TAP ... TAP ....
Suara langkah kaki terdengar jelas dari luar ruangan, untuk menuju ke ruangan tersebut. Langkah itu kemudian berhenti tepat di depan pintu ruangan, disusul dengan ketukan pintu yang seirama.
"Masuklah!"
Seorang wanita berperawakan tinggi dan sexy pun datang di hadapan seseorang yang berada di dalam ruangan tersebut.
"Permisi, Tuan. Apakah anda memanggil saya?" tanyanya dengan lembut.
Pria paruh baya itu menatap tajam ke arah wanita yang diketahui adalah asistennya, "Apakah sudah berkumpul semuanya?" tanya seorang lelaki paruh baya, pemimpin keluarga Abraham.
"Sudah, Tuan. Tuan dan Nyonya Latulini sudah berada di ruangan temu."
Tuan Abraham mengangguk kecil, "Baiklah. Aku akan segera ke sana."
Beberapa waktu diperlukan untuk persiapan menuju ke ruangan yang ditunjuk sebagai tempat pertemuan antara dua keluarga besar, dalam menjalani bisnisnya.
Ketika mereka mengetahui Tuan Abraham datang ke ruangan tersebut, mereka pun bersiap untuk menyambutnya.
Kini, sudah berdiri di hadapan mereka orang yang sangat berpengaruh bagi kedua grup besar tersebut. Sebanyak 80% saham dipegang oleh lelaki paruh baya ini. Oleh sebab itu, mereka sangat menghormati Tuan Abraham.
"Selamat datang, Tuan Abraham."
Mereka menyambutnya dengan posisi tegak, kemudian segera duduk setelah Tuan Abraham menempati tempat duduknya.
Tuan Abraham mengedarkan pandangannya ke seluruh sisi ruangan. Memang benar yang dikatakan sekertarisnya, bahwa semua orang sudah berkumpul pada tempatnya masing-masing.
"Terima kasih atas kesediaannya datang ke tempat pertemuan ini. Banyak sekali yang harus kita bahas, demi majunya kedua grup besar yang sedang berjalan ini," ujarnya, membuat keringat tak henti-hentinya bercucuran dari kening Tuan besar keluarga Latulini.
Di sebelah kanan Tuan Abraham, terdapat Zeo Abraham yang merupakan satu-satunya keturunan dari keluarga Abraham. Kemudian di sebelah Zeo ada adik dan juga adik ipar dari Tuan Abraham, yang tak lain adalah Om dan Tante Zeo.
"Sebelumnya, saya ingin tanya hasil dari pemasaran yang dilakukan oleh Latulini Group. Apakah sudah ada kemajuan mengenai jasa yang dipasarkan?" tanya Tuan Abraham.
"Baik, terima kasih atas pertanyaannya, Tuan Abraham. Kami dari Latulini Group, sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk memasarkan jasa design ruangan, yang dimiliki oleh Abraham Group," ujar Tuan Latulini, sembari membuka sebuah data yang ada di depan layar komputernya.
Semua orang memperhatikan dengan saksama, setiap slide yang sedang dipresentasikan oleh Tuan Latulini. Setiap datanya valid, sampai hampir tidak ada celah yang bisa dilalui oleh pihak yang tidak senang dengannya.
Dari sekian banyak orang yang menyukainya, pasti ada segelintir orang yang tidak menyukainya. Hal itu benar, karena memang pihak Om dan Tante Zeo yang memang tidak senang dengan kerja sama di antara kedua keluarga ini.
Ren Abraham, Om dari Zeo, mendekatkan diri ke arah istrinya, "Kalau seperti ini, apa bisa kita melawan mereka?"
Nampaknya mereka sangat risau, karena data yang diberikan mereka sangat valid, dan bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya.
"Tenang, kita masih punya rencana B!"
Ren mengangguk, karena mendengar Yuki membisikkan hal menenangkan seperti itu padanya.
Yuki memandang dalam ke arah Tuan Latulini, sembari mempersiapkan dirinya untuk melakukan serangan besar kepadanya.
Tak perlu diragukan lagi, public speaking yang ia miliki sangatlah di atas rata-rata. Tak jarang pada setiap pertemuan bisnis, Tuan Abraham selalu menyelipkan Yuki pada perjalanan bisnisnya.
