Skandal BabySitter dan Suamiku (18)Aku masih tertegun tatkala Satya mengatakan bahwa dia bersedia menjadi ayah sambung untuk Arkan. Dia memang tak pandai bergurau."Alia?"Seketika pandanganku kualihkan darinya, lalu terkekeh kecil. "Nggak lucu, ah. Leluconmu itu basi, Satya."Mana mungkin aku percaya, sedang aku saja tahu kalau dia sudah punya kekasih. Buktinya beberapa hari yang lalu waktu kami bertemu, tak sengaja aku melihatnya tengah memandangi foto perempuan. Namun entah siapa wanita yang dia pandangi diam-diam di belakangku itu.Sekilas kulihat dari ekor mataku dia menggaruk kepalanya asal, lalu ikut tertawa denganku. "Eh ... Iya, kah? Aku kira lucu," jawabnya konyol.Aku hanya menggelengkan kepala melihat aksinya. Satya memang orang baik, bahkan saat aku sedang dalam kesusahan pun dia tak pernah meninggalkanku. Hanya saja kemarin hubungan kami sempat jauh karena pernikahanku dengan Mas Darma dan aku berniat ingin menjaga perasaan suamiku.Namun ternyata, usahaku untuk menjag
Mas Darma dan gund*knya masih tertegun ketika tiba-tiba saja Satya datang dan membelaku. Terlebih, Satya tak datang sendirian, melainkan dia datang dengan tiga orang berbaju hitam dan terlihat menyeramkan.“Wah, rupanya ada pahlawan kesiangan, nih,” ucap Mas Darma yang seolah tak takut dengan kehadiran Satya.Satya berjalan mendekat ke arahku dan juga mas Darma. Dia menatap tajam lelaki yang masih berstatus sah sebagai suamiku itu.“Aku bukan ingin terlihat baik atau sekedar mencari sensasi dengan membela Alia atas kasus ini, tapi aku masih punya hati nurani dengan tidak ingin membiarkan bayi sekecil itu berpisah dari ibunya dan diasuh oleh orang seperti kalian,” tutur Satya dengan menatap Mas Darma dan Nadia secara bergatian.Jika sebelum ini Nadia terlihat membusungkan dadanya seolah menatangku, tapi sekarang dia bak botol air mineral yang disiram oleh air panas. Sikapnya sama sekali tidak mencerminkan seorang wanita berkelas.Ciih! Memang dia tidak berkelas, kan?“Tutup mulutmu, ak
"Selamat, ya. Akhirnya kamu cerai sama Darma."Aku masih terdiam meski perkataan Satya terdengar nyaring di kedua telingaku. Bukan karena apa, aku masih sedikit tak percaya dengan status yang kini kusandang.Janda. Sebuah status yang kutahu adalah suatu hal yang paling ditakuti oleh banyak perempuan, tapi kami bisa apa ketika tak ada lagi yang bisa dijadikan alasan untuk tetap bertahan pada sebuah hubungan yang terlihat semakin menyakitkan dan tidak sehat.Ah ... Rasanya jika mengingat semua itu rasanya memang tak adil. Aku yang telah susah payah membantu Mas Darma membesarkan perusahaan ayahnya, tapi kini aku justru berpisah darinya.Namun tak apa, setidaknya aku memiliki mertua yang begitu bijaksana dan paham dengan apa yang kurasakan. Kedua orang tua Mas Darma sangat mendukungku. Mereka bahkan tak segan langsung menyerahkan perusahaan besar itu pada Arkan, anakku.Padahal semua orang tahu, bahwa saat ini Arkan masih balita. Satupun orang tak akan bisa memaksa bayi kecil itu untuk t
