Raka memberikan sebuah anggukan. Kemudian ikut masuk ke kamar setelah beberapa menit lamanya Nazwa belum juga menampakkan diri.
Suami Nazwa tersebut menanti di ranjang kamar dengan tidak sabar. Ia sudah sangat merindukan sosok sang istri yang telah menemaninya hingga delapan tahun lamanya.Nazwa yang baru keluar dari kamar mandi merasa terkejut kala melihat sang suami tersenyum manis dan menghampirinya. Wanita itu masih terlihat canggung setelah kepergiannya malam itu. Meski dalam hati kecilnya pun sangat merindukan Raka."Mas, Raka? Mas mau mandi, juga?" tanya Nazwa salah tingkah.Sebenarnya bukan hal itu yang ingin ia tanyakan. Tentu saja Nazwa tahu jika Raka pasti sudah mandi saat memutuskan untuk menemuinya. apaTanpa menjawab pertanyaan dari sang istri, Raka semakin mendekat. "Aku sangat merindukanmu, Nazwa." Sekejap saja bibir Raka telah menempel di bibir Nazwa."Nazwa belum pakai baju Mas," ucap Nazwa setelah berhasil menghentikan penyatuan bibir mereka."Untuk, apa?" Dengan cepat Raka sudah berhasil membuat handuk Nazwa terlepas. Lelaki tampan itu mengangkat tubuh Nazwa ke atas ranjang dan membaringkannya dengan sangat pelan.Raka mulai menggoda istrinya dengan berbisik manja menggunakan kalimat-kalimat gombalnya. Kemudian menggigit pelan leher Nazwa dan menyatukan bibirnya kembali.Keduanya saling mencurahkan kerinduan mereka dengan saling berpagutan hingga berlanjut beradegan panas di ranjang."Terima kasih Sayang," ucap Raka penuh perasaan setelah melayangkan sebuah kecupan di kening istrinya.Nazwa tersenyum malu. Ia terpaksa harus mandi lagi. Begitupun dengan Raka yang sengaja memilih untuk mandi bersama-sama istrinya.Mereka berdua duduk di tepi ranjang setelah siap dengan pakaian baru masing-masing. Tak lupa Nazwa merapikan rambut Raka yang masih basah."Kedatangan Mas ke sini ingin mengajakmu tinggal bersama lagi. Kamu mau 'kan?" tanya Raka pelan dan lembut.Nazwa masih terdiam. Seolah sedang berpikir keras. Tentu saja ia tidak ingin direndahkan lagi oleh mertuanya. Hatinya masih terasa sakit karena dianggap mandul.Namun Nazwa masih mencintai Raka. Ia tidak tega jika melihat suaminya harus melayani diri sendiri di rumahnya. Wanita itu teringat kembali bagaimana perjuangannya agar bisa menikah dengan Raka.Suka dan duka telah dijalani bersama selama delapan tahun. Raka adalah lelaki yang mampu membuat Nazwa merasakan cinta kembali setelah cinta pertamanya pergi meninggalkannya begitu saja. Dia yang selalu meyakinkan sang istri bahwa cinta sejati itu ada.Nazwa tidak pernah berpikir jika mertuanya ternyata selama ini membencinya. Rosalia memang sudah sejak lama menginginkan seorang cucu laki-laki. Nazwa adalah harapan satu-satunya karena Raka anak tunggal."Kenapa, Sayang? Kamu keberatan?" tanya Raka lagi seraya menangkup pipi istrinya. Kemudian memberikan kecupan singkat di bibirnya."Bagaimana jika Mama mengusirku lagi, Mas? Nazwa malu," ungkapnya sadar diri."Mas pastikan jika Mama tidak akan mengusirmu lagi. Mama hanya sedang emosi waktu itu." Raka mencoba menjelaskan. Ia terus membujuk Nazwa