"Itulah beberapa client yang sudah Latulini Group dapatkan," ucap Tuan Latulini sebagai tanda mengakhiri presentasi yang ia lakukan.
Semua orang bertepuk tangan, tak terkecuali pasangan Yuki dan Ren.
"Terima kasih atas presentasi yang sudah dilakukan, Tuan Latulini," ujar Tuan Abraham memberikan apresiasi kepadanya.
Yuki bersiap mengangkat tangannya, membuat Tuan Abraham yang melihatnya segera mengangguk kecil tanda memberikan waktu dan tempat untuknya berbicara.
Yuki bangkit dari tempat duduknya, menyamai Tuan Latulini yang memang sedari tadi sudah dalam keadaan berdiri.
"Terima kasih, Tuan Abraham atas waktu dan tempat yang dipersilakan untuk saya. Sebelumnya, saya ingin menyampaikan tentang keluh-kesah saya terhadap Latulini Group, pada beberapa bulan terakhir ini. Hal ini berdampak pada income yang diterima Abraham Group, dari kesepakatan yang sebelumnya sudah ditentukan bersama," ujarnya dengan sangat percaya diri.
Di hadapannya saat ini, sudah tersambung antara proyektor dan juga laptop miliknya. Ia membuka seluruh data dan laporan yang ia miliki, untuk menjatuhkan kedudukan Latulini Group di hadapan pemimpin mereka saat ini.
"Pada bulan Januari, Latulini Group terlibat sebuah proyek rahasia dengan beberapa perusahaan, seperti Mutiara Group, Sky Group dan juga Star Group. Income yang harusnya diserahkan kepada Abraham Group adalah 70% tetapi Latulini Group hanya memberikan sebanyak 30 % saja," paparnya, sontak membuat semua orang terkejut mendengarnya.
Zeo tak berkutik, hanya bisa mendengar para senior mempresentasikan apa yang sudah mereka persiapkan. Namun, tak dapat dipungkiri kalau Zeo merasa sangat terkejut dan tak menyangka, bahwa ia menemukan kecurangan yang dilakukan oleh pihak Latulini yang sebelumnya sangat ia percayai.
Tuan Latulini mendelik protes, "Intrupsi! Saya memang menerima proyek tersebut pada bulan Januari lalu, tetapi kami memberikan fee yang sesuai dengan yang tertera di kontrak!"
Suasana menjadi canggung, ketika Tuan Latulini protes dengan tuduhan yang dilayangkan Yuki padanya.
Yuki mendelik tajam ke arahnya, "Saya berbicara dengan bukti! Ada bukti berkas yang anda tanda tangani dengan beberapa client tersebut!"
Bukti? Itu adalah hal yang mustahil. Tuan Latulini merasa, ia sama sekali tidak menandatangani berkas apa pun, selain berkas kesepakatan bersama dengan para client.
"Bukti tanda tangan apa yang anda maksud?" tanya Tuan Latulini bermaksud menantang.
Yuki menyunggingkan senyumnya, lalu mengeluarkan beberapa berkas yang di dalamnya terdapat tanda tangan perjanjian yang sama sekali tidak Tuan Latulini ketahui.
Lembar demi lembar ia buka, dengan mata yang terus-menerus mendelik tak percaya dengan apa yang ia lihat.
"Apa ini?" gumam Tuan Latulini, sangat terkejut dengan berkas yang sama sekali tidak ia ketahui.
Yuki menyunggingkan senyumannya, lalu memunculkan hasil pindai berkas yang ada di tangan Tuan Latulini.
Semua mata terperangah, kaget dengan yang mereka lihat. Walaupun tidak percaya, tetapi mereka melihat dengan jelas tanda tangan yang merupakan milik Tuan Latulini.
"Bisa kalian lihat, ini adalah bukti berkas yang saya katakan. Tuan Latulini secara rahasia menilap uang yang kita dapatkan dari proyek di bulan Januari!"
Suasana semakin memanas, dan seketika orang yang bekerja pada Latulini Group menjadi sangat takut dengan tuduhan yang dilayangkan Yuki pada mereka.
