Share

Bab 9

last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-19 11:03:55

"Mbak mau ketemu! Ada yang ingin Mbak bicarakan." 

"Aku di bengkel. Mbak ke sini saja," jawab Ray. Seketika panggilan telepon terputus. 

Dengan emosi yang meletup-letup di dada, Sandra segera menyalakan mesin mobil. Perlahan kendaraan roda empat miliknya berjalan meninggalkan halaman rumah mewah Bagaskara. Rumah yang telah dihuni dua puluh dua tahun yang lalu. 

Sandra tidak menyadari jika sedari tadi Brian sedang mengawasi gerak-geriknya. Sebagai anak sulung, Brian sadar jika ibunya tengah memiliki masalah. Saat berhadapan dengannya Sandra seolah menghindar.Bahkan dia enggan bertatap muka dengannya. Sikap seperti itu yang membuat dia yakin, jika ada sesuatu yang ibunya rahasiakan. 

Mobil berwarna putih itu melaju dengan kecepatan tinggi. Sandra kesetanan, dia bahkan tak perduli dengan nyawanya sendiri. Yang ada di kepalanya ialah rasa marah, benci, dan kecewa kepada Bagaskara dan Yasmin. 

Janji setia yang terlontar dari mulut Bagaskara ternyata hanya bualan semata. Nyatanya lelaki yang berusia empat puluh sembilan tahun itu terbuai dengan pesona Yasmin. Gadis yang lebih pantas menjadi anaknya. 

Dalam pikiran Sandra ada  tanda tanya besar. Kenapa Bagaskara lebih memilih Yasmin dibanding dia? Apa kurangnya dia selama ini?

Selama dua puluh dua tahun hidup bersama,Sandra selalu memberi yang terbaik untuk suaminya. Tak pernah sekali pun dia bermuka masam saat bersama Bagaskara. Namun sekarang lelaki yang ia cintai justru bersenang-senang dengan wanita. 

Sakit. Ya, perasaan itu yang kini melanda Sandra. 

Tiin... Tiin.... 

"Maju woy!"

"Mau ditabrak dari belakang!" maki seorang sopir truk yang berada tepat di belakang mobil Sandra. 

Sandra tersentak dari lamunan. Segera ia menginjak pedal gas meninggalkan keributan karena telah membuat kemacetan. 

Ramainya lalu lalang kendaraan membuat Sandra berdecak kesal. Ingin segera sampai ke bengkel tapi justru terhalang macet. 

Dalam hati Sandra merutuki kesialan yang selalu menimpanya. Mulai dari gagal membuntuti Yasmin hingga terjebak macet. Takdir seolah berpihak pada Yasmin, sang pelakor. 

Mobil putih yang Sandra kemudikan berhenti tepat di halaman bengkel mewah milik adik kandungnya. Dengan langkah terburu ia masuk ke dalam. 

"Ray ada?" tanyanya kepada salah satu karyawan bengkel. 

"Bos ada di ruangannya, Bu," jawab karyawan itu lembut. Ia tahu betul sedang berhadapan dengan siapa, kakak kandung pemilik bengkel ini. 

Sandra berjalan menuju ruangan Ray yang ada di lantai atas. Suara langkah kakinya terdengar jelas. Wanita itu begitu tergesa, bahkan jalannya sudah seperti orang yang lari dari rentenir. Tak ada keanggunan yang biasa terpancar darinya. 

Pintu di buka kasar. Terdengar suara benturan kayu jati dengan tembok. Ray yang duduk di sofa sampai melonjak terkejut. Hampir saja cangkir di genggaman terlepas begitu saja. 

Lelaki bertubuh tegap itu melirik sinis ke arah sang kakak. Lirikan yang mengisyaratkan protes dengan tindakan Sandra barusan. 

"Bisa pelan kan, Mbak?" tanya Ray kesal. 

