Share

Bab 2

last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-05 13:53:02

Ceklik....

Mataku membulat sempurna saat melihat ke atas ranjang berukuran king itu. Dua orang terlelap di bawah selimut berwarna putih. 

Aku masih terpaku bersandar di dinding hotel nan mewah. Rasanya tidak percaya dengan apa yang sedang ku lihat saat ini. 

Sakit,rasanya hatiku seperti diiris-iris sembilu. Oh bukan,lebih terasa dicacah-cacah hingga habis tak tersisa. Menyakitkan. 

Untuk apa Om Bagas memintaku kemari kalau hanya melihat pemandangan ini? 

Apa dia mau memamerkan hubungan intim dengan istrinya? Katanya sudah tak cinta tapi nyatanya masih diembat juga.Menyebalkan. Rasanya emosiku mendidih seketika. Ingin ku beri sianida istri sahnya itu. Biar mati seketika. Dan aku bisa hidup bahagia bersama Om Bagas. 

Bukankah itu ide yang bagus? 

"Jangan gegabah Yasmin!" Sisi hatiku memberontak, walau dominan ingin membunuhnya sekalian. Namun aku sadar, gegabah akan menghancurkan semua impianku. 

Aku harus segera pergi dari sini. Panas hati melihat pemandangan itu. Harusnya aku yang di atas sana. Bukan dia! Wanita tua yang sudah tak menarik lagi. 

Ah, menyebalkan! 

Ku hentakkan kaki ini. Kesal luar biasa. 

Tapi tunggu, bukankah lebih baik ku lihat wajahnya lebih dekat, agar aku bisa melihat kelemahannya. Seberapa cantik dia, hingga Om Bagas tidak mau melepaskannya. 

Mata masih menatap dua insan di atas ranjang. Tubuh istrinya tak selangsing diriku meski tidak juga gemuk. Kulit wajahnya pasti juga mulai keriput. Apa yang bisa dibanggakan dari wanita seperti itu? Jauh aku lebih baik dari dia. Tapi kenapa Om Bagas tidak mau menceraikan istrinya? 

Aku semakin mendekat, ingin melihat lebih detail seperti apa wajah istrinya.Aku berjalan sepelan  mungkin agar tidak ada suara yang timbul dari gesekan sepatu dan lantai. Bisa gawat jika wanita tua itu bangun. Kini aku sudah berdiri tepat di sebelahnya. 

Kulitnya sawo matang, tak seputih diriku.  bulu mata lentik. Kalau dilihat-lihat dia memang cantik. Tapi tetap tak secantik diriku. Kalah jauhlah dibanding denganku. 

Apa mereka tak menyadari jika aku berada di sini? Tak terbayangkan pergulatan mereka. Hingga akhirnya terlelap seperti itu. 

Arrgghhtt! 

Sial*n! 

"Lagi sayang, emm...." ucap wanita tua dengan mata tertutup. 

Aku segera berlari keluar kamar. Jangan sampai wanita tua itu tahu aku di sini. Bisa hancur impianku memiliki apartemen mewah. 

BRAAAK

Pintu ku banting. Kesal luar biasa. Biar saja mereka bangun. Siapa suruh membuat hatiku panas. Sudah dandan cantik tapi justru jadi penonton. Tahu begini lebih baik tidur di kamar. Ah, sial*n! 

Berjalan sambil mengehentak-hentakkan kaki meninggalkan hotel mewah ini. Hotel yang biasa kami pakai untuk memadu kasih tapi kini justru aku jadi penontonnya. 

BRUG... 

Aku jatuh hingga pantat menyentuh lantai. Seorang ibu gempal sengaja menyenggol pundak saat melewatiku. Hingga aku hilang keseimbangan dan akhirnya jatuh. Dasar emak gempal tidak punya akhlak! 

"Kalau jalan lihat-lihat dong, Bu! Punya mata gak sih?" teriakku hingga mengundang banyak pasang mata melihat ke arah kami. 

"Apa teriak-teriak! Kamu pikir aku tuli!" 

Ow, rupanya dia berani juga. Dia pikir dengan tubuh gempalnya aku akan takut! Tidak, dia belum tahu siapa aku! 

"Kalau jalan tidak usah senggol-senggol. Kalau badan kecil tidak masalah. Nah ini badan segede gajah pakai nyenggol. Ibu sengaja ya, biar aku jatuh!" Dada naik turun menahan amarah yang kian memuncak. 

