Share

Bab 12

Author: Dyah Ayu Prabandari
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pov Author

Di dalam hati lelaki berambut gondrong itu tak menyukai kejadian seperti ini. Namun ia juga benci dengan kelakuan Yasmin.

"Mi, tolong jangan seperti ini. Malu, mi," ucapnya seraya memakai pakaian yang sempat berceceran di lantai.

Bagaskara murka dengan tingkah istrinya. Dia merasa masalah ini bisa dibicarakan di rumah. Bukan justru dibuka di muka umum. Harga dirinya sebagian pengusaha properti hancur karena ulah istrinya. Dia tetap tak sadar jika ini adalah buah dari pengkhianatan yang ia lakukan.

Kebanyakan manusia memang begitu. Mencari pembenaran dari kesalahan yang ia perbuat. Bahkan hingga Tuhan memberi sedikit teguran. Mereka tak kunjung sandar tapi justru semakin liar.

Sandra semakin murka. Bagaskara terus saja memintanya mengalah. Dia terkesan masih melindungi Yasmin meski hanya dalam ucapan.

Dengan emosi meletup-letup Sandra mendekat ke arah Yasmin. Di tarinya tangan Yasmin dengan kasar. Tak perduli jika Yasmin terus meronta meminta belas kasihan.

Hari ini San
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 13

    "Bukankah ini yang kamu lakukan saat bersama kakak iparku?" ucapnya penuh penekanan. Aku melakukan dengan Om Bagas tanpa paksakan. Semua di dasari suka sama suka. Bahkan bukan hanya tubuh yang bermain, hati pun ikut bermain. Permainan yang membuatku tak bisa melepaskannya. Aku jatuh cinta pada lelaki beristri. Wajah Gilang semakin mendekat, dalam hitungan detik bibirnya telah menempel di tempat yang sama. Ku dorong wajahnya menjauh dari wajahku. Sialnya aku tak cukup kuat. Tenaga Gilang jauh lebih kuat. Sekuat apa pun aku melawan tetap saja tak bisa mengalahkan kegarangannya. Air mata jatuh membasahi pipi. Aku merasa terhina. Dengan kasar Gilang menggendong tubuhku lalu membantingnya di atas kasur. "Brengs*k lo!" Gilang tak menjawab. Lelaki berambut panjang itu justru tersenyum menyeringai ke arahku. Seperti kesetanan dia melampiaskan hasratnya. Sakit luar biasa sakit.Bukan hanya hati yang sakit, tapi tubuhku juga. Tak pernah ku bayangkan jika akan mendapatkan perlakuan b

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 14

    "Hotel ini bukan untuk pemulung sepertimu!""Aku bukan pemulung!""Pergi! Jangan pernah menginjakkan kaki di sini!" Seorang satpam mendorongku keluar dari hotel. Hampir saja aku terhuyung dan jatuh. Untung saja aku bisa menyeimbangkan tubuh dengan baik. Dengan rasa kesal ku tinggalkan lobi. Marah dan kecewa mendominasi hati. Baru kali ini aku diperlakukan bak sampah dibiarkan lalu dibuang.Apa sebegitu hina berpakaian seperti ini di hotel bintang lima. Lalu apa kabar wanita yang memakai bagus kurang bahan?Sekali lagi ku tatap hotel bintang lima yang semalam ku tinggali. Bayang panasnya pergulatan dengan Om Bagas masih terasa. Namun kini aku di buang dengan hina. "Baru sebentar aku menikmati indah dunia tapi kini,Engkau jatuhkan aku ke dalam kubangan lagi," batinku kesal. Aku berjalan tanpa tujuan. Sesekali meringis kesakitan karena berjalan tanpa alas kaki. Mimpi apa aku semalam hingga jadi gelandangan di pulau orang. Sekarang aku harus ke mana? Ingin pulang tapi uang tidak cukup

