Home / Fiksi Remaja / Skandal Hati Melody / 2. Surprise Gift yang Gagal

Share

2. Surprise Gift yang Gagal

Author: ra_vaa
last update Last Updated: 2022-04-11 17:11:06

Orin ... Orin ...! Derita macam apa yang dihibahkan padaku. Kenapa hanya meminta foto dan tanda tangan grup cowok ganteng ini aja mesti perjuangan seperti ini?

Tidak adil! Sungguh semuanya tidak adil! Di saat aku meluangkan hari liburku dari rutinitas kuliahku, yang kulakukan malah hal tidak penting seperti ini. Sungguh ironi.

Antrean berjalan sangat lambat, selambat bekicot sedang jalan santai. Tidak ada seorang pun di sini yang rela bertukar posisi denganku, dengan iming-iming apa pun. Bukannya ingin cepat-cepat bertemu band idola Orin, aku mulai merasakan kakiku seperti kesemutan.

Saat sudah hampir sampai giliranku, seluruh sendiku melemas. Sial! Ini jauh lebih menyakitkan dibanding diputuskan oleh pacar. Lima orang anggota band itu seperti berbenah, siap meninggalkan tempat.

"Masih ada satu orang lagi," teriak salah seorang panitia. Apa keberadaanku tidak terlihat oleh mereka? Jangan-jangan penampilanku lebih mirip petugas bersih-bersih dibanding penggemar.

Dengan tidak bersemangat aku berjalan menghampiri mereka, menyerahkan foto mereka untuk ditandatangani dan berpose datar saat difoto. Mau bagaimana lagi, aku sudah lelah berada di antrean sialan ini selama hampir tiga jam.

Daripada dicap nggak sopan, aku menyalami satu persatu anggota band yang tidak berhasil kuingat namanya. Saat tanganku berada di genggaman salah seorang anggota band yang pernah kubilang berwajah menyebalkan, dia menatap mataku dengan tatapan tajam. Duh! Jangan-jangan ketahuan kalau aku ini penggemar gadungan!

"Selamat! Kamu memenangkan surprise gift berupa makan malam bersama Kai!" Terdengar teriakan nyaring di sebelahku. 

Apa tadi katanya? Makan malam? 

Mataku membelalak. Tidak mungkin, ini pasti jebakan, seperti yang tren akhir-akhir ini. Memberi kejutan padaku dan beberapa detik kemudian mereka akan mengejutkanku dengan teriakan kasian deh lo kena kerjain. Memangnya aku nggak tahu tentang hal seperti ini? Mereka salah ngerjain orang deh kayaknya. Melody mau dilawan.

"Makasih, tapi aku nggak butuh," ujarku dengan nada dingin yang dibuat-buat. Aku berdehem setelah mengucapkannya. Rasanya aku sungguh percaya diri saat menyelesaikan kalimatku. 

"Ini makan malam dengan Kai loh, Mbak," ujar salah seorang panitia yang tidak berhasil kulihat namanya dari name tag-nya. Mau makan malam dengan siapa pun aku nggak peduli. Memangnya aku salah satu penggemar mereka? Nggak, kan?

"Terus?" Aku balas bertanya. Aku berusaha mengatur wajahku agarterlihat sedatar mungkin. Aku harus membuktikan jika aku benar-benar tidak terpengaruh sedikit pun dengan gift yang mereka katakan tadi.

"Astaga! Are you serious? Katanya penggemar Refrain, masa dapat gift makan malam nggak mau? Kamu mencurigakan." Kali ini salah seorang panitia dengan gaya kemayu menimpali. Mataku pun menyipit sambil melihatke arah panitia tadi. Tingkahnya seperti aku baru saja menolak ajakan pacaran dari artis terkenal. Aneh, ini terlalu drama menurutku. Pasti ada yang nggak beres dari surprise gift ini.

"And are you serious about giving me that gift? Malah kalian yang mencurigakan. Kalian pasti berniat mengacaukan emosiku dan kemudian bakal bilang kalau semua ini cuma tipuan. Lihat, kamera di sana sini. Ini pasti salah satu trik untuk menaikkan rating channel YouTube kalian!" kataku panjang lebar.