Sudah dikerjai Om Bagas. Eh kena usil ibu gempal. Oke, akan ku lampiaskan amarahku padanya. Biar sekalian lega. Siapa suruh menganggu pelakor yang sedang naik pitam! Habislah kau! 

PLAAK

Satu tamparan mendarat di pipi kiriku. Nyeri dan panas menjalar ke seluruh pipi. Aku kalah start.Dia sudah lebih dulu menamparku. 

PLAAK

"Dasar gajah tidak tahu diri!" teriakku sambil melayangkan tangan kananku. Kini pipinya sama sepertiku, merah dengan gambar telapak tangan. 

Mata ibu itu melotot mau copot. Ku telan air liur dengan susah payah. Bisa remuk tubuhku jika kena hantam dia. Bisa-bisa kecantikanku memudar. Om Bagas bisa ilfeel dan akhirnya meninggalkanku. 

Oh, tidak! Itu tidak boleh terjadi. 

Kecantikan adalah modal utama untuk hidup bergelimang harta. Dan aku tidak mau jadi miskin karena kena hantam ibu gempal di depanku ini. 

"Tolong! Tolong!" teriakku saat ibu tadi mulai melayangkan tangan di udara. 

Aku mundur ke belakang menghindari amukan gajah betina. Telat satu langkah aku bisa jadi peyek. 

"Ada apa ini?" tanya satpam hotel. 

Aku bernafas lega, akhirnya selamat tepat pada waktunya. 

"Dia nampar saya, Pak. Hiks... Hiks...." Ku keluarkan air mata buaya. 

"Aduh, bu. Jangan seperti itu. Tenaga ibu itu kuat. Saya saja pasti kalah. Apa lagi Mbak cantik ini. Bisa gepeng sekali hantam," ucap satpam itu sambil melirik ke arahku. Lirikan yang membuat perutku mual seketika. 

Bayangkan lelaki berkulit hitam dengan gigi berwarna kuning melirikku. Kalau dia tampan seperti artis Korea tak masalah. Lha, ini .... 

Pak satpam dan ibu tadi mulai terlihat cek cok. Ku gunakan kesempatan ini untuk kabur. Kapok berurusan dengan wanita bertubuh gempal. Jangan sampai bertemu dia lagi. 

Melajukan kendaraan roda empat dengan kecepatan tinggi. Aku ingin segera sampai apartemen dan menangis tersedu-sedu. 

Tidak! Tidak! Tidak! 

Ya kali seorang pelakor menangis gara-gara kekasihnya tidur dengan istri sah. Tidak kebalik ya? Harusnya istri pertama yang menangis saat melihat suaminya berbagi peluh dengan wanita lain. 

Ini namanya dunia terbalik. 

Ku salip mobil hitam di depanku. Jalan kok lelet. Itu bawa mobil atau bawa rumah siput? 

Ciiiittt.... 

Suara ban mobil yang beradu dengan aspal saat ku injak pedal rem tiba-tiba. Tak lama terdengar suara tabrakan dari belakang. Jantungku sampai mau lepas karena terkejut. 

"Kucing siapa sih yang main di jalanan? Hampir saja mati kegencet ban mobilku," batinku kesal. 

Segera ku tepikan mobil. Aku masih duduk menetralisir degup jantung yang tak menentu. Hampir saja mati jantungan. 

"Keluar lo!" Teriakan dari luar beradu suara ketukan kaca mobil. 

Nyaliku menciut saat segerombolan orang mengerubungi mobilku. Ya ampun, aku harus bagai mana? 

"Keluar!" 

"Keluar!"

Dengan jantung berdetak kencang dan kaki gemetaran ku buka pintu mobil. Semua mata menatapku tajam. Aku seperti pelakor yang ketahuan istri sah. Ups! Aku kan simpanan orang. Untung tidak keceplosan. 

"Tanggung jawab lo!"

"Gue gak hamilin lo, kenapa harus tanggung jawab?" Seorang lelaki berambut panjang melotot mendengar ucapanku. 

"Ya, kali gue hamil. Gue laki bukan bencong!" ucapnya kesal sambil menyilangkan tangan di dada. 

"Pokoknya lo harus ganti rugi! Bumper gue rusak gara-gara lo ngerem mendadak!" 

Aku berjalan ke belakang. Benar saja bumper mobil lelaki itu rusak. Itu berarti mobil aku juga rusak dong?

