Seorang wanita cantik bertubuh aduhai, mendatangi kantor Zeo dengan sangat berani. Langkahnya sangat jenjang, seperti sudah biasa mendatangi tempat ini.Ia menuju ke arah resepsionis. Resepsionis tersebut menyadari kedatangan wanita ini, dan segera menutup buku yang sedang ia teliti."Ada yang bisa saya bantu, Nona?" sapa sang resepsionis dengan sangat sopan, ditambah senyuman di wajahnya.Wanita ini membenarkan kacamata hitam yang ia kenakan. "Aku ingin bertemu Zeo," ujarnya."Oh, direktur Zeo sedang melakukan pertemuan dengan Anchor Grup, Nona. Anda bisa menunggu di ruang tunggu, sampai pertemuan itu selesai," ujarnya, membuat wanita ini sedikit kesal mendengarnya.Wanita ini menurunkan kacamatanya dan menatap sinis ke arah resepsionis itu. "Belum pernah ada yang menolakku!" bentaknya dengan tegas, sang resepsionis mendadak ketakutan karena ekspresi yang dikeluarkan wanita ini.Dengan tubuh yang gemetar, sang resepsionis menunjukkan arah ruangan Zeo. "Se-sebelah sini, Nona."Wanita
Zeo menghela napasnya, karena tidak bisa lagi membantah ucapan nenek tua itu."Baiklah, Nek."Neneknya nampak tersenyum. "Kau harus baik padanya, karena Nenek lihat dia sangat baik padamu dan juga pada Nenek. Dia menyempatkan diri untuk mampir ke rumah, untuk memberikan Nenek oleh-oleh dari Amerika. Bukankah dia sangat baik? Dia juga membelikanmu sebuah oleh-oleh khusus," ujarnya yang selalu mengangkat derajat Lily di hadapan Zeo.Lily yang mendengarnya, hanya bisa tersenyum di hadapan Zeo. Ia merasa tidak buruk juga untuk mendekati keluarganya lebih dulu, sebelum mendekati orang yang ia incar.Zeo memandang Lily ketus. "Aku tidak butuh oleh-oleh," ketusnya, sontak membuat neneknya bingung karena tidak mendengar sepenuhnya ucapan Zeo, sementara Lily hanya bisa memandangnya dengan sendu."Kau bilang apa tadi, Zeo?" tanya sang Nenek."Tidak. Aku sedang ada pekerjaan lain, Nek. Aku akan menemaninya ketika sudah selesai dengan pekerjaanku," ujar Zeo, setidaknya membuat neneknya sedikit se
Saat ini di kantin Taman Kanak-kanak Imperial, terlihat dua anak perempuan sedang berusaha mendekati seorang anak lelaki yang sudah lebih dulu mengantre makanan di hadapan mereka.Mereka membawa tempat makan mereka, dan berusaha untuk berdiri di belakang anak lelaki yang tampan itu."Nara, aku ingin berdiri di belakangmu!" ujar salah satu dari mereka yang lebih dulu berdiri di belakang Nara, anak laki-laki yang tampan itu."Tidak, Nara adalah milikku! Aku yang harus berdiri di belakangnya!" protes teman sebelahnya, yang sangat posesif dengan Nara.Padahal, mereka masih berumur 6 tahun, tetapi mereka sudah bisa merasakan ketertarikan terhadap lawan jenisnya sendiri.Nara hanya bisa memandangnya dengan senyuman manis, dengan dua orang gadis itu yang terus memperebutkan posisi berdiri di dekat Nara.Seorang anak lelaki yang berdiri di belakang dua gadis ini, merasa sangat kesal karena kedua gadis ini yang selalu memperebutkan Nara, dan selalu mengidolakan sosok Nara. Hal itu sangat membu
