Namun, mana mungkin Vania berani membantah atau melakukan protes pada Ramon.“Aku juga tidak berpikir bisa menyaingi dia di hatimu, Tuan Muda.” Vania jelas mengatakan itu dengan penuh penekanan.“Bagus kalau kau tahu itu! Dan sebaiknya, cukup kau saja yang tahu kalau kau masih tetap ingin aman di sisiku!” balas Ramon dengan nada yang jelas terdengar seperti sebuah ancaman.“Tentu, dengan senang hati, Tuan Muda.”“Aku harus bertemu dengan Tommy sekarang. Kau bawa semua bahan persentase yang dibutuhkan dan ikuti aku. Jangan sampai kau tersesat karena kantor ini pasti belum pernah kau masuki sebelumnya.”“Baik, Tuan Muda.”Vania mengemasi semua yang tadi dia bawah dan memeluknya di depan dada. Sebagian lagi di dalam tas yang juga dia sandang dan tentu saja dia mengikuti langkah Ramon yang berjalan di depan
Melihat apa yang sekarang ada di depan layar itu, mata Ramon memanas dan spontan dia menggebrak meja. Di sana jelas diperlihatkan bagaimana dia sedang menghujamkan kejantanannya pada seorang wanita. Dia adalah wanita yang kini tidak lagi duduk di sampingnya.“Matikan itu sekarang juga!” titah Ramon dengan nada membunuh.“Ckckck ... kenapa kau begitu emosi, Tuan Ramon? Sepertinya, kau tidak suka menonton film panas seperti ini!” seru Thomas yang sengaja memprovokasi Ramon.“Aku bilang cepat matikan itu! Atau aku tidak akan segan-segan membuat kalian semua dalam masalah!” ancam Ramon pula dengan penuh penekanan.“Kenapa aku harus menuruti kata-katamu itu, Tuan Ramon? Aku di tempatku dan aku memutar film yang aku beli dari seseorang. Jadi, apa masalanya?” tanya Tommy yang kali ini tidak bisa diam lagi.“Jadi, ini maksud kalian berkumpul dan membuat pertemuan hari ini? Aku pikir, seorang CEO Tom’s Kebab adalah seorang pria dewasa yang tidak suka bermain picik. Tapi, ternyata kau hanya seo
Pekikan Thomas semakin membuat Tommy menjadi sangat penasaran dengan hal itu. Tidak pernah sebelumnya Thomas terlihat begitu takut pada seseorang, apalagi itu hanyalah seorang rekan bisnisnya saja.“Silakan putar, karena aku ingin melihatnya.” Tommy berkata dengan suara yang dalam dan terdengar begitu mencekam.Thomas menggeleng ke arah Ramon dengan raut penuh permohonan dan seperti menghiba. Dia tidak bisa membayangkan jika Ramon benar-benar memutar video itu dan kemudian membuatnya terlihat oleh semua orang yang ada di sini, terutama oleh Ramon.“Aku mohon jangan lakukan itu. Aku bisa malu, Kak!” pinta Thomas pada Tommy dengan nada memohon.“Kenapa kau harus malu, kalau itu memang hanya permainanmu dengan wanita bayaran atau wanita panggilan? Biasanya kau tidak pernah sepecundang ini, Thom!” ungkap Tommy pada Thomas dengan nada heran dan sedikit curiga.“Tapi ... i-ini ceritanya beda. Ada hal yang tidak boleh diketahui oleh publik saat ini, Kak. Aku berjanji akan memberitahumu nanti
Mereka sudah sampai di rumah sakit dan langsung mencari keberadaan Petrus dan juga Rayhan. Vero adalah yang paling panik karena Rayhan ternyata tidak ada di sana. Lelaki itu sudah langsung dipindahkan dan diberangkatkan menggunakan jet pribadi ke Amerika.Sementara Petrus sudah melewati masa-masa kritisnya dan hal itu membuat Alesha merasa tenang. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk Vero saat ini selain memberikan penghiburan saja. Petrus juga tidak berani mengatakan di mana alamat Rayhan dirawat di Amerika kepada Vero.“Sayang ... tenang dan sabarlah menunggu. Semoga ada kabar baik tentang Rayhan sebentar lagia dari dokternya,” ucap Alesha yang ingin menghibur Vero dalam hal ini.Sudah tiga hari sejak Petrus sadarkan diri dan masih dirawat dengan intensif di rumah sakit itu. Alesha selalu menemani suaminya itu tanpa henti dan begitu pula Vero yang setiap hari datang ke sana untuk mencari tahu kabar tentang Rayhan.“Aku akan sabar menunggu dan tidak akan bosan datang ke sini untuk b