"Mobil gue juga rusak tu, harus cat ulang. Jadi kita sama-sama impas kan?"

"Gak bisa gitu dong! Lo yang salah!" Teriaknya lantang. 

"Bawa ke kantor polisi saja Mas!"

"Motor aku lecet gara-gara dia!"

"Bawa ke polisi saja!"

"Kita pakai jalur hukum! "

Ucap mereka bersahutan. Mati aku! 

Yang belum subscribe dan follow, klik tombol dulu ya sayang. Happy Reading. 

Bab terkait

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 3

    Aduh! Jangan sampai aku berurusan dengan polisi. Ayo berpikir Yasmin! Tidak mungkin kan mengganti kerugian sebanyak itu. Yang ada aku bisa gulung tikar. "Tolong kasihani saya, jangan bawa urusan ini ke kantor polisi. Saya akan tanggung jawab. Kita selesaikan baik-baik." "Nah gitu dong, Mbak!" "Kenapa gak dari tadi sih!" "Gitu saja pakai drama." Aku ingin berteriak, memaki orang-orang yang ada di sini. Namun lagi-lagi harus ku tahan. Aku tidak mau berurusan dengan kantor polisi. Tidak lucu jika seorang Yasmin harus berurusan dengan lembaga hukum. Apa kata teman-temanku nanti? "Tunggu sebentar, aku mau ambil dompet," ucapku datar seraya jalan menuju kursi kemudi "Jangan kabur lo!" ucap lelaki berambut panjang itu. "Ya kali gue kabur. Mana bisa lewat!" Segera ku ambil benda persegi panjang berwarna merah.Lagi-lagi warna merah. Kesukaan Om Bagas membuatku selalu membeli barang dengan warna itu. Jika ingat Om Bagas, membuat emosiku naik lagi. Harusnya aku bahagia dengan

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-05
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 4

    "Aku mau Om Bagas menikahiku." Om Bagas mengalihkan pandangan. Tangan yang semula mengelus rambutku kini berpindah. Sudah kutebak. Ini akan terjadi. Lelaki memang selalu seperti itu. Tidak di dunia nyata tidak pula di cerita novel. Mereka selalu ingin enaknya. Giliran dimintai tanggung jawab akan muncul beribu alasan. "Kenapa diam Om? Katanya mau memenuhi semua permintaanku. Tapi kenapa selalu tak ada jawaban saat aku meminta ini?" Aku duduk, merapikan rambut yang sudah acak-acakan. Wajah ku buat masam. Sudah persis isi dompet saat tanggal tua. "Yasmin sayang. Kamu tahu bukan jika ini tak mungkin. Ayolah, kamu boleh meminta apa pun tapi tidak untuk yang satu ini." Om Bagas menyentuh pundakku. Namun segera ku tepis kasar. Marah, tentu. Apa seperti ini perasaan para pelakor sedunia? Dicampakkan bagai sampah saat tak diinginkan. Aku juga manusia, punya hati dan perasaan. Aku layaknya wanita pada umumnya. Ingin menikah dan memiliki keturunan. Tak selamanya aku jadi simpanan. Aku

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-05
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 5

    Aku berjalan mengendap-endap lalu bersembunyi di deretan baju tidur yang berjajar. Perasaanku semakin tak enak kala mendengar derap langkah kaki mendekat ke arahku."Kenapa sih?" bisik Cindy seraya meyenggol tanganku. Ku tempelkan jari telunjuk di bibir. Ini bukan saat yang tepat untuk berbicara apa lagi cerita. Bisa ketahuan dan semua menjadi runyam. Ku intip wanita yang semalam ku temui. Dia masih berdiri tak jauh dari tempatku bersembunyi. Jangan sampai istri Om Bagas tahu. Bisa gawat! Kalau saja semalam aku tak ke hotel, mungkin semua tak akan seperti ini. Aku bisa berdiri di hadapannya dengan wajah sombong. Tapi sekarang? Aku hanya dapat bersembunyi.Kalau dibilang takut, iya jelas. Beberapa kali membaca berita saat istri pertama menghajar pelakor membuatku bergidik ngeri. Kalau hanya di tampar tak masalah, tapi jika sampai dilumuri sambal di bagian sensitif....Oh, tidak! Itu sangat mengerikan. Tak terbayang bagaimana rasanya. Aku pasti akan pingsan kepanasan. "Kenapa di sana

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-05
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 6