Zeo mendelik kaget, 'Bagaimana bisa mereka melakukan hal selicik ini dengan perusahaan kami? Tidak bisa dimaafkan!' batinnya yang merasa sangat kesal dengan perjanjian kerja sama yang sudah terlanjur terjadi di antara mereka.
"Apa benar itu, Tuan Latulini?" tanya Tuan Abraham, yang sudah tersulut emosi dengan hal licik yang sudah dimanipulasi oleh pihak Yuki dan juga Ren.
Mendengar pertanyaan Tuan Abraham, para pihak Latulini Group menjadi ketar-ketir karenanya. Permasalahannya memang mereka tidak tahu mengenai dokumen yang diperlihatkan Yuki, bahkan Tuan Latulini sendiri pun tidak merasa pernah menandatangani berkas tersebut.Mereka hanya bisa saling melempar pandangan, karena merasa bingung dengan apa yang harus mereka katakan.Sementara itu, Tuan Latulini hanya bisa memandang bingung ke arah Tuan Abraham, membuatnya bungkam seribu bahasa.Karena tak ada jawaban dari Tuan Latulini, kemarahan Tuan Abraham pun memuncak drastis.BRAK!Tuan Abraham bangkit sembari menggebrak meja yang ada di hadapannya, membuat semua orang sontak merasa terkejut dan takut dengan keadaan.Zeo hanya bisa memandang ayahnya yang tengah tersulut emosi, sembari tetap berusaha netral dengan keadaan."Kalau Latulini Group tidak bisa membuktikan tuduhan ini, saya anggap tidak ada perjanjian apa pun yang bisa diteruskan dengan Latulini Group! Abraham Group juga akan meminta bayara
Tuuut ... tuuut ....Sambungan telepon mereka terputus, setelah mendengar suara benturan yang sangat keras. Hal itu membuat Zara merasa sangat kaget ketika mendengar suara yang begitu keras, seperti sedang menghantam benda keras lainnya.TES!Seketika air mata Zara menetes dengan derasnya, walau tanpa ia sadari. Walaupun ia tidak mengetahui dengan jelas, tetapi firasatnya mengenai kedua orang tuanya sangatlah tajam.BRUK!Barang belanjaan yang sedang ia pegang, mendadak jatuh tercecer ke atas lantai. Barang-barang bermerk yang selalu ia beli ketika ada edisi terbaru, terasa tak berarti lagi saat ini.Tak hanya barang-barang belanjaannya yang terjatuh, tetapi juga handphone dan dirinya yang ikut tertunduk lemas karenanya.Semua orang memandang ke arahnya dengan bingung, tetapi sama sekali tidak ada yang berani mendekat ke arahnya yang terlihat sudah sangat hancur saat ini."Kenapa harus terjadi denganku?" gumam Zara, yang merasa sangat kesal dengan berita duka ini.Bukan hanya bisnisny
Zain menarik kasar tangan Zara, membuat Zara merasa sangat kesal karenanya. Azhar yang melihatnya pun merasa sangat kesal, karena Zain yang bisa-bisanya berlaku kasar terhadap Zara.Dengan cepatnya, Azhar menahan tangan Zain sehingga membuat Zain tak bisa berkutik. Mereka saling melempar pandangan kebencian, tak membiarkan masing-masing dari mereka melakukan apa pun."Lepaskan tangan Zara!" bentak Azhar, yang tidak bisa melihat Zara diperlakukan kasar seperti itu.Zain memandangnya dengan sinis, "Apa pedulimu?""Aku sangat peduli dengannya!""Tapi aku sama sekali tidak peduli denganmu!" bentak Zain, membuat Azhar tak bisa berkutik.Dengan kasar, Zain melepaskan tangan Azhar yang menahannya, membuatnya terlepas dari genggaman tangannya.Mereka saling melempar pandangan kebencian, karena masing-masing dari mereka ingin memberikan yang terbaik untuk Zara.Zara yang melihat perseteruan antara mereka, menjadi sangat geram dengan sosok Zain."Aku tidak tahu apa yang kau inginkan! Jangan mac
