Lima belas menit setelah Damien menyaksikan pertempuran panas antara Tyler dan Miranda, Damien yang sudah kembali ke ruangan VIP, terlihat duduk di sofa dengan pandangan kosong, mencoba memproses kegilaan yang baru saja dia saksikan.
Pertanyaan bergejolak dalam benaknya, "Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana Tyler bisa sebegitu liar dan tanpa batas?" Damien mencoba mengingat masa kuliah mereka bersama, di mana Tyler memang dikenal sebagai seorang playboy, namun hal ini terasa berbeda.
Sejak masa kuliah, Tyler memang sering bergonta-ganti pasangan dan gemar berpesta. Namun, apa yang terjadi tadi melebihi segala bayangan yang pernah Damien miliki tentang sahabatnya itu. Hal yang dia saksikan tadi bukan lagi sekadar kenikmatan biasa tetapi sebuah pertunjukan kegilaan tanpa batas dan melanggar semua norma.
Suara pintu yang tiba-tiba terbuka membuyarkan lamunannya. Tyler masuk dengan santainya, seolah-olah tak terjadi apa-apa. Senyuman nakal terukir di wajahnya, seakan merasakan ketidaknyamanan yang tengah menghantui Damien.
"Hey, Bro! Kenapa kamu seperti melihat hantu?" canda Tyler sambil duduk di sofa bersebelahan dengan Damien. "Jadi… Menurutmu, bagaimana penampilanku tadi? Miranda memang pilihan yang baik, bukan?"
Damien terdiam sejenak, berusaha menyusun kata-kata. "Tyler, apa-apaan kelakukanmu tadi?"
Tyler tertawa lepas. "Bro, hidup ini singkat. Kita harus menjalaninya dengan cara kita sendiri. Selain itu, apa kamu tidak lihat tadi, Miranda juga sangat menikmatinya. Bahkan bisa aku pastikan gairahnya tadi meningkat pesat saat di nonton oleh pria tampan sepertimu."
Ucapan Tyler membuat Damien teringat dengan wajah cantik Miranda yang mengerang kenikmatan saat mencapai klimaks tadi.
Damien menggeleng pelan, mencoba mengusir raut wajah Miranda dari pikirannya. "Aku tidak yakin bisa mengerti dengan duniamu Bro. Itu terlalu..." Damien merasa sulit menemukan kata yang tepat, "...berlebihan."
Tyler mengangguk mengerti, tetapi pandangan mata birunya tetap menantang Damien. "Jangan batasi dirimu. Cobalah sesuatu yang berbeda, Damien. Lepaskan dirimu."
Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka kembali. Dengan anggun, Miranda memasuki ruangan dengan troli berisi hidangan mewah untuk makan malam. Aroma menggoda dari hidangan yang Miranda bawa langsung menyusup ke dalam ruangan.
"Pak Tyler, Tuan Damien, ini makan malam untuk kalian berdua!" ucap Miranda dengan senyuman manisnya. Troli itu dipenuhi dengan hidangan lezat, mulai dari sushi, steak saikoro yang dihidangkan dengan saus spesial, hingga kue cokelat mewah.
Damien terkejut melihat sikap tenang Miranda. Wanita cantik itu tidak terlihat malu atas kejadian tadi, dia terlihat biasa saja dan mulai menata hidangan di atas meja. Beberapa saat kemudian, meja terisi dengan hidangan yang di bawa oleh Miranda.
Tyler tersenyum melihat reaksi Damien yang kebingungan, dia lalu berbisik pada Damien, "Sudah kubilang ‘kan, dia juga menyukainya, sekarang… ayo kita makan.”
Damien yang sedikit terkejut menganggukkan kepalanya pelan. Setelah selesai menata hidangan, Miranda melihat ke arah Damien dan Tyler. "Semoga Tuan Damien suka dengan hidangan yang kami siapkan," ucapnya dengan senyum ramah.
"Dia pasti suka, bukan hanya hidangannya, dia juga sepertinya menyukaimu, mungkin malam ini kamu sebaiknya menemani Damien. Bagaimana, Damien?" Tanya Tyler tiba-tiba sambil memainkan kedua alisnya.
Damien mendadak panik mendengar ucapan Tyler, "Apa? Tidak, Tyler, itu terlalu..."
Tyler tertawa Pelan. "Relax, Bro! Aku hanya bercanda. Mari kita makan malam dulu."
Miranda ikut tertawa pelan, menikmati reaksi Damien yang kikuk. Setelah beberapa lama makan bersama, atmosfer mulai lebih santai. Percakapan mengalir begitu saja, terutama ketika Tyler dan Damien mulai mengingat masa-masa kuliah mereka.
