Nazwa masih menunggu sebuah kendaraan umum. Ia memilih naik sebuah angkot untuk menghemat biaya.
Walau bagaimanapun tabungan Nazwa tidak begitu banyak. Uang sisa dari setiap belanja, selalu ia sisihkan. Sementara untuk kebutuhan lainnya, Raka selalu memenuhi dengan membelikan sendiri untuk istrinya.Beberapa saat kemudian, sebuah angkot lewat. Dengan semangat Nazwa naik ke mobil itu. Sepertinya ia merasa kekenyangan gara-gara makan terlalu banyak."Harusnya aku tidak makan berlebihan tadi. Sekarang jadi sakit perut."Tidak butuh waktu lama Nazwa sudah sampai di rumah kosnya. Saat memasuki daerah perumahan dengan banyaknya tempat kos-kosan itu, Nazwa sudah disapa oleh beberapa mahasiswi yang juga kos di tempat itu. Semuanya ramah-ramah, begitupun ibu pemilik kos-kosan.Wanita itu segera masuk ke dalam rumah. Kemudian menuju toilet untuk mengeluarkan kotoran yang sudah penuh di dalam perutnya."Ah ... lega rasanya," ucap Nazwa setelah keluar dari toilet seraya mengelus perutnya yang lebih rata dari sebelumnya.Nazwa membuat segelas teh hangat, kemudian memilih untuk duduk di sebuah kursi dekat televisi. Tiba-tiba ia mendapatkan sebuah telepon."Nomor baru. Dari siapa?" Nazwa penasaran. Dengan perlahan ia mengangkat telepon itu. Terdengar suara seorang perempuan menyapa di seberang sana.["Selamat siang, bisa bicara dengan Ibu Nazwa?"] tanya seorang perempuan itu kemudian."Iya saya sendiri." Nazwa menjawab dengan sangat yakin.["Perusahaan kami sedang membutuhkan karyawan di bagian marketing. Jika Ibu Nazwa berkenan, Ibu bisa segera datang ke perusahaan kami. Kami akan mengirimkan pesan lebih lanjut melalui sebuah email."]"Sa--saya bersedia," jawab Nara terbata karena merasa gugup.["Baik, bisa ditunggu email berikutnya. Terima kasih dan selamat siang."]Sambungan terputus. Nazwa merasa senang bukan main. Ia melompat kegirangan hingga hampir terjungkal di dekat kursi. Beruntung tidak ada orang lain di sana. Wanita itu tidak sabar menunggu pesan masuk ke alamat email-nya.Selain melamar pekerjaan secara langsung, Nazwa juga melamar pekerjaan secara online. Pikirnya, perusahaan yang telah menelponnya adalah perusahaan yang ia hubungi melalui akun email.Setelah mendapatkan pesan email terbaru dan membacanya, Nazwa sempat terkejut saat menyadari alamat dan nama perusahaan yang dituju. PT Sanjaya Gemilang Group."Aku merasa tidak asing dengan namanya. Tetapi aku tidak pernah melamar pekerjaan di perusahaan ini. Bagaimana bisa?" ucap Nazwa sangat penasaran.Nazwa tidak ingin ambil pusing. Dia sudah bersyukur karena ada perusahaan yang mau menawarinya sebuah pekerjaan."Aku harus mandi lagi dan segera ganti baju. Sepertinya masih ada waktu untuk hari ini."Wanita itu segera pergi untuk mandi dan mengganti pakaiannya dengan yang baru. Teh hangat yang masih tersisa, ia biarkan dingin begitu saja."Sudah siap. Semoga aku bisa mendapatkan pekerjaan secepatnya." Nazwa bercermin dan mengamati wajahnya yang akhir-akhir ini lebih banyak merasa sedih. "Senyum Nazwa. Kesempatan sudah di depan mata." Wanita itu berusaha meyakinkan diri sendiri.Nazwa memilih untuk naik sebuah taksi agar penampilannya tetap rapi. Ia tidak ingin mengecewakan seseorang yang akan mewawancarainya nanti.Dengan full senyum dan tubuh tegapnya, wanita itu berjalan pelan setelah memasuki area perkantoran. Mendadak dirinya merasa nervous. Bertahun-tahun ia tidak pernah lagi bekerja di sebuah perusahaan. Dulu ia hanya merasakan magang saja.Belum