Setelah pertemuan dengan Max Jonathan, Lana merasa semakin tertekan. Kekhawatirannya terhadap Raka semakin memuncak, membuatnya tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya.Hingga beberapa hari setelah pertemuan dengan Max Jonathan, Lana menerima kabar bahwa Raka bisa ditemui di rumahnya dan Max akan membantunya agar mereka bisa bertemu. Rumah mewah keluarga Rakasena terlihat begitu megah dengan halaman yang luas dan taman yang indah. Max, sebagai pemimpin MJ Group, memang memiliki pengaruh yang besar, dan itu sangat membantu dalam mengatur pertemuan krusial ini.Lana keluar dari mobil dengan perasaan campur aduk. Hatinya berdebar-debar saat melihat pintu gerbang yang terbuka. Dia tahu bahwa di balik pintu itu, ada banyak hal yang menanti, termasuk pertemuan dengan Raka yang begitu dinanti-nantikan.Lana keluar dari mobil dengan perasaan campur aduk. Hatinya berdebar-debar saat melihat pintu gerbang yang terbuka. Sesampainya di dalam rumah, dia disambut dan diantar oleh pelayan ke sa
Setelah momen yang penuh gairah di antara Lana dan Raka, suasana ruangan dipenuhi kehangatan dan keintiman. Raka tampak begitu bahagia, senyum merekah di wajahnya. Tubuhnya terasa segar, dan suasana setelah bercinta itu seakan menjadi pencerahan bagi pria itu.Lana, meskipun merasa kenikmatan dari momen tersebut, tetap memiliki beban pikiran yang mengganggu. Dengan penuh kehati-hatian, dia mencoba untuk mengulang pembicaraan yang sempat terhenti sebelumnya."Raka, sekarang kita perlu bicara tentang masalah yang sebenarnya," ujar Lana, berusaha memfokuskan kembali perhatian mereka pada hal-hal yang perlu dibicarakan.Namun, Raka tampaknya tidak mau membiarkan suasana menjadi serius. Dia mengelus rambut Lana dengan lembut sambil tersenyum manis. "Sebentar lagi ya, Sayang.”
Waktu berlalu, dan Raka akhirnya setuju untuk meneruskan bisnis keluarganya. Keputusan itu membuatnya semakin sibuk, dengan banyak tanggung jawab yang harus diemban. Hari-harinya dihabiskan di kantor atau dalam pertemuan bisnis, dan waktu yang bisa dia habiskan bersama Lana semakin berkurang.Mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk bertemu, biasanya hanya pada malam hari setelah mereka pulang dari kantor. Meskipun begitu, mereka berdua tetap berusaha menjaga hubungan mereka tetap kuat dan mesra.Di sisi lain, Rudi masih terus berusaha mendekatinya. Meskipun Lana masih belum tahu apa yang harus dia lakukan dengan perasaannya terhadap Rudi, dia memutuskan untuk menerima perlakuan suaminya dengan sewajarnya saja.Mereka berdua masih berkomunikasi secara sopan, tetapi Lana berusaha untuk tetap menjaga jarak yang
Lana tiba di rumah Rudi dengan hati yang berdebar. Pintu rumah terbuka, dan Rudi muncul di ambang pintu dengan senyuman cerah di wajahnya. Lana mencoba membalas senyum itu, meskipun rasa cemasnya masih terasa. “Ayo masuk, Na.” Rudi memberi jalan untuk Lana. Lana menghela napas dalam-dalam saat dia melangkah masuk ke dalam rumah, dia melihat dekorasi yang agak romantis di ruang makan, dengan lilin-lilin yang menyala lembut dan meja yang dihiasi dengan bunga-bunga segar. Rudi tersenyum lebar saat melihat Lana memasuki rumah, seolah yakin bahwa semuanya akan kembali seperti sediakala. “Aku senang akhirnya kamu pulang," sambut Rudi dengan senyum cerah, mencoba menyembunyikan kegembiraannya yang sebenarnya. Lana merasa gugup melihat ekspresi senang Rudi. Hatin