Kiya tak kunjung menjawab pertanyaanku begitu dia baru saja menjatuhkan vas bunga. Entah, rasanya ada yang janggal, tapi aku tidak tahu apa."Kiya ...." panggilku sekali lagi ketika dia masih berdiri mematung di tempatnya."Iy-iya, Bu. Maaf saya tidak sengaja. Tadi saya mau nawarin ke Ibu mau minum atau tidak," jawabnya yang kutahu sangat asal, karena aku hanya perlu meminta bantuan office boy untuk mengambilkanku minum."Benar kah?" kataku lagi menyelidik sembari melirik sekilas pada Mas Darma.Dia masih sama, berdiri dengan sorot amarah di kedua matanya. Ah, terserah dia saja karena aku sungguh tak peduli.Kiya mengangguk, lalu berniat hendak undur diri. "Kiya tunggu," panggilku menghentikan langkahnya.Dia berbalik ke arahku, tapi tak berani menatap wajahku seperti pertama kali kami bertemu beberapa saat yang lalu. Aku jadi curiga, apa mereka ada hubungan spesial juga?"Nanti temui aku, ada hal yang ingin kubicarakan," tandasku sebelum mempersilahkannya pergi dari hadapanku dan Mas
Bagaimana bisa, dia mendapatkan beberapa perhiasanku? Sedang aku saja menyimpannya di tempat yang selalu kukunci rapat."Kenapa, Nyonya? Anda terkejut?" ucapnya dengan menyeringai.Benar-benar serigala berbulu domba!"Darimana kamu dapatkan semua itu?"Bukannya langsung menjawab pertanyaanku, Nadia justru tertawa lantang dan berdiri tepat di hadapanku. Kini aku tak lagi bersanding dengan seorang babysitter, melainkan seorang rival."Ah, bahkan mantan suamimu itu terlalu bucin denganku, Bu. Andaikan saat itu aku minta segunung berlian, pasti akan dia tepati juga. Namun sayang, aku hanya meminta beberapa perhiasanmu saja," terangnya membuatku semakin marah.Aku menatapnya dalam. Suasana hatiku yang sangat bagus karena akan bertemu orang tua Mas Darma kini menguap begitu saja karena kelakuan Nadia yang membuat emosiku memuncak."Sudah, ya. Aku permisi dulu. Kemarin aku lupa membawa semua ini, jadi hari ini kuambil. Ini kan hakku, Mas Darma sudah memberikannya padaku," ledeknya.Dadaku ke
“Bu, cepat ke kantor. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan,” terang Kiya lewat sambungan telepon.Aku mengernyitkan dahi, tak biasanya dia menyuruhku untuk datang ke kantor sepagi ini. Biasanya meski ada masalah di kantor dia akan menungguku sampai aku tiba, tidak memaksaku untuk datang segera seperti ini.Gegas kuserahkan Arkan pada Sari, lalu mengambil tas selempang yang ada di kamar dan melesat ke kantor. Suara Kiya panik, sepertinya memang benar ada suatu masalah yang serius di kantor.Sekitar setengah jam perjalanan akhirnya aku sampai di kantor dengan sangat terburu-buru. Kucari keberadaan Kiya. Rupanya dia sudah berada di ruanganku sejak satu jam yang lalu.“Bu, lihat. Sepagi ini dan sudah ada orang misterius mengirimi anda sebah bingkisan yang sangat aneh,” ucapnya ketika aku masuk dengan tatapan heran.Sebuah kotak berwarna cokelat tergeletak di atas mejak kerjaku. Tak ada kartu ataupun kertas yang menerangkan siapa pengirim bingkisan itu.“Apa yang membuatmu merasa aneh
Satu masalah belum selesai kini masalah baru sudah muncul dihadapanku. Ketika aku memang baru saja berfikir mengenai sosok lelaki yang beberapa waktu yang lalu bertemu dengan Mas Darma dan Nadia, serta hubungannya dengan terorku pagi tadi. Kini, satu buah teror sudah muncul di hadapanku.Apa mungkin, ini adalah ulah satu orang yang sama? Tapi siapa? Ingin menuduh Mas Darma pun saat ini aku belum memiliki bukti yang cukup kuat karena saat itu aku tidak bisa melihat wajah lelaki itu dengan jelas.Ah, rasanya kepalaku seperti mau pecah.Entah kenapa Tuhan memberikanku cobaan sebanyak ini tanpa seorang pun yang bisa kujadikan sandaran. Kupandangi mobilku yang telah tak berbentuk. Ingin marah pun pada siapa karena saat ini aku sama sekali belum tahu mengenai orang yang telah dengan sengaja menerorku.“Hallo, Pak. Tolong jemput aku di taman kota sebelah timur. Dan juga bawa orang bengkel ke tempat ini, mobilku bermasalah,” ucapku pada Pak Abdul, sopir keluargaku yang memang kutugaskan khus