    Suara notifikasi pesan masuk kembali terdengar. Sebuah pesan dari nomor baru. [Tiga hari lagi. Gilang]Apa maksud pesan ini? Siapa yang pengirimnya? Jangan-jangan dia suruhan Sandra untuk mengusir ku dari sini. Ya, ampun! Jangan sampai itu terjadi. Aku tidak ingin kembali terlunta-lunta di jalan. Angan kembali menerawang masa silam. *flashback on"Keluar kamu dari sini! Rumah ini sudah menjadi milikku!" ucap lelaki dengan perut membuncit itu. "Ini rumahku, bukan rumahmu!" ucapku lantang. Namun seketika menciut saat melihat dua orang bodyguard menatapku nyalang. "Baca!" Lelaki tambun itu melempar secarik kertas tepat mengenai wajahku. Dengan dada bergemuruh ku baca setiap kata yang tertulis di sana. Kakiku terasa lemas hingga menopang tubuhku tidak kuat. "Ini tidak asli kan?" Aku masih mengelak meski sudah ku lihat tanda tangan papa di atas materai. Rasanya tak percaya jika papa dan mama meninggal lalu mewariskan hutang yang begitu besar padaku. Kenapa selama ini aku tak tahu

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-19
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 7

    Aku menjalankan kendaraan roda empat meninggalkan apartemen. Menyetir mobil sembil menyanyikan lagu kesukaanku. Tak sengaja mata ini melihat ke spion. Sebuah mobil putih seperti mengikutiku dari belakang. Ku tepis pikiran buruk yang sempat menghantui. Sedikit positif thinking, mungkin hanya sejalan denganku. Boleh jadi tujuan sama. Bukankah mall umum untuk siapa saja? Sandra. Seketika pikiran buruk menyelimuti hatiku. Bisa jadi dia suruhan Sandra untuk menculikku. Atau bahkan membunuhku.Bayangan tubuh dimutilasi lalu dibuang menari-nari di pelupuk mata. Istri yang sakit hati bisa berbuat hal di luar nalar. Tanpa berpikir panjang ku lajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi lalu membelokkan ke mall. Aku bernafas lega ketika mobil berwarna putih tak ada di belakangku. Aku segera melangkah meninggalkan basement mall. Sedikit bernafas lega kala melihat sekeliling yang ramai. Penjahat tidak akan berani di situasi seperti ini. Jika mereka nekat tinggal teriak dan mereka akan terkena a

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-19
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 8

    Pov Yasmin"Apa karena dia masih muda hingga membuat kamu memilih dia?""Apa sih Om, aku gak ngerti.""Aww... Sakit Om." Seketika tangannya terlepas dari pundakku. "Maafkan aku sayang, aku khilaf. Aku cemburu melihat kamu makan dengan lelaki. Apa lagi dia lebih muda dariku. Aku takut kamu memilih dia."Aku tersenyum melihat wajah sendunya. Om Bagas cemburu. Apa aku tak salah dengar? Tanpa rasa malu ku peluk tubuhnya. Aku bahkan tak perduli ada di muka umum. Rasa bahagia membuat aku lupa jika diri ini hanyalah selingan. "Nanti aku jelasin di apartemen!" ucapku seraya menggandeng tangan Om Bagas. Bagai kerbau di cucuk hidungnya, Om Bagas hanya menurut tanpa banyak bicara. "Mau bawa mobil sendiri-sendiri atau satu mobil?" tanyaku setelah kami tiba di basement. "Naik mobilku saja. Mobil kamu biar di bawa orang suruhanku. Aku takut kamu menghilang lagi." Aku tersenyum melihat sikap lucu Om Bagas saat cemburu. Sungguh menggemaskan. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, tapi ini bukan

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-19
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 9

    "Mbak mau ketemu! Ada yang ingin Mbak bicarakan." "Aku di bengkel. Mbak ke sini saja," jawab Ray. Seketika panggilan telepon terputus. Dengan emosi yang meletup-letup di dada, Sandra segera menyalakan mesin mobil. Perlahan kendaraan roda empat miliknya berjalan meninggalkan halaman rumah mewah Bagaskara. Rumah yang telah dihuni dua puluh dua tahun yang lalu. Sandra tidak menyadari jika sedari tadi Brian sedang mengawasi gerak-geriknya. Sebagai anak sulung, Brian sadar jika ibunya tengah memiliki masalah. Saat berhadapan dengannya Sandra seolah menghindar.Bahkan dia enggan bertatap muka dengannya. Sikap seperti itu yang membuat dia yakin, jika ada sesuatu yang ibunya rahasiakan. Mobil berwarna putih itu melaju dengan kecepatan tinggi. Sandra kesetanan, dia bahkan tak perduli dengan nyawanya sendiri. Yang ada di kepalanya ialah rasa marah, benci, dan kecewa kepada Bagaskara dan Yasmin. Janji setia yang terlontar dari mulut Bagaskara ternyata hanya bualan semata. Nyatanya lelaki yan