agar mau pulang bersamanya."Baiklah. Nazwa mau tinggal lagi bersama Mas. Tetapi ada syaratnya." Wanita itu menghirup nafas panjang. Kemudian menghembuskannya secara perlahan. "Nazwa akan tetap bekerja. Nazwa tidak mau jika dianggap sebagai seorang istri yang hanya menumpang kepada suaminya."Jika biasanya Nazwa hanya diam dan menurut. Kali ini ia bisa berbicara lebih banyak kepada suaminya. Hal itu membuatnya merasa lebih lega."Mas setuju, Sayang. Tetapi Sayang jangan terlalu dekat-dekat sama lelaki tadi, ya?" ucap Raka penuh penekanan."Mas, cemburu ya?" ejek Nazwa yang hatinya sedikit berbunga-bunga.Dengan gerakan yang cepat Raka mengangkat tubuh Nazwa. Dan lagi lelaki tampan itu membaringkan tubuhnya istrinya di ranjang sempit kos-kosan itu."Bagaimana Mas tidak cemburu. Bidadari Mas satu ini didekati pria lain." Raka membelai pipi istrinya. "Mas masih sangat merindukanmu, Sayang. Sehari tak bertemu, rasanya seperti setahun." Lelaki tampan itu telah berhasil membuat Nazwa tersipu kembali."Nazwa lapar Mas," ucap wanita itu seraya menghentikan tangan Raka yang sudah bergerak kemana-mana.Hujan mulai terlihat reda. Malam itu Raka mengajak Nazwa makan di sebuah restoran mewah."Setelah ini kita langsung otw ke rumah, ya? Biar besok Mas bisa mengantarkanmu berangkat ke kantor." Raka memulai pembicaraan. Ia tidak mau berada jauh-jauh lagi dengan istri tercintanya.Nazwa pun mengangguk pelan. Rasanya ia sangat bahagia bisa kembali lagi bersama sang suami. Wanita itu berharap sang mertua bisa menerimanya seperti waktu dulu awal-awal menikah dengan Raka.Beberapa waktu berlalu, mereka berdua telah selesai makan malam. Sesuai janjinya, Nazwa langsung menuju ke rumah Raka."Kamu bahagia 'kan, Sayang? Maafkan Mas ya, jika selama ini tidak bisa bersikap tegas kepada Mama. Aku tidak menyangka Mama berbuat senekat itu," ungkap Raka yang sebenarnya sudah tahu semua sikap mamanya."Nazwa sangat bahagia jika Mas Raka selalu berada di sisi Nazwa. Nazwa sayang sama Mas." Wanita itu menyandarkan kepalanya di dada bidang milik suaminya.Tak butuh waktu lama. Setelah Nazwa mengambil baju-baju miliknya, keduanya telah sampai di rumah mereka kembali.Nazwa sengaja hendak berganti pakaian di kamar mandi, namun nyatanya sang suami tidak membiarkannya pergi begitu saja."Mau ke mana, Sayang? Mas ingin melihatmu berganti pakaian di sini saja," ucap Raka lembut seraya menarik pinggang sang istri lalu mengecup pipinya."Tapi, Mas?" Nazwa hendak menolak, tetapi tidak bisa. Wanita itu pun hanya bisa pasrah. Berganti pakaian dengan diamati oleh sang suami di depannya.Raka senyum-senyum sendiri memperhatikan sikap malu-malu milik Nazwa. Dengan semangat ia membantu sang istri memakai pakaiannya."Terima kasih Mas," ucap Nazwa setelah berhasil memakai pakaiannya dengan bantuan sang suami."Kita tidur, yuk?" ajak Raka kemudian. Tangannya membawa Nazwa berbaring di ranjang besar kamar itu.Mereka berbaring dengan saling berhadapan. Raka mengagumi wajah istrinya dengan penuh kasih. Dibelainya wajah wanita itu berkali-kali."Bagaimana hari pertama