Tanpa menjawab Sandra segera menjatuhkan bobot tepat di samping Ray. Awan mendung yang bergelayut di mata Sandra kini jatuh membasahi pipi. Dia terisak dengan kedua tangan menutupi wajah.Ray kebingungan, di letakkan secangkir kopi di atas meja. Tangan kekar Ray menarik tubuh Sandra ke dada bidangnya, membiarkan sang kakak mengeluarkan isi hatinya. 

Setelah cukup tenang Sandra memperbaiki posisi duduknya. Di hapus air mata yang menempel di pipi menggunakan tisue. Ray masih diam, lelaki itu memberikan ruang untuk Sandra mengatur perasaannya. 

Bukankan wanita lebih suka di dengar dari pada ditanya panjang lebar saat hatinya terluka? Itu yang kini Ray lakukan. Sebagai lelaki berumur dia tahu betul bagaimana memperlakukan seorang wanita. Sayang, diusianya yang menginjak angka dua puluh tujuh, Ray masih betah sendiri. 

"Sudah enakan? Siap bercerita?" tanya Ray sembari menatap lekat manik bening milik sang kakak. 

Sandra diam, mengatur nafas agar bisa bercerita dengan tenang. 

"Besok antar Mbak ke Bali, Ray!" Ray mengernyitkan dahi. 

"Aku sibuk, Mbak. Kamu pergi dengan Brian atau Mbak Raya bisa kan?"ucap Ray seraya membenarkan posisi duduknya. Tubuhnya ia sandarkan di sofa dengan kepala menatap langit-langit. 

"Tahu sendiri, Mbak gak pernah akur dengan Raya. Sementara Brian, tak mungkin aku mengajaknya."

Raya adalah adik Sandra sekaligus kakak Ray. Mereka tiga bersaudara. Sandra merupakan anak pertama dari keluarga Pratama. Baru setelah itu Raya dan Ray. 

Dari kedua adik Sandra, Ray lah yang bisa mengerti keadaan Sandra. Tidak seperti Raya yang selalu menyalahkan. Sandra dan Raya memiliki watak dan prinsip berbeda, itu yang membuat keduanya tak bisa akur. 

"Ada masalah?" 

Sandra membuang nafas kasar, mengatur kata agar mampu bercerita dengan hati tenang. 

"Mas Bagas selingkuh, Ray. Sekarang dia sedang bersenang-senang dengan gundiknya di Bali."

Sandra mulai bercerita dengan linangan air mata membasahi pipi bahkan baju yang ia kenalan. Nyeri kembali terasa kalau menceritakan Bagaskara dan Yasmin. 

Sekuat apa pun Sandra berusaha tegar. Namun tak bisa menutupi betapa sakit dan terluka hatinya. 

Ray sendiri terdiam, ucapan Sandra bagai halilintar yang menggelegar di siang bolong. Ray tidak pernah menyangka jika hubungan Sandra dan Bagaskara yang terlihat harmonis justru tengah dilanda badai. 

"Mbak yakin Mas Bagas selingkuh?" tanyanya lagi. 

"Kamu gak percaya sama, Mbak?" Sandra menatap nyalang ke arah lelaki berkemeja abu itu. Dia begitu kecewa karena sangat adik tidak mempercayai ucapannya. 

"Aku hanya tidak ingin salah mengambil keputusan. Mbak tahu kan, hubungan aku dan Mas Bagas begitu dekat. Selama ini kalian baik-baik saja. Aku tidak ingin masalah ini menghancurkan semuanya."

"Ikut Mbak ke Bali besok. Kamu akan tahu siapa Mas Bagas sebenarnya. Tapi tolong sembunyikan ini dari anak-anak. Mbak tidak ingin mereka terluka." Ray mengangguk. 

Sandra bergegas pergi meninggalkan bengkel Ray. Dalam hatinya telah tersusun rencana dasyat untuk mempermalukan suami serta gundiknya. Sandra ingin Bagas bersujud di kakinya untuk minta maaf. 

