“Biar kukakatakan sekali lagi, ibumu adalah jalang hina yang pantas mati!”Sulutan nikotin semakin pendek kala bibir cantik nan merona itu menghisapnya. Mengepul asap dari bibirnya tepat mengenai wajah Alexandro. Pria ini mengerang penuh amarah, ingin sekali ia baik-cabik adik tirinya ini yang telah terang-terangan menghina sang ibu.Meludah Alexandro ke sembarang arah. Tatapannya yang tajam pun penuh kebencian terpatri pada wajah cantik di hadapannya. “Ibumu pun sama jalangnya.” Ia menekankan.Mengedip mata kucingnya perlahan. Ia patahkan wajah cantiknya ke samping pun tertarik ujung bibirnya ke atas. Sikapnya yang tenang dan berbanding terbalik dengan Alexandro ketika ibunya dicap sebagai seorang jalang. Berkerut kening Alexandro melihat, bertanya-tanya kenapa adik tirinya ini sama sekali tak marah.Lauretta buang puntung rokoknya ke bawah kemudian ia injak dengan kasar hingga padam. Beranjak dirinya dari kursi. Melenggang pelan mengitari Alexandro. “Kau tahu?” Ia berdiri di belakan
“Mi, Amor!” ______ Lauretta sibuk membalut luka tembak pada kaki Alexandro dengan robekan gaunnya di belakang, sementara Amor mengemudikan mobilnya seperti seorang supir. Sesekali Amor melirik wanita itu melalui kaca spion, menilik betapa telitinya dia membalut luka pria lain meskipn itu adalah kakaknya sendiri. Wajah pucat Alexandro mendongak ke atas menahan rasa ngilu pun sakit dari lukanya di mana masih tertanam peluru panas di dalam daging. Dia hampir pingsan kehabisan darah, dan Lauretta menamparnya keras saat Alexandro mulai memejam. “Jaga kesadaranmu, jangan mati terlalu cepat,” katanya pedas. Seraya ia tepuk-tepukki pipi Alexandro agar tetap terjaga. Menyenderkan tubuhnya dan menghela napas. Lauretta merasa amat lelah dengan kejadian tadi. Telah ia hubungi Elazar untuk segera datang mengurus bisnisnya yang kacau balau itu sekaligus memberikan mereka yang menghancurkannya pelajaran. Mata kucingnya melirik Amor melalui kaca spion di mana pandangan mereka saling bertemu di s
Wajah pucat serta bibirnya bergetar menunjukkan betapa hebatnya rasa sakit yang ia derita. Langkah kakinya tertatih sembari tangan memegangi perut yang terluka dan kembali mengucur darah nan basah, dirinya pergi menuju kamar di lantai dua. Pria itu berdiri di tengah lorong tepat menuju kamar. Menatap dengan tatapan dinginnya pada Lauretta yang tengah menahan rasa sakit. Tanpa aba-aba ia membawa tubuh wanita itu ke dalam gendongan, membawa masuk ke dalam kamar lantas ia baringkan. Menggeliat kesakitan di atas peraduan sebab telat meminum obat pereda rasa sakit. Ditambah sebelum itu lukanya tak sengaja tertabrak Auretta yang mana membuatnya kembali terbuka dan berdarah. Duduk Amor pada tepi ranjang. Meminta Lauretta untuk meminum obat pereda nyeri pun dengan penuh cekatan ia membantu wanita itu untuk minum. Setelah itu dua tangannya merobek kuat gaun Lauretta, membelalak Amor tatkala melihat luka parah nan dalam wanitanya. “Aku bisa mengobati diriku sendiri.” Lauretta tahan pergelan