kamu kerja, Sayang?" tanya Raka dengan masih memandangi wajah sang istri."Nazwa belum bisa bekerja dengan cepat, Mas. Masih lambat. Beruntung sekali manajer di tempat Nazwa bekerja, orangnya baik." Nazwa mulai menjelaskan."Nanti lama kelamaan juga terbiasa dan bisa cepat. Sekarang Sayang tidur, ya? Mas akan menjagamu sampai kapanpun," ujar Raka."Mas sebaiknya juga tidur. Nazwa nggak mau Mas begadang. Nanti bisa sakit," balas Nazwa tidak mau kalah."Iya, Sayang." Lelaki tampan itu mulai menyatukan bibirnya kembali hingga akhirnya ikut tidur setelahnya.Pagi datang begitu cepat, Nazwa sudah sibuk menyiapkan makan pagi untuk dia dan suaminya."Masak apa, Sayang? Mas bantu, ya?" lirih Raka yang datang-datang sudah memeluk istrinya dari belakang."Mas Raka sudah bangun? Mas duduk saja. Mau Nazwa buatkan teh atau kopi, Mas?" tanya Nazwa yang tak ingin merepotkan suaminya."Kalau suami dan istri sama-sama bekerja, apapun juga harus dilakukan bersama. Mas tidak ingin kamu kecapekan, Sayang." Lelaki itu membuat minuman sendiri. Ia juga membuat coklat panas untuk istrinya.Nazwa hanya mengangguk dan tersenyum. Sebenarnya Raka adalah suami yang paling baik baginya. Selalu mengerti keadaannya. Hanya saja setelah kejadian malam itu, Nazwa seakan sulit untuk kembali ke Keluarga Dewangga."Masih pagi jangan melamun, Sayang. Mikirin apa, sih?" Pertanyaan dari Raka sukses menyadarkan lamunan Nazwa."Maaf, ya Mas, kalau Nazwa masih kepikiran tentang ucapan Mama malam itu. Nazwa juga ingin memberikan seorang cucu untuk Mama. Tetapi Tuhan belum berkehendak."Raka menangkup kedua pipi sang istri agar menatapnya. "Cukup, sayang. Tidak perlu kamu memikirkan suatu hal yang membuatmu sakit hati. Yang penting kita sudah berusaha. Dan Mas janji, tidak akan menuntut hal itu kepadamu.""Makasih ya Mas," ucap Nazwa seraya memeluk Raka.Keduanya saling berpelukan cukup lama. Nazwa merasa lega karena Raka masih setia mendukungnya.Setelah Raka mampu menenangkan hati istrinya. Ia pun benar-benar menolong Nazwa untuk memasak dan menyiapkan sarapan di atas meja makan."Pelan-pelan saja, Mas. Tidak usah buru-buru." Nazwa memandangi suaminya sambil tersenyum. Raka terlihat sangat antusias berada di dapur. Padahal biasanya ia hanya duduk manis di kursi dan menunggu kedatangan Nazwa dengan semua masakannya.Pagi itu terasa sangat indah bagi Nazwa. Ia berangkat ke kantor diantarkan oleh sang suami. Dan
"Pak Erland? Saya sedang menunggu suami saya. Katanya Mas Raka mau jemput ke sini dan makan siang bersama Nazwa. Tetapi sampai sekarang belum ada kabar sama sekali," ungkap Nazwa.Wanita itu terlihat sedih. Demi Raka ia rela menahan rasa laparnya. Ia tidak ingin mengecewakan suaminya.Namun kenyataannya, justru Raka yang kembali mengecewakan hatinya. Tanpa memberi kabar sama sekali. Membuatnya hampir putus asa."Saya tidak mau jika nanti kamu, sakit. Makanlah ini." Erland memberikan nasi kotak lauk ayam panggang kepada Nazwa.Wanita itu masih terdiam. Ia ragu-ragu untuk menerima makanan itu. Bukan apa, hanya saja Nazwa takut suaminya nanti marah.'Bagaimana jika nanti Mas Raka ke sini dan mengetahui aku sudah makan dahulu," batin Nazwa. Masih saja ia berpikir bahwa suaminya akan datang menemuinya."Apa perlu saya suapi, agar kamu mau memakannya?" tanya Erland lagi. Ia tidak habis pikir dengan Nazwa. Masih setia menanti kehadiran suaminya. Jelas-jelas waktu semakin berlalu. Sudah pasti