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 15

    "Berhenti!" Kuhentikan langkah setelah mendengar teriakan lantang seseorang. Sedikit ragu ku putar badan. Mati! Masalah baru menghampiriku. Bodyguard anak-anak itu sudah berdiri tepat di belakang sembari menatap nyalang ke arahku. Kutelan saliva dengan susah payah. Aku harus bagaimana ini? Dengan kekuatan penuh aku berlari meninggalkan tempat itu. Ku tahan rasa sakit saat kerikil tajam menghujam kakiku. Bahkan darah keluar dari jempol kaki kanan. Rasanya luar biasa perih. "Kejar!" Teriak lelaki berkulit hitam. Aku gelagapan, ku paksa kaki ini berlari lebih cepat lagi. Namun luka di jempol membuat aku tak bisa lari lebih cepat. Ku lirik belakang. Bodyguard mereka semakin mendekat. Ya, ampun! Bayangan diamuk orang-orang membuatku merinding. Luka goresan Gilang saja belum sembuh dan ini akan ditambah amukan warga. Oh, tidak! Jangan sampai aku dihajar mereka! Aku terus berlari tanpa memperhatikan jalan. Yang ada di pikiranku saat ini adalah lepas dari mereka. Sumpah, aku tidak

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 16

    “Sakit ....” Aku meringis kesakitan sambil memegangi jempol kaki. Rasanya semakin berdenyut hingga ke kepala. “Saya bantu,Mbak!” Lelaki itu memapah tubuhku hingga ke dekat mobilnya. Aku duduk menyamping dengan kaki bergelantung di luar mobil. Dengan cepat ia mengambil kotak obat di dalam mobil. Ada rasa heran yang tiba-tiba singgah. Di dalam mobil kenapa ada kotak P3K? Sementara di dalam mobilku hanya ada perlegkapan kosmetik. Lelaki ini aneh! “Ditahan kalau sakit!” ucapnya seraya menyiram air mineral ke jempolku. Seketika rasa perih menjalar ke seluruh tubuh ini. Aku sampai meringis menahan rasa sakit itu. Dengan cekatan lelaki itu mengobati luka di kakiku. Dia seakan paham betul apa yang harus dilakukan untuk menutup luka ini. Aku saja belum tentu bisa. “Pelan-pelan!” ucapku seraya menahan rasa perih di ujung kaki. “Makannya kala jalan pakai alas kaki!” Aku menghembuskan nafas kasar. Bagaimana aku mau jalan kaki jika diusir dari hotel tempat menginap? Masih untung aku memaka

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 17

    "Mbak ini pelakor itu kan!"DEGDari mana ibu itu tahu jika aku seorang pelakor? Jangan-jangan dia sudah melihat video viralku.Aduh! Aku harus bagaimana dong? Berpikir Yasmin! Ayo berpikir! "Iya kan, Mbak ini pelakor yang digrebek istri pertama di hotel. Lalu pingsan karena di lempari orang dengan vas bunga!" Wanita itu terus mendesakku untuk berkata iya. Ya ampun! Setelah video penggerebekan itu viral hidupku tak sedamai dulu. Semua orang sudah melihat wajah ini. "Mungkin ibu salah orang!" Hanya kalimat itu yang mampu keluar dari mulut ini. Ingin memberi alasan tapi mereka pasti tidak percaya. "Bohong, dia pasti pelakornya! Jelas-jelas wajahnya sama persis seperti di video itu. "Bedanya wajahnya tidak luka-luka.""Mungkin sudah dihajar oleh istri pertama. Memangnya enak? Salah sendiri jadi duri!" "Harusnya wanita seperti itu dikubur Hidup-hidup. Supaya dia merasakan siksa kubur. Lalu hangus di dalam neraka.""Hahaha ...."Berbagai caci dan maki keluar dari mulut para wanita i