Membuka mata Lauretta menatap langit-langit kamar. Menghela dirinya mengingat jika tadi malam ia tertidur di kamar Amor sebab pria itu mengobati lukanya. Beranjak dia memegangi perutnya yang telah terbalut kasa. Menyadari jika tubuhnya polos tak berpakaian.Lirikan matanya nan tajam pada Amor yang melangkah mendekatinya. Pria itu mematikan sulutan rokok sebelum mencapai ranjang. “Sudah bangun?”“Kau membuka pakaianku?” sosornya pada Amor.Tenang pun santai Amor terus mendekat. Berdiri dirinya tepat di depan ranjang. Dua tangan ia masukkan pada saku celana serta tatapannya jatuh pada Lauretta yang masih duduk di peraduan. “Si. Aku yang membukanya. Bukan hal aneh untuk melihat tubuhmu tanpa pakaian, kita pernah lebih dari itu,” timpalnya amat santai pun merasa tak berdosa.Lauretta berdecih membuang muka. Segera ia beringsut turun dari ranjang dengan selimut yang membelit di tubuhnya. Sementara Amor hanya diam dan mempehatikan, bahkan tak melarang ketika wanita itu dengan santainya men
Satu buket bunga krisan putih Lauretta bawa untuk memperingati hari kematian ayahnya. Manuel merupakan sosok ayah yang tegas pun baik bagi Lauretta. Meskipun beberapa kenangan buruk tentang pria itu tak bisa dihindari.Diletakan buket bunga tersebut di atas makam sang ayah, lantas dirinya beserta Alexandro menunduk hormat.Pria dengan kemeja hitamnya pun berjalan masih dibantu oleh dua tongkat pada sisi kanan serta kirinya sebab luka di kakinya belum sepenuhnya sembuh. Alexandro ditarik Lauretta untuk ikut serta mengunjungi pemakaman meskipun dirinya tak mau. Karena jika tak dalam kondisi sakit, pria ini akan kabur entah ke mana seperti anggota keluarganya yang lain.Sungguh malang nasibmu, Papa. Tidak ada satupun orang yang mengingat hari kematianmu selain diriku. Kau pria yang selalu menjadi kebanggaan Hector serta seluruh pengikutmu. Namun bahkan pada hari kematianmu sama sekali tak ada pertemuan yang diadakan.“Tidak ada yang datang pada hari peringatan kematian si pengkhianat kel
Duduk berdampingan Lauretta bersama Amor di depan meja kerja dokter Leave yang kini tengah membaca hasil laporan kesehatan keduanya. Mendadak kebetulan sekali mereka berdua mengunjungi Leave dalam waktu yang bersamaan. Dan Lauretta amat sangat tak nyaman bertemu dengannya di tempat selain mansion Calbi.“Apa kalian datang bersama-sama?” Pertanyaan itu akhirnya dilontarkan oleh sang dokter.“Tentu saja tidak,” timpal Lauretta cepat. Diliriknya Amor sekilas kemudian kembali pada Leave. “Bagaimana hasil laporanku? Kurasa aku hamil,” imbuhnya benar-benar terang-terangan.Mengeryit dahi Amor mendengar pertanyaan monohok wanita di sampingnya. Pandangannya beralih pada Lauretta yang menatap lurus ke depan. Sementara Leave, di depan pria itu mengulum senyum seraya terus memeriksa hasil laporan.“Anak siapa yang kau kandung?” tanya Amor. Kontan mendapatkan lirikan dari wanita yang ditanyainya. “Sudah berapa bulan?” sambungnya bertanya lagi.Berdecak lidah Lauretta sebelum menjawab, mengalihkan
Melenggang cantik kaki jenjangnya menelusuri area basement rumah sakit menuju mobilnya yang terpakir di sana. Membeliak Lauretta kontan menganga ketika ia mendapati dua pria sialan sedang mengotak-atik mobil miliknya. Satu pria berdiri menyender pada mobil, dan satunya bersimpuh di depan ban.Berjalan ia segera menghampiri mobilnya membuat si pria bersimpuh lantas berdiri. Higheels tinggi nan runcing ia kenakan menendang-nendang ban mobil yang kempes kini. “Apa yang dua sialan ini lakukan pada mobilku?!”“Little snake, mulutnya begitu tajam dan berbisa,” bisik Galnot pada Amor yang kemudian terkekeh menggeleng kepala. Pria bertubuh besar disertai banyak tato pada tangan kanan dan kirinya mundur ke belakang, membiarkan Amor menghadapi ular berbisa yang sedang mengamuk.“My little cat,” timpal Amor, kemudian melangkah menghadap sang tercinta yang sedang marah-marah karena ban mobilnya yang bocor. “Mobilmu rusak, jadi kupinta Galnot memeriksanya.”Bergerak pandangan Lauretta pada Amor se