Beberapa menit telah berlalu. Tidak ada balasan pesan dari Raka. Lelaki itu juga tidak terlihat online kembali.Sebenarnya Nazwa masih setia menunggu, namun ia sudah merasa lelah. Wanita itu memutuskan untuk naik taksi saja. Tidak peduli jika nanti Raka mencarinya.Tak butuh waktu lama taksi yang ditumpangi Nazwa sudah tiba di depan rumahnya."Terima kasih ya Pak," ucap Nazwa kepada sopir taksi dan dibalas dengan sebuah anggukan.Nazwa berdiam diri sejenak. Menarik nafas dalam-dalam karena perasaannya tiba-tiba menjadi tidak tenang."Semoga Mas Raka baik-baik saja." Nazwa melihat jam di tangan. Mungkin Raka masih sibuk di kantor, pikirnya.Dengan perlahan Nazwa berjalan menuju pintu rumah. Saat melewati halaman rumahnya, ia dikejutkan dengan dua mobil yang sudah berada di sana. Satu mobil milik Raka dan satu lagi mobil milik mama mertua Nazwa."Itu kan?" Nazwa terlihat kesulitan melanjutkan kalimatnya.DEG !Hati Nazwa semakin merasa tidak enak. Ia gelisah tiba-tiba. Namun wanita itu
Ternyata Rosalia yang membuka pintu dan masuk ke kamar mereka. Sejak tadi ia telah menguping pembicaraan Raka dengan menantunya.Dengan berjalan santai wanita paruh baya itu mulai mendekati Nazwa dan Raka yang masih bersiteru.Rosalia sangat senang akhirnya Nazwa sendiri yang meminta ceria kepada Raka. Rencana berjalan sempurna."Raka! Ceraikan saja dia. Wanita ini tidak bisa memberikan keturunan. Apakah selamanya dia akan menumpang hidup kepada kita?" teriak mama Raka dengan sebuah tatapan mata yang sangat tajam.Raka terperanjat mendengarkan ucapan mamanya. Padahal bukan itu yang diharapkannya. Ia masih memiliki rencana lain agar Nazwa bisa hamil.Nazwa melirik ke arah suaminya yang hanya diam saja. Hatinya semakin terasa sakit. Sakitnya seperti disayat-sayat oleh benda tajam dan semakin sakit saja.Tidak ada gunanya lagi ia mempertahankan rumah tangganya yang sedang diambang batas kehancuran. Sang suami yang plin plan dan mertua yang sangat egois.Sepertinya jalan terbaik adalah ber
Nazwa masih terdiam. Ia merasa galau. Antara ingin bercerita atau tidak tentang masalah rumah tangganya.Nazwa tidak ingin membuka aib keluarganya. Tetapi ia ingin mengurangi kesedihannya dengan bercerita kepada Erland yang notabenenya adalah sahabat lamanya."Kamu sedang ada masalah? Baiklah. Kalau kamu tidak mau cerita. Aku tidak akan memaksa. Untuk sementara, kamu bisa tinggal di sini sampai kapanpun kamu mau," terang Erland bersungguh-sungguh.Meski lelaki itu berkata demikian, sebenarnya ia ingin wanita itu bercerita apapun masalah Nazwa kepadanya.Erland ingin membuat Nazwa tersenyum kembali. Lelaki itu tidak rela jika melihat wanita itu terus-menerus bersedih."Tapi Erland—" Nazwa merasa tidak enak hati.Selama ini Erland sudah sangat baik kepadanya. Ia tidak mau selalu menyusahkan lelaki itu. Membawa Erland masuk ke dalam permasalahannya yang tak kunjung selesai."Tidak perlu sungkan. Segala keperluan sudah aku sediakan. Aku tulus menolongmu, Nazwa. Aku tidak ingin melihatmu te