Sepeninggal Sandra, Ray terdiam, memikirkan ucapan kakak kandungnya. Ada pergulatan besar yang melanda hati lelaki bujang itu. Ray tidak terima jika Sandra dikhianati. Di lain sisi dia masih ragu, Bagas tak mungkin seperti ini. Namun bukti percakapan pesan itu, benar adanya. 

***

Sandra melihat diri dari pantulan cermin. Seketika mendung bergelayut di matanya. Bayangan Bagaskara dan Yasmin menari-nari dalam angan. Ia bertekad akan mempermalukan suami serta gundiknya. 

Sandra melangkah mantap keluar kamar sembari menarik koper. 

"Morning...." Sandra meletakkan koper lalu menjatuhkan  bobot di kursi. 

Brian meletakkan sendok di atas piring kalau melihat koper di samping kursi ibunya. 

"Mau ke mana, mi?" tanyanya seraya melirik koper berisi pakaian itu. 

"Ada urusan bisnis. Kamu sudah mau berangkat kuliah?" Sandra berusaha mengalihkan pembicaraan. 

"Ada kelas pagi, mi." 

"Papi semalam tidak pulang lagi, mi?" Sandra meletakkan gelas berisi susu yang hendak di minum. Pertanyaan Brian membuat hatinya bergejolak. 

"Papi ada urusan bisnis di luar kota. Andre mana?" Lagi, Sandra mengalihkan pembicaraan. Dia takut kelepasan saat menjawab pertanyaan dari anak sulungnya itu. 

Tiin... Tiinn.... 

Suara klakson mobil terdengar sampai di meja makan. Sandra segera meminum susu dan beranjak berdiri. Di raih koper yang berada di sampingnya. 

"Mami berangkat, titip Andre. Hanya dua hari." Brian mengangguk meski dalam hati dipenuhi tanda tanya besar. 

"Berangkat sekarang, Ray! Akan ku beri pelajaran Mas Bagas dan Yasmin."

Kira-kira apa yang akan Sandra lakukan ya?

Bab terkait

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 10

    Sandra dan Ray telah sampai di pulau Bali. Sebuah pulau yang terkenal dengan pariwisatanya yang sangat indah. Situasi bandara sangat ramai kala Sandra dan Ray menginjakkan kaki di pulau Dewata.Banyak turis luar negeri yang berada di sana. Bali merupakan salah satu destinasi pariwisata favorit di kalangan turis luar negeri. Tidak heran jika kita akan bertemu orang berkulit putih di sana. Sandra melepas kaca mata hitam yang sedari tadi menutupi mata indahnya. Wanita berambut panjang itu menghirup nafas dalam, mencari pasokan oksigen agar bisa berpikir jernih. Sandra berusaha menata hati, menghilangkan keraguan yang sempat singgah di hati. Sebagai seorang istri dia harus bisa menutup aib suami. Namun yang akan ia lakukan justru kebalikannya. "Kita mau ke mana, Mbak?" tanya Ray menyentak lamunan sang kakak. Sandra mengambil benda pipih di dalam tas, lalu menyalakannya. Beberapa pesan masuk di aplikasi berwarna hijau miliknya. Tangan Sandra begitu cekatan bermain di atas layar. "Kita

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-19
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 11

    Ceklik.... Pintu di buka sedikit dari dalam. Bagas membulat sempurna melihat wanita yang kini berdiri di depan pintu kamarnya. "Sandra," ucapnya lirih.Sandra mengedipkan mata pada Ray. Dengan sekali dorong pintu itu terbuka lebar. Terlihat jelas wanita yang tidur di balik selimut khas hotel mewah itu. "Papi bisa jelaskan, mi," ucap Bagas seraya menyentuh pundak istrinya. Sandra menepis kasar tangan sang suami seraya menatap tajam ke arahnya. Tidak ada sorot kelembutan yang biasa tampak di manik hitamnya. Yang ada hanya pancaran kebencian dan amarah di sana. Bagaskara menelan ludah dengan susah payah. Dia sadar masalah besar sedang ada di depan mata. Kemarahan Sandra layaknya sebuah kutukan, mematikan. "Papi khilaf, mi." Bagaskara kembali menyentuh sang istri.Sayang usahanya meluluhkan hati Sandra sia-sia. Sandra justru semakin murka dengan ucapannya. Khilaf hanya dilakukan satu kali tapi Bagaskara melakukannya berkali-kali,bahkan sudah satu tahun. Sandra dan Ray menerobos ma