Tubuh Vero merosot ke lantai aspal saat mendengar yang baru saja dikatakan dan dijelaskan oleh Alesha. Dia sudah keluar dari dalam mobil dan mencoba menenangkan Alesha yang tampak sangat cemas dan juga takut. Akan tetapi, saat ini justru dia lah yang tampak paling terguncang.“Vero, ayo bangun! Ayo kita periksa mereka ke rumah sakit. Aku tidak bisa tenang sampai kau datang. Tadinya, aku ingin pergi terlebih dahulu karena tidak sabar menunggumu. Tapi, aku rasa kita memang harus pergi bersama,” ungkap Alesha pada Vero dengan banjir air mata saat ini.“Katakan padaku bahwa semua ini tidak benar, Al. Katakan sekali lagi bahwa kabar ini semuanya bohong. Dia hanya ingin membuatku merasa bersalah dan kembali padanya. Bukan kah begitu?” tanya Vero pula dengan deraian air mata tak berhenti sejak tadi.Alesha masih berusaha membujuknya untuk berdiri, karena saat ini Vero masih duduk di lantai aspal yang keras. Panasnya aspal itu tidak lagi dirasakan oleh Vero karena pikirannya entah sudah ke ma
Sebenarnya Vero mengetahui semua itu dari mulut Rayhan langsung ketika pria itu mabuk dan pertama kalinya mereka bertemu lagi setelah lima tahun berpisah. Vero tidak punya alasan untuk tidak percaya pada semua yang diucapkan Rayhan pada saat itu.Jadi, dia mengatakan yang sebenarnya kepada William saat ini karena merasa putranya berhak tahu yang sesungguhnya. Tidak ada lagi dusta yang ingin Vero rajut dalam hidupnya saat ini. Terlalu banyak kebohongan dan juga kepalsuan sehingga membuatnya menjadi tidak berdaya.“Sekarang, apa yang terjadi pada ayahku itu?” tanya William setelah beberapa saat mereka saling berdiam diri di dalam kendaraan roda empat itu.“Dia pingsan dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tapi, dia memang sedang dalam keadaan yang tidak baik sejak kemarin.” Vero menjawab dengan tegas dan juga keyakinan penuh.“Dari mana Mami tahu kalau dia dalam keadaan yang tidak sehat?” tanya William mulai menginterogasi ibunya itu.“Aku merawatnya semalaman, Willy! Aku ada di
“Kau mau ke mana?” tanya Marco dan menghalangi langkah Vero.“Aku ada urusan penting. Untuk sekali ini, aku meminta tolong padamu untuk menjaga William,” jawab Vero yang hatinya sudah semakin hambar kepada lelaki di hadapannya itu.“Aku melarangmu pergi!” seru Marco dengan nada tegas.“Kau tidak berhak melarangku!” balas Vero pula tak kalah tegas.“Tentu saja aku berhak. Itu ada di dalam surat perjanjian kita di nomor delapan. Pihak pertama berhak meminta atau melarang pihak kedua dalam satu hal yang terjadi di kemudian hari,” jelas Marco membacakan lagi isi perjanjian pernikahan yang sudah mereka tanda tangani bersama.Vero terdiam dan tidak bergeming sedikit pun setelah mendengar penjelasan dari Marco itu. Memang benar seperti yang Marco katakan itu dan tidak bisa dipungkirinya lagi. Namun, tetap saja Vero tidak bisa untuk tidak pergi kali ini karena Rayhan dalam bahaya.Dia tidak tahu apa dan bagaimana keadaan pria itu sekarang dan dari nada bicaranya Alesha tadi, jelas Vero menget
Sebuah tamparan mendarat di pipi Marco untuk pertama kalinya, dan tangan Vero lah yang sudah memberikan tanda kemerahan berbentuk jari di sana. Semua itu reflek dilakukan oleh Vero karena merasa tidak terima dengan ucapan yang dilontarkan Marco.“Kau menamparku, Vero?” tanya Marco tak percaya.Sebelah tangannya menahan rasa perih di pipi yang masih berbekas kemarahan itu. Sedikit meringis menahan rasa sakit yang tidak bisa dipungkirinya, Marco masih menatap nyalang pada Vero.“Itu pantas untuk kau dapatkan, Marc! Ucapanmu itu sudah sangat keterlaluan dan tidak bisa aku terima!”“Bukan kah semua itu benar? Kau sudah bermalam dengannya dan menghabiskan malam penuh gairah bukan? Siapa dia? Dia hanya mantan suamimu dan kau rela memberikan tubuhmu padanya. Lalu, siapa aku? Aku adalah suamimu dan seharusnya aku yang lebih berhak atas dirimu,” ungkap Marco dengan sangat berang menatap Vero.Sekali lagi hati Vero terasa dicabik-cabik saat mendengar ucapan Marco yang tak beralasan itu. Dia mem