"Iya Erland .... Aku tidak pernah menyangka, semudah itu Mas Raka mau dinikahkan kembali dengan perempuan lain oleh mamanya," lirih Nazwa yang air matanya sudah mengalir dengan sangat deras."Bahkan perempuan itu adalah seseorang yang pernah disukai Mas Raka saat dia masih kuliah." Nazwa semakin terisak dalam tangisnya sampai terasa sesak di dadanya.Erland berusaha menghibur cinta pertamanya itu. Dengan perlahan ia menyandarkan kepala Nazwa pada dada bidangnya.Nazwa hanya menurut. Ia tidak sadar jika Erland sudah membawanya ke dalam dekapannya. Wanita itu berusaha keras untuk tidak menangis lagi."Kamu sabar ya, Nazwa. Aku yakin akan ada hikmah dibalik semua peristiwa ini," ucap Erland yang khawatir akan kesehatan wanita itu.Beberapa menit telah berlalu. Nazwa baru sadar bahwa ia terlalu nyaman di dekat Erland. Ia segera mengusap air matanya dan menarik kepalanya. Sedikit menjaga jarak dengan lelaki tampan itu."Maaf," lirih Nazwa.Erland semakin tidak tega dengan keadaan Nazwa. Ia
Nazwa pikir seseorang yang di belakangnya itu adalah Erland. Namun ternyata dugaannya salah. Mungkin harapannya terlalu berlebihan."Mila? Kamu mengagetkanku saja," ucap Nazwa. Wanita itu berusaha untuk menutupi segala kegundahan hatinya."Aku lihat dari kejauhan kamu hanya sibuk melamun. Mikirin apa?" tanya Mila penasaran. Sepertinya ia tahu apa yang dipikirkan wanita itu. Hanya saja Mila ini jawaban langsung dari Nazwa.Nazwa masih terdiam di tempatnya. Ia seperti kesulitan untuk mengatakan yang sebenarnya. Apakah ia nanti akan ditertawakan oleh Mila? Nazwa mendadak galau dibuatnya."Nah kan malah diem. Biar aku tebak deh! Jangan-jangan kamu mikirin Pak Erland yang tidak datang ke kantor ya? Hayo, ngaku!" tebak Mila yang semakin yakin akan dugaannya.Nazwa tampak tersenyum kecut. Tidak mungkin ia mengakuinya. Ia akan berusaha untuk mengelak."Kamu apaan sih, Mila. Buat apa aku mikirin Pak Erland? Aku tidak berhak mengkhawatirkannya. Kalau begitu aku ke sana dulu ya, perutku sudah san
Nazwa ingin memastikan bahwa ia tidak salah lihat. Namun saat hendak mengambil foto kecil itu, Pak Rahmat telah memanggilnya."Ayo, Bu Nazwa. Sekarang kita ke kamar yang Nyonya Monica," ajak Pak Rahmat."Ba–baik Pak Rahmat." Seketika Nazwa menghentikan niatnya. Ia ikut keluar dari kamar Erland dengan hati yang masih bertanya-tanya.Wanita itu itu memilih menunggu Pak Rahmat di ruang tamu. Ia tidak ikut masuk ke kamar Monica. Setelah beberapa menit telah berlalu, lelaki paruh baya itu menghampiri Nazwa."Biar saya bantu bawakan barangnya, Pak."Nazwa melihat Pak Rahmat yang kesusahan membawa barang-barangnya."Tidak perlu Ibu Nazwa. Nanti malah Ibu yang kerepotan."Nazwa mengalah. Saat itu dia memang sedang sudah cukup repot membawa buah-buahan.Setelah melewati jalanan yang cukup ramai dan terkena macet beberapa kali, akhirnya mobil yang ditumpangi Pak Rahmat dan Nazwa telah tiba di depan sebuah rumah sakit."Mari, Bu." Pak Rahmat mempersilahkan untuk Nazwa berjalan di depannya.Pak
