"Mas tunggu di sini, aku akan mengantarkan Rafki ke sebelah.""Terima kasih," jawab Doni memejamkan matanya kuat. Entah kenapa dia malah memilih kembali ke tempat Ratna, bukannya pulang ke rumah karena di sini istrinya Ajeng bukan Ratna.Ratna bergegas meraih Rafki dan menggendongnya. Membawa bayi mungil itu keluar untuk menyerahkannya kepada sang ibu. Sudah cukup rasanya beberapa hari ini dia menjadi pengasuh meskipun ada bayarannya, tetap saja Ratna belum siap menghabiskan banyak waktu dengan seorang bayi.Dia juga memiliki kehidupan yang lain. Beda lagi ceritanya jika seandainya suatu saat nanti Tuhan memberikan kesempatan baginya untuk memiliki malaikat mungil tersebut.Ratna mengetuk pintu kontrakan terlebih dahulu, menyeru nama Ajeng agar wanita itu keluar dan menjemput buah hatinya. Namun tak ada jawaban sama sekali dari dalam. Dia mendengus kesal entah sampai kapan harus mengasuh anak orang seperti sekarang?Ratna juga ingin menikmati hidupnya bukan malah jadi baby sitter sepe
"Sebelum sarapan mau mandi dulu atau tidak?" Ratna mendekati Doni yang termenung di kasur, dia menyentuh dahi pria itu. Panasnya lumayan reda, tidak seperti semalam."Mas mandi saja, biar segar.""Sepertinya begitu.""Kalau begitu aku siapin dulu kamar mandinya. Di ranselmu ada handuk, bukan?"Doni menggelengkan kepalanya. "Biasanya aku hanya membawa pakaian tidur serta baju untuk bekerja. Untuk handuk sudah disediakan pihak hotel.""Kalau begitu pakai handukku saja." Ratna menarik kedua sudut bibirnya dan menyerahkan handuk kepada Doni."Sambil menunggu kamu mandi sekalian aku mau bikin teh jahe, agar tubuhmu panas usai mandi nanti."Ratna menemani dan menuntun Doni menuju ke kamar mandi."Terima kasih atas kebaikanmu padaku. Aku berjanji akan membalasnya. Bagaimanapun caranya …""Tidak perlu membalas. Cukup menjadi temanku saja, semuanya sudah bisa kembali seperti sedia kala."Doni menganggukkan kepala dan masuk ke kamar mandi. Dia akan membersihkan diri di sana."Mbak, Mbak Ratna,
Doni sedikit banyaknya mulai paham bagaimana karakter Ratna. Meskipun usianya yang bisa dikatakan sudah sangat dewasa, namun Doni tahu Ratna itu merupakan gadis yang haus akan kasih sayang. Buktinya saja dia tidak keberatan sama sekali dirinya tinggal di sana.Sehingga Doni masuk ke kamar Ratna dan duduk di samping gadis itu."Kalau kamu tidak keberatan, bisa ceritakan dan jujur padaku spa yang sebenarnya terjadi. Aku berjanji padamu tidak akan marah apalagi meninggalkanmu di sini sendirian. Aku paham, kamu merupakan korban di sini karena perilaku suamimu dan hasutan dari Ajeng.Aku tahu bagaimana kamu Ratna, dan aku juga tahu bagaimana karakter istriku sehingga aku tidak akan mudah terpancing emosi atas kesalahan yang tidak kamu lakukan."Ratna menoleh ke arah Doni, menatap pria itu mencari kebohongan di sela-sela kata yang dia ucapkan. Tidak ada satupun tanda-tanda Doni mengatakan kebohongan kepadanya. Semuanya merupakan sebuah kejujuran dan ketulusan."Aku terlahir dari keluarga ya
Doni menarik kedua sudut bibirnya. Sangat polos ternyata gadis yang ada di hadapannya kini. Namun telah dirusak oleh Ajeng, beruntung saja dia segera mendekati Ratna dan gadis itu tidak melangkah lebih jauh lagi dari garis yang seharusnya."Jadi kamu ingin mencoba melakukannya!""Melakukan ini?" Ratna mengangkat ponselnya. "Kita akan membuat anak?"Doni menggelengkan kepalanya. "Kalau untuk membuat anak bukan sekarang, kita menikah terlebih dahulu baru kita bikin anak sebanyak yang kamu inginkan sekarang begini dulu."Doni menangkup pipi kanan Ratna. Menggenggam tangannya, membiarkan jantung mereka berdegup cepat. Merasakan kedekatan yang belum biasa, tapi rasanya sangat nyaman dan berbeda.Ini kali pertama Ratna berkeringat dingin disentuh seorang pria. Ah, tidak, ini kali pertama dia dekat dengan seorang pria, tentu saja pertama kali pula merasakan getaran aneh di hatinya.Mata Ratna perlahan terpejam ketika Doni memiringkan kepalanya. Menyatukan bibir mereka. Ini kali kedua Doni me