Rencana yang sampai melibatkan Zeo, sungguh merupakan rencana keji yang hanya akan dilakukan oleh seseorang.Ya! Siapa lagi kalau bukan pasangan Yuki dan juga Ren. Mereka adalah dalang di balik rencana yang lebih kejam lagi dari sebelumnya.Belum puas mereka melihat bisnis keluarga Latulini hancur, sampai membuat pemimpinnya kehilangan nyawanya. Belum cukup puas, mereka juga bermain api pada Zara yang merupakan pewaris satu-satunya dari Latulini Group.Ren menyunggingkan senyumannya, "Biar pemimpin Abraham Group tahu, kelakuan busuk dari Latulini Group! Bukan hanya orang tuanya saja yang melakukan korupsi, tetapi putrinya bahkan berani tidur dengan putra dari pemimpin Abraham Group!"Mendengar ucapan Ren, Azhar hanya bisa menelan salivanya. Ia tidak bisa melakukan apa pun untuk menolong temannya itu. Ia hanya bisa berpangku tangan dengan Ren dan juga Yuki, tentang biaya operasi untuk adiknya.Dengan tekad yang sudah bulat, Azhar memapah tubuh Zara ke tempat yang sudah disediakan oleh
Sinar matahari memaksa masuk ke dalam celah gorden, menyinari mata indah milik Zara. Perlahan Zara membuka matanya, kemudian tersadar dengan ruangan yang sama sekali berbeda dengan ruangan kamarnya.Pandangannya ia edarkan ke sekeliling ruangan, dan membulat seketika saat melihat Zeo yang bertelanjang dada di sebelah tempat ia tertidur.Pemandangan absurd ini membuatnya sangat terkejut, sampai pipinya memerah seketika."Ah!!" pekiknya yang sangat terkejut dengan pemandangan tersebut.Karena mendengar teriakan yang cukup keras, Zeo pun sampai terbangun dari tidurnya. Ia mengubah posisinya menjadi duduk, sembari berusaha menyanggah kepalanya yang masih berat efek obat perangsang yang sengaja diberikan Ren padanya.Zeo menoleh ke arah Zara yang berada di sebelahnya, dengan pandangan yang sinis."Jangan berteriak di telingaku!" bentak Zeo kesal, saking sakitnya telinganya karena mendengar teriakan yang absurd dari Zara.Zara mendelikkan matanya, karena ia tak percaya ada sosok Zeo di sebe
Kabar burung tentang penangkapan Zara merebak seketika. Para staf berbondong-bondong mendemo perusahaan Latulini Group, tempat mereka sebelumnya bernaung. Namun apa daya, tidak ada yang bisa menjawab semua keluh-kesah mereka tentang pembayaran upah yang belum tuntas.Kedua pemimpin Latulini Group sudah tiada, dan pewarisnya pun sudah masuk ke dalam jeruji besi. Sia-sia belaka mereka melakukan aksi demonstrasi di depan gedung Latulini Group. Tak ada yang bisa menampung aspirasi mereka, karena sudah tidak ada lagi cikal-bakal penerus Latulini Group.Zain yang melihat kerumunan aksi tersebut, hanya bisa menelan salivanya. Tak disangka, kehancuran Latulini Group akan menjadi separah ini."Untuk apa mereka melakukannya? Kenapa parah sekali yang mereka perbuat?" gumamnya, yang tak menyangka dengan apa yang para staf Latulini Group lakukan.Satu-satunya orang yang tidak terima penangkapan Zara, adalah Zain. Namun, pada saat hari di mana pengadilan itu berlangsung, Zain tidak tahu-menau dan b
Zain melangkah cepat menemui staf kepolisian yang ada di ruangannya. Butuh usaha besar untuk bisa sampai ke tempat staf tersebut, karena jarak lapas dan kantor staf yang cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki.Zain sudah berhadapan dengan staf yang mengantarkannya menuju lapas Zara, dan ia memandangnya dengan sinis.Menyadari kedatangan Zain, staf tersebut pun segera bangkit dari tempatnya untuk menyamai tinggi Zain."Sudah selesai berkunjung, Tuan Muda? Cepat sekali? Padahal, masih ada sisa waktu 2 menit."Tak mau berbasa-basi, Zain menggebrak meja yang berada di antara mereka."Berikan aku catatan jaminan untuk kebebasan Latulini! Aku ingin dia bebas secepatnya!" ujarnya, sontak membuat para staf yang mendengar ucapannya mendelik terkejut karenanya."A-apa yang anda maksud, Tuan Muda?" tanya staf yang tak mengerti dengan maksud Zain.Mata Zain semakin menajam, "Aku ingin membayar jaminan kebebasan Zara Latulini! Kau tidak tuli, bukan?" bentaknya, sontak membuat para staf sema