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-19
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 10

    Sandra dan Ray telah sampai di pulau Bali. Sebuah pulau yang terkenal dengan pariwisatanya yang sangat indah. Situasi bandara sangat ramai kala Sandra dan Ray menginjakkan kaki di pulau Dewata.Banyak turis luar negeri yang berada di sana. Bali merupakan salah satu destinasi pariwisata favorit di kalangan turis luar negeri. Tidak heran jika kita akan bertemu orang berkulit putih di sana. Sandra melepas kaca mata hitam yang sedari tadi menutupi mata indahnya. Wanita berambut panjang itu menghirup nafas dalam, mencari pasokan oksigen agar bisa berpikir jernih. Sandra berusaha menata hati, menghilangkan keraguan yang sempat singgah di hati. Sebagai seorang istri dia harus bisa menutup aib suami. Namun yang akan ia lakukan justru kebalikannya. "Kita mau ke mana, Mbak?" tanya Ray menyentak lamunan sang kakak. Sandra mengambil benda pipih di dalam tas, lalu menyalakannya. Beberapa pesan masuk di aplikasi berwarna hijau miliknya. Tangan Sandra begitu cekatan bermain di atas layar. "Kita

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-19

Bab terbaru

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 134

    "Makan ya, Rel," bujuk Mama seraya mendekatkan sendok ke arahku. Aku menoleh, kembali fokus menatap awan yang terlihat dari jendela kamar. Saat ini aku tengah terkulai lemas di atas ranjang khas rumah sakit. Beberapa hari yang lalu aku terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena jatuh pingsan di kamar mandi. "Jangan dibiarkan kosong perutnya, Rel. Kamu tahu, kan harus bagaimana? Jangan hanya pandai menasihati pasien, sementara kamu sendiri tidak melalukan hal itu."Aku masih membisu. Netraku masih tertuju pada titik yang sama. Langit siang hari di Kota Jakarta. Bukan langit biru dengan burung yang menari di sana. Namun langit yang tertutup oleh awan putih akibatnya banyaknya pencemaran udara. "Rel, jangan seperti ini, Nak. Kamu harus sembuh demi ...""Demi siapa, Ma? Demi memenuhi obsesi Papa. Percuma aku sembuh jika hidupku terasa mati. Aku hidup tapi mati."Isak tangis kembali terdengar di telinga. Siapa lagi kalau buka Mama. Namun kali ini aku memilih bungkam. Tenggelam dalam ras

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 133

    Yasmin luruh di lantai. Tangisnya pecah detik itu juga. Penyesalan pun hadir, bahkan menyesakkan dada. Maafkan aku, Rel. Aku salah mengira. Aku pikir kamu tega meninggalkan aku dan Naura hanya karena harta. Tapi justru kamu yang berkorban untuk Naura. Farel... Pulanglah. Butiran-butiran kristal telah membanjiri pipi. Bahkan surat pemberian Farel telah baca oleh air mata. Ya Allah, haruskah kami berpisah untuk kedua kalinya? Dipisahkan dengan orang kita sayangi itu memang berat. Apalagi jika perpisahan itu terjadi karena keadaan. Itu jauh lebih menyakitkan dari dikhianati. ***Hari demi hari Yasmin lewati dengan kesedihan. Tawanya memang terdengar, tapi hanya untuk menutupi sunyi dan luka dalam sanubari. Farel memang meninggalkan dirinya. Namun lelaki itu telah menyiapkan aset untuk Yasmin dan Naura. Tanggung jawab seorang ayah meski tak dapat terus bersama. "Owek... Oweek..."Tangis Naura menggema memenuhi setiap sudut ruangan. Semakin mendekati kamar, suara itu semakin keras.