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-23
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 12

    Pov AuthorDi dalam hati lelaki berambut gondrong itu tak menyukai kejadian seperti ini. Namun ia juga benci dengan kelakuan Yasmin. "Mi, tolong jangan seperti ini. Malu, mi," ucapnya seraya memakai pakaian yang sempat berceceran di lantai. Bagaskara murka dengan tingkah istrinya. Dia merasa masalah ini bisa dibicarakan di rumah. Bukan justru dibuka di muka umum. Harga dirinya sebagian pengusaha properti hancur karena ulah istrinya. Dia tetap tak sadar jika ini adalah buah dari pengkhianatan yang ia lakukan. Kebanyakan manusia memang begitu. Mencari pembenaran dari kesalahan yang ia perbuat. Bahkan hingga Tuhan memberi sedikit teguran. Mereka tak kunjung sandar tapi justru semakin liar. Sandra semakin murka. Bagaskara terus saja memintanya mengalah. Dia terkesan masih melindungi Yasmin meski hanya dalam ucapan. Dengan emosi meletup-letup Sandra mendekat ke arah Yasmin. Di tarinya tangan Yasmin dengan kasar. Tak perduli jika Yasmin terus meronta meminta belas kasihan.Hari ini San

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-23
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 13

    "Bukankah ini yang kamu lakukan saat bersama kakak iparku?" ucapnya penuh penekanan. Aku melakukan dengan Om Bagas tanpa paksakan. Semua di dasari suka sama suka. Bahkan bukan hanya tubuh yang bermain, hati pun ikut bermain. Permainan yang membuatku tak bisa melepaskannya. Aku jatuh cinta pada lelaki beristri. Wajah Gilang semakin mendekat, dalam hitungan detik bibirnya telah menempel di tempat yang sama. Ku dorong wajahnya menjauh dari wajahku. Sialnya aku tak cukup kuat. Tenaga Gilang jauh lebih kuat. Sekuat apa pun aku melawan tetap saja tak bisa mengalahkannya. Air mata jatuh membasahi pipi. Aku merasa terhina. Dengan kasar Gilang menggendong tubuhku lalu membantingnya di atas kasur. "Brengs*k lo!" Gilang tak menjawab. Lelaki berambut panjang itu justru tersenyum menyeringai ke arahku. Seperti kesetanan dia melampiaskan hasratnya. Sakit luar biasa sakit.Bukan hanya hati yang sakit, tapi tubuhku juga. Tak pernah ku bayangkan jika akan mendapatkan perlakuan buruk seperti

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-24
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 14

    "Hotel ini bukan untuk pemulung sepertimu!""Aku bukan pemulung!""Pergi! Jangan pernah menginjakkan kaki di sini!" Seorang satpam mendorongku keluar dari hotel. Hampir saja aku terhuyung dan jatuh. Untung saja aku bisa menyeimbangkan tubuh dengan baik. Dengan rasa kesal ku tinggalkan lobi. Marah dan kecewa mendominasi hati. Baru kali ini aku diperlakukan bak sampah dibiarkan lalu dibuang.Apa sebegitu hina berpakaian seperti ini di hotel bintang lima. Lalu apa kabar wanita yang memakai bagus kurang bahan?Sekali lagi ku tatap hotel bintang lima yang semalam ku tinggali. Bayang panasnya pergulatan dengan Om Bagas masih terasa. Namun kini aku di buang dengan hina. "Baru sebentar aku menikmati indah dunia tapi kini,Engkau jatuhkan aku ke dalam kubangan lagi," batinku kesal. Aku berjalan tanpa tujuan. Sesekali meringis kesakitan karena berjalan tanpa alas kaki. Mimpi apa aku semalam hingga jadi gelandangan di pulau orang. Sekarang aku harus ke mana? Ingin pulang tapi uang tidak cukup