sempat bekerja, Raka sudah terlebih dahulu menikahinya. Dan sejak saat itu Nazwa menjadi ibu rumah tangga yang tidak pernah pergi kemana-mana."Tenang Nazwa. Jangan gugup. Kamu pasti bisa." Dan sekali lagi. Wanita itu berusaha meyakinkan diri sendiri.Setelah merasa cukup tenang, Nazwa segera berjalan melalui pintu masuk. Baru saja masuk dan hendak duduk, seorang perempuan datang menghampirinya dengan sebuah senyuman yang menawan."Dengan Ibu Nazwa? Silahkan masuk ke ruang HRD," ucap perempuan berkulit putih itu.Nazwa mengangguk pelan. "Terima kasih, Bu."Nazwa segera mencari ruangan HRD. Saat berada di depan ruangan yang dicarinya itu, tak sengaja netranya menangkap seseorang yang sedang berjalan terburu-buru."Bukankah itu Erland? Jangan-jangan dia—" belum sempat menyelesaikan kalimatnya, seseorang menyuruh Nazwa untuk segera masuk ke ruangan HRD. Padahal wanita itu ingin mengikuti seorang lelaki yang ia rasa mirip dengan Erland.Di ruangan HRD itu Nazwa merasa gugup. Ia tidak menyangka jika langsung diterima bekerja di kantor itu. Bagian HRD menerangkan tentang gaji dan lain-lain kepada Nazwa. Sesudah itu Nazwa diperkenalkan dengan para rekannya di ruangan kerjanya nanti."Hai, Nazwa. Selamat datang." Seorang karyawan bernama Mila menyapa. Begitupun yang lainnya memperkenalkan diri masing-masing."Perkenalkan saya Nazwa." Sambil tersenyum Nazwa pun ikut memperkenalkan diri. Seorang wanita yang mengantarkannya pamit untuk kembali ke ruangan HRD.Sedangkan Nazwa menunggu atasannya untuk memberikan informasi tentang pekerjaan yang harus dikerjakannya hari ini.Tak lama kemudian, seorang manager datang. Memberikan instruksi kepada Nazwa untuk duduk di kursi depan meja kerjanya.Karena Nara belum memiliki pengalaman di bidang marketing, tugas pertamanya hanya mengerjakan tugas administratif dan membuat laporan-laporan.Di samping Nazwa ada Mila yang ramah dan bisa menjadi teman yang baik untuk wanita itu. Sebentar saja keduanya sudah terlihat akrab."Kamu bisa bertanya apa saja kepadaku, Nazwa. Aku akan dengan senang hati memberikan informasi kepadamu," ungkap Mila dengan gaya centilnya."Terima kasih, Mila. Aku senang bisa bekerja satu ruangan denganmu." Nazwa tersenyum manis kepada teman barunya itu."Tentu saja. Semua orang pun menginginkan hal itu," balas Mila sangat percaya diri. Padahal setiap karyawan di sana selalu menghindari Mila karena orangnya yang suka ceplas-ceplos.Namun beberapa waktu berlalu seorang general manager datang ke ruangan Nazwa sedang bekerja."Selamat siang semuanya. Sebentar lagi kita akan kedatangan Bapak CEO dari perusahaan ini. Saya harap kalian melakukan pekerjaan masing-masing dengan baik."Lelaki itu melihat ke arah Nazwa. Dengan sebuah senyuman yang menawan ia menghampiri wanita itu."Kamu karyawan baru di sini? Bersikap baiklah kepada Bapak CEO yang akan masuk nanti," ucap general manager itu."Ba–baik, Pak." Nazwa menjawab dengan tergagap sambil mengangguk pelan."Kamu tidak perlu takut dengan saya. Panggil saya Mr. Zainal. Hahaha." Lelaki itu melihat jam di tangannya. "Saya harus segera pergi."Sebelum berlalu pergi lelaki itu melemparkan sebuah senyuman yang sangat manis kepada Nazwa.Nazwa mengusap dadanya pelan. "Syukurlah dia sudah pergi."Mila mendekati Nazwa. Lalu menyenggol pelan bahunya. "Sepertinya dia tertarik padamu Nazwa. Hahaha. Mr. Zainal katanya." Mila mengejek teman barunya itu.Ehem!Sesaat kemudian terdengar suara seseorang berdehem. Membuat