Damien merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, mencoba meredakan gelombang panas yang memenuhi tubuhnya. Bayangan adegan panas di kamar sebelah terus bermain di benaknya, wajah cantik Miranda yang tengah merintih kenikmatan terus memenuhi pikirannya, membuat miliknya seakan meronta di dalam celana.
“Ah, Tyler… apa kamu bisa sehari saja tanpa melakukan itu?” desis Damien dalam hati sambil menutup mata, mencoba meredakan ga irahnya yang memuncak. Dia merasakan denyut-denyut yang tidak bisa dia kendalikan.
Setelah beberapa saat mencoba meredakan diri, Damien akhirnya membuka mata dan bangkit dari tempat tidur. Dia merasa tidak bisa duduk diam, pikirannya terus dipenuhi oleh adegan yang baru saja dia saksikan.
Damien yang awalnya hendak mengajak Tyler makan malam di restoran hotelnya, memutuskan untuk makan malam di kamarnya saja. Dia tahu Tyler pasti tidak akan menyelesaikan pertarungan panasnya dengan Miranda dalam waktu cepat. Dengan langkah tergesa, Damien beranjak menuju meja kecil yang ada di sudut kamar, lalu mengambil telepon untuk menghubungi resepsionis hotel.
"Selamat malam, Tuan Damien. Ada yang bisa saya bantu?" sapa seorang resepsionis dengan suara ramah.
"Selamat malam, tolong bawa makan malam ke kamarku. Aku ingin beberapa hidangan spesial," ucap Damien sambil menyebutkan hidangan yang diinginkan.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara pintu kamar Damien di ketuk, dia segera bangkit dari duduknya dan membuka pintu kamarnya, Damien sedikit terkejut tatkala mendapati jika Resepsionis yang dia hubungi tadi yang mengantarkan pesanannya.
Damien mempersilakan resepsionis cantik itu masuk, resepsionis itu tersenyum ramah dan mendorong troli berisi makanan memasuki kamar mewah yang di tempati Damien.
Damien berdiri di dekat pintu, memandangi resepsionis yang sedang sibuk mengatur hidangan di atas meja. Resepsionis itu memiliki paras cantik, kulitnya yang halus dan rambutnya yang terurai panjang menambah pesona. Bentuk tubuhnya terlihat indah, dengan dua bongkahan indah di bagian dadanya yang menonjol membuatnya sulit diabaikan.
Damien tiba-tiba membayangkan resepsionis itu tengah berbaring di atas tempat tidur tanpa sehelai benang pun. Fantasi liar memenuhi pikirannya, merintih kenikmatan seperti Miranda, di mana dirinya mendaki puncak kenikmatan bersama sang resepsionis. Ga irahnya kembali memuncak, dan dia berusaha keras untuk mengendalikannya.
Nafas Damien kian memburu, dia perlahan menutup pintu kamarnya tanpa sang resepsionis sadari dan menguncinya. Dengan langkah ringan, dia mendekati meja di mana resepsionis itu sibuk mengatur hidangan.
Damien tidak bisa lagi menahan desakan ga irahnya, dia memegang kedua lengan resepsionis itu dengan lembut. Resepsionis itu menoleh padanya dengan raut muka bingung, namun senyum Damien yang penuh ga irah menutupi kebingungannya.
"Pa… Pak Damien," ucap resepsionis cantik itu dengan raut wajah gugup.
Resepsionis itu tersentak kaget, namun tidak menolak ketika Damien membalik tubuhnya dan langsung mencium bibirnya. Awalnya, dia terkejut, tetapi segera merespons ciuman dari Presdirnya itu.
Tangan Damien menjelajahi lembut tubuh resepsionis itu, menyisir setiap lekuk yang memikat. Damien merasakan napas resepsionis itu yang semakin memburu seiring dengan meningkatnya ga irah di antara mereka.