Nara kembali sadar atas kelakuannya. "Aku minta maaf, Ibu. Aku tidak akan melakukannya lagi," ujarnya, membuat Zara lekas membalikkan tubuhnya dan memeluk Nara dengan erat."Ibu minta maaf, Nara," ujarnya dengan air mata yang tidak bisa tertahan."Aku hampir saja lupa. Meskipun aku bisa menghidupinya, tetapi aku tidak bisa memberikan keluarga yang lengkap untuknya," batin Zara yang merasa sangat sedih memikirkannya.Suara langkah kaki yang sangat angkuh, terdengar dari arah luar rumah mereka. Nara sangat waspada, karena hanya ia yang bisa melindungi ibunya, walaupun ia masih sangat muda.BRAK!Orang angkuh itu membuka dengan kasar pintu rumah kediaman Zara. Mereka berdiri dengan sinis, di hadapan Zara dan juga Nara.Dio dan orang tuanya datang ke kediaman Zara. Mereka sangat tidak terima, ketika putra kesayangan mereka dipukuli oleh Nara.Dio menunjuk dengan kasar ke arah Nara. "Dia yang telah memukulku!" ujarnya dengan sinis, membuat Nara juga memandangnya dengan sinis.Melihat ada p
Nyonya Erracs memandang kedatangan Zeo dengan tidak percaya. "Bagaimana mungkin anak kecil ini adalah putramu?" tanyanya dengan nada yang sangat mengejek.Dio pun memandangnya dengan sinis. "Benar sekali! Nara Latulini tidak punya Ayah! Dia bajingan!" teriaknya yang benar-benar sangat membenci Nara.PLAK!Tanpa pikir panjang, Tuan Erracs menampar putranya dengan spontan, sampai putranya terhempas ke atas lantai. Ia memandang Ayahnya dengan sangat tidak percaya, karena Ayahnya yang telah melakukan hal itu padanya."Kenapa ayah menamparku?" tanyanya tak terima dengan perlakuan Ayahnya kepadanya.Wajah Tuan Erracs mendadak berubah, menjadi sangat sinis kepada putranya. "Beraninya kau membuat keributan di hadapan Tuan Muda Abraham!" bentaknya, putranya sama sekali tidak mengetahui apa yang dimaksud dirinya.Tuan Erracs tersenyum tak enak di hadapan Zeo. "Maaf sudah mempermalukan diri kami di hadapan anda, Presdir Zeo!" ucapnya tak enak.Zeo menyunggingkan senyumnya di hadapannya. "Nampakn
Karena sudah menyetujui apa yang Zeo inginkan, Zara pun akhirnya berkemas untuk segera tinggal di kediaman keluarga Abraham. Tentu saja bersama dengan Nara. Namun, Zara hanya memiliki waktu selama 2 bulan, untuk kemudian meninggalkan Nara sendiri dengan di bawah asuhan keluarga Abraham.Keesokan harinya, asisten pribadi Zeo kembali ke kediaman Zara di pinggir kota. Ia menjemput mereka, untuk segera menuju ke kediaman keluarga Abraham."Silakan masuk, Nona," ucap sang asisten.Zara mengangguk kecil, kemudian menggandeng tangan Nara untuk masuk ke dalam mobil tersebut.Nara hanya bisa mengikuti Zara, walaupun sebenarnya ia sangat penasaran mau pergi ke mana mereka sebenarnya.Sepanjang jalan, Nara melihat-lihat pemandangan di sekitar mereka. Ini adalah pertama kalinya Nara naik ke dalam mobil, yang terlihat sangat mewah. Biasanya, Zara membawa Nara menggunakan bus umum yang melintas melewati kediaman mereka."Ini pertama kalinya aku naik mobil semewah ini," batin Nara yang sangat senang
TAP ... TAP ....Suara langkah kaki terdengar jelas dari luar ruangan, untuk menuju ke ruangan tersebut. Langkah itu kemudian berhenti tepat di depan pintu ruangan, disusul dengan ketukan pintu yang seirama."Masuklah!"Seorang wanita berperawakan tinggi dan sexy pun datang di hadapan seseorang yang berada di dalam ruangan tersebut."Permisi, Tuan. Apakah anda memanggil saya?" tanyanya dengan lembut.Pria paruh baya itu menatap tajam ke arah wanita yang diketahui adalah asistennya, "Apakah sudah berkumpul semuanya?" tanya seorang lelaki paruh baya, pemimpin keluarga Abraham."Sudah, Tuan. Tuan dan Nyonya Latulini sudah berada di ruangan temu."Tuan Abraham mengangguk kecil, "Baiklah. Aku akan segera ke sana."Beberapa waktu diperlukan untuk persiapan menuju ke ruangan yang ditunjuk sebagai tempat pertemuan antara dua keluarga besar, dalam menjalani bisnisnya.Ketika mereka mengetahui Tuan Abraham datang ke ruangan tersebut, mereka pun bersiap untuk menyambutnya.Kini, sudah berdiri di