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 132

    "Dokter, ada yang ingin saya bicarakan.""Langsung saja, Dok!" jawab Harun dengan mata fokus menatap layar laptop. "Dokter Farel melakukan kesalahan lagi, Dok."Harun mengalihkan pandangannya. "Maksudnya?""Dokter Farel salah memberikan resep, Dok.""Apa!" pekik Harun. Seketika Harun menutup laptopnya. Dia bergegas menuju ruangan putranya. Sepanjang jalan dia mengumpat dalam hati. Lagi-lagi merutuki kecerobohan putranya. "Percuma kuliah tinggi-tinggi, ngasih resep saja gak becus!" BRAK! Pintu berwarna abu itu didorong kasar. Suara keras sontak membuat Farel tersentak, kaget. Lelaki yang tengah fokus itu membawa artikel seketika mengalihkan pandangan. "Bisa-bisanya kamu salah memberikan resep, Rel! Apa gunanya kuliah tinggi, obat asma saja gak ngerti!"Farel masih diam, dia enggan membalas makian Harun. Pikirannya sudah lelah karena terus memikirkan keadaan istri dan putri semata wayangnya. Berpisah dengan keluarga membuat hidupnya mati. Ya, dia hidup tapi mati. Harun terus mema

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 131

    "Sayang, titip Naura ya," ucap Farel sebelum mobil yang membawa Yasmin dan Naura pergi dari hadapannya. "Doakan Naura sembuh agar kita dapat berkumpul kembali."Farel mengangguk dan tersenyum datar. Sebisa mungkin ia tutupi kemelut dalam rongga dadanya. Lelaki itu tak ingin istrinya curiga dan membatalkan keberangkatannya ke Singapura. * Flashback *Satu bulan yang lalu. "Yas," panggil Farel lirih. Saat ini mereka berada di ruang rawat inap. Suasana sunyi membuat suara lirih terdengar begitu jelas. Yasmin pun menoleh, menatap lelaki yang duduk di kursi, tepat di hadapannya. "Aku sudah mencari donasi untuk pengobatan Naura.""Sudah dapat, Rel?"Farel mengangguk pelan. Detik itu mulutnya begitu kelu. Kalimat yang sedari tadi menari di kepalanya mendadak hilang, meninggalkan mulut yang tertutup, membisu. "Secepat ini, Rel? Yakin ini bantuan dari yayasan?""Iya. Aku dapat dari teman lama. Kamu tahu, kan. Aku mantan dokter, jadi tahu akses untuk mendapatkan bantuan dari yayasan." Fa

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 130

    Satu minggu kemudian"Rel, gendongnya gimana?" Yasmin melirikku, dia nampak bingung bagaimana cara menggendong Naura. "Kamu bawa tasnya saja, Yas."Aku meletakkan tas berisi keperluan Naura selama di rumah sakit. Dengan hati-hati, aku gendong bayi mungil ini. Yasmin hanya diam, memperhatikan caraku menggendong bayi yang baru berusia 12 hari. "Kamu pinter banget, Rel.""Hem!""Iya lupa, kamu lebih jago dari aku." Yasmin tersenyum samar. Setelah semua urusan selesai, kami pun segera meninggal rumah sakit. Sepanjang jalan tak henti-hentinya Yasmin menatap wajah mungil yang ada di dalam pangkuanku. Senyum tergambar jelas di wajah ayunya. Yasmin bahagia, begitu pula diriku. "Dia cantik ya, Pa."Aku tersenyum mendengar kata itu. Papa... entah kenapa aku tergelitik kala Yasmin memanggilku dengan sebutan itu. Ternyata aku sudah benar-benar tua. Sudah ada ekor ke mana pun aku pergi. "Kenapa mesem begitu? Aku salah ngomong ya?""Enggak.""Lalu kenapa kamu tertawa? Aku tersenyum lebar. "

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 129

    "Boleh, tapi ada syaratnya, Rel.""Papa.""Iya ini Papa.""Tolong bantu Farel, Pa."Aku mengiba, dengan sengaja menurunkan harga diri yang sempat kujunjung tinggi. Aku menyerah, mengalah demi Yasmin dan putri kecil kami. "Ada syaratnya, Farel.""Syarat... Maksud Papa?""Farel... Farel, kamu lupa... di dunia ini tidak ada yang gratis! Semua hal harus ada timbal baliknya, bukan?"Aku diam, kepala mencoba mencerna setiap kata yang terucap dari mulut Papa. Entah setan apa yang kini mendiami kepala Papa. Pola pikirnya tak seperti dulu. Papa telah berubah. "Apa yang Papa mau?""Papa akan kirimkan sejumlah uang. Kamu kirimkan no rekening sekarang!""Lalu apa yang Papa mau dariku?""Nanti Papa beritahu.""Tapi, Pa.""Pikirkan dulu kesehatan anak dan istrimu, Farel."Sambungan dimatikan sepihak. Meski belum puas dengan penjelasan Papa, aku memilih diam dan menerima penawarannya. Karena hanya itu satu-satunya harapan yang aku punya. Setelah mengirimkan nomor rekening yang baru. Aku segera m