"Ceraikan Ratna atau videomu dan Ajeng aku serahkan kepada kakekmu dan Ratna. Tersenyum tipis, mengejek Yandi yang masuk ke dalam perangkapnya.. Dia juga mengambil ponsel yang tadi diletakkan di dekat nakas. Dengan sangat jelas ponsel tersebut merekam setiap kegiatan yang mereka lakukan."Sialan!!" umpat Yandi, keluar dari kontrakan Ajeng. Dia sempat menoleh sekilas ke kontrakan Ratna, istri yang selama ini dia sia-siakan kehadirannya. Namun, kini dia tidak lagi bisa meneruskan jika tidak ingin kejadian tadi sampai ke tangan sang kakek, yang akan membuatnya kehilangan segalanya."Mas, coba jelaskan apa maksudmu? Kenapa malah …." Tak peduli dengan tubuhnya yang polos, Ajeng berusaha merebut ponsel Danis."Sayang, eh, tunggu. Ini semua tidak seperti yang kamu bayangkan. Ratna dan Yandi itu harus bercerai agar Doni bisa menikah dengannya. Mengerti?""Lalu kenapa harus aku? Kenapa harus menjadi janda dulu, baru Doni …""Kamu diam dan jangan banyak bicara. Ikuti saja apa yang akan aku laku
"Siapa yang canggung? Aku biasa saja dan jangan mencari ribut apalagi masalah.Aku tidak ingin membahas apapun saat ini.""Oh ya? Tapi istri mana yang tidak ingin ribut jika melihat suaminya malah cemberut seperti itu? Padahal itulah yang kita inginkan selama ini, kamu berpisah dari Ratna agar aku menjadi satu-satunya istrimu.""Terserah, kalau kamu berpikir demikian. Mau dijelaskan pun kamu tidak akan mau mendengarkannya lebih baik aku diam saja dan hanyut lah dengan fantasi dan pikiranmu sendiri!"Yandi membatalkan niatnya untuk beristirahat. Dia tidak ingin membahas tentang Ratna, yang akan membuat rasa penyesalan itu semakin besar.***Ratna tak pernah melepaskan genggaman Doni di tangannya. Mereka berjalan beriringan selayaknya sepasang kekasih yang baru saja mengenal cinta. Dia juga sesekali mencuri pandang ke arah Doni. Melihat bagaimana garis wajah pria itu.Sangat tampan. Jangan lupakan tahi lalat yang ada di bawah matanya. Sebagai pembeda antara Doni dengan Danis. Sebenarnya
Ah, bagian ini semakin membuat Ratna semakin salah tingkah. Pipinya merona, membayangkan bagaimana menjalani rumah tangga bersama Doni. Pastilah sangat membahagiakan bisa berdampingan dengan seorang pria yang tak sungkan mengerjakan pekerjaan yang menurut orang banyak merupakan pekerjaan istri."Sebenarnya aku masih mengantuk dan lelah. Masih malas rasanya untuk bangkit dari kamar, tapi aroma masakan kamu begitu menggoda," puji Doni. Berdiri di samping Ratna, melihat apa yang gadis itu masak di wajan."Mas terlalu berlebihan," balas Ratna dengan kedua pipi yang semakin panas saja."Tidak. Aku mengatakan hal yang sesungguhnya. Dan aku rasa, bisa melar jika makan terus. Mau diet, tapi enggak bisa lepas dari masakan kamu. Enak banget soalnya.""Mas," keluh Ratna. Mengusap kedua pipinya. Jika dibiarkan, dia bisa meleleh seperti es.Doni mengulas senyum. Momen yang sangat sederhana, tapi tidak bisa dia dapatkan dari Ajeng. Bolehkah dia berharap lebih nantinya dari sosok Ratna? Bolehkah dia
Danis merupakan orang yang sangat berambisi dan tidak akan berhenti sebelum mencapai tujuannya. Dia juga cenderung ingin merampas apapun yang ada di tanganku karena dia tidak ingin aku bahagia."Ratna menatap Doni. Sangat terlihat dari sorot mata pria itu dia tidak menyukai sosok saudara kembarnya sendiri. Ratna juga bisa melihat bahwasanya selama ini hubungan yang terjalin antara Doni dan Danis memang tidak pernah baik, bahkan cenderung Danis lebih sering menyakiti saudara kembarnya ini."Jadi sekarang bagaimana?""Kita tunggu beberapa saat." Doni mengusap punggung Ratna. Menenangkan gadis itu agar tidak panik seperti sekarang ."Jika seandainya dalam kurun waktu 15 menit dia tak kunjung pulang atau ada tetangga yang bertanya kepadanya, maka kamu harus keluar. Jangan sampai tetangga itu pergi kamu harus langsung usir Danis."Ratna mengerti apa yang dikatakan Doni, tapi tetap saja dia ketakutan. Takut pria itu menerobos masuk. Menunggu sejenak seperti yang Doni inginkan, Ratna tampak