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-25
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 15

    "Berhenti!" Kuhentikan langkah setelah mendengar teriakan lantang seseorang. Sedikit ragu ku putar badan. Mati! Masalah baru menghampiriku. Bodyguard anak-anak itu sudah berdiri tepat di belakang sembari menatap nyalang ke arahku. Kutelan saliva dengan susah payah. Aku harus bagaimana ini? Dengan kekuatan penuh aku berlari meninggalkan tempat itu. Ku tahan rasa sakit saat kerikil tajam menghujam kakiku. Bahkan darah keluar dari jempol kaki kanan. Rasanya luar biasa perih. "Kejar!" Teriak lelaki berkulit hitam. Aku gelagapan, ku paksa kaki ini berlari lebih cepat lagi. Namun luka di jempol membuat aku tak bisa lari lebih cepat. Ku lirik belakang. Bodyguard mereka semakin mendekat. Ya, ampun! Bayangan diamuk orang-orang membuatku merinding. Luka goresan Gilang saja belum sembuh dan ini akan ditambah amukan warga. Oh, tidak! Jangan sampai aku dihajar mereka! Aku terus berlari tanpa memperhatikan jalan. Yang ada di pikiranku saat ini adalah lepas dari mereka. Sumpah, aku tidak

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-26
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 16

    “Sakit ....” Aku meringis kesakitan sambil memegangi jempol kaki. Rasanya semakin berdenyut hingga ke kepala. “Saya bantu,Mbak!” Lelaki itu memapah tubuhku hingga ke dekat mobilnya. Aku duduk menyamping dengan kaki bergelantung di luar mobil. Dengan cepat ia mengambil kotak obat di dalam mobil. Ada rasa heran yang tiba-tiba singgah. Di dalam mobil kenapa ada kotak P3K? Sementara di dalam mobilku hanya ada perlegkapan kosmetik. Lelaki ini aneh! “Ditahan kalau sakit!” ucapnya seraya menyiram air mineral ke jempolku. Seketika rasa perih menjalar ke seluruh tubuh ini. Aku sampai meringis menahan rasa sakit itu. Dengan cekatan lelaki itu mengobati luka di kakiku. Dia seakan paham betul apa yang harus dilakukan untuk menutup luka ini. Aku saja belum tentu bisa. “Pelan-pelan!” ucapku seraya menahan rasa perih di ujung kaki. “Makannya kala jalan pakai alas kaki!” Aku menghembuskan nafas kasar. Bagaimana aku mau jalan kaki jika diusir dari hotel tempat menginap? Masih untung aku memaka

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-27
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 17

    "Mbak ini pelakor itu kan!"DEGDari mana ibu itu tahu jika aku seorang pelakor? Jangan-jangan dia sudah melihat video viralku.Aduh! Aku harus bagaimana dong? Berpikir Yasmin! Ayo berpikir! "Iya kan, Mbak ini pelakor yang digrebek istri pertama di hotel. Lalu pingsan karena di lempari orang dengan vas bunga!" Wanita itu terus mendesakku untuk berkata iya. Ya ampun! Setelah video penggerebekan itu viral hidupku tak sedamai dulu. Semua orang sudah melihat wajah ini. "Mungkin ibu salah orang!" Hanya kalimat itu yang mampu keluar dari mulut ini. Ingin memberi alasan tapi mereka pasti tidak percaya. "Bohong, dia pasti pelakornya! Jelas-jelas wajahnya sama persis seperti di video itu. "Bedanya wajahnya tidak luka-luka.""Mungkin sudah dihajar oleh istri pertama. Memangnya enak? Salah sendiri jadi duri!" "Harusnya wanita seperti itu dikubur Hidup-hidup. Supaya dia merasakan siksa kubur. Lalu hangus di dalam neraka.""Hahaha ...."Berbagai caci dan maki keluar dari mulut para wanita i