Melihat Erland datang, Nazwa segera menegakkan tubuhnya dan menjauh dari Raka."Mas Erland, ini tidak seperti yang kamu pikirkan?" terang Nazwa bernada sendu."Iya, Erland. Tadi Nazwa hampir terjatuh. Dan aku hanya berusaha untuk menolongnya." Terpaksa Raka mengatakan yang sebenarnya. Ia tidak ingin dianggap sebagai lelaki yang memanfaatkan keadaan.Seketika raut wajah Erland berubah menjadi khawatir."Kamu tidak apa-apa 'kan, Sayang. Maafkan aku baru bisa pulang." Erland mengecup kening Nazwa dan segera mendekapnya dengan erat. Tidak peduli jika ada Raka di sana."Nazwa baik-baik saja, Mas."Wanita itu melirik ke arah Raka. Merasa tidak enak hati atas sikap Erland yang seolah sengaja memanas-manasinya.Di saat Erland masih memeluk Nazwa, bayi kembar kembali menangis kencang."Oh, iya, Mas. Sejak tadi Dafa dan Devano menangis. Mereka sudah haus."Nazwa segera berjalan ke arah Dafa dan menggendongnya. Sementara Erland mengambil alih botol susu yang hendak diambil oleh Raka."Biar aku s
Seperti dugaannya Nazwa bahwa yang mengirim pesan adalah Bi Nanik. Wanita paruh baya itu mengatakan jika tidak bisa datang karena anaknya sedang sakit dan tidak mau ditinggal.Seketika raut wajah Nazwa berubah menjadi sedih. Ia tahu bagaimana perasaan seorang Ibu jika anak mendadak sakit."Semoga anaknya cepat sembuh ya, Bi. Bibi fokus saja sama anak Bibi. Nazwa tidak masalah kok."Setelah mengirimkan pesan itu Nazwa mengabari Erland. Lelaki tampan itu berjanji akan segera pulang jika pekerjaan di kantor telah selesai dan bisa dilimpahkan kepada sang sekretaris.Nazwa merasa lega. Ia meletakkan ponselnya. Namun kali ini handphone itu berbunyi lagi. Sebuah telepon dari nomor baru."Hallo, dengan siapa di sana?" sapa Nazwa ramah.Namun beberapa detik lamanya hanya sebuah kesenyapan yang ada."Maaf, kalau begitu saya tutup teleponnya.""Nazwa tunggu. Ini aku. Maaf ....""Mas Raka?" lirih Nazwa kemudian. Sudah lama ia tidak bercakap-cakap dengan mantan suaminya tersebut."Hari ini aku dan
"Sebenarnya Nazwa tidak masalah, Mas. Tapi Nazwa sibuk mengurus Dafa dengan Devano." Mendengar apa yang dikatakan Nazwa, Rosalia justru merasa semakin antusias. Ia ingin menemui wanita itu di rumahnya sekaligus menjenguk bayi kembar Nazwa dan Erland. Karena Rosalia memang belum sempat mengucapkan selamat kepada Nazwa. Begitupun dengan Raka. Betapa dirinya sangat merindukan seorang anak. Tetapi sayangnya ia tidak bisa memberikan keturunan kepada mamanya. "Nazwa, Tante ingin bertemu dengan baby kembar kamu. Boleh ‘kan, Sayang? Siapa nama mereka?" tanya Rosalia berterus terang. "Boleh, Tante. Kalau mau bertemu dengan Dafa dan Devano, Tante boleh ke sini kapanpun Tante mau." Rosalia melihat ke arah Raka dan Erland secara bergantian. Niatnya untuk pergi ke luar negeri sepertinya akan ia urungkan. "Apakah boleh Nak Erland?" tanyanya kepada Erland kemudian. "Jika Nazwa sudah mengizinkan, saya juga tidak bisa membantahnya." Rosalia tersenyum senang. Kemudian mereka mengakhiri percakapa