Mendengar pertanyaan Tuan Abraham, para pihak Latulini Group menjadi ketar-ketir karenanya. Permasalahannya memang mereka tidak tahu mengenai dokumen yang diperlihatkan Yuki, bahkan Tuan Latulini sendiri pun tidak merasa pernah menandatangani berkas tersebut.Mereka hanya bisa saling melempar pandangan, karena merasa bingung dengan apa yang harus mereka katakan.Sementara itu, Tuan Latulini hanya bisa memandang bingung ke arah Tuan Abraham, membuatnya bungkam seribu bahasa.Karena tak ada jawaban dari Tuan Latulini, kemarahan Tuan Abraham pun memuncak drastis.BRAK!Tuan Abraham bangkit sembari menggebrak meja yang ada di hadapannya, membuat semua orang sontak merasa terkejut dan takut dengan keadaan.Zeo hanya bisa memandang ayahnya yang tengah tersulut emosi, sembari tetap berusaha netral dengan keadaan."Kalau Latulini Group tidak bisa membuktikan tuduhan ini, saya anggap tidak ada perjanjian apa pun yang bisa diteruskan dengan Latulini Group! Abraham Group juga akan meminta bayara
Karena sudah menyetujui apa yang Zeo inginkan, Zara pun akhirnya berkemas untuk segera tinggal di kediaman keluarga Abraham. Tentu saja bersama dengan Nara. Namun, Zara hanya memiliki waktu selama 2 bulan, untuk kemudian meninggalkan Nara sendiri dengan di bawah asuhan keluarga Abraham.Keesokan harinya, asisten pribadi Zeo kembali ke kediaman Zara di pinggir kota. Ia menjemput mereka, untuk segera menuju ke kediaman keluarga Abraham."Silakan masuk, Nona," ucap sang asisten.Zara mengangguk kecil, kemudian menggandeng tangan Nara untuk masuk ke dalam mobil tersebut.Nara hanya bisa mengikuti Zara, walaupun sebenarnya ia sangat penasaran mau pergi ke mana mereka sebenarnya.Sepanjang jalan, Nara melihat-lihat pemandangan di sekitar mereka. Ini adalah pertama kalinya Nara naik ke dalam mobil, yang terlihat sangat mewah. Biasanya, Zara membawa Nara menggunakan bus umum yang melintas melewati kediaman mereka."Ini pertama kalinya aku naik mobil semewah ini," batin Nara yang sangat senang
Nyonya Erracs memandang kedatangan Zeo dengan tidak percaya. "Bagaimana mungkin anak kecil ini adalah putramu?" tanyanya dengan nada yang sangat mengejek.Dio pun memandangnya dengan sinis. "Benar sekali! Nara Latulini tidak punya Ayah! Dia bajingan!" teriaknya yang benar-benar sangat membenci Nara.PLAK!Tanpa pikir panjang, Tuan Erracs menampar putranya dengan spontan, sampai putranya terhempas ke atas lantai. Ia memandang Ayahnya dengan sangat tidak percaya, karena Ayahnya yang telah melakukan hal itu padanya."Kenapa ayah menamparku?" tanyanya tak terima dengan perlakuan Ayahnya kepadanya.Wajah Tuan Erracs mendadak berubah, menjadi sangat sinis kepada putranya. "Beraninya kau membuat keributan di hadapan Tuan Muda Abraham!" bentaknya, putranya sama sekali tidak mengetahui apa yang dimaksud dirinya.Tuan Erracs tersenyum tak enak di hadapan Zeo. "Maaf sudah mempermalukan diri kami di hadapan anda, Presdir Zeo!" ucapnya tak enak.Zeo menyunggingkan senyumnya di hadapannya. "Nampakn