Mila segera kembali ke tempat kursinya. Ia takut jika atasannya mendengar tertawanya baru saja yang cukup keras."Selamat pagi semua." Lelaki itu menyapa dengan sebuah senyuman. Kemudian dengan perlahan berjalan menghampiri Nazwa yang sudah melongo sejak kehadirannya di depan pintu masuk bagian marketing."Bagaimana pekerjaanmu hari ini Nazwa? Apakah kamu bisa mengerjakannya dengan baik?" tanya lelaki itu pelan dan lembut sambil memperhatikan raut wajah Nazwa yang kebingungan."Erland?" lirih Nazwa tidak percaya jika yang didepannya adalah Erland Sanjaya yang sudah ia kenal sebelumnya.Semua karyawan di bagian marketing ikut melongo menyaksikan sang CEO menyambut karyawan baru dengan sangat spesial. Selama ini Pak Erland tidak pernah peduli dan perhatian seperti itu."Ya Tuhan. Padahal baru tadi siang dia mentraktir banyak makanan. Dan aku kabur begitu saja. Sekarang dia berada di depanku sebagai seorang CEO perusahaan yang aku tempati untuk bekerja," batin Nazwa. Dirinya sudah berasa mau pingsan."Kamu tidak perlu merasa takut. Jika ada yang tidak kamu pahami, kamu bisa bertanya langsung kepada saya. Have a nice today."Lelaki tampan itu tersenyum manis lalu pergi begitu saja. Meninggalkan Nazwa yang masih diam tak percaya.Langsung saja Mila mendekati Nazwa kembali. Dan berteriak his
"Kamu lucu sekali Nazwa. Siapa yang dengan berani memecat kamu maka saya akan memecatnya juga. Saya akan mengantarkan kamu sampai di ruangan kamu bekerja."Nazwa pun tak menghiraukan ucapan dari Erland. Ia memilih untuk segera beranjak dari tempat itu."Tunggu Nazwa! Keningmu berkeringat." Erland hendak menyapu keringat dingin di kening Nazwa, namun wanita itu menghindar dan bergerak mundur. Hingga tak sengaja kakinya menyentuh sesuatu."Nazwa, awas!" Dengan cepat Erland menopang tubuh Nazwa. Kedua mata mereka saling bertemu. Seakan detik waktu berhenti, mereka terdiam dengan pikirannya masing-masing."Kamu sangat cantik, Nazwa." Erland tidak bisa menahan ucapannya. Kalimat itu ke luar begitu saja dari mulutnya.Nazwa yang tersadar segera berdiri tegak. Melepaskan diri dari dekapan tangan Erland. "Sebaiknya saya segera kembali." Nazwa langsung berlari meninggalkan Erland yang masih terdiam kaku menatapnya."Ya, Tuhan. Seharusnya saya tidak mengatakannya."Nazwa telah berhasil kembal
Raka memberikan sebuah anggukan. Kemudian ikut masuk ke kamar setelah beberapa menit lamanya Nazwa belum juga menampakkan diri.Suami Nazwa tersebut menanti di ranjang kamar dengan tidak sabar. Ia sudah sangat merindukan sosok sang istri yang telah menemaninya hingga delapan tahun lamanya.Nazwa yang baru keluar dari kamar mandi merasa terkejut kala melihat sang suami tersenyum manis dan menghampirinya. Wanita itu masih terlihat canggung setelah kepergiannya malam itu. Meski dalam hati kecilnya pun sangat merindukan Raka."Mas, Raka? Mas mau mandi, juga?" tanya Nazwa salah tingkah. Sebenarnya bukan hal itu yang ingin ia tanyakan. Tentu saja Nazwa tahu jika Raka pasti sudah mandi saat memutuskan untuk menemuinya. apaTanpa menjawab pertanyaan dari sang istri, Raka semakin mendekat. "Aku sangat merindukanmu, Nazwa." Sekejap saja bibir Raka telah menempel di bibir Nazwa. "Nazwa belum pakai baju Mas," ucap Nazwa setelah berhasil menghentikan penyatuan bibir mereka."Untuk, apa?" Dengan c