Hari ini telah kumantapkan hatiku untuk segera mendaftarkan diri ke kantor pengadilan agama. Untuk apa lagi jika bukan gugatan cerai? Ya, aku memang sudah yakin jika ingin menggugat cerai Mas Darma karena sampai sekarang dia pun tak ada itikad baik untuk berubah dan ingin kembali denganku.Tak masalah, toh aku juga sudah tidak butuh lelaki sepertinya. Biar dia bahagia dengan pilihannya, bahkan dengan seleranya yang rendahan itu. Aku kira, seorang BabySitter di rumah akan meringankan pekerjaanku. Namun ternyata dia tak hanya meringankan pekerjaanku melainkan sangat membuatku sangat ringan karena dengan begitu aku bisa tahu bagaimana keadaan dan kondisi suamiku yang sebenarnya.Sepanjang perjalanan aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk melamun. Kuremas dadaku sendiri, rasa sakit yang kian menelusup dalam dada ini rasanya perlahan begitu menggerogoti kebahagianku.Sedikit banyaknya aku masih belum terima dengan status baru yang nantinya akan kusandang setelah permohonanku dikabulkan
Dua tahun kemudian ...."Selamat Alia atas pernikahanmu," ucap Almira dengan memberiku pelukan hangat.Aku tersenyum, dan membalas pelukannya sedang pengantin lelaki yang ada di sampingku pun ikut tersenyum. Kami sedang menjadi raja dan ratu sehari hari ini, dan harapan kami semoga pernikahan ini akan langgeng hingga tua nanti.Ya, hari ini aku menikah. Menikah untuk kedua kalinya setelah pernikahanku yang pertama gagal karena suamiku lebih memilih babysitter anak kami sendiri. Pernikahan keduaku ini pun tak semudah yang dibayangkan, aku sudah melalui banyak sekali hal yang membuatku jatuh bangun hingga akhirnya aku memantapkan hati untuk menikah dengannya."Satya, selamat ya. Semoga kamu bisa menjadi suami yang baik untuk Alia dan menjadi ayah yang baik untuk Arkan." Lagi, Almira memberi selamat pada kami, terutama pada Satya.Pada akhirnya aku menikah dengan Satya, lelaki yang sudah menemaniku sejak beberapa tahun terakhir ini. Suka duka sudah kami lalui bersama hingga akhirnya kami
"Sudah kubilang, jangan mengumbar cerita masalalu kita kepada oranglain. Aku tidak suka. Lagipula untuk apa kamu menceritakan kisah kita pada Alia? Kita sudah menjadi masalalu, dan aku berhak bahagia juga," tandas Irvan ketus.Aku yang berdiri tak jauh dari mereka bisa mendengar percakapannya dengan sangat jelas. Sengaja, aku ingin mendengar percakapan mereka yang mungkin tak akan diceritakan padaku. Almira adalah sabahat yang baik, Irvan pun demikian. Tak kupungkiri aku pun tidak bisa memihak pada salah satu diantara mereka.Keduanya kuanggap sangat baik meski pada kenyataannya Irvan menyatakan perasaannya padaku. Kupikir ini adalah jalan yang dipilih Tuhan untukku, sebagai pengganti Mas Darma tentunya. Namun jika sekarang kuketahui kenyataan yang seperti ini, apa aku tega untuk bersama Irvan? Sedang tangis Almira saja masih terngiang jelas di kepalaku.Lagipula aku tidak suka dengan sikap Irvan yang seakan menutupi apa yang tengah terjadi di antara kami. Dia sudah membohongi Almira