Hening. Beberapa detik tidak ada yang menyahut perkataanku. Sepertinya ucapanku sangat menyita perhatian mereka sampai semuanya diam nggak berkata-kata. Mungkin tidak ada seorang pun yang akan menyangka jika ada seorang penggemar yang berbuat demikian di hadapan band idolanya. Mendadak aku merasa sangat keren setelah mengucapkan kalimat panjang lebar itu.

"Hahaha ...!" Tawa yang sangat keras terdengar jelas di telingaku. Aku menoleh mencari sumber suara. Salah seorang anggota band yang berambut perak menutup mulutnya saat aku menatapnya dengan tajam. Apa maksudnya tertawa mengejek seperti itu. Menyebalkan. Rasanya ingin kusumpal mulutnya dengan kaos kakiku.

"Kami nggak pernah mempermainkan penggemar seperti itu," katanya kemudian. Dia kemudian tersenyum dan menurutku senyumannya sungguh tidak tulus.

"Kamu boleh mengambil hadiahmu nanti malam di rooftop kafe hotel ini," ujar anggota band yang berwajah paling menyebalkan. Kenapa sih wajah mereka nggak ada yang ramah, yang ini wajahnya sombong, yang sana tertawa terus tapi buat sakit hati aja, yang sana lagi malah kayak nggak peduli. Pokoknya mereka semua nggak ada yang beres.

"Itu pun kalau kamu mau," lanjutnya sambil beranjak dari duduk.

"Oke, sesi foto dan tanda tangan selesai!" Seorang panitia bertepuk tangan dengan keras dan memberi kode pada seluruh anggota band untuk meninggalkan tempat.

Mirip adegan salah satu film kartun yang tidak berhasil kuingat judulnya, aku ditinggal sendiri bersama dengan embusan angin yang menggulung dedaunan.

Sial! Mereka band paling sombong yang pernah kukenal! Banyak sekali catatan keburukan mereka yang berhasil kuhimpun di kepalaku dan semakin menambah rasa tidak sukaku pada idola Orin ini. band

"Ini bukti buat makan malam bersama Kai nanti. Tinggal tunjukan kepada waiter dan kamu bakal diantar ke kursimu." Panitia yang berwajah kemayu tadi menyerahkan selembar kertas padaku. Entah kenapa aku tidak berniat meliriknya. Aku merasa sangat marah tapi juga bingung apa sebenarnya yang membuatku begitu. Apalagi saat melihat wajah panitia yang satu ini. Dari cara bicaranya yang menyebalkan saja sudah membuatku emosi.

"Jam berapa?" tanyaku tidak bersemangat.

"Baca aja di situ, sudah dijelaskan semuanya," sahutnya sambil berlalu. Kukutuk jadi vas bunga baru tahu rasa!

"Dan ingat, hadiah bakal hangus jika diserahkan ke pihak lain," ujarnya seperti ancaman. Aku tersenyum masam, padahal memang itu yang ada di kepalaku dari tadi. Daripada mubazir, aku malah berniat memberikan tiket makan malam ini buat Maman, penjaga kostku.

Jadi apakah aku akan melewatkan makan malam bersama salah seorang anggota band Refrain yang tidak berhasil kuingat namanya? Tentu saja tidak. Anak kost yang jarang mendapatkan makanan enak sepertiku tidak akan membiarkan ini berlalu. Aku memang tidak konsisten, tapi marah-marah, sekarang malah ingin menikmati makan gratis. Peduli amat!

Aku sengaja tidak memberitahu Orin tentang hadiah makan malam yang aku dapatkan. Selain karena dia masih sakit, aku juga merasa tidak enak karena menggunakan haknya. Seharusnya dia yang mendapatkan hadiah makan malam ini. 

Aku tahu seberapa gilanya dia dengan Refrain, dan jika dia tahu aku akan makan malam bersama salah seorang personelnya, mungkin dia akan menggantungku hidup-hidup karena cemburu. Padahal aku cuma ingin makan malam gratis, tidak bermaksud apa-apa.

Persetan dengan harga diri karena kali ini aku malah begitu bersemangat akan mendapat makan malam gratis. Harusnya dari awal mereka memberikan hadiah makan malam gratis bukan acara foto dan tanda tangan yang nggak bermutu.