Damien memutuskan ciumannya untuk sejenak menatap mata resepsionis itu, "Siapa namamu?" tanyanya dengan napas yang tersengal.
"Lily.. Pak," jawabnya dengan suara lembut dan mata yang penuh hasrat.
"Lily," ulang Damien, melumat bibirnya kembali dalam ciuman yang penuh nafsu, mereka tenggelam dalam kenikmatan.
Damien perlahan membimbing tubuh Lily menuju tempat tidur, tangannya menelusuri punggung Lily lalu merebahkan tubuh Lily di atas tempat tidur, tangan Damien terus bergerilya di setiap lekukan indah tubuh Lily.
Ciuman yang terjadi pun semakin intens dan liar, tak ada dari mereka yang hendak mengalah, hingga.
"Hah… maaf Lily aku sepertinya kelepasan," ucap Damien yang berusaha keras menjaga kesadarannya agar tidak melampaui batas.
Namun, reaksi Lily sontak membuat ga irah Damien kembali bangkit, Lily tersenyum nakal dengan wajah kemerahan, lalu berkata, "Pak Damien, a… aku tidak keberatan selama itu bisa membuat Pak Damien senang."
Damien sejenak terlihat ragu sebelum kembali membungkuk dan mencium bibir Lily. Namun, ada sedikit keraguan yang terlintas di pikirannya, tidak yakin apakah dia siap menghadapi apa yang akan terjadi.
Lily menyadari hal itu, dia melepaskan ciuman mereka, lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Damien.
"Jangan khawatir, Pak… aku tidak keberatan sama sekali, jadi Pak Damien bisa melanjutkan apa yang Pak Damien ingin lakukan," bisiknya yang langsung menghilangkan semua keraguan Damien.
Lily merasakan napas Damien di kulitnya saat sang Presdir mulai mencium dan menggigit pelan lehernya. Dia mengerang lembut, semakin terang sang oleh sentuhan yang di berikan Damien.
Tangan Damien dengan terampil menanggalkan pakaian Lily, ia melakukan segalanya dengan sentuhan yang lembut, membuat Lily terhipnotis dengan kepiawaian pria tampan itu.
Bahkan tanpa ragu damien mencicipi area sensitif Lily dengan begitu laparnya, membuat Lily memegang kepala Damien dengan kedua tangannya, meremas rambut bagian belakang sang Presdir diiringi desahan tipis yang keluar dari mulutnya.
Matanya menutup rapat, kepalanya mendongak keatas saat Damien terus saja menyentuhnya dengan lembut.
Tak hanya itu, tangan damien un bergerak semakin berani ke area lainnya, dan hal itu membuat Lily semakin menegang dan tanpa malu meloloskan suara-suara yang semakin membangkitkan ga irah sang presdir tampan.
Lily dapat merasakan bagaimana terampilnya Damien menyentuh area sensitifnya, ia seakan ingin lebih dan lebih, bahkan ia menjerit, memohon meminta lebih kepada Damien, saat ia merasakan sesuatu yang menggelikan di dalam perutnya.
“Pa.. Pak… Ahh..” Lily berusaha menahan desahannya, dia menggigit bibir bawahnya sendiri.
Sang Predsir berhasil membuat seluruh tubuhnya gemetar dan bahagia, ia membiarkan Damien melakukan dan melanjutkan apapun yang Presdirnya itu inginkan, karena ia sendiri tak mungkin bisa menolak sentuhan senikmat ini dari seorang pria tampan, bahkan ia berpikir ini seperti mimpi bisa melakukannya dengan Predir tempat ia bekerja, “Oh Pak Damien...”
Bersambung...