"Maaf, ya Mas, kalau Nazwa masih kepikiran tentang ucapan Mama malam itu. Nazwa juga ingin memberikan seorang cucu untuk Mama. Tetapi Tuhan belum berkehendak."Raka menangkup kedua pipi sang istri agar menatapnya. "Cukup, sayang. Tidak perlu kamu memikirkan suatu hal yang membuatmu sakit hati. Yang penting kita sudah berusaha. Dan Mas janji, tidak akan menuntut hal itu kepadamu.""Makasih ya Mas," ucap Nazwa seraya memeluk Raka.Keduanya saling berpelukan cukup lama. Nazwa merasa lega karena Raka masih setia mendukungnya.Setelah Raka mampu menenangkan hati istrinya. Ia pun benar-benar menolong Nazwa untuk memasak dan menyiapkan sarapan di atas meja makan."Pelan-pelan saja, Mas. Tidak usah buru-buru." Nazwa memandangi suaminya sambil tersenyum. Raka terlihat sangat antusias berada di dapur. Padahal biasanya ia hanya duduk manis di kursi dan menunggu kedatangan Nazwa dengan semua masakannya.Pagi itu terasa sangat indah bagi Nazwa. Ia berangkat ke kantor diantarkan oleh sang suami. Dan
"Pak Erland? Saya sedang menunggu suami saya. Katanya Mas Raka mau jemput ke sini dan makan siang bersama Nazwa. Tetapi sampai sekarang belum ada kabar sama sekali," ungkap Nazwa.Wanita itu terlihat sedih. Demi Raka ia rela menahan rasa laparnya. Ia tidak ingin mengecewakan suaminya.Namun kenyataannya, justru Raka yang kembali mengecewakan hatinya. Tanpa memberi kabar sama sekali. Membuatnya hampir putus asa."Saya tidak mau jika nanti kamu, sakit. Makanlah ini." Erland memberikan nasi kotak lauk ayam panggang kepada Nazwa.Wanita itu masih terdiam. Ia ragu-ragu untuk menerima makanan itu. Bukan apa, hanya saja Nazwa takut suaminya nanti marah.'Bagaimana jika nanti Mas Raka ke sini dan mengetahui aku sudah makan dahulu," batin Nazwa. Masih saja ia berpikir bahwa suaminya akan datang menemuinya."Apa perlu saya suapi, agar kamu mau memakannya?" tanya Erland lagi. Ia tidak habis pikir dengan Nazwa. Masih setia menanti kehadiran suaminya. Jelas-jelas waktu semakin berlalu. Sudah pasti
Beberapa menit telah berlalu. Tidak ada balasan pesan dari Raka. Lelaki itu juga tidak terlihat online kembali.Sebenarnya Nazwa masih setia menunggu, namun ia sudah merasa lelah. Wanita itu memutuskan untuk naik taksi saja. Tidak peduli jika nanti Raka mencarinya.Tak butuh waktu lama taksi yang ditumpangi Nazwa sudah tiba di depan rumahnya."Terima kasih ya Pak," ucap Nazwa kepada sopir taksi dan dibalas dengan sebuah anggukan.Nazwa berdiam diri sejenak. Menarik nafas dalam-dalam karena perasaannya tiba-tiba menjadi tidak tenang."Semoga Mas Raka baik-baik saja." Nazwa melihat jam di tangan. Mungkin Raka masih sibuk di kantor, pikirnya.Dengan perlahan Nazwa berjalan menuju pintu rumah. Saat melewati halaman rumahnya, ia dikejutkan dengan dua mobil yang sudah berada di sana. Satu mobil milik Raka dan satu lagi mobil milik mama mertua Nazwa."Itu kan?" Nazwa terlihat kesulitan melanjutkan kalimatnya.DEG !Hati Nazwa semakin merasa tidak enak. Ia gelisah tiba-tiba. Namun wanita itu
Ternyata Rosalia yang membuka pintu dan masuk ke kamar mereka. Sejak tadi ia telah menguping pembicaraan Raka dengan menantunya.Dengan berjalan santai wanita paruh baya itu mulai mendekati Nazwa dan Raka yang masih bersiteru.Rosalia sangat senang akhirnya Nazwa sendiri yang meminta ceria kepada Raka. Rencana berjalan sempurna."Raka! Ceraikan saja dia. Wanita ini tidak bisa memberikan keturunan. Apakah selamanya dia akan menumpang hidup kepada kita?" teriak mama Raka dengan sebuah tatapan mata yang sangat tajam.Raka terperanjat mendengarkan ucapan mamanya. Padahal bukan itu yang diharapkannya. Ia masih memiliki rencana lain agar Nazwa bisa hamil.Nazwa melirik ke arah suaminya yang hanya diam saja. Hatinya semakin terasa sakit. Sakitnya seperti disayat-sayat oleh benda tajam dan semakin sakit saja.Tidak ada gunanya lagi ia mempertahankan rumah tangganya yang sedang diambang batas kehancuran. Sang suami yang plin plan dan mertua yang sangat egois.Sepertinya jalan terbaik adalah ber
