Ratna merasa heran, seingatnya beberapa saat yang lalu dia mendengar suara sepeda motor yang terparkir di depan. Ketika ingin memastikan siapa yang datang, Ratna melihat Doni meskipun hanya sekilas saja. Dia bergegas kembali berlari masuk ke kontrakan.Rasanya cukup gugup jika harus bertemu dengan pria itu. Namun menunggu beberapa saat Doni tak kunjung datang ke rumahnya, tidak seperti biasa pria itu langsung menemui Rafki dan memastikan bagaimana keadaan putranya terlebih dahulu barulah Doni kembali ke kontrakannya. Namun sekarang berbeda, dia justru langsung pulang dan tidak terlihat lagi.Menebus rasa penasarannya Ratna keluar, mengintip dari celah pintu melihat bagaimana keadaan di luar sana. Dia terkejut karena tidak menemukan keberadaan sepeda motor Doni di sana. Pintu dibuka lebar, dia keluar dan mengintip ke kontrakan samping. Kedua alisnya bertaut melihat pintu yang tertutup, tapi pintu jendela kaca terlihat terbuka.Itu artinya Doni berada di dalam karena Ratna tahu Doni tid
"Kamu lihat, aku baik-baik saja tidak perlu berlebihan seperti ini. Kamu ingin bidan itu berpikir yang tidak-tidak tentang kita berdua, tengah malam seperti ini kamu menyerunya untuk memeriksaku sedangkan aku di sini, di kontrakanmu.Nanti mereka malah berpikir kita ini pasangan yang tidak beres apalagi Ajeng dan suamimu tidak ada bersama kita.""Tapi Mas," Ratna ingin membantah tapi Doni sudah mengambil alih jaketnya dan memasukkan kembali ke lemari."Visa bantu aku kembali ke sana?" Menunjuk tempat tadi dia berbaring.Ratna menghela nafas panjang, kesal juga dengan Doni yang ternyata sangat keras kepala. Dengan berat hati dia memeluk Doni dan menuntun pria itu untuk duduk kembali."Bolehkah aku memelukmu? Tak lama," tanyanya."Tentu," sahut Ratna acuh memperlihatkan betapa dia marah dan kecewa atas penolakan yang sudah diberikan. Meskipun dia sendiri sadar hal tersebut merupakan sebuah kebenaran.Mana mungkin dia akan dilepaskan begitu saja, berduaan dengan suami orang."Aku tidak m
"Mas tunggu di sini, aku akan mengantarkan Rafki ke sebelah.""Terima kasih," jawab Doni memejamkan matanya kuat. Entah kenapa dia malah memilih kembali ke tempat Ratna, bukannya pulang ke rumah karena di sini istrinya Ajeng bukan Ratna.Ratna bergegas meraih Rafki dan menggendongnya. Membawa bayi mungil itu keluar untuk menyerahkannya kepada sang ibu. Sudah cukup rasanya beberapa hari ini dia menjadi pengasuh meskipun ada bayarannya, tetap saja Ratna belum siap menghabiskan banyak waktu dengan seorang bayi.Dia juga memiliki kehidupan yang lain. Beda lagi ceritanya jika seandainya suatu saat nanti Tuhan memberikan kesempatan baginya untuk memiliki malaikat mungil tersebut.Ratna mengetuk pintu kontrakan terlebih dahulu, menyeru nama Ajeng agar wanita itu keluar dan menjemput buah hatinya. Namun tak ada jawaban sama sekali dari dalam. Dia mendengus kesal entah sampai kapan harus mengasuh anak orang seperti sekarang?Ratna juga ingin menikmati hidupnya bukan malah jadi baby sitter sepe
"Sebelum sarapan mau mandi dulu atau tidak?" Ratna mendekati Doni yang termenung di kasur, dia menyentuh dahi pria itu. Panasnya lumayan reda, tidak seperti semalam."Mas mandi saja, biar segar.""Sepertinya begitu.""Kalau begitu aku siapin dulu kamar mandinya. Di ranselmu ada handuk, bukan?"Doni menggelengkan kepalanya. "Biasanya aku hanya membawa pakaian tidur serta baju untuk bekerja. Untuk handuk sudah disediakan pihak hotel.""Kalau begitu pakai handukku saja." Ratna menarik kedua sudut bibirnya dan menyerahkan handuk kepada Doni."Sambil menunggu kamu mandi sekalian aku mau bikin teh jahe, agar tubuhmu panas usai mandi nanti."Ratna menemani dan menuntun Doni menuju ke kamar mandi."Terima kasih atas kebaikanmu padaku. Aku berjanji akan membalasnya. Bagaimanapun caranya …""Tidak perlu membalas. Cukup menjadi temanku saja, semuanya sudah bisa kembali seperti sedia kala."Doni menganggukkan kepala dan masuk ke kamar mandi. Dia akan membersihkan diri di sana."Mbak, Mbak Ratna,