Kedua tangan Damien merayap naik menyentuh dua bongkahan indah di dada Lily, memberi remasan kuat, dan jari yang sekali-kali sengaja memainkan dua pucuknya.Mulut Lily meracau tak karauan, desahannya terdengar semakin kuat, hal itu membuat Damien semakin bergairah, begitu Damien mengisap kuat klit Lily, tubuh recepsionis cantik itu kembali bergetar hebat, menjambak rambut Damien dengan kuat, disertai lenguhan panjang yang tak kalah kuatnya. Lily kembali mencapai puncak, dengan skala yang jauh lebih nikmat dari yang pertama.Damien tersenyum puas, mengecup pelan bibir bawah Lily lalu mengarahkan wajahnya sejajar dengan wajah Lily, dia menikmati wajah Lily yang tersenyum puas, lalu mendaratkan ciumannya di bibir Lily, saling melumat penuh nafsu, di sertai suara nafas yang kian memburu.Sambil saling melumat, Damien perlahan membuka celananya, dari balik boxer hitam miliknya terpampang cetakan milik Damien yang sedari tadi seakan sudah meronta minta di keluarkan.Tangan Lily gemetar saat
Damien, pemilik Diamond Rose Hotel, hotel mewah dengan cabang internasional, terbangun dengan kaget. Jantungnya berdegup kencang saat dia menyadari keberadaan seorang wanita di sampingnya. Lily, seorang resepsionis dari cabang Amerika hotel tersebut, tengah tertidur pulas. Damien mengingatkan dirinya pada malam sebelumnya yang membingungkan, ketika nafsu mengambil alih saat wanita cantik itu mengatur hidangan di meja.Dengan hati-hati, Damien berdiri, berusaha tidak membangunkan Lily, dan bergerak menuju handuk kimononya di seberang ruangan. Dia merasa bersalah karena mencampuradukkan urusan bisnis dengan kesenangan pribadinya, terutama dengan seorang karyawan. Damien memeriksa ponselnya, mengetahui bahwa sudah pukul 8 malam. Dia harus bertemu dengan Tyler, tetapi pertama, dia merasa perlu meminta maaf kepada Lily.Damien menarik napas panjang, siap untuk menghadapi kemarahan dari karwayannya itu. Dengan hati-hati, dia membangunkan Lily. Wanita itu membuka mata dengan bingung, menyamb
“Pa… Pak Damien?” sang resepsionis tersentak begitu Damien tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang.Damien tersenyum dan berkata dengan lembut, "Ya, itu aku." Dia mencium leher resepsionis itu, memberi kecupan-kecupan kecil manja di leher sang resepsionis. "Aku sangat senang kamu ada di sini bersamaku." Damien berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam sebelum bertanya, "Siapa namamu cantik?"Resepsionis itu tersipu malu, jantungnya berdegup kencang karena keintiman yang tak terduga. "Ruby... Pak... nama saya Ruby." Suaranya sedikit bergetar.Damien tersenyum, merasakan tubuh Ruby merespons sentuhannya. Dia merapatkan tubuhnya di punggung Ruby, merasakan bongkahan pantat Ruby yang sekal.Bongkahan da da Ruby yang indah terdesak ke dinding lift, didorong oleh Damien yang memeluknya lebih erat dari belakang"Ruby... kamu sangat cantik," bisiknya sebelum mencium leher Ruby sekali lagi. Membuat sang resepsionis mengeluarkan desahan erotis.“Pak….” Desah wanita cantik bermata biru itu.D