"Duduklah dulu, mari kita nikmati malam ini dengan sangat santai. Jangan terburu-buru, lagipula kamu juga baru sampai, kan?" tuturku ketika melihatnya sedikit tergesa-gesa dengan perasaannya.Irvan terlihat menggaruk kepalanya, lalu duduk di hadapanku yang terhalang oleh sebuah meja bundar dan penuh dengan lilin serta bunga. Tak kupungkiri, ini terlihat sangat manis dan romantis. Hanya saja lagi-lagi aku seperti tak bisa menikmatinya karena seluruh pikiranku masih tertuju pada Almira. Mungkin aku tak akan tenang sampai aku menanyakan hal itu kepadanya.Semoga saja semua yang kupikirkan mengenai Irvan tak benar, dan semua itu hanya pikiran burukku semata. Bukankah di dunia ini ada banyak orang yang berwajah mirip?"Terimakasih kamu sudah mau datang, Alia," ujar Irvan ketika ia sudah mendudukkan tubuhnya di atas kursinya.Aku tersenyum tipis dengan menganggukkan kepala. "Iya, sama-sama. Lagipula aku tak mungkin tidak datang, karena memang ada sesuatu hal juga yang ingin kusampaikan pada
Tak terasa aku sudah menghabiskan waktu selama dua jam bersama Almira. Memang, jika sudah bertemu seperti ini membuat lupa waktu. Perbincangan demi perbincangan hangat kami benar-benar membuat lupa waktu.Almira adalah pribadi yang menyenangkan, dia tidak sombong dan sangat asik ketika diajak berbincang seperti ini. Hanya saja kami jarang bertemu karena kesibukan masing-masing, terlebih semenjak aku berusaha menyibukkan diri setelah perpisahanku dengan Mas Darma."Alia, makasih ya. Aku seneng banget bisa ngobrol banyak sama kamu," tutur Almira ketika kami hendak berpisah."Nggak usah berterimakasih, aku juga seneng banget bisa ketemu kamu. Setidaknya pertemuan kita kali ini membuatku bisa tertawa lepas," ucapku menimpali.Kami sama-sama tersenyum, lalu bangkit dan hendak meninggalkan meja yang telah kami duduki sejak dua jam yang lalu. Namun perhatianku teralihkan oleh dompet Almira yang terbuka karena jatuh dari tasnya."Al, dompetmu jatuh," ucapku dengan lantas menunduk hendak menga
Sepanjang perjalanan aku sama sekali tidak bisa fokus, karena masih memikirkan apa yang baru saja dikatakan oleh Satya. Ya, perbuatan Satya yang mengakuiku sebagai kekasihnya di depan mantan pacarnya membuatku sangat tidak nyaman.Selain aku tidak suka kebohongan, aku juga tidak nyaman dengan sandiwara yang dia mainkan. Bagaimana bisa, dia membawakan sandiwara itu seperti dengan menggunakan hati? Jika tak sengaja aku menggunakan hati juga, apa yang akan dia lakukan?Astaga ... Apa yang aku pikirkan? Tidak mungkin semua itu terjadi karena persahabatanku dengannya sudah terjalin sangat lama. Mana mungkin Satya memiliki perasaan itu padaku, dan juga denganku, aku juga tidak mungkin memiliki rasa itu.Saat ini saja aku tengah gundah dengan perasaan yang baru saja diutarakan oleh Irvan, bagaimana mungkin aku justru menambah beban di dalam hatiku? Rasanya hidupku baru saja tenang selepas dari Mas Darma, lalu apa sekarang aku akan memperkeruhnya lagi dengan perasaan yang mungkin tak nyata in
"Em ... Tapi tidak ada salahnya kan kamu membuka hati lagi? Mana mungkin kamu akan sendiri terus seperti ini?" tandas Satya dengan menatapku dalam.Aku hanya menghela nafas dalam, lalu mengalihkan pandangan. "Eh, lihat. Besok kalau ada waktu luang lagi ajak aku ke sana, ya," kataku dengan menunjuk sebuah restoran yang baru saja buka dan mengadakan diskon besar-besaran untuk makanan utamanya.Sejujurnya, aku hanya ingin mengalihkan pembicaraan karena sebenarnya aku sendiri pun bisa pergi ke sana tanpa Satya. Pembicaraan Satya rasanya sangat menusukku, itulah sebabnya aku memilih untuk mengalihkan pembicaraan.Awalnya Satya terdiam, mungkin dia juga merasa jika sebetulnya aku hanya mengalihkan pembicaraan saja. Namun pada akhirnya dia lantas menyahut perkataanku. "Oh, restoran baru itu, ya? Baik lah, besok kita coba. Kebetulan makanan jepang adalah makanan kesukaanku," tuturnya dengan ikut melihat restoran di depan sana.Lewat ekor mataku, kulihat Satya menatap lekat restoran yang baru