Langkahku mantap memasuki lift yang akan membawaku ke rooftop hotel. Hari belum terlalu gelap, baru pukul setengah tujuh malam. Sebentar … aku masih tidak berhasil mengingat nama salah satu anggota Refrain yang akan menemani makan malamku.

Kei? Keri? Kero? Sudahlah. Lupakan saja. Dia juga pasti tidak akan mengingat namaku.

Aku tidak mengerti dengan siasat manajemen Refrain memberikan hadiah makan malam bersama penggemar, bukan hadiah lainnya. Padahal untuk penggemar garis keras seperti Orin, diberi kesempatan foto bareng saja sudah senang bukan kepalang.

Oke, lupakan Orin dan Refrain. Kali ini aku sudah berada di kafe yang berada di rooftop hotel. Suasana tidak begitu ramai, hanya ada beberapa pasangan yang terlihat sedang menikmati makan malam mereka. Beberapa lainnya terlihat seperti para pengusaha muda yang sedang membicarakan bisnis mereka sambil makan malam. 

Tampaknya ini bukan sembarang kafe yang bisa dengan bebas dimasuki oleh anak-anak muda yang akan menjerit histeris di saat melihat idola mereka makan di sini. Kafe ini begitu privat, buktinya seorang petugas langsung menghampiriku saat kakiku baru selangkah memasuki area kafe.

"Selamat malam, Mbak? Sudah reservasi?" tanyanya dengan nada formal. Aku berdehem menghilangkan rasa canggung yang mendadak merayap, selain tenggorokanku memang terasa kering karena dahaga.

Apa penampilanku ini tidak cocok berada di sini? Mataku melirik sekilas tampilanku yang terpantul dari pintu kaca. Tadi rasa percaya diri begitu kuat terasa, tapi entah kenapa sekarang melihat suasananya ditambah akan bertemu dengan orang asing, mendadak rasanya tubuhku mau menciut. Kesombonganku ini memang selalu kalah di saat yang genting seperti ini.

"Saya pemenang makan malam bersama Refrain," sahutku sambil menyerahkan selembar kertas yang mulai lecek karena terlalu kuat kugenggam.

"Atas nama?" tanyanya kemudian. 

"Me … Orin! Atas nama Orin," sahutku tergagap. Napasku kutarik perlahan, hampir saja aku menyebutkan nama asliku.

"Silahkan Mbak, ikuti saya. Mbak sudah ditunggu dari tadi," ujarnya sambil menuntunku memasuki Kafe.

Tarik napas panjang, jangan berlaku norak.

Aku ditinggalkan di sebuah ruangan kecil dengan nuansa klasik yang begitu kental. Ditambah alunan musik instrumen yang sejujurnya membuatku mengantuk. Langit malam ini begitu cerah dan tidak ada harapan buatku yang memohon agar tempat ini disiram hujan deras. 

Aku nggak bohong jika saat ini yang terasa adalah kecanggungan yang begitu besar sampai rasanya seluruh tubuhku menggigil hebat. Jika kondisinya seperti ini, Orin sering mengejekku dan mengatakan kalau aku ini pengecut. Pengecut yang di awal seperti pemberani dan berakhir mengenaskan.

"Kenapa lama banget?" Seseorang muncul dari belakangku. Dia melirikku sekilas dan kemudian menarik kursi lalu duduk dengan sombongnya. Sepertinya dia telah lama menungguku, terbukti dari gelas minumannya yang tinggal setengah.

Oh semesta raya tolonglah aku! 

Bagaimana perkenalan yang baik antara penggemar dan band idolanya? Tidak mungkin berkenalan ala anak baru gede yang lagi pedekate, kan?

"Oh … hai ...," sapaku kaku. Tenang, tetap tenang. Fokus dan coba bayangkan apa yang bakal dilakukan Orin jika bertemu makhluk di hadapanku ini.

Oh tidak! Dia adalah anggota band yang pernah kucap memiliki wajah paling menyebalkan. Kelapaku terangkat pelan dan mataku dengan ragu mulai memidai wajahnya. Wajahnya perpaduan antara dua kata, ganteng dan menyebalkan.