Nara kembali sadar atas kelakuannya. "Aku minta maaf, Ibu. Aku tidak akan melakukannya lagi," ujarnya, membuat Zara lekas membalikkan tubuhnya dan memeluk Nara dengan erat."Ibu minta maaf, Nara," ujarnya dengan air mata yang tidak bisa tertahan."Aku hampir saja lupa. Meskipun aku bisa menghidupinya, tetapi aku tidak bisa memberikan keluarga yang lengkap untuknya," batin Zara yang merasa sangat sedih memikirkannya.Suara langkah kaki yang sangat angkuh, terdengar dari arah luar rumah mereka. Nara sangat waspada, karena hanya ia yang bisa melindungi ibunya, walaupun ia masih sangat muda.BRAK!Orang angkuh itu membuka dengan kasar pintu rumah kediaman Zara. Mereka berdiri dengan sinis, di hadapan Zara dan juga Nara.Dio dan orang tuanya datang ke kediaman Zara. Mereka sangat tidak terima, ketika putra kesayangan mereka dipukuli oleh Nara.Dio menunjuk dengan kasar ke arah Nara. "Dia yang telah memukulku!" ujarnya dengan sinis, membuat Nara juga memandangnya dengan sinis.Melihat ada p
Saat ini di kantin Taman Kanak-kanak Imperial, terlihat dua anak perempuan sedang berusaha mendekati seorang anak lelaki yang sudah lebih dulu mengantre makanan di hadapan mereka.Mereka membawa tempat makan mereka, dan berusaha untuk berdiri di belakang anak lelaki yang tampan itu."Nara, aku ingin berdiri di belakangmu!" ujar salah satu dari mereka yang lebih dulu berdiri di belakang Nara, anak laki-laki yang tampan itu."Tidak, Nara adalah milikku! Aku yang harus berdiri di belakangnya!" protes teman sebelahnya, yang sangat posesif dengan Nara.Padahal, mereka masih berumur 6 tahun, tetapi mereka sudah bisa merasakan ketertarikan terhadap lawan jenisnya sendiri.Nara hanya bisa memandangnya dengan senyuman manis, dengan dua orang gadis itu yang terus memperebutkan posisi berdiri di dekat Nara.Seorang anak lelaki yang berdiri di belakang dua gadis ini, merasa sangat kesal karena kedua gadis ini yang selalu memperebutkan Nara, dan selalu mengidolakan sosok Nara. Hal itu sangat membu
Zeo menghela napasnya, karena tidak bisa lagi membantah ucapan nenek tua itu."Baiklah, Nek."Neneknya nampak tersenyum. "Kau harus baik padanya, karena Nenek lihat dia sangat baik padamu dan juga pada Nenek. Dia menyempatkan diri untuk mampir ke rumah, untuk memberikan Nenek oleh-oleh dari Amerika. Bukankah dia sangat baik? Dia juga membelikanmu sebuah oleh-oleh khusus," ujarnya yang selalu mengangkat derajat Lily di hadapan Zeo.Lily yang mendengarnya, hanya bisa tersenyum di hadapan Zeo. Ia merasa tidak buruk juga untuk mendekati keluarganya lebih dulu, sebelum mendekati orang yang ia incar.Zeo memandang Lily ketus. "Aku tidak butuh oleh-oleh," ketusnya, sontak membuat neneknya bingung karena tidak mendengar sepenuhnya ucapan Zeo, sementara Lily hanya bisa memandangnya dengan sendu."Kau bilang apa tadi, Zeo?" tanya sang Nenek."Tidak. Aku sedang ada pekerjaan lain, Nek. Aku akan menemaninya ketika sudah selesai dengan pekerjaanku," ujar Zeo, setidaknya membuat neneknya sedikit se
Seorang wanita cantik bertubuh aduhai, mendatangi kantor Zeo dengan sangat berani. Langkahnya sangat jenjang, seperti sudah biasa mendatangi tempat ini.Ia menuju ke arah resepsionis. Resepsionis tersebut menyadari kedatangan wanita ini, dan segera menutup buku yang sedang ia teliti."Ada yang bisa saya bantu, Nona?" sapa sang resepsionis dengan sangat sopan, ditambah senyuman di wajahnya.Wanita ini membenarkan kacamata hitam yang ia kenakan. "Aku ingin bertemu Zeo," ujarnya."Oh, direktur Zeo sedang melakukan pertemuan dengan Anchor Grup, Nona. Anda bisa menunggu di ruang tunggu, sampai pertemuan itu selesai," ujarnya, membuat wanita ini sedikit kesal mendengarnya.Wanita ini menurunkan kacamatanya dan menatap sinis ke arah resepsionis itu. "Belum pernah ada yang menolakku!" bentaknya dengan tegas, sang resepsionis mendadak ketakutan karena ekspresi yang dikeluarkan wanita ini.Dengan tubuh yang gemetar, sang resepsionis menunjukkan arah ruangan Zeo. "Se-sebelah sini, Nona."Wanita