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-28

Bab terbaru

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 134

    "Makan ya, Rel," bujuk Mama seraya mendekatkan sendok ke arahku. Aku menoleh, kembali fokus menatap awan yang terlihat dari jendela kamar. Saat ini aku tengah terkulai lemas di atas ranjang khas rumah sakit. Beberapa hari yang lalu aku terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena jatuh pingsan di kamar mandi. "Jangan dibiarkan kosong perutnya, Rel. Kamu tahu, kan harus bagaimana? Jangan hanya pandai menasihati pasien, sementara kamu sendiri tidak melalukan hal itu."Aku masih membisu. Netraku masih tertuju pada titik yang sama. Langit siang hari di Kota Jakarta. Bukan langit biru dengan burung yang menari di sana. Namun langit yang tertutup oleh awan putih akibatnya banyaknya pencemaran udara. "Rel, jangan seperti ini, Nak. Kamu harus sembuh demi ...""Demi siapa, Ma? Demi memenuhi obsesi Papa. Percuma aku sembuh jika hidupku terasa mati. Aku hidup tapi mati."Isak tangis kembali terdengar di telinga. Siapa lagi kalau buka Mama. Namun kali ini aku memilih bungkam. Tenggelam dalam ras

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 133

    Yasmin luruh di lantai. Tangisnya pecah detik itu juga. Penyesalan pun hadir, bahkan menyesakkan dada. Maafkan aku, Rel. Aku salah mengira. Aku pikir kamu tega meninggalkan aku dan Naura hanya karena harta. Tapi justru kamu yang berkorban untuk Naura. Farel... Pulanglah. Butiran-butiran kristal telah membanjiri pipi. Bahkan surat pemberian Farel telah baca oleh air mata. Ya Allah, haruskah kami berpisah untuk kedua kalinya? Dipisahkan dengan orang kita sayangi itu memang berat. Apalagi jika perpisahan itu terjadi karena keadaan. Itu jauh lebih menyakitkan dari dikhianati. ***Hari demi hari Yasmin lewati dengan kesedihan. Tawanya memang terdengar, tapi hanya untuk menutupi sunyi dan luka dalam sanubari. Farel memang meninggalkan dirinya. Namun lelaki itu telah menyiapkan aset untuk Yasmin dan Naura. Tanggung jawab seorang ayah meski tak dapat terus bersama. "Owek... Oweek..."Tangis Naura menggema memenuhi setiap sudut ruangan. Semakin mendekati kamar, suara itu semakin keras.

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 132

    "Dokter, ada yang ingin saya bicarakan.""Langsung saja, Dok!" jawab Harun dengan mata fokus menatap layar laptop. "Dokter Farel melakukan kesalahan lagi, Dok."Harun mengalihkan pandangannya. "Maksudnya?""Dokter Farel salah memberikan resep, Dok.""Apa!" pekik Harun. Seketika Harun menutup laptopnya. Dia bergegas menuju ruangan putranya. Sepanjang jalan dia mengumpat dalam hati. Lagi-lagi merutuki kecerobohan putranya. "Percuma kuliah tinggi-tinggi, ngasih resep saja gak becus!" BRAK! Pintu berwarna abu itu didorong kasar. Suara keras sontak membuat Farel tersentak, kaget. Lelaki yang tengah fokus itu membawa artikel seketika mengalihkan pandangan. "Bisa-bisanya kamu salah memberikan resep, Rel! Apa gunanya kuliah tinggi, obat asma saja gak ngerti!"Farel masih diam, dia enggan membalas makian Harun. Pikirannya sudah lelah karena terus memikirkan keadaan istri dan putri semata wayangnya. Berpisah dengan keluarga membuat hidupnya mati. Ya, dia hidup tapi mati. Harun terus mema