Ketika Raka kembali dari Paris, dia merasa senang untuk segera bertemu dengan Lana. Namun, begitu dia melihat wajah Lana yang tampak muram, senyumnya memudar saat dia melihat wajah Lana yang tampak murung dan tidak bersemangat.“Aku kangen banget sama kamu, Sayang,” ucap Raka dengan senyum penuh harap, mencoba mengangkat semangat Lana.Raka menghela napas panjang. Kemudian melanjutkan ucapannya, “Kamu nggak kangen sama aku? Kenapa kamu kelihatan kayak nggak senang gitu aku di sini.”Lana menatap Raka dengan tatapan kosong, mencoba menyembunyikan kecemasannya. "Nggak ada apa-apa, Raka. Aku cuma sedikit lelah," jawabnya singkat, berusaha meyakinkan Raka.Namun, Raka bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang mengganggu Lana. Dia tidak ingin memaksakan pe
“Aku nggak apa-apa, Raka,” ujar Lana dengan nada meyakinkan. “Kamu bisa pergi.”“Kamu yakin mau aku tinggal?” tanya Raka dengan lembut. Lana tersenyum sambil meremas tangan Raka dengan hangat. “Aku bisa jaga diri aku sendiri. Lagi pula kamu juga cuma pergi beberapa hari aja, kan?”Raka mengangguk. “Pokoknya kalau ada apa-apa, kamu harus langsung telepon aku, ya! Dan kamu nggak usah kerja dulu selama beberapa hari lagi sampai aku lihat kamu sehat.”“Iya, Raka. Kamu tenang aja,” sahut Lana sambil menahan rasa mualnya. Sebenarnya Lana merasakan gejala yang tidak biasa dalam beberapa hari terakhir. Perutnya terasa kembung, dan dia merasa lelah lebih cepat dari biasanya. Awalnya, dia mengabaikannya, menganggapnya sebagai efek dari kelelahan dan stres yang sedang dia alami. Namun, ketika gejala tersebut tidak kunjung reda, Lana mulai merasa khawatir.Perubahan tubuhnya membuat Lana semakin curiga. Dalam hati, dia mulai meraba-raba kemungkinan yang paling tidak diinginkan. Tetapi saat Raka
Hari itu, setelah beberapa hari absen dari pekerjaannya, Lana kembali ke kantor untuk bekerja. Lana masih merahasiakan kehamilannya dari Raka. Meskipun hatinya gelisah, dia belum siap untuk mengungkapkan kebenaran kepada pria itu.Ketika Lana baru saja menyelesaikan pekerjaannya di kantor, seorang pria dengan setelan jas hitam mendatanginya. Wajahnya serius dan berwibawa, mengisyaratkan pentingnya pertemuan yang akan diadakan."Pemilik MJ Group, Mauritz Johnson, hendak bertemu dengan Anda," kata pria tersebut dengan suara tegas.Lana merasa bingung dan sedikit terkejut. Dia tidak mengerti mengapa Mauritz Johnson ingin bertemu dengannya, namun dia memilih untuk mengikuti pria tersebut tanpa banyak bertanya lagi. Selama dalam perjalanan hatinya berdebar keras, mencoba menebak-nebak alasan di balik pertemuan tersebut.Sesampainya di sana, mereka berjalan melalui lorong-lorong kantor yang sepi menuju menuju ruangan eksekutif di ujung koridor. Lana merasa tegang, tak bisa menahan kecemasa