Doni sedikit banyaknya mulai paham bagaimana karakter Ratna. Meskipun usianya yang bisa dikatakan sudah sangat dewasa, namun Doni tahu Ratna itu merupakan gadis yang haus akan kasih sayang. Buktinya saja dia tidak keberatan sama sekali dirinya tinggal di sana.Sehingga Doni masuk ke kamar Ratna dan duduk di samping gadis itu."Kalau kamu tidak keberatan, bisa ceritakan dan jujur padaku spa yang sebenarnya terjadi. Aku berjanji padamu tidak akan marah apalagi meninggalkanmu di sini sendirian. Aku paham, kamu merupakan korban di sini karena perilaku suamimu dan hasutan dari Ajeng.Aku tahu bagaimana kamu Ratna, dan aku juga tahu bagaimana karakter istriku sehingga aku tidak akan mudah terpancing emosi atas kesalahan yang tidak kamu lakukan."Ratna menoleh ke arah Doni, menatap pria itu mencari kebohongan di sela-sela kata yang dia ucapkan. Tidak ada satupun tanda-tanda Doni mengatakan kebohongan kepadanya. Semuanya merupakan sebuah kejujuran dan ketulusan."Aku terlahir dari keluarga ya
Doni menarik kedua sudut bibirnya. Sangat polos ternyata gadis yang ada di hadapannya kini. Namun telah dirusak oleh Ajeng, beruntung saja dia segera mendekati Ratna dan gadis itu tidak melangkah lebih jauh lagi dari garis yang seharusnya."Jadi kamu ingin mencoba melakukannya!""Melakukan ini?" Ratna mengangkat ponselnya. "Kita akan membuat anak?"Doni menggelengkan kepalanya. "Kalau untuk membuat anak bukan sekarang, kita menikah terlebih dahulu baru kita bikin anak sebanyak yang kamu inginkan sekarang begini dulu."Doni menangkup pipi kanan Ratna. Menggenggam tangannya, membiarkan jantung mereka berdegup cepat. Merasakan kedekatan yang belum biasa, tapi rasanya sangat nyaman dan berbeda.Ini kali pertama Ratna berkeringat dingin disentuh seorang pria. Ah, tidak, ini kali pertama dia dekat dengan seorang pria, tentu saja pertama kali pula merasakan getaran aneh di hatinya.Mata Ratna perlahan terpejam ketika Doni memiringkan kepalanya. Menyatukan bibir mereka. Ini kali kedua Doni me
"Ceraikan Ratna atau videomu dan Ajeng aku serahkan kepada kakekmu dan Ratna. Tersenyum tipis, mengejek Yandi yang masuk ke dalam perangkapnya.. Dia juga mengambil ponsel yang tadi diletakkan di dekat nakas. Dengan sangat jelas ponsel tersebut merekam setiap kegiatan yang mereka lakukan."Sialan!!" umpat Yandi, keluar dari kontrakan Ajeng. Dia sempat menoleh sekilas ke kontrakan Ratna, istri yang selama ini dia sia-siakan kehadirannya. Namun, kini dia tidak lagi bisa meneruskan jika tidak ingin kejadian tadi sampai ke tangan sang kakek, yang akan membuatnya kehilangan segalanya."Mas, coba jelaskan apa maksudmu? Kenapa malah …." Tak peduli dengan tubuhnya yang polos, Ajeng berusaha merebut ponsel Danis."Sayang, eh, tunggu. Ini semua tidak seperti yang kamu bayangkan. Ratna dan Yandi itu harus bercerai agar Doni bisa menikah dengannya. Mengerti?""Lalu kenapa harus aku? Kenapa harus menjadi janda dulu, baru Doni …""Kamu diam dan jangan banyak bicara. Ikuti saja apa yang akan aku laku
"Siapa yang canggung? Aku biasa saja dan jangan mencari ribut apalagi masalah.Aku tidak ingin membahas apapun saat ini.""Oh ya? Tapi istri mana yang tidak ingin ribut jika melihat suaminya malah cemberut seperti itu? Padahal itulah yang kita inginkan selama ini, kamu berpisah dari Ratna agar aku menjadi satu-satunya istrimu.""Terserah, kalau kamu berpikir demikian. Mau dijelaskan pun kamu tidak akan mau mendengarkannya lebih baik aku diam saja dan hanyut lah dengan fantasi dan pikiranmu sendiri!"Yandi membatalkan niatnya untuk beristirahat. Dia tidak ingin membahas tentang Ratna, yang akan membuat rasa penyesalan itu semakin besar.***Ratna tak pernah melepaskan genggaman Doni di tangannya. Mereka berjalan beriringan selayaknya sepasang kekasih yang baru saja mengenal cinta. Dia juga sesekali mencuri pandang ke arah Doni. Melihat bagaimana garis wajah pria itu.Sangat tampan. Jangan lupakan tahi lalat yang ada di bawah matanya. Sebagai pembeda antara Doni dengan Danis. Sebenarnya