Bayangan Zain terlihat dengan jelas, memantul pada kaca jendela mobilnya. Zara hanya bisa memandangnya dari pantulan kaca, karena ia tidak sanggup untuk melihat Zain yang begitu baik padanya.'Zain sudah begitu baik padaku, tetapi kenapa aku malah merasa tidak enak padanya?' batin Zara, yang tidak ingin merasa cuma-cuma menerima uluran tangan dari Zain."Zara, bisa kita bicara sebentar?" panggil Zain, Zara terkejut lalu berusaha mempersiapkan dirinya untuk berbicara dengan Zain.Zara membalikkan tubuhnya ke arah Zain dan memandangnya, "Kau ingin kita membahas tentang apa?" tantang Zara, yang merasa hanya ini yang bisa ia lakukan untuk membalas perlakuan baik Zain terhadapnya sekarang."Tentang kabar burung itu, apakah benar kau menjebak Zeo untuk melakukan hal yang tidak baik?" tanyanya.Zara sudah menduga, pertanyaan semacam ini pasti akan terlontar dari mulut Zain."Tidak, semua itu tidak benar."Zain mendelik bingung, "Walau tidak benar, apakah kau dan Zeo sudah ...." Ia tak sanggu
Karena sudah menyetujui apa yang Zeo inginkan, Zara pun akhirnya berkemas untuk segera tinggal di kediaman keluarga Abraham. Tentu saja bersama dengan Nara. Namun, Zara hanya memiliki waktu selama 2 bulan, untuk kemudian meninggalkan Nara sendiri dengan di bawah asuhan keluarga Abraham.Keesokan harinya, asisten pribadi Zeo kembali ke kediaman Zara di pinggir kota. Ia menjemput mereka, untuk segera menuju ke kediaman keluarga Abraham."Silakan masuk, Nona," ucap sang asisten.Zara mengangguk kecil, kemudian menggandeng tangan Nara untuk masuk ke dalam mobil tersebut.Nara hanya bisa mengikuti Zara, walaupun sebenarnya ia sangat penasaran mau pergi ke mana mereka sebenarnya.Sepanjang jalan, Nara melihat-lihat pemandangan di sekitar mereka. Ini adalah pertama kalinya Nara naik ke dalam mobil, yang terlihat sangat mewah. Biasanya, Zara membawa Nara menggunakan bus umum yang melintas melewati kediaman mereka."Ini pertama kalinya aku naik mobil semewah ini," batin Nara yang sangat senang
Nyonya Erracs memandang kedatangan Zeo dengan tidak percaya. "Bagaimana mungkin anak kecil ini adalah putramu?" tanyanya dengan nada yang sangat mengejek.Dio pun memandangnya dengan sinis. "Benar sekali! Nara Latulini tidak punya Ayah! Dia bajingan!" teriaknya yang benar-benar sangat membenci Nara.PLAK!Tanpa pikir panjang, Tuan Erracs menampar putranya dengan spontan, sampai putranya terhempas ke atas lantai. Ia memandang Ayahnya dengan sangat tidak percaya, karena Ayahnya yang telah melakukan hal itu padanya."Kenapa ayah menamparku?" tanyanya tak terima dengan perlakuan Ayahnya kepadanya.Wajah Tuan Erracs mendadak berubah, menjadi sangat sinis kepada putranya. "Beraninya kau membuat keributan di hadapan Tuan Muda Abraham!" bentaknya, putranya sama sekali tidak mengetahui apa yang dimaksud dirinya.Tuan Erracs tersenyum tak enak di hadapan Zeo. "Maaf sudah mempermalukan diri kami di hadapan anda, Presdir Zeo!" ucapnya tak enak.Zeo menyunggingkan senyumnya di hadapannya. "Nampakn