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 128

    "Yasmin!"Farel segera berlari mendekati istrinya yang tergeletak di lantai tepat di depan kamar mandi. Yasmin pingsan beberapa saat yang lalu. "Yasmin, kamu kenapa?" Farel kebingungan melihat Yasmin tak bergerak. Farel menyentuh pipi istrinya, tapi Yasmin masih diam saja. Refleks Farel mengangkat tubuh Yasmin. Tertatih ia membopong tubuh Yasmin ke dalam kamar. Farel berusaha menguasai diri. Dia tepis rasa khawatir yang bersemayam dalam dadanya. Suami mana yang tak khawatir dan panik melihat istrinya tak sadarkan diri. Apalagi dalam kondisi mengandung. Dengan cekatan Farel memeriksa denyut nadi perempuan di hadapannya. Seketika wajah lelaki menegang kala melihat cairan merah yang mengalir di kaki istrinya. Tanpa pikir panjang, Farel berlari ke luar. Dia berusaha meminta bantuan tetangganya. Tidak lama sebuah mobil berhenti di jalan depan rumah Farel. Farel dan seorang lelaki dengan hati-hati membopong tubuh Yasmin. Mereka merebahkan Yasmin di jok bagian tengah."Tolong cepat ya,

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 127

    "Papa."Mataku melotot melihat lelaki yang kini berdiri di hadapanku. Lelaki yang sejak semalam kupikirkan kini berdiri di depan mata. Namun dengan wajah merah padam. "Siapa tamunya, Rel?"Aku masih diam, pertanyaan Yasmin bagi angin lalu. Hanya lewat tanpa singgah apalagi menetap. "Mama dan Hazna mana?" tanyanya dengan netra menelisik setiap sudut ruangan ini. "Ada di dalam, Pa. Papa masuk dulu!""Gak sudi! Suruh mama dan Hazna keluar, sekarang!" pekiknya. "Kok lama, siapa tamunya, Mas?"Aku menoleh ke belakang. Yasmin sudah berdiri dengan wajah menunduk, ketakutan. "Papa," ucap Mama dan Mbak Hazna serempak. Hening menyelimuti ruangan ini beberapa saat. Ada takut dan tegang yang membuat suasana tidak lagi kondusif. Tatapan papa mampu membuat semua orang menciut, terutama Yasmin. "Ayo pulang, Ma, Hazna!""Dari mana Papa tahu aku dan mama berada di sini?" tanya Mbak Hazna ketika berada di sampingku. "Tak penting, pulang sekarang!""Sabar, Pa! Semua bisa dibicarakan dengan baik-

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 126

    "Mama... Mbak Hazna."Aku tak mampu lagi berkata-kata, hanya sebuah pelukan yang mampu melukiskan betapa rindu hatiku ini. "Lepas, Rel!" Mbak Hazna mendorong tubuhku hingga menjauh. "Kamu mau Mbakmu ini mati kehabisan napas?"Aku tersenyum sambil menggaruk kepala yang tak gatal. Aku terlalu bahagia hingga mengapresiasikan rasa itu secara berlebihan. Mbak Hazna tak tahu, betapa aku sangat merindukan dia dan mama. "Ma, Mbak," panggil Yasmin seraya mencium penggung kedua wanitaku dengan khitmad. Sempat kulihat keraguan yang nampak di wajah istriku. Namun seketika berubah kala mama dan Mbak Hazna menyambut dengan pelukan hangat. Ini adalah momen yang selalu aku nantikan. Kami berkumpul tanpa rasa benci dan amarah. Kami hidup menjadi keluarga yang utuh dan bahagia. Namun perjuangan kami belumlah selesai. Aku dan Yasmin harus berusaha keras melunakkan hati papa yang sekeras baja. "Disuruh diem di situ, Rel? Tante sama Mbak Hazna capek berdiri begitu."Seketika aku terkesiap kemudian se

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status