"Sudah bangun, May?" Suara bariton yang sudah begitu familier menyapu indera pendengaran Mayra. Mayra yang masih mengumpulkan nyawanya sesaat tertegun dan memandang sekelilingnya dengan bingung."Kau masih bersamaku dan ini sudah larut malam, May," kata Jaya menjelaskan dengan senang hati. Bola mata Mayra rasanya semakin membeliak mendengar penjelasan itu. Bisa-bisanya dia tertidur sampai tengah malam!"Ponselku? Dimana ponselku?" tanya Mayra lebih kepada dirinya sendiri. Dia harus menghubungi keluarganya. Jangan sampai sang ibu khawatir dengan keberadaan Mayra."Ini ponselmu!" ujar Jaya. Menyerahkan ponsel Mayra masih dengan senyuman yang pasti akan membuat para gadis di luar sana meleleh."Baterainya sudah aku isi sampai penuh. Hubungi ibumu sekarang, tapi aku rasa beliau bisa mengerti," lanjut Jaya lagi.Tanpa menjawab apa yang dikatakan Jaya, Mayra menerima ponselnya dan langsung menghubungi sang ibu."May, apa kau belum tidur?" sapa Santi pada deringan pertama. Sepertinya Santi
Mayra membersihkan tubuhnya secepat kilat. Dia tidak ingin Jaya masuk lagi ke dalam kamar mandi ketika dia sedang dalam kondisi tidak berbusana."Ayo, kemarilah, May. Kita makan dulu!" kata Jaya begitu Mayra keluar dari Kamar Mandi.Aneka hidangan yang menggugah selera sudah terhidang di atas meja kecil yang terdapat di sudut kamar. Tanpa disadari Mayra mengusap perutnya yang sudah menghasilkan simfoni demo di dalam sana. Mayra ternyata lapar! Dengan semua yang dialaminya sejak tadi siang, kalau Mayra tidak merasa lapar, berarti dia adalah seorang manusia super."Terima kasih, Tuan!" Mayra mengangguk sopan ketika Jaya menarikkan kursi untuknya."Tidak perlu terlalu sopan, kita hanya berdua!" Jaya menekankan lagi, ketika Mayra sudah siap dengan piring di tangannya."Baiklah, Tuan Jaya. Kalau itu keinginan Anda. Saya juga tidak akan sungkan lagi!" jawab Mayra tersenyum.Jaya tersenyum simpul. Melihat sikap Mayra yang santai, dia juga ikut merasa bahagia. Inikah rasanya? Melihat orang ya
Jaya menghentikan langkahnya mendengar seruan Mayra yang tertahan. Dia menoleh ke arah pandangan Mayra dan menangkap sosok adik lelaki Mayra. Tentu saja Jaya tahu. Sejak mempunyai perasaan kepada Mayra, dia menyelidiki Mayra sampai ke akar-akarnya. Bahkan jadwal masa subur Mayra datang bulan saja Jaya juga tahu. Bagaimana bisa? Sepertinya hanya Jaya dan Tuhan yang tahu. Satu lagi, Andrian pasti juga tahu. "Radit," seru Mayra lagi dan menghampiri adik lelakinya itu. Seharusnya Mayra senang karena bertemu dengan Radit, tetapi tidak dalam tempat dan posisi seperti ini. Sangat jelas terlihat Mayra menutupi kegugupannya ketika melihat Radit di hotel yang sama."Kenapa kamu ada disini, Dit?" tanya Mayra menutupi rasa cemas, dia takut Radit akan berfikir macam-macam tentang dia. "Aku melihat Mbak May kemarin masuk ke hotel ini. Apa Mbak May menginap di sini?" selidik Radit melihat Mayra dengan tatapan curiga."Iya, benar. Mayra menginap disini bersama saya karena ada klien penting kemarin
"Adam!" seru Mayra gembira melihat teman sekolahnya dulu.Adam segera menghampiri Mayra dan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan tetapi dengan segera uluran tangan itu ditepis oleh Jaya."Siapa kau?""Anda siapa?" tanya Adam mengerutkan kening dan dengan pandangan bertanya kepada Mayra yang terpaku."Adam, ini adalah Tuan Jaya Mahendra. Beliau ....""Saya calon suaminya Mayra Anjani!" tukas Jaya memotong ucapan Mayra yang hendak menjelaskan status hubungan mereka."Aku ...."Mayra tidak jadi menjelaskan lagi kepada Jaya bahwa dia bukanlah siapa-siapa bagi Jaya, tetapi melihat tatapan Jaya yang seperti sanggup membunuh, akhirnya Mayra mengurungkan niatnya itu."Wah, kapan kalian bertunangan? Paman dan Bibi tidak memberitahuku? Dan kau sungguh tega, May!" Adam terlihat memberengut kesal.Mayra seketika mengerutkan kening melihat reaksi Adam. Dia tidak terlalu dekat dengan Adam, tetapi kenapa sikap pria itu seperti kesal kepadanya?"Darimana kau pagi begini, Dam?" Mayra mengalihkan p