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 18

    Kalau aku pergi bagaimana nasibku? Bisa saja dia pulang ke Jakarta tanpa mengajakku. Oh, tidak! Aku tidak mau berlama-lama di pulau ini! "Oke!" Farel berjalan menuju kamarnya. Tak mau ketinggalan aku segera berlari mengekor di belakangnya. Pintu kamar di buka. Aku menerobos tanpa meminta izin pemiliknya. Kini terlihat jelas isi dalam kamar Farel. Memang tak semewah seperti kamar yang disewa Om Bagas. Namun ini lebih dari cukup untuk mengistirahatkan tubuh. Kujatuhkan bobot di atas ranjang. Meluruskan tubuh yang rasanya mau remuk. "Mandi dulu sana! Bau banget badan kamu!" Aku mendengus kesal mendengar ucapan lelaki itu. Siapa dia sesuka hati menghinaku! "Aku mau beli makan! Kamu buruan mandi!" Tak berapa lama Farel keluar dari kamar ini. Aku mengambil benda pipih yang ada di saku celana. Memencet dua belas digit nomor Om Bagas. Aku ingin menanyakan alasannya meninggalkan aku bersama Gilang. Memangnya dia pikir aku barang? Seenak jidatnya melempar aku ke sana ke mari. Biar h

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 19

    Wajah Yasmin memang mirip dengan Shanum, adik kandungku. Kalau dia masih hidup pasti sudah sebesar Yasmin. Sayang, Allah lebih menyayanginya hingga Shanum dipanggil terlebih dahulu. Bulir bening kembali menetes kala mengingat adik kandungku itu. Rasanya masih saja tak percaya jika dia telah tiada. Saat bertemu dengan Yasmin,aku seperti menemukan adikku kembali. Ya, meski watak mereka jauh bertentangan. Bahkan seperti langit dan bumi. Suara ketukan pintu menyentakku dari lamunan. Segera aku berdiri dan membukanya. "Selamat malam, Mas. Ini makanan pesanan anda." Aku mengangguk lalu membuka pintu lebar, membiarkan lelaki itu masuk. "Letakkan di meja saja, Mas!" Lelaki itu mengangguk tapi tatapan matanya selalu tertuju pada Yasmin. "Ini Mas, terima kasih." Ku berikan uang tips agar lelaki itu cepat pergi. Setelah nasi goreng dan secangkir cappucino masuk ke dalam perut, rasa kantuk mulai menyerang. Ku rebahkan tubuh di atas sofa hingga akhirnya terlelap ke alam mimpi. ***Notifikas

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 20

    "Mas! Kenapa diam saja? Itu istrinya muntah! Jadi suami kok tidak tanggung jawab! Istri sakit malah dibiarkan saja!" umpat wanita yang ada di sebelahku. Sesaat Farel terdiam.Ucapan ibu itu membuat lelaki yang baru kukenal kebingungan. Bagaimana tidak bingung baru kenal sudah dikira suami. Ada-ada saja ibu itu? Aku tak menghiraukan ucapan wanita di sebelahku. Merasakan perut mual saja sudah sangat menyiksa. Mana bisa berdebat dalam keadaanku yang seperti ini? Menyesal, kenapa aku harus ikut naik kapal? Aku jadi menderita seperti ini. "Kamu tak apa-apa Yas?" tanya Farel yang sudah berdiri tepat di sampingku. Tangannya mulai memijit tengkukku. "Pengen muntah. Howeek... Howeek...." Kututup mulut dengan kedua tangan. Tak ada lagi isi perut yang keluar. Hanya tinggal rasa pahit yang menempel di lidah. "Kamu hamil, Yas?""Aw... Sakit!" ucapnya seraya memegang paha yang kucubit. Enak saja aku dibilang hamil? Selama aku bersama Om Bagas, aku selalu mengonsumsi pil KB secara rutin. Dan