“Ck. Bukankah aku istrimu jika ayahku tak mati hari itu?”Perubahan besar terjadi dalam hidup Lauretta semenjak kematian ayahnya. Seperti ditinggalkan sebatang kara memikul beban yang begitu menumpuk. Seolah semua kesalahan ada padanya sehingga ia yang barus menanggung segalanya.Fiescho diambang kehancuran jika tak ada jabat tangan Calbi beberapa tahun yang lalu. Pernikahannya menyelamatkan seluruh anggota serta merta wilayah kekuasaan yang hampir dirampas dari tangan Fiescho. Lauretta sebagai tumbal yang dijual sekaligus tawanan berat antar dua keluarga. Ikatan mereka terjalin dengan adanya hubungan pernikahan.Manuel dan Johanes hampir menjadi besan. Johanes pemegang kekuasaan penuh Calbi, dan Manuel adalah calon pemegang kekuasaan yang dimilikki Fiescho. Dua keluarga kuat nan kokoh bersanding bersama mempererat suatu wilayah kekuasaan.Kehancuran dimulai dengan serangan tiba-tiba dari pihak musuh. Manuel dibunuh dalam pertempuran dan mati menjelang beberapa hari pernikahan putrin
Melenggang Mara menyusuri lorong mansion Calbi lantai dua seraya membawa beberapa papperbag di tangannya. Cantik pun mendayu suaranya menyanyikan sebuah lagu. Ia merasa hidupnya semakin bahagia pun sempurna semenjak menyandang status sebagai nyonya Calbi.“Oh?”Kaki jenjangnya sesaat terhenti ketika ia mendapati adik iparnya baru saja keluar dari kamarnya bersama Amor. Entah yang Lauretta lakukan di dalam sana nan sangat mencurigakan terlebih lagi Mara tahu jika wanita itu ialah mantan kekasih suaminya.“Holla Mara?” sapa Lauretta. Melangkah dirinya menghampiri Mara yang terdiam dan mencoba untuk santai dan tak mulai mencecarnya.“Apa yang kau lakukan di dalam kamarku?” tanya Mara. Memasang badan namun tetap santai. Tetapi, kekesalan pada raut wajahnya tak bisa ia sembunyikan, dan Lauretta tahu jika wanita itu tengah menahan kesal.Sebagai seorang wanita yang telah memiliki suami dan anak, pantaskah dia masuk ke dalam kamar kakak iparnya sendiri yang kini bahkan telah memiliki seorang
Chihuahua, Mexico. Satu kakinya terangkat ke atas sementara tubuhnya tersentak-sentak seirama dengan desahan halus yang keluar dari bibirnya. Jemari lentik mencengkram kuat tuxedo hingga kusut di bagian kerah. Amor meraih bibir Lauretta lalu ia lumat panas, membelit lidah pun mereka bertukar saliva.Sebuah gedung di Chihuahua Mexico. Tengah di adakan pernikahan yang begitu besar. Mencakup orang-orang penting besar dari kalangan atas pun juga dunia bawah. Penyatuan antara dua klan besar. Yakni, Calbi dan Antonino.Pengantin wanita tengah berdandan seraya bercermin cantik. Mematut tubuhnya yang terbalut gaun pengantin putih nan sakral. Wajahnya dipenuhi binar-binar kebahagiaan serta tak lepas senyum pada bibirnya yang merona.Tinggal menghitung menit sebelum Mara Antonino resmi menjadi istri dari Amor Calbi. Pria yang amat sangat dicintai serta ia damba-dambakan. Status sebagai nyonya Calbi mampu ia dapatkan. Sukses dirinya membuat semua wanita yang menginginkan Amor patah hati.Sement