Hari-hari berlalu dengan cepat setelah pertemuan Lana dengan ayah Raka. Setiap langkahnya terasa lebih berat, dipenuhi dengan tekanan untuk menyelesaikan segala sesuatu dengan Rudi. Keputusan sulit harus diambil, dan dia tahu dia tidak bisa lagi menunda-nunda.Di sisi lain, perubahan sikap Lana tidak luput dari perhatian Raka. Ia merasa sesuatu yang berbeda dari kekasihnya, terutama ketika Lana menolak untuk disentuh olehnya. Pertanyaan dan keraguan mulai merasuki pikirannya, mendorongnya untuk mengambil langkah ekstrem dengan menyewa seseorang untuk mengawasi Lana.Ketika hasil pengawasan itu mengungkapkan bahwa Lana masih sering bertemu dengan Rudi, hati Raka terasa teriris. Dia merasa seperti dipertaruhkan oleh kekasihnya sendiri. Itu adalah pukulan berat bagi Raka yang mencintai Lana dengan sepenuh hatinya.Pada malam harinya, Raka tidak bisa lagi menahan diri. Dia menemui Lana di apartemennya, dengan langkah-langkah yang berat. Sesaat setelah pintu terbuka, tatapannya menembus ru
Saat salah satu perawat membuka bagian depan pakaian rumah sakit Lana, Lana merasakan udara ruangan menyapu lembut di sekeliling tubuhnya. Dia menatap Sera, bayi mungilnya, yang sekarang berada di dadanya. Detik itu, dunia di sekitarnya seakan melambat. Kulit Sera yang halus menyentuh kulitnya, menghadirkan kehangatan yang begitu mengalirkan kebahagiaan ke dalam hati Lana.Raka, yang sejak awal berdiri di sampingnya, menyaksikan momen ini dengan mata yang dipenuhi dengan kekaguman. Dia bisa melihat pancaran kebahagiaan dan cinta yang begitu kuat dari istrinya ketika Lana memeluk Sera dengan lembut. Napas lega keluar dari dadanya, seolah melepaskan semua kekhawatiran dan kecemasan yang telah membebani bahunya selama proses persalinan.Dengan perlahan, Raka meraih tangan Lana yang bebas dan menggenggamnya erat. Dia bisa merasakan getaran kebahagiaan dan kelegaan dari tubuh istrinya."Dia cantik, ya?" tanya Lana dengan suara yang penuh kebanggaan.Raka tersenyum, matanya masih tertuju pa
Raka merasakan tekanan yang begitu besar menindih dadanya saat dia melihat Lana sedang berjuang dengan rasa sakit yang begitu hebat. Dia hampir tidak bisa menahan diri untuk tidak mencengkram tangannya erat-erat ketika melihat keringat membasahi wajah cantik istrinya. Setiap desahan dan setiap rintihan dari Lana menusuk hatinya dengan tajam, membuatnya merasa tak berdaya.Proses persalinan telah berlangsung hampir dua puluh empat jam, dan rasa sakit yang Lana rasakan semakin terasa intens. Raka merasa hampir tidak tahan melihat istrinya dalam keadaan seperti itu. Rasa khawatir Raka semakin bertambah karena usia Lana yang sudah mencapai lebih dari empat puluh tahun. Segala kemungkinan bisa saja terjadi, dan itu membuat Raka merasa takut kehilangan Lana. Namun, dia mencoba menepis semua pikiran negatif itu, berusaha untuk tetap kuat demi Lana dan bayi mereka.Ketika dokter kandungan, Dr. Hernandez, yang menangani Lana kembali memeriksa kondisi istrinya, Raka menghampiri dengan langkah
Malam itu, suasana Miami begitu hangat dengan angin sepoi-sepoi yang mengalun lembut. Raka memutuskan untuk mengajak Lana makan malam romantis di sebuah restoran yang menyajikan pemandangan pantai yang menakjubkan. Saat mereka tiba di restoran, cahaya lampu gemerlap yang memantul di atas ombak memberikan nuansa yang begitu magis.Raka menggandeng tangan Lana sambil tersenyum lebar, matanya penuh dengan kelembutan saat menatap istrinya. "Ini malam yang sempurna, Sayang," ucapnya dengan suara lembut.Lana tersenyum sambil mengangguk setuju, matanya bersinar cerah. "Iya, ini begitu indah," sahutnya, memandang sekeliling dengan penuh kekaguman.Selama makan malam, Raka dan Lana terlihat begitu mesra. Mereka tertawa, berbagi cerita, dan saling bercanda seperti dulu kala. Sudah lama mereka tidak menikmati momen seperti ini bersama-sama.Tiba-tiba, Raka menyelinapkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah kotak kecil berwarna biru terpampang di hadapan Lana. Mata Lana membulat kaget saat meliha