Nazwa masih terdiam. Ia merasa galau. Antara ingin bercerita atau tidak tentang masalah rumah tangganya.Nazwa tidak ingin membuka aib keluarganya. Tetapi ia ingin mengurangi kesedihannya dengan bercerita kepada Erland yang notabenenya adalah sahabat lamanya."Kamu sedang ada masalah? Baiklah. Kalau kamu tidak mau cerita. Aku tidak akan memaksa. Untuk sementara, kamu bisa tinggal di sini sampai kapanpun kamu mau," terang Erland bersungguh-sungguh.Meski lelaki itu berkata demikian, sebenarnya ia ingin wanita itu bercerita apapun masalah Nazwa kepadanya.Erland ingin membuat Nazwa tersenyum kembali. Lelaki itu tidak rela jika melihat wanita itu terus-menerus bersedih."Tapi Erland—" Nazwa merasa tidak enak hati.Selama ini Erland sudah sangat baik kepadanya. Ia tidak mau selalu menyusahkan lelaki itu. Membawa Erland masuk ke dalam permasalahannya yang tak kunjung selesai."Tidak perlu sungkan. Segala keperluan sudah aku sediakan. Aku tulus menolongmu, Nazwa. Aku tidak ingin melihatmu te
Melihat Erland datang, Nazwa segera menegakkan tubuhnya dan menjauh dari Raka."Mas Erland, ini tidak seperti yang kamu pikirkan?" terang Nazwa bernada sendu."Iya, Erland. Tadi Nazwa hampir terjatuh. Dan aku hanya berusaha untuk menolongnya." Terpaksa Raka mengatakan yang sebenarnya. Ia tidak ingin dianggap sebagai lelaki yang memanfaatkan keadaan.Seketika raut wajah Erland berubah menjadi khawatir."Kamu tidak apa-apa 'kan, Sayang. Maafkan aku baru bisa pulang." Erland mengecup kening Nazwa dan segera mendekapnya dengan erat. Tidak peduli jika ada Raka di sana."Nazwa baik-baik saja, Mas."Wanita itu melirik ke arah Raka. Merasa tidak enak hati atas sikap Erland yang seolah sengaja memanas-manasinya.Di saat Erland masih memeluk Nazwa, bayi kembar kembali menangis kencang."Oh, iya, Mas. Sejak tadi Dafa dan Devano menangis. Mereka sudah haus."Nazwa segera berjalan ke arah Dafa dan menggendongnya. Sementara Erland mengambil alih botol susu yang hendak diambil oleh Raka."Biar aku s
Seperti dugaannya Nazwa bahwa yang mengirim pesan adalah Bi Nanik. Wanita paruh baya itu mengatakan jika tidak bisa datang karena anaknya sedang sakit dan tidak mau ditinggal.Seketika raut wajah Nazwa berubah menjadi sedih. Ia tahu bagaimana perasaan seorang Ibu jika anak mendadak sakit."Semoga anaknya cepat sembuh ya, Bi. Bibi fokus saja sama anak Bibi. Nazwa tidak masalah kok."Setelah mengirimkan pesan itu Nazwa mengabari Erland. Lelaki tampan itu berjanji akan segera pulang jika pekerjaan di kantor telah selesai dan bisa dilimpahkan kepada sang sekretaris.Nazwa merasa lega. Ia meletakkan ponselnya. Namun kali ini handphone itu berbunyi lagi. Sebuah telepon dari nomor baru."Hallo, dengan siapa di sana?" sapa Nazwa ramah.Namun beberapa detik lamanya hanya sebuah kesenyapan yang ada."Maaf, kalau begitu saya tutup teleponnya.""Nazwa tunggu. Ini aku. Maaf ....""Mas Raka?" lirih Nazwa kemudian. Sudah lama ia tidak bercakap-cakap dengan mantan suaminya tersebut."Hari ini aku dan