Ruby mengangguk pelan, merasakan kehangatan sentuhan Damien menyebar ke seluruh tubuhnya. "Lily bilang itu adalah seks terbaik yang pernah dia lakukan," jawabnya sambil menatap mata Damien. "Dan sekarang aku bisa mengerti mengapa Lily berkata seperti itu.”Tatapan mereka saling bertaut, nafsu Damien kembali berada di puncak, penjelasan Ruby membuat sang presdir sangat berga irah, dia mendekat, bibirnya menempel pada bibir Ruby, udara di dalam ruangan itu semakin kental dengan hasrat saat mereka saling menjelajahi mulut satu sama lain.Ga irah yang telah tersulut di lift tadi berkobar kembali, Damien membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur, meminta Ruby melepas segala sesuatu yang menutupi bagian bawah resepsionis itu, bersamaan dengan itu, dia melepas celana dan dalamannya sendiri, lalu menarik Ruby ke atasnya. Sang resepsionis yang mengerti mengikuti setiap instruksi tak terucap dari sang presdir, desahan tipis terdengar begitu bibir bawahnya menempel di bagian bawah batang sang pr
Satu jam kemudian, Damien sudah berada di dalam mobil menuju bandara, dia menghela nafas lega karena sebentar lagi sudah bisa kembali ke negaranya. Meninggalkan Tyler, bayangan Miranda, dan semua kegilaan yang terjadi bersama resepsionis hotelnya selama dua hari ini.Dia bahkan sengaja lewat pintu bagian samping hotel, untuk menghidari Ruby yang sedang bekerja.Di sampingnya, Henry, GM Manager hotel itu terlihat menemani, dia terlihat sibuk mencatat beberapa nama penting yang harus dia temui besok menggantikan Damien.“Oh Iya, bagaimana dengan permintaanku tadi?” Tanya Damien ke Henry.“Aku sudah memerintahkan Rita, manager marketing untuk menyiapkannya Pak, tapi… aku penasaran, mengapa Pak Damien sampai harus repot-repot membeli dua unit apartemen mewah untuk Lily dan Ruby?” jawab Henry yang sedikit terkejut dengan permintaan Damien.“Hmm… itu…. Itu karena mereka sangat baik kepadaku,” ucap Damien terbata-bata, “Tidak usah memikirkan itu lebih jauh, bagaimana dengan nama-nama yang ku
“Hah... katanya cuma sebentar, ini sudah hampir sepuluh menit, di mana lagi si Tyler itu,” keluh Damien. Ia menghela napas panjang, sedikit kesal karena harus menunggu Tyler yang tak kunjung muncul. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi VVIP di Purple Swan Bar, milik sahabatnya itu. Sudah hampir sepuluh menit berlalu sejak Tyler berjanji akan segera menemuinya, tapi pria itu masih belum menampakkan batang hidungnya.Merasa jengah, Damien pun memutuskan untuk bangkit dari duduknya. Iris matanya menjelajahi seluruh penjuru ruangan, mencari-cari keberadaan salah seorang karyawan bar. Tak lama kemudian, pandangannya tertuju pada seorang pria yang mengenakan seragam karyawan bar itu. Dengan cepat, Damien melambaikan tangan memanggil pria itu.Pria itu pun segera menghampiri Damien, senyum ramah terkembang di wajahnya. "Apa yang bisa saya bantu, Tuan?" tanyanya dengan sopan."Aku mencari Tyler," ujar Damien to the point.Pelayan itu mengangguk paham. "Pak Tyler biasanya berada di ruang kerjanya
Lima belas menit setelah Damien menyaksikan pertempuran panas antara Tyler dan Miranda, Damien yang sudah kembali ke ruangan VIP, terlihat duduk di sofa dengan pandangan kosong, mencoba memproses kegilaan yang baru saja dia saksikan.Pertanyaan bergejolak dalam benaknya, "Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana Tyler bisa sebegitu liar dan tanpa batas?" Damien mencoba mengingat masa kuliah mereka bersama, di mana Tyler memang dikenal sebagai seorang playboy, namun hal ini terasa berbeda.Sejak masa kuliah, Tyler memang sering bergonta-ganti pasangan dan gemar berpesta. Namun, apa yang terjadi tadi melebihi segala bayangan yang pernah Damien miliki tentang sahabatnya itu. Hal yang dia saksikan tadi bukan lagi sekadar kenikmatan biasa tetapi sebuah pertunjukan kegilaan tanpa batas dan melanggar semua norma.Suara pintu yang tiba-tiba terbuka membuyarkan lamunannya. Tyler masuk dengan santainya, seolah-olah tak terjadi apa-apa. Senyuman nakal terukir di wajahnya, seakan merasakan ketidakny