Setengah jam berlalu dengan cepat. Setelah makan dan berbincang santai, Damien memutuskan untuk pulang karena besok pagi harus menghadiri acara peresmian hotelnya. Tyler mengantar Damien sampai ke depan bar.
"Besok jangan lupa datang," Damien mengingatkan.
Tyler mengacungkan jempolnya, "Pasti, Bro! Aku tidak akan melewatkan acaramu."
Damien masuk ke dalam mobil mewahnya, meninggalkan bar Tyler menuju Diamond Rose Hotel. Selama perjalanan, pikirannya terus terhanyut ke kejadian tadi. Gairahnya mulai meledak-ledak, dan dia mengumpat dalam hati, menyalahkan Tyler atas segala kegilaan yang baru saja dia alami.
Beberapa saat kemudian Damien tiba di Diamond Rose Hotel miliknya. Setelah mobil mewahnya berhenti di depan pintu masuk, Damien turun dengan langkah mantap. Suasana malam yang tenang dan gemerlap lampu hotel menyambut kepulangan sang Presdir.
Dua resepsionis cantik yang berjaga di lobi tersenyum ramah menyambut Damien begitu dia melangkah masuk. "Selamat malam, Pak Damien,” sapa salah satu dari mereka.
Damien mengangguk pelan dan tersenyum, "Selamat malam," jawabnya singkat sambil terus melangkah menuju pintu lift. Pelayan hotel dengan sigap membantu membuka pintu lift untuknya.
Saat lift membawanya ke lantai area presidential suite, Damien merenung. Pikirannya masih dipenuhi oleh gambaran pertarungan panas yang baru saja dia saksikan. Wajah Miranda terus muncul di benaknya, dan dia berusaha keras untuk mengusir pikiran-pikiran yang tak senonoh itu.
Sampai di lantai presidential suite, Damien berjalan menuju kamarnya. Begitu masuk, dia langsung menuju kamar mandi. Air hangat menyiram tubuhnya, membersihkan keringat dan pikiran kotor yang memenuhi kepalanya. Damien berganti pakaian, memilih setelan piyama yang nyaman.
Setelah bersih dan rapi, Damien merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang empuk. Namun, meski fisiknya terasa nyaman, pikirannya masih tidak tenang. Wajah Miranda kembali terlintas di benaknya.
Damien menepuk-nepuk jidatnya sendiri, kembali berusaha mengusir Miranda dari pikirannya. "Ini gila," gumamnya pada diri sendiri. "Aku bukan orang me sum seperti ini. Ini semua karena Tyler!"
Hari ini dia mengunjungi Amerika, tujuan kedatangannya karena besok dia akan meresmikan pembukaan hotel Diamond Rose di negara ini. Kedatangannya ke Purple Swan Bar untuk mengundang sahabatnya, Tyler, yang merupakan pemilik dari Bar itu. Namun, tak pernah sedikit pun terlintas dalam benak Damien, jika dia akan dipertontonkan adegan pertarungan panas dan liar secara langsung oleh Tyler.
Diatas tempat tidur, Damien berjibaku dengan pikiran me sumnya sendiri. Sampai akhirnya rasa kantuk menyerang, membuat Damien akhirnya tertidur lelap. Tanpa tahu jika kejadian hari ini akan mengubah roda kehidupannya.
Bersambung...