Mayra terpana mendengar kalimat yang keluar dari bibir sang ayah. Keterkejutannya semakin menjadi mendengar suara benda yang jatuh. Meskipun tidak keras, tetapi berbagai buah yang menggelinding sampai ke tempat mereka yang berkumpul di ranjang menjadi jawaban atas pertanyaan yang berkelebat.Santi langsung menoleh dan baru menyadari adanya Andrian dan juga Jaya di tempat yang sama."Maaf, saya baru tahu kalau ada Tuan Jaya dan Tuan Andrian. Saya akan membereskan buahnya. Silahkan duduk, Tuan!" Santi segera memunguti buah yang berjatuhan. Untungnya tidak menimbulkan kerusakan yang parah."Jangan, Bu. Biar petugas kebersihan saja yang membereskan. Itu sudah jatuh dan pasti penuh kuman. Nanti Andrian akan membelikan yang baru buat Bapak," tukas Jaya cepat. Dia melihat Mayra dari sudut matanya, Mayra tanpa suara sudah membantu sang ibu. "Tuan Jaya apakah boleh hari ini Mayra ijin tidak bekerja? Ayahnya kangen Mayra," ucap Santi, menatap Jaya penuh permohonan. "Tentu, Ibu. Tapi saya ingi
Pagi itu Nona Lolita sedang berjalan santai menuju taman yang ada di komplek perumahan tempat tinggalnya. Kebiasaan yang memang kadang dilakukan Nona Lolita, untuk sekedar mendinginkan pikirannya yang suntuk karena pekerjaan. Terlihat santai di luar dan menerima banyak uang, tetapi jangan salah, tetap saja ada tekanan yang dialami nona Lolita.Nona Lolita harus selalu memastikan klien yang menggunakan jasa anak buahnya puas dengan pelayanan Nona Lolita. Bahkan terkadang dia harus melakukan sidak kepada timnya agar mereka tetap pada koridor yang telah dia tetapkan. Semua itu semata-mata dilakukan agar kliennya selalu puas sehingga pundi-pundi keuangan Nona Lolita tetap pada jalur yang semestinya.Terkadang hati nurani berbisik bahwa apa yang dia lakukan adalah salah, tetapi sekali lagi, berbagai kebutuhan yang datang menerjang ditambah dengan lingkungan pergaulan yang membutuhkan budget tinggi, membuat Nona Lolita mengabaikan semua itu dan tetap menjalankan profesinya.Langkah kakinya
"Ini akan menjadi sebuah pertanda untukmu, Mayra!" kata wanita itu tersenyum penuh kelicikan. Dia menatap cermin, wajah cantiknya menyeringai membayangkan bagaimana Mayra ketakutan menerima hadiah darinya. Sambil tetap memandang wajahnya di cermin, dia mengepalkan tangannya erat-erat."Beraninya kamu yang menjadi wanita pilihan Jaya Mahendra, Mayra Anjani! Tidak akan aku biarkan kau bahagia! Meskipun Jaya Mahendra punya kelainan, dia adalah dambaan semua gadis! Dan kini, kau yang mendapatkan hatinya! Kau akan mendapatkan hukuman, Mayra!" Lalu wanita itu tertawa terbahak-bahak dan melemparkan asbaknya tepat mengenai cermin dan bunyi cermin yang pecah dan jatuh berserakan menjadi simfoni yang mengejutkan. Namun, wanita itu tetap santai, tidak memperdulikan serpihan kaca yang jatuh di sekitar kakinya. Malah asisten rumah tangga wanita itu yang terkejut setengah mati dan tergopoh-gopoh menghampiri majijannya itu."Nona! Apa yang terjadi! Aduh, banyak kaca! Nona jangan bergerak dulu dan j
"Kau demam, May! Tidurlah, kita akan bicara lagi nanti!" Jaya tersenyum penuh pesona. Sikap dinginnya hilang seketika. Dan Mayra hampir terpikat. Kenapa Jaya tidak menggunakan kesempatan ini dengan baik? Bukankah selama ini Jaya begitu gigih ingin menikah dengannya. Mungkinkah sekarang keinginannya itu kandas seketika? Pasti begitu! Cinta Jaya kepada Mayra harus melewati rintangan dari segala aspek. Bahkan halangan paling besar dari keluarga Jaya sendiri.Sebaiknya memang Mayra tidak bermimpi terlalu tinggi. Sepertinya benar apa yang ada di dalam pikiran Mayra, Jaya hanya ingin bermain saja! Seperti anak kecil yang harus mendapatkan mainan yang diinginkannya kalau tidak maka dia akan tantrum. Setelah berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya, maka dia akan berhenti dan tidak perduli. Karena apa yang diinginkan Jaya sejauh ini berhasil. Itu yang menjadi pemikiran Mayra."Jangan berfikir macam-macam, aku akan menunggumu sampai terlelap!" ucap Jaya sepertinya tahu kerisauan Mayra. Di