Latest chapter

  • Sisi Lain Pelakor   Restu Mama

    "Mbak Hazna gak salah ngomong?""Apa wajahku terlihat bercanda? Sejak kapan aku ngawur saat membahas masalah penting ini?"Mulutku kembali bungkam. Perkataan kakaku tak bisa diganggu gugat. Aku tahu betul, dia tak pernah main-main jika membahas masalah pernikahan. "Apa alasan Mbak Hazna menerima Yasmin?"Mbak Yasmin menghela napas. Air putih dalam gelas ia habiskan dalam sekali teguk. Kemudian tatapan tajam ia layangkan padaku. Ini masalah serius. "Itu perkataan sebelum mama masuk rumah sakit."Seketika perasaan bersalah tumbuh dan mendominasi. Keegoisanku membuat mama jatuh sakit. Anak macam apa aku ini? "Ini bukan salahmu, Rel. Kamu pantas bahagia. Mbak tahu, banyak keinginan yang terpaksa kamu tinggalkan demi mematuhi perintah papa. Sudah saatnya kamu bahagia, Farel."Setelah percakapan itu, aku segera pergi menuju apartemen Mbak Hazna. Apalagi yang akan kulakukan selain bertemu Yasmin. Baru beberapa jam tapi rindu terus membelenggu. Aku tak bisa jauh dari perempuan itu. Siulan

  • Sisi Lain Pelakor   Permintaan Hazna

    "Stop, Farel!"Seketika aku dan Yasmin menoleh ke belakang. Pintu lift yang semula tertutup kini sudah terbuka lebar. Seorang lelaki dengan jas dokter berdiri sambil menatap tajam padaku. Dokter Akbar, pemilik rumah sakit sekaligus ayah kandungku. "Ikut Papa!"Yasmin semakin mempererat genggaman tangannya saat kami keluar dari lift. Keringat dingin meluncur bebas dari kening. Wanitaku ketakutan. "Semua akan baik-baik saja, Yas."Aku pererat genggaman ini. Memberi kekuatan jika semua akan baik-baik saja. Aku akan selalu di depan untuk memberinya perlindungan. Sepanjang kaki melangkah semua mata menatap ke arah kami. Lebih tepatnya ke arah Yasmin. Bisik-bisik dan ucapan tak mengenakan mewarnai langkah kami. Sesekali Yasmin mengalihkan pandangan, tangan kirinya menyeka sudut netra. Dia menangis tanpa bersuara. Pintu ruang direktur utama terbuka lebar. Papa melangkah masuk, diikuti kami di belakang. Jantungku berdetak kencang kala pintu itu tertutup rapat. Kini kami saling diam deng

  • Sisi Lain Pelakor   Kembali ke Jakarta

    "Azizah!" Mataku terbuka lebar kala melihat wanita yang berdiri di hadapan. Dia masih sama seperti saat aku menolaknya. Senyum manis penuh ketulusan dia berikan padaku, lelaki yang membencinya karena sebuah perjodohan. "Kalian?" Aku menatap Azizah dan Arman bergantian. Sebuah kecurigaan tampak jelas di netra ini. "Boleh aku duduk, Bang Farel?" tanyanya menghentikan pertanyaan yang belum sempat aku ucapkan. Sebuah anggukan kuberikan sebagai jawaban saat mulut tak sanggup mengeluarkan kata. Azizah pun tersenyum, lalu menarik kursi dan duduk di antara kami. Sungguh keadaan ini membuatku tak nyaman, aku ingin pergi dan menghilang dari sini. "Kenapa kamu tahu aku ada di sini, Za?""Dia tahu dariku, Rel."Aku menghela napas kasar, mengeluarkan rasa kesal yang sempat memenuhi rongga dada. Aku sudah menduga, kedatangan Azizah pasti ada hubungannya dengan Arman. Apa ini rencana Arman untuk memisahkan aku dan Yasmin? "Amara alasan kamu melakukan ini?" Aku tatap tajam lelaki yang masih be