"Sebenarnya Nazwa tidak masalah, Mas. Tapi Nazwa sibuk mengurus Dafa dengan Devano." Mendengar apa yang dikatakan Nazwa, Rosalia justru merasa semakin antusias. Ia ingin menemui wanita itu di rumahnya sekaligus menjenguk bayi kembar Nazwa dan Erland. Karena Rosalia memang belum sempat mengucapkan selamat kepada Nazwa. Begitupun dengan Raka. Betapa dirinya sangat merindukan seorang anak. Tetapi sayangnya ia tidak bisa memberikan keturunan kepada mamanya. "Nazwa, Tante ingin bertemu dengan baby kembar kamu. Boleh ‘kan, Sayang? Siapa nama mereka?" tanya Rosalia berterus terang. "Boleh, Tante. Kalau mau bertemu dengan Dafa dan Devano, Tante boleh ke sini kapanpun Tante mau." Rosalia melihat ke arah Raka dan Erland secara bergantian. Niatnya untuk pergi ke luar negeri sepertinya akan ia urungkan. "Apakah boleh Nak Erland?" tanyanya kepada Erland kemudian. "Jika Nazwa sudah mengizinkan, saya juga tidak bisa membantahnya." Rosalia tersenyum senang. Kemudian mereka mengakhiri percakapa
'Seila?' batin Erland kemudian. Erland melihat wanita itu datang bersama anaknya yang merengek meminta kue donat. "Sebentar Alin, kamu harus sabar." Seila mencoba menenangkan anaknya. Gadis kecil itu terdiam sejenak. Kemudian memandangi Erland. Alin yakin jika lelaki tampan yang ia lihat adalah papanya. Karena sang mama pernah memperlihatkan fotonya. "Papa? Dia Papa 'kan, Ma?" ucap Alin dengan wajah yang berseri. Seila tidak tahu harus menjawab apa. Ia berharap jika Erland mau berkata bohong demi seorang anak kecil yang tidak berdosa dan tidak tahu apa-apa. Erland yang tidak paham pun terlihat kebingungan. Bagaimana bisa gadis kecil itu menganggapnya sebagai papa. Sungguh sangat tidak masuk akal baginya. "Kenapa Papa diam saja, Ma? Kenapa tidak menyapaku?" Alin menarik-narik baju mamanya. Seila pun ikut kebingungan. Selama ini ia membohongi putrinya dengan mengatakan bahwa Erland adalah papa dari anaknya tersebut. Sedangkan yang sebenarnya adalah papa kandung Alin sudah pergi e
"Baby twins pup lagi Sayang," jawab Erland dengan memasang wajah kesal. Niatnya ingin bercanda agar mengundang tawa. Sedangkan bayi di depannya tersenyum-senyum setelah sisa kotorannya berhasil dibersihkan oleh papanya. "Lihatlah, dia mengejekku." Erland merasa gemas dengan putrinya. "Iya, Bu Nazwa. Yang ini juga. Hehehe. Mereka selalu sehati." Bi Nanik terkekeh. Ia ikut merasa gemas dengan tingkah si baby kembar yang belum memiliki nama tersebut. Nazwa pun tertawa. Namun lirih dan pelan. Ia merasakan perutnya masih sakit. Rasanya seperti ingin terbelah saja saat ia refleks tertawa. "Sayang, kamu baik-baik saja 'kan?" tanya Erland khawatir karena melihat istrinya meringis menahan rasa sakitnya. "Aku baik-baik saja. Aku mau ke toilet sebentar." "Aku akan mengantarkan kamu." "Tidak perlu, Mas. Kamu harus menjaga anak kita. Kasihan Bi Nanik nanti pasti kerepotan." Dengan berat hati Erland harus mengalah. Sejujurnya ia tidak tega kepada Nazwa. Tetapi baby kecil yang lucu itu juga
Erland merasa kikuk. Ia tidak ada niat sama sekali untuk berhubungan dengan Cintya. Baginya, wanita itu sangat berani."Kok diam aja? Come on, Erland. Saya hanya meminta tolong saja. Tidak lebih," ujar Cintya yang nada bicaranya terdengar lain di telinga Erland.Lelaki itu tidak ingin mengecewakan Cintya. Ia takut jika wanita itu akan membatalkan kerjasamanya jika Erland tidak mau membantunya."Ba–baiklah."Erland beranjak dari duduknya. Ia berharap jika Ridwan segera datang dari arah toilet.Benar saja. Sahabat Erland tersebut telah kembali dari toilet."Erland mau ngapain?"Pandangan mata Erland beralih ke Ridwan. Ia memberikan sebuah kode agar lelaki itu segera menghampiri mereka."Em, Cintya. Maaf. Tiba-tiba perut saya terasa sakit. Itu Ridwan telah kembali. Kamu bisa meminta tolong kepadanya."Dengan cepat Erland meninggalkan tempat itu. Ia segera berjalan menuju toilet."Cintya, apa yang kamu lakukan kepada Erland? Kamu mencoba untuk menggodanya?""Kenapa kamu harus kembali secep