Pertemuanku dengan Irvan benar-benar membuat pikiranku tak bisa kukendalikan. Benar, pikiranku jadi kacau. Bagaimana tidak? Secara terang-terangan dia melamarku setelah perpisahanku dengan Mas Darma baru terjadi.Kuhembuskan nafas dalam, lalu menutup kembali kaca mobil yang sempat kubuka sebelumnya. Hari ini aktivitasku tak terlalu padat, sehingga aku lebih bisa menikmati hari dengan santai.Rencananya setelah ini aku ingin menjalani hariku dengan sangat bahagia. Mengenai Mas Darma dan Nadia aku sudah benar-benar melupakannya dan mengikhlaskan semuanya. Aku yakin di balik ini akan ada balasan yang jauh lebih baik dari apapun.Semua kejadian yang baru saja menimpaku ini memang terasa sangat sakit. Dikhianati oleh orang-orang terdekat seakan aku jatuh ke lembah yang sangat dalam. Orang-orang yang seharusnya menjadi penopang di saat hatiku gundah dan sakit nyatanya hanya bisa menjadi boomerang bagiku. Dengan teganya mereka memporak-porandakan hatiku sedalam ini.Ah, betapa adilnya Tuhan
"Kamu sudah benar-benar mengikhlaskan Darma?" tanya Satya ditengah-tengah kesunyian yang terjadi diantara kami ketika tengah menikmati hidangan di restoran ini.Sejenak aku terdiam, memikirkan bagaimana perasaanku yang sesungguhnya apakah benar bahwa aku telah mengikhlaskan Mas Darma atau belum. Namun, yang kurasakan kini hatiku memang telah benar-benar tak ada Mas Darma lagi."Iya, sudah.""Kamu tidak menyesal memberikan lelakimu kepada seorang BabySitter?"Aku tertawa setelah temanku itu mengatakan demikian. "Kenapa harus menyesal? Biarkan saja, mungkin memang itu yang dia inginkan, Satya."Satya ikut tertawa, lalu kami melanjutkan makan dengan topik pembicaraan yang lain. Bagiku Satya adalah teman yang sangat setia kepadaku karena dia mau tetap berada di sampingku ketika kondisiku benar-benar sedang terpuruk. Hanya Satya yang membantuku kala itu, ketika Mas Darma tengah terpergok bersama Nadia."Besok aku mau ke rumahmu, ada waktu?" tanya Satya ketika kami telah selesai makan."Ada
[Bukan aku yang menginginkanmu miskin, Mas. Tapi kamu sendiri dengan segala kelakuanmu itu.]Rasanya aku sangat puas ketika bisa melihat Mas Darma seperti ini. Setidaknya kini dia bisa menerima pembalasan atas apa yang sudah dilakukannya padaku.Dengan segenap hati aku membantunya dengan ikut bekerja, tapi ternyata apa yang kulakukan hanyalah sebuah kesalahan. Andai saja waktu dapat diputar, aku tidak ingin kejadian ini terjadi padaku.[Persetan dengan semua itu. Bagiku siapa yang bisa membahagiakanku itu lah yang pantas bersanding denganku]Jantungku berdetak sangat cepat ketika kubaca pesan balasan darinya. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu?[Baiklah ... Jalani hidupmu dengan BabySitter itu meski tanpa uang disakumu]Kulempar ponselku asal, lalu kembali merebahkan tubuhku di atas ranjang kamar. Satu-satunya hal yang mampu membuatku bersemangat hanya satu, Arkan.Saat ini aku hanya ingin melihat Mas Darma hancur dan bisa kembali kejalan yang benar. Atau setidaknya aku ingin meliha