Keesokan harinya, acara peresmian Diamond Rose Hotel akhirnya dilangsungkan. Damien, mengenakan setelan jas mewah berwarna putih, berdiri di depan pintu masuk hotel. Acara tersebut terlihat sangat megah, dekorasi mewah, spanduk besar, dan ratusan karangan bunga ucapan selamat yang terpampang sepanjang mata memandang.Damien ditemani Henry, pria yang Damien tunjuk sebagai General manager, bersama beberapa Departemen Manager, terlihat sibuk menyambut para tamu yang terus berdatangan. Senyum bahagia terpancar dari wajahnya, para tamu di buat terkesima oleh keindahan hotel dan keramahan Damien.Kilatan kamera wartawan menyoroti acara tersebut, merekam setiap detik kemegahan peresmian Diamond Rose Hotel. Parkiran penuh dengan ratusan mobil mewah dari berbagai merek, menciptakan pemandangan yang memukau. Damien terlihat berjabat tangan dengan kenalan ayahnya, berbicara singkat tentang kabar keluarga dan perkembangan bisnis mereka.Damien yang terlihat rapi dan berkelas menjadi pusat perhati
Damien merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, mencoba meredakan gelombang panas yang memenuhi tubuhnya. Bayangan adegan panas di kamar sebelah terus bermain di benaknya, wajah cantik Miranda yang tengah merintih kenikmatan terus memenuhi pikirannya, membuat miliknya seakan meronta di dalam celana.“Ah, Tyler… apa kamu bisa sehari saja tanpa melakukan itu?” desis Damien dalam hati sambil menutup mata, mencoba meredakan ga irahnya yang memuncak. Dia merasakan denyut-denyut yang tidak bisa dia kendalikan.Setelah beberapa saat mencoba meredakan diri, Damien akhirnya membuka mata dan bangkit dari tempat tidur. Dia merasa tidak bisa duduk diam, pikirannya terus dipenuhi oleh adegan yang baru saja dia saksikan.Damien yang awalnya hendak mengajak Tyler makan malam di restoran hotelnya, memutuskan untuk makan malam di kamarnya saja. Dia tahu Tyler pasti tidak akan menyelesaikan pertarungan panasnya dengan Miranda dalam waktu cepat. Dengan langkah tergesa, Damien beranjak menuju meja kecil
Kedua tangan Damien merayap naik menyentuh dua bongkahan indah di dada Lily, memberi remasan kuat, dan jari yang sekali-kali sengaja memainkan dua pucuknya.Mulut Lily meracau tak karauan, desahannya terdengar semakin kuat, hal itu membuat Damien semakin bergairah, begitu Damien mengisap kuat klit Lily, tubuh recepsionis cantik itu kembali bergetar hebat, menjambak rambut Damien dengan kuat, disertai lenguhan panjang yang tak kalah kuatnya. Lily kembali mencapai puncak, dengan skala yang jauh lebih nikmat dari yang pertama.Damien tersenyum puas, mengecup pelan bibir bawah Lily lalu mengarahkan wajahnya sejajar dengan wajah Lily, dia menikmati wajah Lily yang tersenyum puas, lalu mendaratkan ciumannya di bibir Lily, saling melumat penuh nafsu, di sertai suara nafas yang kian memburu.Sambil saling melumat, Damien perlahan membuka celananya, dari balik boxer hitam miliknya terpampang cetakan milik Damien yang sedari tadi seakan sudah meronta minta di keluarkan.Tangan Lily gemetar saat
“Hah... katanya cuma sebentar, ini sudah hampir sepuluh menit, di mana lagi si Tyler itu,” keluh Damien. Ia menghela napas panjang, sedikit kesal karena harus menunggu Tyler yang tak kunjung muncul. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi VVIP di Purple Swan Bar, milik sahabatnya itu. Sudah hampir sepuluh menit berlalu sejak Tyler berjanji akan segera menemuinya, tapi pria itu masih belum menampakkan batang hidungnya.Merasa jengah, Damien pun memutuskan untuk bangkit dari duduknya. Iris matanya menjelajahi seluruh penjuru ruangan, mencari-cari keberadaan salah seorang karyawan bar. Tak lama kemudian, pandangannya tertuju pada seorang pria yang mengenakan seragam karyawan bar itu. Dengan cepat, Damien melambaikan tangan memanggil pria itu.Pria itu pun segera menghampiri Damien, senyum ramah terkembang di wajahnya. "Apa yang bisa saya bantu, Tuan?" tanyanya dengan sopan."Aku mencari Tyler," ujar Damien to the point.Pelayan itu mengangguk paham. "Pak Tyler biasanya berada di ruang kerjanya
Kedua tangan Damien merayap naik menyentuh dua bongkahan indah di dada Lily, memberi remasan kuat, dan jari yang sekali-kali sengaja memainkan dua pucuknya.Mulut Lily meracau tak karauan, desahannya terdengar semakin kuat, hal itu membuat Damien semakin bergairah, begitu Damien mengisap kuat klit Lily, tubuh recepsionis cantik itu kembali bergetar hebat, menjambak rambut Damien dengan kuat, disertai lenguhan panjang yang tak kalah kuatnya. Lily kembali mencapai puncak, dengan skala yang jauh lebih nikmat dari yang pertama.Damien tersenyum puas, mengecup pelan bibir bawah Lily lalu mengarahkan wajahnya sejajar dengan wajah Lily, dia menikmati wajah Lily yang tersenyum puas, lalu mendaratkan ciumannya di bibir Lily, saling melumat penuh nafsu, di sertai suara nafas yang kian memburu.Sambil saling melumat, Damien perlahan membuka celananya, dari balik boxer hitam miliknya terpampang cetakan milik Damien yang sedari tadi seakan sudah meronta minta di keluarkan.Tangan Lily gemetar saat