'Seila?' batin Erland kemudian. Erland melihat wanita itu datang bersama anaknya yang merengek meminta kue donat. "Sebentar Alin, kamu harus sabar." Seila mencoba menenangkan anaknya. Gadis kecil itu terdiam sejenak. Kemudian memandangi Erland. Alin yakin jika lelaki tampan yang ia lihat adalah papanya. Karena sang mama pernah memperlihatkan fotonya. "Papa? Dia Papa 'kan, Ma?" ucap Alin dengan wajah yang berseri. Seila tidak tahu harus menjawab apa. Ia berharap jika Erland mau berkata bohong demi seorang anak kecil yang tidak berdosa dan tidak tahu apa-apa. Erland yang tidak paham pun terlihat kebingungan. Bagaimana bisa gadis kecil itu menganggapnya sebagai papa. Sungguh sangat tidak masuk akal baginya. "Kenapa Papa diam saja, Ma? Kenapa tidak menyapaku?" Alin menarik-narik baju mamanya. Seila pun ikut kebingungan. Selama ini ia membohongi putrinya dengan mengatakan bahwa Erland adalah papa dari anaknya tersebut. Sedangkan yang sebenarnya adalah papa kandung Alin sudah pergi e
"Baby twins pup lagi Sayang," jawab Erland dengan memasang wajah kesal. Niatnya ingin bercanda agar mengundang tawa. Sedangkan bayi di depannya tersenyum-senyum setelah sisa kotorannya berhasil dibersihkan oleh papanya. "Lihatlah, dia mengejekku." Erland merasa gemas dengan putrinya. "Iya, Bu Nazwa. Yang ini juga. Hehehe. Mereka selalu sehati." Bi Nanik terkekeh. Ia ikut merasa gemas dengan tingkah si baby kembar yang belum memiliki nama tersebut. Nazwa pun tertawa. Namun lirih dan pelan. Ia merasakan perutnya masih sakit. Rasanya seperti ingin terbelah saja saat ia refleks tertawa. "Sayang, kamu baik-baik saja 'kan?" tanya Erland khawatir karena melihat istrinya meringis menahan rasa sakitnya. "Aku baik-baik saja. Aku mau ke toilet sebentar." "Aku akan mengantarkan kamu." "Tidak perlu, Mas. Kamu harus menjaga anak kita. Kasihan Bi Nanik nanti pasti kerepotan." Dengan berat hati Erland harus mengalah. Sejujurnya ia tidak tega kepada Nazwa. Tetapi baby kecil yang lucu itu juga
Erland merasa kikuk. Ia tidak ada niat sama sekali untuk berhubungan dengan Cintya. Baginya, wanita itu sangat berani."Kok diam aja? Come on, Erland. Saya hanya meminta tolong saja. Tidak lebih," ujar Cintya yang nada bicaranya terdengar lain di telinga Erland.Lelaki itu tidak ingin mengecewakan Cintya. Ia takut jika wanita itu akan membatalkan kerjasamanya jika Erland tidak mau membantunya."Ba–baiklah."Erland beranjak dari duduknya. Ia berharap jika Ridwan segera datang dari arah toilet.Benar saja. Sahabat Erland tersebut telah kembali dari toilet."Erland mau ngapain?"Pandangan mata Erland beralih ke Ridwan. Ia memberikan sebuah kode agar lelaki itu segera menghampiri mereka."Em, Cintya. Maaf. Tiba-tiba perut saya terasa sakit. Itu Ridwan telah kembali. Kamu bisa meminta tolong kepadanya."Dengan cepat Erland meninggalkan tempat itu. Ia segera berjalan menuju toilet."Cintya, apa yang kamu lakukan kepada Erland? Kamu mencoba untuk menggodanya?""Kenapa kamu harus kembali secep