Keesokan harinya, acara peresmian Diamond Rose Hotel akhirnya dilangsungkan. Damien, mengenakan setelan jas mewah berwarna putih, berdiri di depan pintu masuk hotel. Acara tersebut terlihat sangat megah, dekorasi mewah, spanduk besar, dan ratusan karangan bunga ucapan selamat yang terpampang sepanjang mata memandang.Damien ditemani Henry, pria yang Damien tunjuk sebagai General manager, bersama beberapa Departemen Manager, terlihat sibuk menyambut para tamu yang terus berdatangan. Senyum bahagia terpancar dari wajahnya, para tamu di buat terkesima oleh keindahan hotel dan keramahan Damien.Kilatan kamera wartawan menyoroti acara tersebut, merekam setiap detik kemegahan peresmian Diamond Rose Hotel. Parkiran penuh dengan ratusan mobil mewah dari berbagai merek, menciptakan pemandangan yang memukau. Damien terlihat berjabat tangan dengan kenalan ayahnya, berbicara singkat tentang kabar keluarga dan perkembangan bisnis mereka.Damien yang terlihat rapi dan berkelas menjadi pusat perhati
Satu jam kemudian, Damien sudah berada di dalam mobil menuju bandara, dia menghela nafas lega karena sebentar lagi sudah bisa kembali ke negaranya. Meninggalkan Tyler, bayangan Miranda, dan semua kegilaan yang terjadi bersama resepsionis hotelnya selama dua hari ini.Dia bahkan sengaja lewat pintu bagian samping hotel, untuk menghidari Ruby yang sedang bekerja.Di sampingnya, Henry, GM Manager hotel itu terlihat menemani, dia terlihat sibuk mencatat beberapa nama penting yang harus dia temui besok menggantikan Damien.“Oh Iya, bagaimana dengan permintaanku tadi?” Tanya Damien ke Henry.“Aku sudah memerintahkan Rita, manager marketing untuk menyiapkannya Pak, tapi… aku penasaran, mengapa Pak Damien sampai harus repot-repot membeli dua unit apartemen mewah untuk Lily dan Ruby?” jawab Henry yang sedikit terkejut dengan permintaan Damien.“Hmm… itu…. Itu karena mereka sangat baik kepadaku,” ucap Damien terbata-bata, “Tidak usah memikirkan itu lebih jauh, bagaimana dengan nama-nama yang ku
Ruby mengangguk pelan, merasakan kehangatan sentuhan Damien menyebar ke seluruh tubuhnya. "Lily bilang itu adalah seks terbaik yang pernah dia lakukan," jawabnya sambil menatap mata Damien. "Dan sekarang aku bisa mengerti mengapa Lily berkata seperti itu.”Tatapan mereka saling bertaut, nafsu Damien kembali berada di puncak, penjelasan Ruby membuat sang presdir sangat berga irah, dia mendekat, bibirnya menempel pada bibir Ruby, udara di dalam ruangan itu semakin kental dengan hasrat saat mereka saling menjelajahi mulut satu sama lain.Ga irah yang telah tersulut di lift tadi berkobar kembali, Damien membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur, meminta Ruby melepas segala sesuatu yang menutupi bagian bawah resepsionis itu, bersamaan dengan itu, dia melepas celana dan dalamannya sendiri, lalu menarik Ruby ke atasnya. Sang resepsionis yang mengerti mengikuti setiap instruksi tak terucap dari sang presdir, desahan tipis terdengar begitu bibir bawahnya menempel di bagian bawah batang sang pr