Tubuhnya seketika gemetar, air matanya mengalir dengan derasnya tanpa ada dekat, karena tak percaya dengan hasil pemeriksaan."Bodohnya aku, kenapa aku sampai tidak tahu hal seperti ini? Aku tidak tahu alat apa ini, dan tidak bisa menggunakannya. Ketika aku sadar bahwa ini adalah alat untuk memeriksa kehamilan, aku baru tersadar kalau ternyata diriku tengah mengandung anak dari orang yang sama sekali tidak aku inginkan!" gumamnya, meratapi pengetahuannya yang sangat terbatas.Karena kesibukan orang tuanya, hal-hal semacam ini sama sekali tidak pernah diajarkan oleh orang tuanya. Mereka tidak sempat memberikan edukasi, mengenai hal-hal yang menyangkut kehamilan."Bukankah kami hanya satu kali melakukannya? Mengapa bisa sampai hamil seperti ini? Apa yang salah? Kenapa bisa sampai secepat ini?" Zara masih tidak bisa menerima takdirnya.TOK ... TOK ... TOK ....Terdengar suara ketukan pintu, membuat Zara menghentikan ucapan dan juga tangisannya. Ia tidak ingin siapa pun mengetahui permasa
Beberapa waktu menunggu, bus yang ditunggu Zara pun tiba. Ia bergegas masuk ke dalamnya, dengan Ren yang segera membuntuti bus itu dari belakang.Zara naik ke atasnya dan duduk pada kursi yang tersedia. Waktu yang ia perlukan untuk bisa sampai ke tempat tujuan adalah sekitar setengah jam.Tidak ada kemacetan lalu lintas di tempatnya ini. Hanya ada hutan dan pepohonan yang terlihat di pinggir kiri dan kanan jalanan menuju ke arah pinggir kota.Zara sangat menikmati pemandangan dari jendela bus tersebut. Ia memandangi pohon yang hijau, membuat rasa sakit kepalanya sedikit hilang karenanya."Apa ini adalah gejala stres? Kenapa ketika melihat tanaman dan pepohonan hijau, aku merasa sangat tenang?" batin Zara, yang merasa sangat tenang melihat pepohonan tersebut.Setengah jam sudah berlalu, bus yang mengantarkan Zara akhirnya tiba di pinggir kota dekat kediamannya. Bus itu berhenti tepat di tempat pemberhentian bus pada pinggir kota. Selebihnya, Zara biasa berjalan kaki untuk membeli bahan
Tatapannya berubah menajam, logikanya kembali lagi pada pikirannya."Apa yang salah? Setelah di Italia pun, aku masih bisa menghubunginya. Apa yang membuatmu merasa begitu sedih?" gumamnya yang merasa sangat bingung dengan kelakuan anehnya itu.Pesawat itu pun segera lepas landas, membawa Zain menuju ke negara yang ingin ia tuju. Sementara itu Zara hanya bisa cemas, karena ia sama sekali tidak bisa menghubungi Zain."Dia tidak bisa dihubungi. Apa dia sedang menuju ke Italia sekarang? Aku berharap, perjalanannya lancar sampai ke tempat tujuan."Zara hanya bisa berharap, sesuatu yang buruk tidak akan terjadi pada Zain saat dalam perjalanan menuju Italia.***Satu bulan berlalu setelah kepergian Zain ke Italia. Tak ada sedikit pun komunikasi yang terjalin antara Zain dan juga Zara. Hal itu karena Zara sama sekali tidak ingin membuat Zain merasa kesulitan lagi.Zara menyadari karena dirinya, Zain mendapatkan hukuman yang ia jalani saat ini.Kepergian Zain ke Italia sudah membuktikan bahwa