Nazwa masih mencari keberadaan perempuan itu, tetapi ia gagal menemukannya."Sepertinya ia sudah pergi. Apakah aku harus menceritakan tentang hal ini kepada Mas Erland. Apakah mungkin ada hubungannya dengan ya?"Dengan berat hati Nazwa mengurungkan niatnya untuk membuntuti perempuan itu. Ia memilih untuk ke ruangan suaminya. Niatnya dari semalam adalah ingin cepat-cepat bertemu Erland. Giliran sekarang sudah berada di rumah sakit, ia justru menginginkan hal lain.Nazwa berjalan santai ke ruangan yang tafi sempat ditunjukkan oleh Ridwan. Dengan perlahan wanita itu membuka pintu ruangan Erland.Seketika Ridwan dan Erland melihat ke arah pintu secara bersamaan."Em, yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga!" ujar Ridwan menyindir.Nazwa terlihat kikuk. Ia terlalu lama jika tadi beralasan ke toilet. Wanita itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Em, kalian belum makan?" tanyanya ragu-ragu."Maaf, saya sudah makan duluan. Hehehe. Habisnya Pak Erland tidak mau makan kalau bukan Ibu Na
"Tunggu!" teriak seseorang kepada Nazwa.Nazwa, Raka, dan Rosalia menoleh ke arah sumber suara."Ridwan?" lirih Nazwa."Ma, kenapa dia bisa ada di sini? Jadi dia juga belum mati?" ujar Raka kepada mamanya.Lelaki itu menganggap bahwa Ridwan ikut meninggal bersama pesawat yang kecelakaan waktu itu. Karena memang Ridwan dan Erland sempat terpisah di perjalanan."Ibu Nazwa. Aku hanya ingin mengatakan jika Raka lah penyebab Pak Erland kalah tender. Dia yang telah berbuat curang. Mencuri semua ide Pak Erland dengan cara yang licik. Dia bertaruh dengan Pak Erland.""Mas Erland taruhan?" Nazwa tampak kecewa. Tetapi semua sudah terlanjur."Nanti saya akan jelaskan semuanya. Tolong Ibu Nazwa jangan menandatangani surat perjanjian itu."Rosalia berjalan mendekati Ridwan. "Kamu tidak perlu ikut campur Ridwan.""Cukup, Tante! Pergi dari sini saya tidak butuh ini." Nazwa melemparkan surat perjanjian berserta bolpoin itu kepada Rosalia."Awas saja kalian. Aku tidak akan tinggal diam."Raka dan Rosa
"Kenapa Mas Raka ke sini? Kita sudah tidak ada urusan lagi."Nazwa merasa geram. Ingin sekali ia mengusir Raka dengan cara kekerasan. Namun lelaki itu justru menunjukkan wajah yang penuh kesedihan."Nazwa, kamu sekarang tinggal di sini?" tanya Raka kemudian. Ia melihat ke arah atas sejenak agar air matanya tidak menetes."Iya, Nazwa tinggal di sini. Mas Raka senang 'kan? Mas Raka puas 'kan? Sebaiknya Mas Raka segera pulang."Nazwa memutar tubuhnya. Ia akan meninggalkan Raka seorang diri."Nazwa, aku rindu kamu!" Tiba-tiba tangan Raka menahan pergelangan tangan Nazwa.Nazwa mencoba melepaskan genggaman tangan Raka, tetapi lelaki itu justru mendorong kedua bahu mantan istrinya hingga tubuh Nazwa menyentuh dinding rumahnya.Raka mendekatkan bibirnya. Ia sangat merindukan momen bersama Nazwa dulu saat awal-awal menikah."Cukup, Mas Raka. Jangan seperti ini." Nazwa mengalihkan wajahnya."Aku masih mencintaimu, Nazwa. Mengertilah. Kamu sebenarnya juga masih cinta kepadaku 'kan? Katakan, Naz