“Pa… Pak Damien?” sang resepsionis tersentak begitu Damien tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang.Damien tersenyum dan berkata dengan lembut, "Ya, itu aku." Dia mencium leher resepsionis itu, memberi kecupan-kecupan kecil manja di leher sang resepsionis. "Aku sangat senang kamu ada di sini bersamaku." Damien berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam sebelum bertanya, "Siapa namamu cantik?"Resepsionis itu tersipu malu, jantungnya berdegup kencang karena keintiman yang tak terduga. "Ruby... Pak... nama saya Ruby." Suaranya sedikit bergetar.Damien tersenyum, merasakan tubuh Ruby merespons sentuhannya. Dia merapatkan tubuhnya di punggung Ruby, merasakan bongkahan pantat Ruby yang sekal.Bongkahan da da Ruby yang indah terdesak ke dinding lift, didorong oleh Damien yang memeluknya lebih erat dari belakang"Ruby... kamu sangat cantik," bisiknya sebelum mencium leher Ruby sekali lagi. Membuat sang resepsionis mengeluarkan desahan erotis.“Pak….” Desah wanita cantik bermata biru itu.D
Damien, pemilik Diamond Rose Hotel, hotel mewah dengan cabang internasional, terbangun dengan kaget. Jantungnya berdegup kencang saat dia menyadari keberadaan seorang wanita di sampingnya. Lily, seorang resepsionis dari cabang Amerika hotel tersebut, tengah tertidur pulas. Damien mengingatkan dirinya pada malam sebelumnya yang membingungkan, ketika nafsu mengambil alih saat wanita cantik itu mengatur hidangan di meja.Dengan hati-hati, Damien berdiri, berusaha tidak membangunkan Lily, dan bergerak menuju handuk kimononya di seberang ruangan. Dia merasa bersalah karena mencampuradukkan urusan bisnis dengan kesenangan pribadinya, terutama dengan seorang karyawan. Damien memeriksa ponselnya, mengetahui bahwa sudah pukul 8 malam. Dia harus bertemu dengan Tyler, tetapi pertama, dia merasa perlu meminta maaf kepada Lily.Damien menarik napas panjang, siap untuk menghadapi kemarahan dari karwayannya itu. Dengan hati-hati, dia membangunkan Lily. Wanita itu membuka mata dengan bingung, menyamb
Kedua tangan Damien merayap naik menyentuh dua bongkahan indah di dada Lily, memberi remasan kuat, dan jari yang sekali-kali sengaja memainkan dua pucuknya.Mulut Lily meracau tak karauan, desahannya terdengar semakin kuat, hal itu membuat Damien semakin bergairah, begitu Damien mengisap kuat klit Lily, tubuh recepsionis cantik itu kembali bergetar hebat, menjambak rambut Damien dengan kuat, disertai lenguhan panjang yang tak kalah kuatnya. Lily kembali mencapai puncak, dengan skala yang jauh lebih nikmat dari yang pertama.Damien tersenyum puas, mengecup pelan bibir bawah Lily lalu mengarahkan wajahnya sejajar dengan wajah Lily, dia menikmati wajah Lily yang tersenyum puas, lalu mendaratkan ciumannya di bibir Lily, saling melumat penuh nafsu, di sertai suara nafas yang kian memburu.Sambil saling melumat, Damien perlahan membuka celananya, dari balik boxer hitam miliknya terpampang cetakan milik Damien yang sedari tadi seakan sudah meronta minta di keluarkan.Tangan Lily gemetar saat
Damien merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, mencoba meredakan gelombang panas yang memenuhi tubuhnya. Bayangan adegan panas di kamar sebelah terus bermain di benaknya, wajah cantik Miranda yang tengah merintih kenikmatan terus memenuhi pikirannya, membuat miliknya seakan meronta di dalam celana.“Ah, Tyler… apa kamu bisa sehari saja tanpa melakukan itu?” desis Damien dalam hati sambil menutup mata, mencoba meredakan ga irahnya yang memuncak. Dia merasakan denyut-denyut yang tidak bisa dia kendalikan.Setelah beberapa saat mencoba meredakan diri, Damien akhirnya membuka mata dan bangkit dari tempat tidur. Dia merasa tidak bisa duduk diam, pikirannya terus dipenuhi oleh adegan yang baru saja dia saksikan.Damien yang awalnya hendak mengajak Tyler makan malam di restoran hotelnya, memutuskan untuk makan malam di kamarnya saja. Dia tahu Tyler pasti tidak akan menyelesaikan pertarungan panasnya dengan Miranda dalam waktu cepat. Dengan langkah tergesa, Damien beranjak menuju meja kecil