Raka merasa sangat menyukai perut Lana yang semakin membesar, karena menandakan bahwa sebentar lagi wanita itu akan melahirkan putri mereka. Terlepas dari semua masalah yang terjadi, Raka berjanji pada dirinya sendiri bahwa Lana akan menjadi satu-satunya wanita dalam hidupnya dan ibu dari anak-anaknya."Merasakan tubuhmu adalah pengingat sempurna bagiku, Lana," ucap Raka dengan suara penuh kehangatan. "Kamu begitu luar biasa, dan aku sangat beruntung memilikimu sebagai istriku."Sambil berhati-hati supaya tidak menekan perut Lana, Raka menumpukan berat tubuhnya ke siku dan lutut, kemudian memosisikan Lana dengan lembut. "Kamu baik-baik saja, Sayang?" tanyanya dengan penuh perhatian.Lana tersenyum lembut, merasakan kehangatan dari dekapan Raka. "Aku baik-baik saja, Raka," jawabnya sambil mengangguk. "Aku bahagia bisa bersamamu."Raka tersenyum puas mendengarnya, lalu tiba-tiba sebuah pertanyaan muncul dalam pikirannya. "Nama apa yang akan kita berikan untuk putri kita, Lana?" tanyanya
Setelah bermain dan menemani Aiden tidur, Raka melangkah dengan langkah-hati menemui Lana di kamarnya. Saat itu Lana sedang duduk di ranjang, membaca bukunya dengan ekspresi campuran antara konsentrasi dan kekosongan. Jejak-jejak air mata di sudut matanya masih terlihat meskipun dia berusaha menyembunyikannya.Saat Raka masuk, Lana meletakkan bukunya dengan lembut dan memandang ke arah Raka. Untuk sesaat, pandangan mereka bertemu. Sorot mata mereka menampilkan rasa penyesalan dan kerinduan yang tak terucapkan.Raka mendekati Lana dengan langkah perlahan, lalu memeluknya dengan penuh kerinduan. Lana membalas pelukan itu dengan erat, membenamkan wajahnya di dada Raka sambil menangis tersedu-sedu. "Maafkan aku, Raka... aku begitu bodoh dan egois," bisiknya dengan suara tercekat oleh tangis.Raka melepaskan pelukannya, lalu menghapus air mata Lana dengan lembut menggunakan jemarinya yang hangat. "Tidak, Lana... aku yang seharusnya minta maaf. Aku harusnya lebih sabar dan lebih memahami,"
Sudah hampir enam bulan sejak Lana dan Aiden pergi meninggalkannya. Setiap hari, Raka merasa kehidupannya terasa hampa dan menyakitkan. Awalnya, dia merasa marah atas kepergian mereka, tetapi seiring berjalannya waktu, perasaan itu berubah menjadi rindu yang mendalam. Raka menyadari bahwa dia sangat merindukan kehadiran Lana dan Aiden di dalam hidupnya.Mencari cara untuk menemukan mereka, Raka akhirnya memutuskan untuk menyewa detektif swasta. Setiap hari, dia menantikan kabar dari detektifnya, berharap bisa mendapatkan petunjuk keberadaan Lana dan Aiden.Setelah berbulan-bulan menunggu dengan sabar, akhirnya detektif memberikan kabar bahwa mereka telah menemukan keberadaan Lana dan Aiden."Apakah kamu sudah mendapatkan informasi yang dibutuhkan?" tanya Raka tanpa bisa menyembunyikan kegelisahannya.Detektif itu mengangguk. "Ya, Pak. Saya telah berhasil menemukan alamat anak dan istri Anda."Raka merasakan lega yang begitu besar. "Bagus. Di mana mereka berada?"Detektif itu memberika