Nara kembali sadar atas kelakuannya. "Aku minta maaf, Ibu. Aku tidak akan melakukannya lagi," ujarnya, membuat Zara lekas membalikkan tubuhnya dan memeluk Nara dengan erat."Ibu minta maaf, Nara," ujarnya dengan air mata yang tidak bisa tertahan."Aku hampir saja lupa. Meskipun aku bisa menghidupinya, tetapi aku tidak bisa memberikan keluarga yang lengkap untuknya," batin Zara yang merasa sangat sedih memikirkannya.Suara langkah kaki yang sangat angkuh, terdengar dari arah luar rumah mereka. Nara sangat waspada, karena hanya ia yang bisa melindungi ibunya, walaupun ia masih sangat muda.BRAK!Orang angkuh itu membuka dengan kasar pintu rumah kediaman Zara. Mereka berdiri dengan sinis, di hadapan Zara dan juga Nara.Dio dan orang tuanya datang ke kediaman Zara. Mereka sangat tidak terima, ketika putra kesayangan mereka dipukuli oleh Nara.Dio menunjuk dengan kasar ke arah Nara. "Dia yang telah memukulku!" ujarnya dengan sinis, membuat Nara juga memandangnya dengan sinis.Melihat ada p
Saat ini di kantin Taman Kanak-kanak Imperial, terlihat dua anak perempuan sedang berusaha mendekati seorang anak lelaki yang sudah lebih dulu mengantre makanan di hadapan mereka.Mereka membawa tempat makan mereka, dan berusaha untuk berdiri di belakang anak lelaki yang tampan itu."Nara, aku ingin berdiri di belakangmu!" ujar salah satu dari mereka yang lebih dulu berdiri di belakang Nara, anak laki-laki yang tampan itu."Tidak, Nara adalah milikku! Aku yang harus berdiri di belakangnya!" protes teman sebelahnya, yang sangat posesif dengan Nara.Padahal, mereka masih berumur 6 tahun, tetapi mereka sudah bisa merasakan ketertarikan terhadap lawan jenisnya sendiri.Nara hanya bisa memandangnya dengan senyuman manis, dengan dua orang gadis itu yang terus memperebutkan posisi berdiri di dekat Nara.Seorang anak lelaki yang berdiri di belakang dua gadis ini, merasa sangat kesal karena kedua gadis ini yang selalu memperebutkan Nara, dan selalu mengidolakan sosok Nara. Hal itu sangat membu
Zeo menghela napasnya, karena tidak bisa lagi membantah ucapan nenek tua itu."Baiklah, Nek."Neneknya nampak tersenyum. "Kau harus baik padanya, karena Nenek lihat dia sangat baik padamu dan juga pada Nenek. Dia menyempatkan diri untuk mampir ke rumah, untuk memberikan Nenek oleh-oleh dari Amerika. Bukankah dia sangat baik? Dia juga membelikanmu sebuah oleh-oleh khusus," ujarnya yang selalu mengangkat derajat Lily di hadapan Zeo.Lily yang mendengarnya, hanya bisa tersenyum di hadapan Zeo. Ia merasa tidak buruk juga untuk mendekati keluarganya lebih dulu, sebelum mendekati orang yang ia incar.Zeo memandang Lily ketus. "Aku tidak butuh oleh-oleh," ketusnya, sontak membuat neneknya bingung karena tidak mendengar sepenuhnya ucapan Zeo, sementara Lily hanya bisa memandangnya dengan sendu."Kau bilang apa tadi, Zeo?" tanya sang Nenek."Tidak. Aku sedang ada pekerjaan lain, Nek. Aku akan menemaninya ketika sudah selesai dengan pekerjaanku," ujar Zeo, setidaknya membuat neneknya sedikit se
Seorang wanita cantik bertubuh aduhai, mendatangi kantor Zeo dengan sangat berani. Langkahnya sangat jenjang, seperti sudah biasa mendatangi tempat ini.Ia menuju ke arah resepsionis. Resepsionis tersebut menyadari kedatangan wanita ini, dan segera menutup buku yang sedang ia teliti."Ada yang bisa saya bantu, Nona?" sapa sang resepsionis dengan sangat sopan, ditambah senyuman di wajahnya.Wanita ini membenarkan kacamata hitam yang ia kenakan. "Aku ingin bertemu Zeo," ujarnya."Oh, direktur Zeo sedang melakukan pertemuan dengan Anchor Grup, Nona. Anda bisa menunggu di ruang tunggu, sampai pertemuan itu selesai," ujarnya, membuat wanita ini sedikit kesal mendengarnya.Wanita ini menurunkan kacamatanya dan menatap sinis ke arah resepsionis itu. "Belum pernah ada yang menolakku!" bentaknya dengan tegas, sang resepsionis mendadak ketakutan karena ekspresi yang dikeluarkan wanita ini.Dengan tubuh yang gemetar, sang resepsionis menunjukkan arah ruangan Zeo. "Se-sebelah sini, Nona."Wanita