  • Sisi Lain Pelakor   Perempuan yang Bersama Arman

    Aku menelan ludah dengan susah payah. Aku membenci keadaan ini. Kenapa selalu berada di situasi seperti ini? "Maaf, Bu Zazkia. Saya akan segera menikah."Wajah yang semula antusias mendadak berubah masam. Senyum yang tadi hadir sirna dalam sekejap mata. Dia kecewa. "Oh, menikah? Maaf, saya tidak tahu jika kamu sudah memiliki calon istri, Rel. Saya hanya ingin mengungkapkan perasaan ini. Maaf jika lancang dan membuatmu tak nyaman."Seulas senyum keterpaksaan nampak di wajahnya. Dia pura-pura tersenyum meski hati tersiksa. Lagi-lagi dunia penuh dengan drama dan sandiwara. Namun beruntung karena dia tak memaksaku untuk mengatakan iya. "Tak apa, Bu. Lagi pula semua orang bebas mengeluarkan pendapat, bukan? Negara ini saja mengikuti paham demokrasi, apa lagi kita yang hidup berdampingan satu dan lainnya.""Sekali lagi selamat, Rel."Aku mengangguk lalu segera berpamitan dengan wanita itu. Pergi secepat mungkin adalah pilihan yang tepat. Karena terus menerus bertemu dengan dia akan menci

  • Sisi Lain Pelakor   Ungkapan Hati Atasan

    "Kamu....""Iya aku, pelanggan yang kamu tinggal sebelum sempat memesan." Wanita itu berjalan mendekat, terdengar sepatu yang beradu dengan lantai."Dia pemilik restoran ini." Mati. Kali ini aku akan dipecat. Tamatlah riwayatku! Ternyata begitu sulit bekerja sebagai pelayanan. Salah sedikit berdampak pemecatan. "Maaf, Bu. Saya tidak bermaksud mengabaikan pelanggan. Saya hanya ingin menolong pelanggan yang lain. Tolong, jangan pecat saya, Bu."Wanita itu tersenyum hingga tampak gigi kelinci. "Siapa yang mau memecat kamu, Farel?"Aku menautkan dua alis, dari mana wanita itu tahu namaku? "Saya justru berterima kasih karena kamu sudah menyelamatkan orang itu.""Ja-jadi saya tidak dipecat?""Jelas tidak, mana mungkin saya memecat karyawan yang rajin seperti kamu." Aku mengangguk, seulas senyum terbit dari bibir ini. "Saya heran, kenapa kamu bisa tahu jika lelaki itu tersedak? Sementara jarak meja saya dengan lelaki itu cukup jauh."Aku hanya tersenyum, tidak mungkin aku jelaskan si

  • Sisi Lain Pelakor   Bekerja di Restoran

    Aku berlari menuju kerumunan. Perasaanku semakin tak enak. Semoga saja itu bukan Yasmin. Semoga bukan dia. "Permisi!""Permisi!"Aku menelusup masuk ke kerumunan. Darah berceceran di trotoar dan jalan sekitarnya. Wanita yang lelaki itu maksud sudah terbujur kaku dengan koran sebagai penutup tubuhnya. Rambut hitam wanita itu sama persis dengan Yasmin. Jangan-jangan dia memang wanitaku. Tidak... Tidak, itu tidak boleh terjadi. Yasmin tidak boleh meninggalkan diriku. "Ya... Yasmin, kenapa kamu tinggalin aku," isakku. Perlahan kubuka koran yang menutupi wajahnya. Jantungku berdetak, rasa takut kembali hadir. Bagaimana jika ini benar-benar Yasmin? Apa yang akan kulakukan? Bisakah aku menerima kenyataan pahit ini? "Mas kenal mayat itu?" tanya seseorang menghentikan gerakan tangan ini."Dia Yasmin, kekasih saya." "Sejak kapan aku jadi kekasihmu, Rel?" Aku mendongak, Yasmin berdiri di belakang sambil menyilangkan kedua tangan di dada. Perlahan aku berdiri, niat untuk membuka koran itu