Damien merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, mencoba meredakan gelombang panas yang memenuhi tubuhnya. Bayangan adegan panas di kamar sebelah terus bermain di benaknya, wajah cantik Miranda yang tengah merintih kenikmatan terus memenuhi pikirannya, membuat miliknya seakan meronta di dalam celana.“Ah, Tyler… apa kamu bisa sehari saja tanpa melakukan itu?” desis Damien dalam hati sambil menutup mata, mencoba meredakan ga irahnya yang memuncak. Dia merasakan denyut-denyut yang tidak bisa dia kendalikan.Setelah beberapa saat mencoba meredakan diri, Damien akhirnya membuka mata dan bangkit dari tempat tidur. Dia merasa tidak bisa duduk diam, pikirannya terus dipenuhi oleh adegan yang baru saja dia saksikan.Damien yang awalnya hendak mengajak Tyler makan malam di restoran hotelnya, memutuskan untuk makan malam di kamarnya saja. Dia tahu Tyler pasti tidak akan menyelesaikan pertarungan panasnya dengan Miranda dalam waktu cepat. Dengan langkah tergesa, Damien beranjak menuju meja kecil
Keesokan harinya, acara peresmian Diamond Rose Hotel akhirnya dilangsungkan. Damien, mengenakan setelan jas mewah berwarna putih, berdiri di depan pintu masuk hotel. Acara tersebut terlihat sangat megah, dekorasi mewah, spanduk besar, dan ratusan karangan bunga ucapan selamat yang terpampang sepanjang mata memandang.Damien ditemani Henry, pria yang Damien tunjuk sebagai General manager, bersama beberapa Departemen Manager, terlihat sibuk menyambut para tamu yang terus berdatangan. Senyum bahagia terpancar dari wajahnya, para tamu di buat terkesima oleh keindahan hotel dan keramahan Damien.Kilatan kamera wartawan menyoroti acara tersebut, merekam setiap detik kemegahan peresmian Diamond Rose Hotel. Parkiran penuh dengan ratusan mobil mewah dari berbagai merek, menciptakan pemandangan yang memukau. Damien terlihat berjabat tangan dengan kenalan ayahnya, berbicara singkat tentang kabar keluarga dan perkembangan bisnis mereka.Damien yang terlihat rapi dan berkelas menjadi pusat perhati
Lima belas menit setelah Damien menyaksikan pertempuran panas antara Tyler dan Miranda, Damien yang sudah kembali ke ruangan VIP, terlihat duduk di sofa dengan pandangan kosong, mencoba memproses kegilaan yang baru saja dia saksikan.Pertanyaan bergejolak dalam benaknya, "Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana Tyler bisa sebegitu liar dan tanpa batas?" Damien mencoba mengingat masa kuliah mereka bersama, di mana Tyler memang dikenal sebagai seorang playboy, namun hal ini terasa berbeda.Sejak masa kuliah, Tyler memang sering bergonta-ganti pasangan dan gemar berpesta. Namun, apa yang terjadi tadi melebihi segala bayangan yang pernah Damien miliki tentang sahabatnya itu. Hal yang dia saksikan tadi bukan lagi sekadar kenikmatan biasa tetapi sebuah pertunjukan kegilaan tanpa batas dan melanggar semua norma.Suara pintu yang tiba-tiba terbuka membuyarkan lamunannya. Tyler masuk dengan santainya, seolah-olah tak terjadi apa-apa. Senyuman nakal terukir di wajahnya, seakan merasakan ketidakny
“Hah... katanya cuma sebentar, ini sudah hampir sepuluh menit, di mana lagi si Tyler itu,” keluh Damien. Ia menghela napas panjang, sedikit kesal karena harus menunggu Tyler yang tak kunjung muncul. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi VVIP di Purple Swan Bar, milik sahabatnya itu. Sudah hampir sepuluh menit berlalu sejak Tyler berjanji akan segera menemuinya, tapi pria itu masih belum menampakkan batang hidungnya.Merasa jengah, Damien pun memutuskan untuk bangkit dari duduknya. Iris matanya menjelajahi seluruh penjuru ruangan, mencari-cari keberadaan salah seorang karyawan bar. Tak lama kemudian, pandangannya tertuju pada seorang pria yang mengenakan seragam karyawan bar itu. Dengan cepat, Damien melambaikan tangan memanggil pria itu.Pria itu pun segera menghampiri Damien, senyum ramah terkembang di wajahnya. "Apa yang bisa saya bantu, Tuan?" tanyanya dengan sopan."Aku mencari Tyler," ujar Damien to the point.Pelayan itu mengangguk paham. "Pak Tyler biasanya berada di ruang kerjanya