“Mudah saja bagimu mendapatkan nomorku, benar? Ada apa?”Mengapit ponsel di antara kepala serta bahunya dan berbicara kepada Gabriel yang tiba-tiba menghubungi. Entah dari mana pria itu bisa mendapatkan nomor ponselnya, yang pasti ia lakukan secara ilegal.Lauretta tengah sibuk berada di dapur. Membuat makan malam sendiri meskipun bisa ia pinta pelayan untuk membuatkannya. Namun, spesial yang satu ini ia tak ingin buatan orang lain.Telah terhidang di atas piring potongan tentakel gurita mentah, satu mangkuk kecil saus serta irisan tipis lemon. Makanan favoritnya yang akan dianggap aneh dan menjijikkan. Saat tinggal di kediaman Fiescho, ia akan diolok-olok sebab memakan makanan tersebut.Duduk di atas kursi meja dapur, Lauretta mulai menyantap makanannya dengan ponsel yang masih ia pegang di depan telinga.‘Aku ingin bertemu denganmu, maukah kau?’“Hanya kita berdua? Tanpa sepengetahuan Maria?” tukas Lauretta berterus terang. Meletakkan chopsticks di samping piringnya lalu ia menegak
“Rivalmu.”Berkedut sudut bibir Lauretta terus menatap lurus ke depan, enggan dirinya untuk menoleh. Tanpa ia lihat sosok di samping, telah ia ketahui dari Elazar yang menyebutkan status orang tersebut. Rival. Ya, musuh Lauretta dari zaman bersekolah dulu, dan itu hanya sebiji.“Holla Elazar.” Sebuah tangan terulur tepat di depan Lauretta. Jemari lentik nan cantik terhias nail art indah serta bertengger jam tangan mahal pada pergelangannya. Uluran itu tak ditujukan kepada Lauretta, melainkan pada Elazar di sisinya.Tangan mereka berjabat tepat di depan wajah Lauretta yang bergeming tak ingin menanggapi. Tak peduli sama sekali jika dirinya yang sebesar ini dilewatkan begitu saja tanpa sapaan. Dan justru dengan sengaja wanita itu lebih memilih untuk menyapa Elazar.Jika Lauretta adalah bara api, maka wanita cantik nan modis di sampingnya ini adalah koreknya.“Kudengar Auretta mengikuti balet, si? Ah ... aku tak sabar melihatnya,” tanya wanita bernama Maria ini. Tatapannya melayang melew
“Ck. Bukankah aku istrimu jika ayahku tak mati hari itu?”Perubahan besar terjadi dalam hidup Lauretta semenjak kematian ayahnya. Seperti ditinggalkan sebatang kara memikul beban yang begitu menumpuk. Seolah semua kesalahan ada padanya sehingga ia yang barus menanggung segalanya.Fiescho diambang kehancuran jika tak ada jabat tangan Calbi beberapa tahun yang lalu. Pernikahannya menyelamatkan seluruh anggota serta merta wilayah kekuasaan yang hampir dirampas dari tangan Fiescho. Lauretta sebagai tumbal yang dijual sekaligus tawanan berat antar dua keluarga. Ikatan mereka terjalin dengan adanya hubungan pernikahan.Manuel dan Johanes hampir menjadi besan. Johanes pemegang kekuasaan penuh Calbi, dan Manuel adalah calon pemegang kekuasaan yang dimilikki Fiescho. Dua keluarga kuat nan kokoh bersanding bersama mempererat suatu wilayah kekuasaan.Kehancuran dimulai dengan serangan tiba-tiba dari pihak musuh. Manuel dibunuh dalam pertempuran dan mati menjelang beberapa hari pernikahan putrin
Melenggang cantik kaki jenjangnya menelusuri area basement rumah sakit menuju mobilnya yang terpakir di sana. Membeliak Lauretta kontan menganga ketika ia mendapati dua pria sialan sedang mengotak-atik mobil miliknya. Satu pria berdiri menyender pada mobil, dan satunya bersimpuh di depan ban.Berjalan ia segera menghampiri mobilnya membuat si pria bersimpuh lantas berdiri. Higheels tinggi nan runcing ia kenakan menendang-nendang ban mobil yang kempes kini. “Apa yang dua sialan ini lakukan pada mobilku?!”“Little snake, mulutnya begitu tajam dan berbisa,” bisik Galnot pada Amor yang kemudian terkekeh menggeleng kepala. Pria bertubuh besar disertai banyak tato pada tangan kanan dan kirinya mundur ke belakang, membiarkan Amor menghadapi ular berbisa yang sedang mengamuk.“My little cat,” timpal Amor, kemudian melangkah menghadap sang tercinta yang sedang marah-marah karena ban mobilnya yang bocor. “Mobilmu rusak, jadi kupinta Galnot memeriksanya.”Bergerak pandangan Lauretta pada Amor se