"Aku nggak punya waktu banyak," ujarnya saat aku menarik kursi dan duduk di hadapannya. Heran, kenapa bisa hampir semua generasi muda di Indonesia ini mengidolakan band yang tidak memiliki sopan santun seperti ini? Seharusnya dia bisa menyapaku dengan sedikit basa-basi peuh nada ramah, bukan malah bersikap dingin seperti ini.

"Terus aku mesti gimana biar waktumu nggak habis," sahutku tidak peduli. Padahal sebenarnya aku sedang menahan tanganku yang mendadak gemetaran karena grogi bertemu orang asing.

"Pesan makanmu dan cepat habiskan," katanya tidak berperikemanusiaan. Lihat saja, akan kurekam percakapan tidak penting ini dan kusebar di media sosial. Aku jamin, dalam waktu nggak sampai dua puluh empat jam dia akan mencariku kembali dan mengemis-ngemis minta maaf.

"Aku belum sempat tidur dan kepalaku rasanya pusing banget," katanya seperti sedang curhat. Salah sendiri jadi artis.

Aku menarik napas panjang. Aku kesulitan menjelaskan perasaanku saat ini. Di saat yang lain kesenangan karena bisa bertemu band idola, tapi tidak denganku.

"Jadi sampai di sini aja acara makan malamnya?" tanyaku. Dia mengangkat wajahnya dan menatapku. Sumpah, aku tidak bisa mengingat siapa nama lelaki ini. Kenapa saat ini wajah menyebalkannya malah bertambah beratus-ratus kali lipat?

"Lain waktu aja, gimana? Kayaknya sekarang aku butuh istirahat," sahutnya pelan. Lain waktu? Oh seenak itu dia mengatakannya. Apa dia tidak tahu pengorbananku datang ke tempat ini.

"Aku janji. Minta nomor ponselmu, akan kuhubungi dalam waktu dekat," katanya memberi penawaran.

"Sebelum itu, boleh aku minta bantu antarin ke kamar?" Suaranya terdengar semakin pelan dan napasnya terdengar memburu. Aku mengernyit, apa dia sedang sakit?

"Kamu sakit?" tanyaku dan entah kenapa tanganku refleks menyentuh keningnya. Andai ada satu saja penggemar Refrain di sini, sudah dipastikan aku akan digampar karena terlalu penggemar yang cemburu.

"Panas banget!" Aku setengah menjerit.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
inggrid LARUSITA Nganjuk
bagus ceritanya tp kelanjutannya mana
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Skandal Hati Melody   3. Mirip Banget

    "Oke, kita batalkan aja hari ini," kataku panik. Masa sih aku harus memaksa makan malam dengan orang sakit, terdengar nggak manusiawi."Bantu aku kembali ke kamar," pintanya lagi. Suaranya semakin lemah, dan aku semakin kebingungan dengan situasi aneh ini."Ayo aku bantu," kataku akhirnya. Aku memang tipe orang yang gampang kasihan dengan penderitaan orang, makanya paling mudah ditipu.Aku tidak mengerti kenapa dia masih memaksa mengabulkan acara makan malam ini jika saat ini sedang sakit. Tinggal mengatakan sedang tidak enak badang, pasti manajemennya mau mengerti. Huh! Pasti ini salah satu kerja paksa dari manajemennya."Kamar nomor berapa?" tanyaku sambil membantunya berdiri. Hilang sudah batas antara penggemar dan idolanya. Aku bisa memegang tangan dan berada begitu dekat dengannya yang bagi penggemarnya adalah hal yang mustahil.Dia menarik masker sehingga menutupi sebagian wajahnya dan kemudian menyerahkan sebuah kartu yang menjadi kunci kama

    Last Updated : 2022-04-11
  • Skandal Hati Melody   1. Refrain

    "Kamu boleh minta tolong apa aja, asal jangan yang satu itu," tolakku. Wajah Orin berubah sendu, dia menundukkan wajahnya sambil menarik-narik selimut yang menyelimuti tubuhnya. Oh … tidak! Aku paling tidak bisa menghadapi Orin yang seperti itu. Orin memang selalu bersikap seperti itu jika aku menolak permintaannya. Wajah memelasnya ditambah kali ini dia memang sedang sakit membuatku iba."Kalau aku bisa keluar dari rumah sakit ini, aku nggak bakal minta tolong kamu, Mel," katanya dengan nada mengiba. Aku menarik napas panjang sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ruang rawat inap ini begitu sesak, apalagi ditambah menatap wajah Orin. Seperti perpaduan antara minta tolong dan pemaksaan.Sudah dua hari Orin dirawat di rumah sakit karena tifus yang dideritanya. Andai saja dia sehat-sehat saja, aku pasti tidak perlu menuruti permintaan tidak masuk akalnya."Kapan acaranya?" tanyaku akhirnya. Senyum Orin mengembang. Dia bahkan memaksa dirinya untuk dudu