Nazwa masih mencari keberadaan perempuan itu, tetapi ia gagal menemukannya."Sepertinya ia sudah pergi. Apakah aku harus menceritakan tentang hal ini kepada Mas Erland. Apakah mungkin ada hubungannya dengan ya?"Dengan berat hati Nazwa mengurungkan niatnya untuk membuntuti perempuan itu. Ia memilih untuk ke ruangan suaminya. Niatnya dari semalam adalah ingin cepat-cepat bertemu Erland. Giliran sekarang sudah berada di rumah sakit, ia justru menginginkan hal lain.Nazwa berjalan santai ke ruangan yang tafi sempat ditunjukkan oleh Ridwan. Dengan perlahan wanita itu membuka pintu ruangan Erland.Seketika Ridwan dan Erland melihat ke arah pintu secara bersamaan."Em, yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga!" ujar Ridwan menyindir.Nazwa terlihat kikuk. Ia terlalu lama jika tadi beralasan ke toilet. Wanita itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Em, kalian belum makan?" tanyanya ragu-ragu."Maaf, saya sudah makan duluan. Hehehe. Habisnya Pak Erland tidak mau makan kalau bukan Ibu Na
"Tunggu!" teriak seseorang kepada Nazwa.Nazwa, Raka, dan Rosalia menoleh ke arah sumber suara."Ridwan?" lirih Nazwa."Ma, kenapa dia bisa ada di sini? Jadi dia juga belum mati?" ujar Raka kepada mamanya.Lelaki itu menganggap bahwa Ridwan ikut meninggal bersama pesawat yang kecelakaan waktu itu. Karena memang Ridwan dan Erland sempat terpisah di perjalanan."Ibu Nazwa. Aku hanya ingin mengatakan jika Raka lah penyebab Pak Erland kalah tender. Dia yang telah berbuat curang. Mencuri semua ide Pak Erland dengan cara yang licik. Dia bertaruh dengan Pak Erland.""Mas Erland taruhan?" Nazwa tampak kecewa. Tetapi semua sudah terlanjur."Nanti saya akan jelaskan semuanya. Tolong Ibu Nazwa jangan menandatangani surat perjanjian itu."Rosalia berjalan mendekati Ridwan. "Kamu tidak perlu ikut campur Ridwan.""Cukup, Tante! Pergi dari sini saya tidak butuh ini." Nazwa melemparkan surat perjanjian berserta bolpoin itu kepada Rosalia."Awas saja kalian. Aku tidak akan tinggal diam."Raka dan Rosa
"Kenapa Mas Raka ke sini? Kita sudah tidak ada urusan lagi."Nazwa merasa geram. Ingin sekali ia mengusir Raka dengan cara kekerasan. Namun lelaki itu justru menunjukkan wajah yang penuh kesedihan."Nazwa, kamu sekarang tinggal di sini?" tanya Raka kemudian. Ia melihat ke arah atas sejenak agar air matanya tidak menetes."Iya, Nazwa tinggal di sini. Mas Raka senang 'kan? Mas Raka puas 'kan? Sebaiknya Mas Raka segera pulang."Nazwa memutar tubuhnya. Ia akan meninggalkan Raka seorang diri."Nazwa, aku rindu kamu!" Tiba-tiba tangan Raka menahan pergelangan tangan Nazwa.Nazwa mencoba melepaskan genggaman tangan Raka, tetapi lelaki itu justru mendorong kedua bahu mantan istrinya hingga tubuh Nazwa menyentuh dinding rumahnya.Raka mendekatkan bibirnya. Ia sangat merindukan momen bersama Nazwa dulu saat awal-awal menikah."Cukup, Mas Raka. Jangan seperti ini." Nazwa mengalihkan wajahnya."Aku masih mencintaimu, Nazwa. Mengertilah. Kamu sebenarnya juga masih cinta kepadaku 'kan? Katakan, Naz