Duduk berdampingan Lauretta bersama Amor di depan meja kerja dokter Leave yang kini tengah membaca hasil laporan kesehatan keduanya. Mendadak kebetulan sekali mereka berdua mengunjungi Leave dalam waktu yang bersamaan. Dan Lauretta amat sangat tak nyaman bertemu dengannya di tempat selain mansion Calbi.“Apa kalian datang bersama-sama?” Pertanyaan itu akhirnya dilontarkan oleh sang dokter.“Tentu saja tidak,” timpal Lauretta cepat. Diliriknya Amor sekilas kemudian kembali pada Leave. “Bagaimana hasil laporanku? Kurasa aku hamil,” imbuhnya benar-benar terang-terangan.Mengeryit dahi Amor mendengar pertanyaan monohok wanita di sampingnya. Pandangannya beralih pada Lauretta yang menatap lurus ke depan. Sementara Leave, di depan pria itu mengulum senyum seraya terus memeriksa hasil laporan.“Anak siapa yang kau kandung?” tanya Amor. Kontan mendapatkan lirikan dari wanita yang ditanyainya. “Sudah berapa bulan?” sambungnya bertanya lagi.Berdecak lidah Lauretta sebelum menjawab, mengalihkan
Satu buket bunga krisan putih Lauretta bawa untuk memperingati hari kematian ayahnya. Manuel merupakan sosok ayah yang tegas pun baik bagi Lauretta. Meskipun beberapa kenangan buruk tentang pria itu tak bisa dihindari.Diletakan buket bunga tersebut di atas makam sang ayah, lantas dirinya beserta Alexandro menunduk hormat.Pria dengan kemeja hitamnya pun berjalan masih dibantu oleh dua tongkat pada sisi kanan serta kirinya sebab luka di kakinya belum sepenuhnya sembuh. Alexandro ditarik Lauretta untuk ikut serta mengunjungi pemakaman meskipun dirinya tak mau. Karena jika tak dalam kondisi sakit, pria ini akan kabur entah ke mana seperti anggota keluarganya yang lain.Sungguh malang nasibmu, Papa. Tidak ada satupun orang yang mengingat hari kematianmu selain diriku. Kau pria yang selalu menjadi kebanggaan Hector serta seluruh pengikutmu. Namun bahkan pada hari kematianmu sama sekali tak ada pertemuan yang diadakan.“Tidak ada yang datang pada hari peringatan kematian si pengkhianat kel
Membuka mata Lauretta menatap langit-langit kamar. Menghela dirinya mengingat jika tadi malam ia tertidur di kamar Amor sebab pria itu mengobati lukanya. Beranjak dia memegangi perutnya yang telah terbalut kasa. Menyadari jika tubuhnya polos tak berpakaian.Lirikan matanya nan tajam pada Amor yang melangkah mendekatinya. Pria itu mematikan sulutan rokok sebelum mencapai ranjang. “Sudah bangun?”“Kau membuka pakaianku?” sosornya pada Amor.Tenang pun santai Amor terus mendekat. Berdiri dirinya tepat di depan ranjang. Dua tangan ia masukkan pada saku celana serta tatapannya jatuh pada Lauretta yang masih duduk di peraduan. “Si. Aku yang membukanya. Bukan hal aneh untuk melihat tubuhmu tanpa pakaian, kita pernah lebih dari itu,” timpalnya amat santai pun merasa tak berdosa.Lauretta berdecih membuang muka. Segera ia beringsut turun dari ranjang dengan selimut yang membelit di tubuhnya. Sementara Amor hanya diam dan mempehatikan, bahkan tak melarang ketika wanita itu dengan santainya men