“Apa yang terjadi di sana semalaman?”“Tidak terjadi apa-apa. Tolong jangan membahas hal itu lagi, Marc! Aku tidak ingin membahasnya.”“Tapi, aku dan William mencemaskanmu semalaman. Tidak adakah hal yang ingin kau jelaskan pada kami?”“Tidak ada yang perlu dijelaskan dan tidak ada yang perlu kau tahu. Bukan kah sejak awal sudah kita sepakati bahwa tidak akan mencampuri urusan pribadi masing-masing? Aku tidak pernah bertanya hal pribadimu dan tidak pernah ikut campur, Marc. Jadi, tolong jangan melewati batasanmu!” ungkap Vero dengan nada tegas dan baru kali ini dia berbicara seperti itu kepada Marco.Cukup terkejut Marco mendengar ocehan yang dilontarkan oleh Vero beberapa detik lalu itu. Namun, saat ini dia jelas tidak bisa mendebat wanita yang kini duduk di sisi ranjangnya. Marco memang sengaja meminta izin untuk masuk ke dalam kamar Vero untuk berbicara empat mata.Mereka sudah sampai di rumah setengah jam yang lalu dan nyaris tidak ada percakapan selama dalam perjalanan pulang. Ha
“Bagaimana sekarang, Sayang? Aku tidak mau Vero terluka dengan niat Rayhan itu. Aku juga tidak ingin membuat Rayhan tersisksa dengan hubungan mereka yang justru memburuk setelah bertemu dari perpisahan yang sangat lama ini,” ungkap Alesha yang menahan langkahnya di pertengahan anak tangga.“Tenanglah, Sayang. Jangan memikirkan hal yang terlalu jauh untuk saat ini. Mungkin tuan muda hanya merasa emosi saat ini.” Petrus mencoba menenangkan Alesha dari dugaannya itu.“Apa kau pikir dia tidak akan benar-benar merebut Richard dari Vero?” tanya Alesha sedikit ragu.“Aku berharap itu tidak akan terjadi. Tuan muda bahkan tidak melirik putranya sama sekali tadi,” jawab Petrus pula dan mengingat sikap dingin Rayhan pada William tadi.“Itu tidak bisa menjadi acuan bahwa dia tidak peduli dan tidak menginginkan putranya, Sayang.”“Aku akan mencoba untuk membujuknya dan memberikan saran yang lain.”“Saran apa? Aku tahu bahwa Vero adalah wanita yang keras kepala dan dia tidak akan mengubah keputusa
Rayhan menghentikan tangannya yang hendak menuangkan air hangat ke dalam gelas. Sorot matanya tajam menatap ke arah Vero. Wanita itu terlihat begitu terkejut mendapatkan tatapan seperti itu dari Rayhan. Tatapan yang tajam dan seakan ingin mengoyak jantung Vero saat ini juga.“Kau siapa? Beraninya kau memerintahku di rumahku sendiri!” seru Rayhan dengan sinis.Tidak pernah sebelumnya Vero berpikir jika pria itu akan mengatakan hal sekasar itu padanya. Namun, tetap saja Vero tidak boleh gentar dan terlihat begitu lemah. Dia tersenyum tipis pada lelaki yang baru saja ingin dirawatnya sepenuh hati. “Aku memang bukan siapa-siapa di sini. Baiklah, kalau begitu aku akan segera pamit. Aku tidak ingin terlalu lama di sini dan membuat suamiku menunggu!”“Suami yang bahkan tidak pernah menyentuhmu?” tanya Rayhan dengan nada mengejek.“Kau tahu apa tentang rumah tanggaku dengan istriku?” tanya sebuah suara yang entah sejak kapan berada di dalam ruangan itu bersama mereka.Vero mengalihkan pandang
Mata Alesha bergerak ke arah anak tangga dan melihat jika di sana Rayhan sudah berhenti mengayunkan langkah kakinya saat mendengar ucapan Vero tadi. Wajah Rayhan tampak merah padam yang mungkin saja kini sedang merasa marah atau kecewa tingkat tinggi pada Vero.“Jangan katakan itu, Vero sayang. Kau tidak bisa mengeluarkan kata-kata palsu seperti itu, dan aku tahu apa yang sebenarnya kau rasakan!” ucap Alesha berusaha membuat Vero mengubah pengakuannya. Dia ingin Vero akhirnya jujur pada perasaannya sendiri tanpa disadarinya.“Tidak, Alesha. Aku tidak lagi mencintainya dan aku tidak ingin lagi kembali bersamanya. Aku sudah bahagia dengan suami dan putraku saat ini. Aku ingin menjalani hidup yang normal seperti yang selalu aku inginkan sejak dulu. Aku mendapatkan semuanya saat aku bersama Marco,” ungkap Vero pula dan dengan helaan napas yang terasa berat dia memaksakan tersenyum.“Kau hanya merasa nyaman dan tenang karena tidak ada yang menghantuimu dengan status. Tapi, kau tidak pernah