Keesokan harinya, acara peresmian Diamond Rose Hotel akhirnya dilangsungkan. Damien, mengenakan setelan jas mewah berwarna putih, berdiri di depan pintu masuk hotel. Acara tersebut terlihat sangat megah, dekorasi mewah, spanduk besar, dan ratusan karangan bunga ucapan selamat yang terpampang sepanjang mata memandang.Damien ditemani Henry, pria yang Damien tunjuk sebagai General manager, bersama beberapa Departemen Manager, terlihat sibuk menyambut para tamu yang terus berdatangan. Senyum bahagia terpancar dari wajahnya, para tamu di buat terkesima oleh keindahan hotel dan keramahan Damien.Kilatan kamera wartawan menyoroti acara tersebut, merekam setiap detik kemegahan peresmian Diamond Rose Hotel. Parkiran penuh dengan ratusan mobil mewah dari berbagai merek, menciptakan pemandangan yang memukau. Damien terlihat berjabat tangan dengan kenalan ayahnya, berbicara singkat tentang kabar keluarga dan perkembangan bisnis mereka.Damien yang terlihat rapi dan berkelas menjadi pusat perhati
Lima belas menit setelah Damien menyaksikan pertempuran panas antara Tyler dan Miranda, Damien yang sudah kembali ke ruangan VIP, terlihat duduk di sofa dengan pandangan kosong, mencoba memproses kegilaan yang baru saja dia saksikan.Pertanyaan bergejolak dalam benaknya, "Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana Tyler bisa sebegitu liar dan tanpa batas?" Damien mencoba mengingat masa kuliah mereka bersama, di mana Tyler memang dikenal sebagai seorang playboy, namun hal ini terasa berbeda.Sejak masa kuliah, Tyler memang sering bergonta-ganti pasangan dan gemar berpesta. Namun, apa yang terjadi tadi melebihi segala bayangan yang pernah Damien miliki tentang sahabatnya itu. Hal yang dia saksikan tadi bukan lagi sekadar kenikmatan biasa tetapi sebuah pertunjukan kegilaan tanpa batas dan melanggar semua norma.Suara pintu yang tiba-tiba terbuka membuyarkan lamunannya. Tyler masuk dengan santainya, seolah-olah tak terjadi apa-apa. Senyuman nakal terukir di wajahnya, seakan merasakan ketidakny
“Hah... katanya cuma sebentar, ini sudah hampir sepuluh menit, di mana lagi si Tyler itu,” keluh Damien. Ia menghela napas panjang, sedikit kesal karena harus menunggu Tyler yang tak kunjung muncul. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi VVIP di Purple Swan Bar, milik sahabatnya itu. Sudah hampir sepuluh menit berlalu sejak Tyler berjanji akan segera menemuinya, tapi pria itu masih belum menampakkan batang hidungnya.Merasa jengah, Damien pun memutuskan untuk bangkit dari duduknya. Iris matanya menjelajahi seluruh penjuru ruangan, mencari-cari keberadaan salah seorang karyawan bar. Tak lama kemudian, pandangannya tertuju pada seorang pria yang mengenakan seragam karyawan bar itu. Dengan cepat, Damien melambaikan tangan memanggil pria itu.Pria itu pun segera menghampiri Damien, senyum ramah terkembang di wajahnya. "Apa yang bisa saya bantu, Tuan?" tanyanya dengan sopan."Aku mencari Tyler," ujar Damien to the point.Pelayan itu mengangguk paham. "Pak Tyler biasanya berada di ruang kerjanya