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 131

    "Sayang, titip Naura ya," ucap Farel sebelum mobil yang membawa Yasmin dan Naura pergi dari hadapannya. "Doakan Naura sembuh agar kita dapat berkumpul kembali."Farel mengangguk dan tersenyum datar. Sebisa mungkin ia tutupi kemelut dalam rongga dadanya. Lelaki itu tak ingin istrinya curiga dan membatalkan keberangkatannya ke Singapura. * Flashback *Satu bulan yang lalu. "Yas," panggil Farel lirih. Saat ini mereka berada di ruang rawat inap. Suasana sunyi membuat suara lirih terdengar begitu jelas. Yasmin pun menoleh, menatap lelaki yang duduk di kursi, tepat di hadapannya. "Aku sudah mencari donasi untuk pengobatan Naura.""Sudah dapat, Rel?"Farel mengangguk pelan. Detik itu mulutnya begitu kelu. Kalimat yang sedari tadi menari di kepalanya mendadak hilang, meninggalkan mulut yang tertutup, membisu. "Secepat ini, Rel? Yakin ini bantuan dari yayasan?""Iya. Aku dapat dari teman lama. Kamu tahu, kan. Aku mantan dokter, jadi tahu akses untuk mendapatkan bantuan dari yayasan." Fa

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 130

    Satu minggu kemudian"Rel, gendongnya gimana?" Yasmin melirikku, dia nampak bingung bagaimana cara menggendong Naura. "Kamu bawa tasnya saja, Yas."Aku meletakkan tas berisi keperluan Naura selama di rumah sakit. Dengan hati-hati, aku gendong bayi mungil ini. Yasmin hanya diam, memperhatikan caraku menggendong bayi yang baru berusia 12 hari. "Kamu pinter banget, Rel.""Hem!""Iya lupa, kamu lebih jago dari aku." Yasmin tersenyum samar. Setelah semua urusan selesai, kami pun segera meninggal rumah sakit. Sepanjang jalan tak henti-hentinya Yasmin menatap wajah mungil yang ada di dalam pangkuanku. Senyum tergambar jelas di wajah ayunya. Yasmin bahagia, begitu pula diriku. "Dia cantik ya, Pa."Aku tersenyum mendengar kata itu. Papa... entah kenapa aku tergelitik kala Yasmin memanggilku dengan sebutan itu. Ternyata aku sudah benar-benar tua. Sudah ada ekor ke mana pun aku pergi. "Kenapa mesem begitu? Aku salah ngomong ya?""Enggak.""Lalu kenapa kamu tertawa? Aku tersenyum lebar. "

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 129

    "Boleh, tapi ada syaratnya, Rel.""Papa.""Iya ini Papa.""Tolong bantu Farel, Pa."Aku mengiba, dengan sengaja menurunkan harga diri yang sempat kujunjung tinggi. Aku menyerah, mengalah demi Yasmin dan putri kecil kami. "Ada syaratnya, Farel.""Syarat... Maksud Papa?""Farel... Farel, kamu lupa... di dunia ini tidak ada yang gratis! Semua hal harus ada timbal baliknya, bukan?"Aku diam, kepala mencoba mencerna setiap kata yang terucap dari mulut Papa. Entah setan apa yang kini mendiami kepala Papa. Pola pikirnya tak seperti dulu. Papa telah berubah. "Apa yang Papa mau?""Papa akan kirimkan sejumlah uang. Kamu kirimkan no rekening sekarang!""Lalu apa yang Papa mau dariku?""Nanti Papa beritahu.""Tapi, Pa.""Pikirkan dulu kesehatan anak dan istrimu, Farel."Sambungan dimatikan sepihak. Meski belum puas dengan penjelasan Papa, aku memilih diam dan menerima penawarannya. Karena hanya itu satu-satunya harapan yang aku punya. Setelah mengirimkan nomor rekening yang baru. Aku segera m