    Last Updated : 2022-04-10

Latest chapter

  • Skandal Hati Melody   3. Mirip Banget

    "Oke, kita batalkan aja hari ini," kataku panik. Masa sih aku harus memaksa makan malam dengan orang sakit, terdengar nggak manusiawi."Bantu aku kembali ke kamar," pintanya lagi. Suaranya semakin lemah, dan aku semakin kebingungan dengan situasi aneh ini."Ayo aku bantu," kataku akhirnya. Aku memang tipe orang yang gampang kasihan dengan penderitaan orang, makanya paling mudah ditipu.Aku tidak mengerti kenapa dia masih memaksa mengabulkan acara makan malam ini jika saat ini sedang sakit. Tinggal mengatakan sedang tidak enak badang, pasti manajemennya mau mengerti. Huh! Pasti ini salah satu kerja paksa dari manajemennya."Kamar nomor berapa?" tanyaku sambil membantunya berdiri. Hilang sudah batas antara penggemar dan idolanya. Aku bisa memegang tangan dan berada begitu dekat dengannya yang bagi penggemarnya adalah hal yang mustahil.Dia menarik masker sehingga menutupi sebagian wajahnya dan kemudian menyerahkan sebuah kartu yang menjadi kunci kama

  • Skandal Hati Melody   2. Surprise Gift yang Gagal

    Orin ... Orin ...! Derita macam apa yang dihibahkan padaku. Kenapa hanya meminta foto dan tanda tangan grup cowok ganteng ini aja mesti perjuangan seperti ini?Tidak adil! Sungguh semuanya tidak adil! Di saat aku meluangkan hari liburku dari rutinitas kuliahku, yang kulakukan malah hal tidak penting seperti ini. Sungguh ironi.Antrean berjalan sangat lambat, selambat bekicot sedang jalan santai. Tidak ada seorang pun di sini yang rela bertukar posisi denganku, dengan iming-iming apa pun. Bukannya ingin cepat-cepat bertemu band idola Orin, aku mulai merasakan kakiku seperti kesemutan.Saat sudah hampir sampai giliranku, seluruh sendiku melemas. Sial! Ini jauh lebih menyakitkan dibanding diputuskan oleh pacar. Lima orang anggota band itu seperti berbenah, siap meninggalkan tempat."Masih ada satu orang lagi," teriak salah seorang panitia. Apa keberadaanku tidak terlihat oleh mereka? Jangan-jangan penampilanku lebih mirip petugas bersih-ber

  • Skandal Hati Melody   1. Refrain

    "Kamu boleh minta tolong apa aja, asal jangan yang satu itu," tolakku. Wajah Orin berubah sendu, dia menundukkan wajahnya sambil menarik-narik selimut yang menyelimuti tubuhnya. Oh … tidak! Aku paling tidak bisa menghadapi Orin yang seperti itu. Orin memang selalu bersikap seperti itu jika aku menolak permintaannya. Wajah memelasnya ditambah kali ini dia memang sedang sakit membuatku iba."Kalau aku bisa keluar dari rumah sakit ini, aku nggak bakal minta tolong kamu, Mel," katanya dengan nada mengiba. Aku menarik napas panjang sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ruang rawat inap ini begitu sesak, apalagi ditambah menatap wajah Orin. Seperti perpaduan antara minta tolong dan pemaksaan.Sudah dua hari Orin dirawat di rumah sakit karena tifus yang dideritanya. Andai saja dia sehat-sehat saja, aku pasti tidak perlu menuruti permintaan tidak masuk akalnya."Kapan acaranya?" tanyaku akhirnya. Senyum Orin mengembang. Dia bahkan memaksa dirinya untuk dudu

DMCA.com Protection Status