Setelah percakapan yang menyakitkan di dalam mobil, Lana merasa semakin yakin bahwa keputusannya untuk meninggalkan Raka adalah yang terbaik bagi dirinya dan Aiden. Meskipun hatinya hancur, dia merasa bahwa dia harus melindungi dirinya sendiri dan anaknya.Ketika mereka tiba di kantor Raka, Lana berusaha menahan tangisnya saat berpisah dengan pria yang pernah dia cintai. Dia memberikan senyuman tipis, mencoba menyembunyikan rasa sakitnya di balik topeng ketegasan.Setelah berpisah dengan Raka, Lana segera kembali ke rumah dan mulai mempersiapkan semuanya untuk pergi. Dia mengemasi beberapa barangnya dan Aiden, bersiap-siap untuk meninggalkan semua kenangan yang ada di rumah itu.Saat siang menjelang, Lana menjemput Aiden dari sekolah. Anak itu senang melihat ibunya datang menjemputnya. Namun, kegembiraannya segera reda saat Aiden menyadari bahwa papanya tidak ikut."Mama!" serunya gembira sambil berlari mendekati Lana.“Hai, Sayang,” sapa Lana sambil menggendong Aiden dan membawanya m
Lana merasakan beban yang tak terlukiskan di dadanya semakin berat ketika melihat Raka dan Aiden berdua. Meskipun berusaha menunjukkan wajah tenang, dalam hati, dia merasa hancur. Momen-momen seperti ini membuatnya semakin yakin bahwa keputusan yang akan dia ambil tidak akan mudah.Saat Raka mencium Aiden sebelum berangkat, Lana merasa seperti hatinya hancur berkeping-keping. Dia ingin menangis, ingin berteriak, tapi dia harus bertahan. Dia tidak bisa menunjukkan kerapuhannya di depan Raka, terutama di depan Aiden.Ketika Raka mendekatinya dan mencium pipinya, Lana hampir tak kuasa menahan air matanya yang ingin tumpah. Dia merasakan getaran perasaan campur aduk di dalam dirinya. Cinta, penyesalan, ketakutan, dan keputusasaan bersatu dalam satu rasa."Selamat pagi," kata Raka dengan senyum tipis yang mencoba menutupi ketegangan di antara mereka."Selamat pagi," jawab Lana dengan suara yang hampir bergetar.Aiden, yang tak menyadari keadaan tegang di antara kedua orang tuanya, tersenyu
Raka menatap tajam Lana, tatapannya penuh dengan kekecewaan dan kemarahan yang sulit disembunyikan. "Bagaimana kau bisa melakukan ini kepadaku dan Aiden, Lana?" desisnya dengan suara penuh amarah, matanya menyala dengan api kemarahan. "Apakah belum cukup bagimu untuk mengkhianatiku dan pernikahan kita dengan menjalin hubungan kembali bersamanya?"Lana merasa dadanya terasa sesak mendengar kata-kata suaminya itu. Dia menatap Raka dengan tatapan penuh penyesalan. "Raka, aku tidak pernah bermaksud menyakitimu atau Aiden," ucapnya dengan suara yang penuh dengan kehancuran.Raka menatap Lana dengan penuh kekecewaan. "Kamu pikir aku bodoh, Lana?" bentaknya dengan suara gemetar. "Aku melihat semuanya dengan mata kepalaku sendiri. Jangan mencoba membodohiku dengan alasan-alasan yang malah membuatku semakin...."Lana menyela, "Aku tidak berbohong, Raka," ujarnya dengan suara yang rapuh. "Apa yang kamu lihat di restoran itu, itu tidak seperti yang kamu kira. Semuanya hanya kesalahpahaman."Raka