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 128

    "Yasmin!"Farel segera berlari mendekati istrinya yang tergeletak di lantai tepat di depan kamar mandi. Yasmin pingsan beberapa saat yang lalu. "Yasmin, kamu kenapa?" Farel kebingungan melihat Yasmin tak bergerak. Farel menyentuh pipi istrinya, tapi Yasmin masih diam saja. Refleks Farel mengangkat tubuh Yasmin. Tertatih ia membopong tubuh Yasmin ke dalam kamar. Farel berusaha menguasai diri. Dia tepis rasa khawatir yang bersemayam dalam dadanya. Suami mana yang tak khawatir dan panik melihat istrinya tak sadarkan diri. Apalagi dalam kondisi mengandung. Dengan cekatan Farel memeriksa denyut nadi perempuan di hadapannya. Seketika wajah lelaki menegang kala melihat cairan merah yang mengalir di kaki istrinya. Tanpa pikir panjang, Farel berlari ke luar. Dia berusaha meminta bantuan tetangganya. Tidak lama sebuah mobil berhenti di jalan depan rumah Farel. Farel dan seorang lelaki dengan hati-hati membopong tubuh Yasmin. Mereka merebahkan Yasmin di jok bagian tengah."Tolong cepat ya,

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 127

    "Papa."Mataku melotot melihat lelaki yang kini berdiri di hadapanku. Lelaki yang sejak semalam kupikirkan kini berdiri di depan mata. Namun dengan wajah merah padam. "Siapa tamunya, Rel?"Aku masih diam, pertanyaan Yasmin bagi angin lalu. Hanya lewat tanpa singgah apalagi menetap. "Mama dan Hazna mana?" tanyanya dengan netra menelisik setiap sudut ruangan ini. "Ada di dalam, Pa. Papa masuk dulu!""Gak sudi! Suruh mama dan Hazna keluar, sekarang!" pekiknya. "Kok lama, siapa tamunya, Mas?"Aku menoleh ke belakang. Yasmin sudah berdiri dengan wajah menunduk, ketakutan. "Papa," ucap Mama dan Mbak Hazna serempak. Hening menyelimuti ruangan ini beberapa saat. Ada takut dan tegang yang membuat suasana tidak lagi kondusif. Tatapan papa mampu membuat semua orang menciut, terutama Yasmin. "Ayo pulang, Ma, Hazna!""Dari mana Papa tahu aku dan mama berada di sini?" tanya Mbak Hazna ketika berada di sampingku. "Tak penting, pulang sekarang!""Sabar, Pa! Semua bisa dibicarakan dengan baik-

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 126

    "Mama... Mbak Hazna."Aku tak mampu lagi berkata-kata, hanya sebuah pelukan yang mampu melukiskan betapa rindu hatiku ini. "Lepas, Rel!" Mbak Hazna mendorong tubuhku hingga menjauh. "Kamu mau Mbakmu ini mati kehabisan napas?"Aku tersenyum sambil menggaruk kepala yang tak gatal. Aku terlalu bahagia hingga mengapresiasikan rasa itu secara berlebihan. Mbak Hazna tak tahu, betapa aku sangat merindukan dia dan mama. "Ma, Mbak," panggil Yasmin seraya mencium penggung kedua wanitaku dengan khitmad. Sempat kulihat keraguan yang nampak di wajah istriku. Namun seketika berubah kala mama dan Mbak Hazna menyambut dengan pelukan hangat. Ini adalah momen yang selalu aku nantikan. Kami berkumpul tanpa rasa benci dan amarah. Kami hidup menjadi keluarga yang utuh dan bahagia. Namun perjuangan kami belumlah selesai. Aku dan Yasmin harus berusaha keras melunakkan hati papa yang sekeras baja. "Disuruh diem di situ, Rel? Tante sama Mbak Hazna capek berdiri begitu."Seketika aku terkesiap kemudian se

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status