  • Sisi Lain Pelakor   Meninggalkan Rumah Arman

    Aku dan Yasmin saling pandang. Kami bingung harus menjawab apa. Situasi ini di luar dugaan kami. "Tante mendengar percakapan kami?" tanyaku sedikit ragu. "Jadi kamu mantan wanita simpanan?" Tante Mayang menatap tajam mata Yasmin. "I-iya, Bu. Sebenarnya nama asli saya Yasmin bukan Amara. Saya man... mantan wanita simpanan pengusaha terkenal. Saya pernah diperkosa dan dilecehkan," ucapnya dengan suara bergetar. Tak berapa lama cairan bening berlomba-lomba turun hingga membasahi pipinya. Mengungkapkan kenyataan pahit tidaklah mudah. Tetapi Yasmin mampu meski keadaan yang menuntutnya untuk melakukan itu. "Astagfirullah ... Ya Allah." Tante Mayang mengelus dadanya. Terkejut, marah dan benci melebur menjadi satu di hatinya. "Maafkan saya, Bu. Saya tidak bermaksud berbohong. Hanya....""Kamu ingin mendapatkan Arman lalu menutupi semuanya. Bukan begitu, Amara?""Ti-tidak seperti itu, Bu. Sa-saya hanya ingin....""Maaf, Amara. Mulai hari ini kamu saya pecat. Tolong tinggalkan rumah seka

  • Sisi Lain Pelakor   Jawaban Yasmin

    "Bagaimana Amara, apa kamu menerima lamaran Bapak?" tanya Om Sugiyono. Aku tak sanggup mendengar jawaban Yasmin. Aku tidak ingin terluka untuk kesekian kalinya. Mengetahui wanita yang kita cintai bersama lelaki lain itu menyakitkan. Lebih baik aku pergi, melarikan diri dari kenyataan pahit ini. Pengecut, tapi hanya itu yang bisa kulakukan saat ini. "Maaf, Om, Tante, semuanya saya masuk kamar dulu." Aku beranjak berdiri. "Kamu belum selesai makan, Rel.""Saya tidak enak badan, Tante." Terpaksa aku berbohong. "Mau aku periksa, Rel?""Gak perlu, Ar. Aman, kok. Aku hanya butuh waktu untuk istirahat."Aku melangkah pergi, meninggalkan ruang makan dengan berjuta perasaan kecewa di dalamnya. Pintu kamar kututup rapat, lalu menjatuhkan bobot di atas ranjang. Lagi wajah Yasmin dan Arman menari-nari di pelupuk mata. Seketika amarah menyeruak memenuhi rongga dada. Ini tidak baik, aku harus secepatnya pergi dari sini. Aku tidak sanggup melihat mereka bermesraan. Aku mengacak rambut, frusta

  • Sisi Lain Pelakor   Lamaran

    "Arman mau melamar siapa, Tante?" tanyaku memastikan. "Arman belum cerita sama kamu, Rel?"Aku menggeleng, pura-pura tidak tahu. Meski aku yakin nama Amara yang akan ia sebutkan. Namun aku masih berharap bukan dia, bukan wanitaku. "Amara, asisten rumah tangga kami.'JLEPJantung ini seakan berhenti berdetak. Aku sudah mengira kata Amara akan muncul dari mulut mereka. Namun sakitnya tetap saja terasa. Ya Robb, haruskah aku terluka untuk kedua kalinya? Haruskah aku mengalah untuk lelaki lain? Sakit, aku tersiksa. Bahkan hampir tidak sanggup berbicara. Kenapa harus aku yang mengalah, Ya Robb. Tidak bisakah orang lain saja? Dulu Brian sekarang Arman, apa aku tak berjodoh dengan Yasmin? Hingga selalu Engkau datangkan orang lain di kehidupannya atau mungkin hatinya. "Kok diam, Rel. Kamu kenal Amara, kan?"Aku mengangguk, susah payah kutahan air mata yang hampir terjatuh. Payah, kenapa harus menangis jika aku mengetahui kenyataan pahitnya. "Kamu pasti kaget kenapa Tante setuju mesk

DMCA.com Protection Status