Tubuhnya seketika gemetar, air matanya mengalir dengan derasnya tanpa ada dekat, karena tak percaya dengan hasil pemeriksaan."Bodohnya aku, kenapa aku sampai tidak tahu hal seperti ini? Aku tidak tahu alat apa ini, dan tidak bisa menggunakannya. Ketika aku sadar bahwa ini adalah alat untuk memeriksa kehamilan, aku baru tersadar kalau ternyata diriku tengah mengandung anak dari orang yang sama sekali tidak aku inginkan!" gumamnya, meratapi pengetahuannya yang sangat terbatas.Karena kesibukan orang tuanya, hal-hal semacam ini sama sekali tidak pernah diajarkan oleh orang tuanya. Mereka tidak sempat memberikan edukasi, mengenai hal-hal yang menyangkut kehamilan."Bukankah kami hanya satu kali melakukannya? Mengapa bisa sampai hamil seperti ini? Apa yang salah? Kenapa bisa sampai secepat ini?" Zara masih tidak bisa menerima takdirnya.TOK ... TOK ... TOK ....Terdengar suara ketukan pintu, membuat Zara menghentikan ucapan dan juga tangisannya. Ia tidak ingin siapa pun mengetahui permasa
Beberapa waktu menunggu, bus yang ditunggu Zara pun tiba. Ia bergegas masuk ke dalamnya, dengan Ren yang segera membuntuti bus itu dari belakang.Zara naik ke atasnya dan duduk pada kursi yang tersedia. Waktu yang ia perlukan untuk bisa sampai ke tempat tujuan adalah sekitar setengah jam.Tidak ada kemacetan lalu lintas di tempatnya ini. Hanya ada hutan dan pepohonan yang terlihat di pinggir kiri dan kanan jalanan menuju ke arah pinggir kota.Zara sangat menikmati pemandangan dari jendela bus tersebut. Ia memandangi pohon yang hijau, membuat rasa sakit kepalanya sedikit hilang karenanya."Apa ini adalah gejala stres? Kenapa ketika melihat tanaman dan pepohonan hijau, aku merasa sangat tenang?" batin Zara, yang merasa sangat tenang melihat pepohonan tersebut.Setengah jam sudah berlalu, bus yang mengantarkan Zara akhirnya tiba di pinggir kota dekat kediamannya. Bus itu berhenti tepat di tempat pemberhentian bus pada pinggir kota. Selebihnya, Zara biasa berjalan kaki untuk membeli bahan
Tatapannya berubah menajam, logikanya kembali lagi pada pikirannya."Apa yang salah? Setelah di Italia pun, aku masih bisa menghubunginya. Apa yang membuatmu merasa begitu sedih?" gumamnya yang merasa sangat bingung dengan kelakuan anehnya itu.Pesawat itu pun segera lepas landas, membawa Zain menuju ke negara yang ingin ia tuju. Sementara itu Zara hanya bisa cemas, karena ia sama sekali tidak bisa menghubungi Zain."Dia tidak bisa dihubungi. Apa dia sedang menuju ke Italia sekarang? Aku berharap, perjalanannya lancar sampai ke tempat tujuan."Zara hanya bisa berharap, sesuatu yang buruk tidak akan terjadi pada Zain saat dalam perjalanan menuju Italia.***Satu bulan berlalu setelah kepergian Zain ke Italia. Tak ada sedikit pun komunikasi yang terjalin antara Zain dan juga Zara. Hal itu karena Zara sama sekali tidak ingin membuat Zain merasa kesulitan lagi.Zara menyadari karena dirinya, Zain mendapatkan hukuman yang ia jalani saat ini.Kepergian Zain ke Italia sudah membuktikan bahwa